• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. PERANAN KEMITRAAN DALAM PEMBENTUKAN RANTAI PEMASARAN DAN KINERJA RANTAI NILAI

7.2 Akses Terhadap Lingkungan Pendukung

7.3.4 Governance dan Hubungan yang terbentuk antar aktor

Strukutur governance adalah jaringan antar aktor atau lembaga, yang digambarkan melalui koordinasi pemasaran (marketing coordination). Struktur governance ditentukan oleh jumlah input (bakalan) dan output (sapi siap potong). Jumlah input dan output ini dipertimbangkan berdasarkan bobot dan jumlah. Menurut Humprey (2005), Governance terjadi ketika lembaga di sepanjang rantai menyepakati peraturan yang ditetapkan oleh pihak lain. Kesepakatan tersebut ditandai dengan adanya pasokan produk yang berkelanjutan atau jumlah pasokan yang lebih besar daripada sebelumnya. Governance dalam rantai nilai sapi potong ditempatkan pada tiga kategori (1) adanya aliran informasi sepanjang rantai, informasi ini penting untuk mengkoordinasikan aktifitas perdagangan sapi potong di sepanjang rantai. (2) level dimana informasi tersebut mudah untuk di komunikasikan dan di kode oleh pedagang dan peternak, (3) Level dimana peternak memiliki kemampuan untuk dapat mencapai apa yang diinginkan oleh konsumen dan pasar. Sehingga, aktifitas struktur governance dapat dinilai melalui pola hubungan yang terjadi antar lembaga pemasaran.

Hubungan (termasuk didalamnya informasi) yang terjadi di antara lembaga pemasaran dapat mempengaruhi penciptaan nilai di sepanjang rantai. Tipe-tipe hubungan yang terbentuk dipengaruhi oleh karakteristik produk dan segmen pemasaran. Dalam penelitian ini, karakteristik produk cenderung homogen, yaitu sapi jantan siap potong. Perbedaan yang dapat dilihat dari produk ini adalah perbedaan jenis sapi (bakalan : PO, Limmousine, Brahmancross) dan perbedaan bobot sapi. Segmen pasar yang terdapat dalam rantai nilai cenderung homogen. Hal ini ditandai dengan tidak adanya standardisasi dan grading daging. Tidak adanya segmen pasar ini mempengaruhi tersedianya kontrak formal mengenai kualitas dan kuantitas sapi potong atau daging sapi serta pembentukan harga . Menurut Martin dan Jagadish (2006) ketika tidak terjadi hubungan, maka akan tercipta perbedaan besarnya kekuatan yang dimiliki oleh petani dan pedagang. Pada kenyataanya, ada tidaknya hubungan dapat mempengaruhi keputusan yang terjadi dalam transaksi sapi potong.

Tabel 7.5 Pola hubungan yang terbentuk di masing-masing saluran

Lembaga Status Lama

hubungan (th) Deskripsi hubungan 1.Pola Kemitraan a. Pt-P Ada Hubungan Formal

12.3 Hubungan persetujuan sistem kemitraan

b. P-Pm/Pgc Ada Hubungan

Informal

16 Hubungan dalam pengadaan

sapi potong, di hari normal

maupun hari besar/Langganan 2. Pola tidak bermita Saluran 2 a. Pt-Pd Tidak ada hubungan - - b. Pd-P Tidak ada hubungan - - c. P-Pm/Pgc Ada hubungan informal

13.5 Hubungan dalam pengadaan sapi potong, di hari normal

maupun hari besar/Langganan

Saluran 3

a. Pt-P Ada hubungan

Informal

9.5 Hubungan dalam pengadaan sapi potong, di hari normal maupun hari besar

b. P-Pm/Pgc Ada hubungan Informal

13.5 Hubungan dalam pengadaan sapi potong, di hari normal maupun hari besar

Saluran 4 a. Pt-Pd Tidak ada hubungan - - b. Pd-Pm/Pgc Tidak ada hubungan - -

Ket : Pt : Peternak, Pd : Pedagang desa, P: Pedagang Kecamatan, Pm/Pgc : Pedagang pemotong/pengecer.

Hubungan yang terbentuk antara peternak dan pedagang dibedakan ke dalam dua tipe yaitu hubungan yang terbentuk di saluran kemitraan dan saluran tidak bermitra. Tabel 7.5 menunjukkan pola dan keeratan hubungan yang terbentuk diantara peternak dan pedagang. Peternak rata-rata memiliki hubungan yang cukup lama dengan pedagang sekaligus sebagai pemilik modal. Peternak dan pedagang memiliki hubungan paling minimal yaitu dua tahun, atau peternak ini baru bergabung dengan kemitraan dua tahun kebelakang. Hubungan paling lama terjadi selama 16 tahun. Lama tidaknya hubungan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan yang dimiliki oleh pemilik modal untuk melanjutkan kerja sama bagi hasil. Peternak yang memiliki hubungan lebih dari 10 tahun cenderung memiliki kinerja dan kecocokan baik secara personal dan cara kerja terhadap pemilik

modal. Peternak ini lebih mudah mendapatkan tambahan modal berupa sapi apabila suatu saat ingin menambah jumlah sapi yang dipelihara.

Hubungan yang terjadi antara pedagang dan pedagang pemotong adalah hubungan yang informal. Hubungan ini sudah berlangsung lama yaitu sekitar 14 tahun. Lamanya hubungan ini mempengaruhi sistem penetapan harga, pemenuhan kualitas yang diminta pedagang pemotong dan pembayaran. Permasalahan yang terjadi dalam pola hubungan kemitraan ini adalah, level kemampuan peternak yang kurang dalam mengintepretasikan infomasi mengenai kualitas dan kuantitas, yang ditandai dengan masih rendahnya bobot sapi potong peternak, yaitu rata-rata 387.74 kg bobot hidup untuk peternak mitra dan 385 kg bobot hidup per peternak untuk peternak tidak bemitra tipe 2, 350 kg Bobot hidup untuk peternak tidak bermitra tipe 1. Bobot ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan bobot rata-rata yang dimiliki peternak dengan skala lebih besar yaitu 480 kg.

Hubungan pada pola tidak bermitra di bagi berdasarkan karakteristik peternak. Pada tabel 7.5, tidak terdapat hubungan antara peternak dan pedagang desa, maupun pedagang desa dan pedagang kecamatan di saluran 2. Ketiadaan hubungan ini disebabkan oleh banyak nya jumlah pedagang desa yang datang dan pergi ke tempat domisili peternak dan pedagang kecamatan. Meskipun demikian, antara peternak dan pedagang desa, maupun pedagang desa dan pedagang kecamatan memiliki hubungan saling mengenal satu sama lain. Pada saluran 3, hubungan terjadi diantara peternak maupun pedagang kecamatan dan pedagang kecamatan dan pedagang pemotong. Hubungan ini berupa hubungan berlangganan, dimana peternak memiliki keterikatan secara tidak langsung terhadap pedagang kecamatan dan sebaliknya. Pada Saluran 4, tidak terdapat hubungan antara peternak dan pedagang desa, dan pedagang desa dengan pedagang kecamatan.

saya telah mengenal Pak Parno sebagai pedagang pemotong semenjak saya mulai berbisnis jual-beli sapi potong. Pernah suatu ketika, saya mencoba memotong di tempat pemotongan yang berbeda,tetapi ternyata penghitungan karkasnya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Sedangkan ketika saya memotong di Pak Parno, saya merasa puas dan terus melanjutkan hubungan” Pedagang Kecamatan.

Ada dan tidaknya hubungan menciptakan keterikatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada saluran 2 dan saluran 4, ketiadaan hubungan berpengaruh pada permasalahan ketidak konsistenan kualitas dan kuantitas serta ketepatan pembayaran. Peternak mengeluhkan komitmen pedagang desa untuk membayar tepat pada waktunya. Pedagang desa mengeluhkan adanya ketidak konsistenan kondisi sapi di tingkat peternak, begitu juga pedagang kecamatan mengeluhkan kualitas sapi yang tidak sesuai dengan standar yang dia miliki. Hubungan dan penyediaan sapi :

Sebagai pedagang pemotong dan pengecer, saya membutuhkan pasokan sapi potong secara teratur terutama pada saat sulit seperti pada tahun 2010 dan tahun 2011. Saya sangat mengandalkan pedagang atau peternak besar yang memotong ternaknya pada saya untuk memenuhi permintaan konsumen. Adanya pedagang pemotong yang saya kenal baik sangat membantu saya dalam menentukan jumlah sapi sesuai dengan kebutuhan konsumen saya. Saya juga memiliki kemudahan untuk berkomunikasi dan berbagi informasi dengan pedagang tersebut.” Pedagang Pemotong Wonosobo

Hubungan dan ketepatan pembayaran :

Saya bertransaksi dengan pedagang desa karena saya tidak memiliki alat transportasi untuk menjual sapi saya ke pedagang kecamatan. Pedagang desa yang datang dan menawar sapi saya terkadang sampai 3 atau 4 orang, tidak tentu. Dulu saya bertransaksi kepada pedagang mana saja yang datang ke rumah saya, akan tetapi pedagang tersebut terkadang tidak memenuhi janji pembayaran sesuai dengan waktu dan jumlahnya. Sehingga saya memutuskan untuk menjual ke pedagang desa yang saya kenal dan tempat tinggalnya saya ketahui, sehingga mudah bagi saya untuk menagih apabila ada keterlambatan pembayaran _Peternak tidak bermitra