• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Dimensi faktor internal dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang Analisis bivariat dimensi faktor internal dan partisipasi pemanfaatan waktu luang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.13. Hasil analisis bivariat pendidikan menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara pendidikan (r=0.218, p=0.002), status kesehatan (r=0.191; p=0.007), tingkat kognitif (r=0.403; p=0.000), tingkat depresi (r=0.242, p=0.001), dan tingkat spiritual (r=0.397; p=0.000) dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang.

Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, status kesehatan, tingkat kognitif, tingkat depresi, dan tingkat spiritualnya maka meningkat pula tingkat partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Pada pekerjaan mempunyai korelasi negatif dan tidak signifikan dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang sebesar r=-0.007, p=0.918.

Hasil analisis bivariat dimensi tingkat pendidikan menunjukkan korelasi positif dan signifikan dengan status kesehatan (r=0.155; p=0.028), tingkat kognitif (r=0.444; p=0.000), tingkat spiritual (r=0.268; p=0.000), dan partisipasi (r=0.218; p=0.002). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi status kesehatan lansia maka semakin tinggi pula tingkat kognitif, tingkat spiritual dan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang.

Hasil analisis bivariat status kesehatan menunjukkan korelasi positif dan signifikan dengan tingkat kognitif (r=0.169; p=0.016), tingkat spiritual (r=0.245; p=0.000) dan partisipasi (r=0.191; p=0.007). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi status kesehatan lansia maka semakin tinggi pula tingkat kognitif, tingkat spiritual dan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang.

commit to user

Tabel 4.13 Koefisien Korelasi antara Dimensi Faktor Internal dengan Partisipasi Pemanfaatan Waktu Luang akan menurunkan tingkat depresi yang dialami lansia. Semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia.

Tingkat kognitif menunjukkan korelasi negatif dan signifikan dengan tingkat depresi (r=-0.258; p=0.000). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kognitif maka tingkat depresi lansia akan semakin menurun. Tingkat kognitif menunjukkan korelasi positif dan signifikan dengan tingkat spiritual (r=0.325; p=0.000) dan partisipasi pemanfaatan waktu luang (r=0.403; p=0.000) lansia. Ini menunjukkan bahwa lansia yang memiliki tingkat kognitif semakin tinggi maka semakin tinggi tingkat spiritual dan semakin besar pula partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang.

Tingkat depresi lansia menunjukkan korelasi negatif dan signifikan dengan pekerjaan (r=-0.245; p=0.000). Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat depresi lansia maka semakin banyak pekerjaan yang dilakukan. Begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat depresi lansia maka pekerjaan yang dilakukan akan semakin menurun. Tingkat depresi

commit to user

lansia menunjukkan korelasi positif dan signifikan dengan tingkat kognitif (r=0.258; p=0.000). Hal ini menunjukkan bahwa banyak lansia yang mengalami depresi mempunyai tingkat kognitif yang baik.

Tingkat spiritual lansia menunjukkan korelasi positif dan signifikan dengan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang (r=0.397; p=0.000). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat spiritual lansia maka semakin besar pula partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luangnya.

Status perkawinan lansia menunjukkan korelasi positif dan tidak signifikan dengan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang (r=0.040;

p=0.573). Ini membuktikan bahwa status perkawinan tidak memengaruhi partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang.

Hasil analisis bivariat dimensi faktor internal dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan yaitu dimensi pendidikan (r=0.218; p=0.002), status kesehatan (r=0.191;

p=0.007), tingkat kognitif (r=0.403; p=0.000), tingkat depresi (r=0.242, p=0.001 dan tingkat spiritual (r=0.397; p=0.000). Pekerjaan menunjukkan korelasi negatif dan tidak signifikan dengan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Ada indikasi bahwa lansia yang semakin sibuk lansia bekerja maka akan berkurang partisipasi dalam pemanfaatan waktu luangnya.

Namun indikasi ini tidak signifikan.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa pendidikan, status kesehatan, tingkat kognitif, tingkat depresi, dan tingkat spiritual berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia. Semakin meningkat pendidikan, status kesehatan, tingkat kognitif dan tingkat spiritual lansia akan meningkatkan partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia.

Terdapat beberapa literatur hubungan antara karakteristik individu dan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Hasil penelitian dari Siegenthaler & Vaughan (1998); Strain, Grabusic, Searle, & Dunn (2002) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penting dan konsisten yang melatarbelakangi lansia untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu

commit to user

luang adalah kesehatan. Kesehatan yang buruk akan membatasi lansia untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Varshney (2007) menjelaskan pula bahwa lansia dengan persepsi positif terhadap kesehatan akan menunjukkan kepuasan hidup yang tinggi, depresi rendah dan berpartisipasi tinggi dalam pemanfaatan waktu luang. Intinya, kesehatan nampaknya merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh penyesuaian, kesejahteraan dan kebahagiaan di hari tua. Usia kemungkinan memiliki sedikit efek negatif pada partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang (Lefrancois, Leclerc, & Poulin, 1998).

Lansia berpendidikan lebih tinggi lebih suka berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang dengan membaca dibandingkan yang kurang berpendidikan (Chen, 2008). Mereka juga berpartisipasi lebih dalam olahraga dan kegiatan di luar ruangan (Lefrancois, Leclerc, & Poulin, 1998).

b. Dimensi persepsi pemanfaatan waktu luang dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang

Analisis dimensi persepsi pemanfaatan waktu luang dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang dapat dilihat pada Tabel 4.14. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi pengetahuan (r=0.325, p=0.000) mempunyai korelasi positif dan signifikan terhadap dimensi pengalaman dalam pemanfaatan waktu luang. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang pemanfaatan waktu luang maka semakin banyak pula pengalaman lansia tentang pemanfaatan waktu luang.

Dimensi pengetahuan (r=0.156, p=0.016) mempunyai korelasi positif dan signifikan terhadap partisipasi pemanfaatan waktu luang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan lansia maka akan semakin banyak pula partisipasi dalam pemanfaatan waktu luangnya.

Dimensi pengalaman memiliki korelasi negatif dan tidak signifikan sebesar r=-0.053, p=0.454 terhadap partisipasi pemanfaatan waktu luang.

Hasil penelitian dapat diinterpretasikan bahwa ada indikasi semakin benar pengetahuan lansia tentang persepsi pemanfaatan waktu luang maka partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang akan berkurang. Namun

commit to user indikasi ini tidak signifikan.

Tabel 4.14 Koefisien korelasi antara dimensi Persepsi Pemanfaatan Waktu luang dengan Partisipasi Pemanfaatan Waktu Luang

Variabel

Pengetahuan Pengalaman Partisipasi

Pengetahuan 1

Pengalaman Partisipasi

r= 0.325 p= 0.000 r= 0.162 p= 0.022

1 r= - 0.053 p= 0.454

1 Sumber: Data primer diolah, 2018

Partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang ditemukan memiliki efek positif pada persepsi terhadap pemanfaatan waktu luang dalam studi Baack (1985) tentang partisipasi kegiatan gereja. Dalam studi lain yang dilakukan oleh Munson (1993) tingkat partisipasi meningkat dengan meningkatnya persepsi terhadap pemanfaatan waktu luang yang dirasakan. Juga dalam penelitian yang dilakukan pada anak-anak, persepsi pemanfaatan waktu luang dinyatakan sebagai sebuah proses motivasi meningkatkan tingkat partisipasi rekreasi (Poulsen et al., 2008).

c. Dimensi faktor eksternal dengan partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang

Analisis dimensi faktor eksternal dengan partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang dapat dilihat pada Tabel 4.15. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara dimensi peer group (r=0.263, p=0.000) dan dimensi sosial budaya (r=0.285, p=0.000) dengan partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi peer grup dan sosial budaya maka semakin tinggi pula partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang.

Dimensi lingkungan (r=-0.165, p=0.019) menunjukkan korelasi negatif dan signifikan terhadap partisipasi pemanfaatan waktu luang. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan tidak mempengaruhi lansia dalam berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Lansia masih bisa berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang meskipun lingkungan tidak

commit to user

mendukung. Lingkungan dalam hal ini adalah sarana prasana dan kondisi geografis.

Tabel 4.15 Koefisien Korelasi antara Dimensi Faktor Eksternal dengan Partisipasi Lansia dalam Pemanfaatan waktu luang dengan dukungan sosial (r=0.386, p=0.000), kebijakan (r=0.309, p=0.000) dan sosial budaya (r=0.146, p=0.039). Hal ini menunjukkan bahwa peer group berkaitan erat dengan adanya dukungan sosial, kebijakan dan sosial budaya. Semakin erat jalinan peer group lansia maka dukungan sosial pun semakin tinggi. Adanya kebijakan yang mendukung juga menfasilitasi jalinan peer group. Begitu pula terkait dengan hubungan peer group dengan sosial budaya adalah linier positif.

Dimensi dukungan sosial (stakeholder, tenaga kesehatan, kader, keluarga) menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan dengan lingkungan (r=0.201, p=0.004) dan kebijakan (r=0.467, p=0.000). Data ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antar dimensi pada faktor eksternal yaitu dukungan sosial dari stakeholder, tenaga kesehatan, kader, keluarga dengan lingkungan dan kebijakan. Meskipun secara langsung antara dimensi dukungan dan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang tidak signifikan, namun dimensi dukungan memiliki korelasi yang signifikan dengan dimensi lingkungan dan kebijakan.

commit to user

Dimensi lingkungan dan kebijakan memiliki korelasi positif dan signifikan (r=0.343, p=0.000). Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan yang semakin mendukung partisipasi pemanfaatan waktu luang difasilitasi oleh adanya kebijakan yang ditetapkan oleh pemangku kepentingan yang ada.

Hasil penelitian ini didukung oleh Chen (2008) menyebutkan bahwa terdapat kontribusi unik antara hubungan sosial dan partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Hubungan sosial terbukti signifikan untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang lansia. Temuan ini sesuai dengan literatur tentang pentingnya jaringan sosial. Sosial dan budaya berpengaruh besar dalam pemanfaatan waktu luang, sehingga secara mutlak atau relatif sulit ditentukan seberapa lama jumlah rata-rata waktu yang digunakan untuk aktivitas yang bersifat rekreatif (Marquis & Moran, 1997;

Hasselkus, 1998). Partisipasi lansia dalam beraktivitas waktu luang dipengaruhi oleh lingkungan (Lin & Sakuno, 2012)

Studi Ramamurthi & Jamuna (1993) menunjukkan bahwa keterikatan antara anak dan orang tua mereka serta komitmen untuk merawat lansia merupakan elemen penting dalam budaya India. Ini termasuk menyediakan dukungan, dukungan emosional dan finansial serta sosial budaya dalam berbagai tingkat. Dalam penelitian Varshney (2007) juga menjelaskan secara tradisional, sistem pendukung informal keluarga, kekerabatan dan masyarakat dianggap sumber kuat untuk memberikan dukungan kepada orang dewasa yang lebih tua di masyarakat di India. Lansia yang mempunyai jaringan sosial terbatas mempunyai tingkat depresi lebih tinggi dan kepuasan hidup yang lebih rendah. Oleh karena itu berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang merupakan prediktor yang signifikan dalam pemeliharaan atau bahkan peningkatan kesehatan dan fungsi fisik lansia.

d. Dimensi kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari dengan partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang

Kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari lansia (r=0.172, p=0.015) berkorelasi positif dan signifikan terhadap partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kemandirian

commit to user

aktivitas kehidupan sehari-hari lansia maka semakin tinggi pula partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang. Dapat pula dikatakan bahwa tingginya partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang ditentukan dari kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari lansia. Sebagaimana hasil disampaikan Mattews et al., (2016) bahwa secara umum hambatan yang dialami lansia untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang dikarenakan kurangnya waktu, motivasi, minat, jalan yang sempit dan tidak terbiasa dengan budaya jalan. Apabila lansia dapat mengatasi hambatan yang ada, artinya bahwa lansia mandiri dalam aktivitas kehidupan sehari-hari maka akan lebih mudah berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang.

Dokumen terkait