• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum lokasi penelitian BAB IV 1. Kabupaten Karanganyar HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum lokasi penelitian BAB IV 1. Kabupaten Karanganyar HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

72

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar secara geografi terletak antara LS 70 0 28”- 70046” dan BT 110040”- 110070” berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Wonogiri di selatan, serta Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo di barat. Kabupaten Karanganyar memiliki sebuah kecamatan enklave yang terletak di antara Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakarta yaitu Kecamatan Colomadu.

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar mempunyai 17 kecamatan, memiliki jumlah penduduk 871.596 jiwa terdiri dari 430.975 laki-laki dan 440.621 perempuan pada tahun 2017 (BPS Provinsi Jateng, 2018). Kepadatan pendudukan Kabupaten Karanganyar pada tahun 2016 adalah 1 116.61

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum lokasi penelitian 1. Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar secara geografi terletak antara LS 70 0 28”-70046” dan BT 110040”- 110070” berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Wonogiri di selatan, serta Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo di barat. Kabupaten Karanganyar memiliki sebuah kecamatan enklave yang terletak di antara Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakarta yaitu Kecamatan Colomadu.

Gambar 4.1. Peta kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar mempunyai 17 Kecamatan, memiliki jumlah penduduk 871.596 jiwa terdiri dari 430.975 laki-laki dan 440.621 perempuan pada tahun 2017 (BPS Provinsi Jateng, 2018). Kepadatan 91

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum lokasi penelitian 1. Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar secara geografi terletak antara LS 70 0 28”-70046” dan BT 110040”- 110070” berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Wonogiri di selatan, serta Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo di barat. Kabupaten Karanganyar memiliki sebuah kecamatan enklave yang terletak di antara Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo dan Kota Surakarta yaitu Kecamatan Colomadu.

Gambar 4.1. Peta kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar mempunyai 17 Kecamatan, memiliki jumlah penduduk 871.596 jiwa terdiri dari 430.975 laki-laki dan 440.621 perempuan pada tahun 2017 (BPS Provinsi Jateng, 2018). Kepadatan 72

(2)

commit to user

jiwa/km2 (BPS Kabupaten Karanganyar, 2018). Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan populasi lansia tinggi. Jumlah penduduk berusia lebih dari 60 tahun mencapai 55272 perempuan dan 51836 laki-laki. Angka harapan hidup Kabupaten Karanganyar pada tahun 2016 mencapai 77,11 tahun.

2. Kota Surakarta

Kota Surakarta terletak antara 110°45’ 15”dan 110°45’ 35” Bujur Timur dan antara 7°36’ dan 7°56’ Lintang Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 m dari permukaan laut. Kota Surakarta lebih dikenal dengan nama “Kota Solo”. Kota Solo berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Karanganyar di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur, Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan, dan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah Barat.

Gambar 4.2. Peta Kota Surakarta

Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2017 mencapai 516.102 jiwa, terdiri dari 250.896 laki-laki dan 265.206 perempuan. Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan

(3)

commit to user

kota terpadat di Jawa Tengah. Kepadatan penduduk cukup tinggi yaitu mencapai 11.677.74 jiwa/km2 (BPS Provinsi Jateng, 2018). Seperti halnya dengan kota-kota besar lainnya, luas lahan terluas terutama merupakan lahan perumahan/pemukiman. Lahan yang digunakan untuk pemukiman mencapai 65,25% dari luas tanah Kota Surakarta (BPS Kota Surakarta, 2014). Dilihat dari lingkungan fisik, maka secara kuantitas sudah baik.

Persentase rumah sehat mencapai 73,9%, tempat umum sehat mencapai 58,41%, dan keluarga dengan jamban keluarga mencapai 92,6%.

Sedangkan dari aspek lingkungan biologis, rumah bebas jentik mencapai 94,84%. Masih ada 5,16% rumah yang belum bebas jentik (Dinkes Kota Surakarta, 2015).

Rasio Jenis Kelamin (RJK) penduduk Kota Surakarta pada kelompok usia lansia ≥60 tahun sebesar 0,75 lebih rendah dibandingkan RJK rata- rata (0,98), artinya jumlah perempuan usia lanjut di kota Surakarta jumlahnya lebih banyak dibanding jumlah rata-rata dari semua kelompok umur. Hal ini menandakan UHH perempuan di Kota Surakarta lebih tinggi dibanding kelompok usia laki-laki. Penduduk Kota Surakarta yang memiliki usia di atas 60 tahun sebesar 50.747 (9,95%). Rasio ketergantungan total penduduk Kota Surakarta sebesar 41 persen, artinya setiap 100 keluarga penduduk usia produktif (15-64 tahun) mempunyai beban tanggungan sebanyak 41 keluarga yang belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi. Rasio ketergantungan sebesar 31%

disumbangkan oleh rasio penduduk muda dan rasio penduduk tua menyumbang 10 % (Dispendukcapil, 2015).

Angka kemiskinan penduduk Kota Surakarta mencapai 10,95%.

Sebesar 86,54% Kepala Keluarga sudah bekerja, artinya secara sosial ekonomi memiliki sumber penghidupan untuk keluarganya. Kepala Keluarga perempuan yang bekerja hanya 13,1% dari keseluruhan kepala keluarga yang bekerja. Dari jenis pekerjaan, secara umum proporsi terbesar bekerja sebagai karyawan swasta (81.105 orang), di susul dengan wiraswasta (28.020 orang), kemudian buruh harian lepas (14.602 orang).

(4)

commit to user

Namun untuk kelompok perempuan, proporsi terbesar sebagai ibu rumah tangga (10.750 orang). Dari aspek pendidikan, rata-rata pendidikan penduduk adalah lulus SD (Sekolah Dasar) dan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) (36,70%). Sedangkan yang mencapai lulus SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) hanya 24,63%, tamat Akademi dan Perguruan Tinggi hanya sebesar 9,44%, sedangkan yang belum tamat SD atau tidak sekolah sebesar 26,23%. Hal ini perlu mendapat perhatian karena tingkat pendidikan penduduk merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap kemudahan dalam menerima (akses) informasi (Dispendukcapil, 2015). Derajat kesehatan di Kota Surakarta relatif baik, meskipun masih ditemukan masalah-masalah kesehatan. Jika dilihat dari penyakit tidak menular, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan stroke menempati kelompok 5 (lima) terbesar.

3. Program Lansia

Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta masing-masing memiliki program atau kebijakan terkait lansia. Program yang dijalankan merupakan implementasi dari program pemerintah pusat. Kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah yang berhubungan dengan lansia sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain meliputi: (1) Pelayanan keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah dengan pelayanan aksesibilitas bagi lanjut usia, (2) Pelayanan kesehatan melalui peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik, (3) Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus, (4) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, seperti pelayanan administrasi pemerintah (Kartu Tanda Penduduk seumur hidup), pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan

(5)

commit to user

dan keringanan biaya untuk pembelian tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket rekreasi, penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia.

Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok lansia, pemerintah juga telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia. Posyandu lansia merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat, untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi lansia. Posyandu lansia bertujuan meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Bagi lansia sendiri, kesadaran akan pentingnya bagi dirinya, keluarga dan masyarakat luas agar tetap mandiri dan berdaya guna.

Tujuan umum dibentuknya Posyandu lansia secara garis besar untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usia lanjut untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya Tujuan khusus pembentukan posyandu lansia antara lain: (1) Meningkatkan kesadaran para usia lanjut untuk membina sendiri kesehatannya, (2) Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam menghayati dan mengatasi kesehatan usia lanjut, (3) Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan usia lanjut, dan (4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut.

Sasaran pelaksanaan pembinaan kelompok lansia dalam Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I Kebijaksanaan Program, dibagi menjadi dua antara lain: Sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung, meliputi Pra lansia (usia

(6)

commit to user

45–59 tahun), Lansia (usia 60–69 tahun) dan Lansia risiko tinggi (usia >

70 tahun). Sasaran tidak langsung, antara lain: (a) Keluarga lansia, (b) Masyarakat lingkungan lansia, (c) Organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan lansia, (d) Petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia, (e) Petugas lain yang menangani kelompok lansia, dan (f) Masyarakat luas.

Pelayanan kesehatan lansia di tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit. Posyandu lansia memiliki arti penting, karena posyandu lansia merupakan pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat. Posyandu lansia adalah kegiatan kesehatan dasar untuk para lansia yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Jadi, Posyandu lansia merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa.

Jenis pelayanan kesehatan pada Posyandu lansia dikelompokkan sebagai berikut: (1) Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan seperti makan atau minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar atau kecil dan sebagainya, (2) Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit. Pemeriksaan status mental dilakukan karena proses mental lansia sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya mereka mengeluh sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru, juga merasa tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk mental mereka seolah tertidur dengan keyakinan bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu sehingga mereka menarik diri dari semua bentuk kegiatan, (3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks massa tubuh (IMT), (4) Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta perhitungan denyut nadi selama satu menit, (5) Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli atau Cuprisulfat,

(7)

commit to user

(6) Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus), (7) Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal, (8) Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 sampai 7, (9) Penyuluhan bila dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok lansia, (10) Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok lansia yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.

Pelayanan rutin yang dilakukan setiap bulan antara lain: pemeriksaan status gizi penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks massa tubuh (IMT), dan pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter, senam lansia dan penyuluhan.

Sedangkan pelayanan kesehatan lainnya dilaksanakan secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Kegiatan lain yang dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat yaitu: (1) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lansia serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut, (2) Kegiatan olahraga antara lain senam lansia, gerak jalan santai dan lain sebagainya untuk meningkatkan kebugaran. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi lansia bersumber dari dana yang diberikan oleh pemerintah dan swadaya dari para lansia. Pengelolaan dilakukan oleh para kader. Senam lansia sering dilakukan pada saat posyandu lansia sebagai pembuka kegiatan. Kegiatan jalan santai dilakukan secara berkala sebagai ganti kegiatan senam. Lansia juga melakukan kegiatan keluar ruangan dengan piknik atau tamasya ke suatu tempat sekali/tahun. Apabila tabungan tidak cukup maka kegiatan keluar dilakukan 2 tahun sekali.

Kegiatan lain yang dilakukan saat posyandu lansia adalah arisan. Arisan yang dikelola hanya dengan nominal yang kecil Rp 5.000-10.000/orang.

(8)

commit to user

Hal ini bertujuan untuk menarik lansia agar selalu hadir dan lansia termotivasi untuk menabung.

Berdasarkan data Kepala seksi Kesehatan Reproduksi Remaja dan lansia Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar (2016) diketahui jumlah posyandu sekitar 430 yang tersebar di 21 puskesmas wilayah Kabupaten Karanganyar. Terdapat 2252 kader yang mendampingi kegiatan posyandu lansia tersebut. Di Kota Surakarta terdapat 43 Puskesmas dan 602 Posyandu (Dinkes Kota Surakarta, 2016). Setiap posyandu rata-rata mengadakan kegiatan pertemuan setiap bulan sekali.

B. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini di ambil responden sebanyak 200 lansia terdiri dari 100 lansia berdomisili di Kabupaten Karanganyar dan 100 lansia yang berdomisili di Kota Surakarta. Ada beberapa variabel demografis yang diukur untuk menggambarkan karakteristik responden yang merupakan bagian dari faktor internal lansia, yaitu: usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

Deskripsi karakteristik responden dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Usia

Hasil analisis pada penelitian ini memperlihatkan pembagian responden berdasarkan usia. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa mayoritas lansia berusia 60–74 tahun baik di Kabupaten Karanganyar (76%) maupun Kota Surakarta (84%). Secara keseluruhan responden yang berusia 60–74 tahun berjumlah 190 (80%). Pada kelompok lansia berusia 75 – 90 tahun diketahui bahwa Kabupaten Karanganyar memiliki persentase yang lebih besar 22.5% dibandingkan dengan Kota Surakarta 20%.

Dalam UU No 13 tahun 1998 disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Tua dapat dipandang dari tiga segi yaitu segi kronologis, biologis dan psikologis. Kelompok usia 60- 74 tahun merupakan kelompok usia lansia yang paling banyak pada populasi di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta. Hal ini sesuai dengan persentase penduduk lansia di Jawa Tengah yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

(9)

commit to user

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Demografi

Variabel Karanganyar

n (%)

Surakarta n (%)

Total N (%) Umur

60-74 tahun 76 (76) 84 (84) 160 (80)

75-90 tahun 24 (24) 16 (1 6) 40 (20)

Jenis Kelamin

Laki-laki 34 (34) 24 (24) 58 (29)

Perempuan 66 (66) 76 (76) 142 (71)

Pendidikan

Tidak sekolah 11 (11) 25 (25) 36 (18)

SD sederajat 42 (42) 35 (35) 77 (38.5)

SMP sederajat 18 (18) 15 (15) 33 (16.5)

SMA sederajat 17 (17) 17 (17) 34 (17)

Perguruan Tinggi 12 (12) 8 (8) 20 (10)

Status kesehatan

Sakit, tidak bisa beraktivitas secara normal 4 (4) 7 (7) 11 (5.5) Sakit, masih bisa beraktivitas secara

normal

46 (46) 47 (47) 93 (46.5) Sehat, tidak menderita penyakit 50 (50) 46 (46) 96 (48) Status Perkawinan

Tidak menikah 2 (2) 3 (3) 5 (2.5)

Cerai mati 26 (26) 27 (27) 53 (26.5)

Cerai Hidup 3 (3) 4 (4) 7 (3.5)

Menikah 69 (69) 66 (66) 135

(67.5) Pekerjaan

Tidak bekerja 68 (68) 63 (63) 131

(65.5)

Bekerja paruh waktu 18 (20) 18 (18) 36 (18)

Bekerja penuh waktu 14 (14) 19 (18.3) 33 (16.5)

Sumber: Analisis data primer, 2018

Pada tahun 2016 prosentasi penduduk lansia mencapai 12.18% dari 10.81% di tahun 2012. Pada tahun 2016, semakin tua kelompok umur semakin kecil angka Sex Ratio, sedangkan untuk kelompok umur 60-64 tahun angka Sex Ratio sudah mencapai angka 100, lebih tinggi dibanding kelompok umur lainnya. Keadaan ini juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Semakin bertambahnya penduduk lansia sebenarnya merupakan kabar baik, karena hal itu berarti bahwa harapan hidup dan

(10)

commit to user

kemakmuran meningkat di Jawa Tengah, sebagai dampak perkembangan sosial ekonomi (BPS Provinsi Jateng, 2017). Namun tentunya tidaklah cukup hanya mencapai usia lanjut saja, harus dipikirkan juga bagaimana mengisi tahun-tahun tambahan itu agar kualitas hidup lansia lebih baik.

Rata-rata usia lansia Kabupaten Karanganyar lebih tinggi (69.13 tahun) dibandingkan dengan rata-rata usia Kota Surakarta (67.65 tahun).

Ini menunjukkan bahwa Usia Harapan Hidup lansia Kabupaten Karanganyar lebih tinggi daripada Kota Surakarta. Hal ini sesuai dengan tulisan Sjafriani (2010) yang menjelaskan hasil riset statistik nasional di Inggris menunjukkan, sekalipun daerah pedesaan yang ditinggali merupakan kawasan miskin dan jauh dari pusat kota, tingkat harapan hidup seseorang lebih baik ketimbang mendiami kawasan perkotaan.

2. Jenis Kelamin

Lansia di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta didominasi oleh jenis kelamin perempuan sebanyak 142 (71%). Tabel 4.1 menggambarkan bahwa populasi lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan lansia berjenis kelamin laki-laki. Kabupaten Karanganyar persentase lansia berjenis kelamin perempuan mendominasi 66% namun persentasenya lebih kecil dibandingkan dengan persentase Kota Surakarta sebesar 76%. Hal ini menunjukkan usia harapan hidup lansia berjenis kelamin perempuan lebih panjang dibandingkan dengan lansia berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan data nasional yang menunjukkan bahwa AHH jenis kelamin perempuan 74,36 tahun lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu 70,26 tahun (BPS, 2015)

Data nasional juga menunjukkan hasil yang sama bahwa jumlah lansia perempuan lebih besar daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta lansia perempuan dibandingkan 9,47 juta lansia laki-laki (BPS, 2015). Bila dilihat menurut kelompok umur, dari setiap kelompok umur, penduduk lansia perempuan jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan penduduk lansia laki-laki yang terlihat dari angka Sex Ratio < 100. Sex ratio penduduk lansia di Jawa Tengah pada tahun 2016 sebesar 87,35 yang

(11)

commit to user

berarti setiap 100 lansia perempuan terdapat hanya sekitar 87 lansia laki- laki. Atau dengan kata lain ada 8 penduduk lansia laki – laki berbanding 10 penduduk lansia perempuan (BPS Provinsi Jateng, 2017). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di wilayah Jawa Tengah, adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh lansia perempuan.

3. Pendidikan

Hasil analisis penelitian ini memperlihatkan pembagian responden berdasarkan pendidikan. Dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa responden paling banyak adalah lansia lulusan SD sederajat (38.5%) sedangkan responden paling sedikit adalah lansia dengan pendidikan tinggi (10%).

Notoadmodjo (2007b) mendefinisikan pendidikan merupakan suatu proses untuk menuju perubahan perilaku dan akan memberikan kesempatan pada individu untuk menemukan ide/nilai baru.

Data BPS (2015) menyajikan data bahwa umumnya lansia pada tahun 2014 memiliki pendidikan rendah. Sebanyak 21,03 persen lansia tidak dapat membaca dan menulis dan menurut tingkat pendidikannya, lebih dari setengah (56,85 persen) penduduk lansia tidak memiliki ijazah pendidikan apapun. Sementara itu, yang memiliki ijazah SD/sederajat sebesar 25,68 persen, sisanya sebesar 17,47 persen memiliki ijazah SMP/sederajat atau lebih. Angka rata-rata lama sekolah lansia juga mengindikasikan hal yang sama, rata-rata lama sekolah sebesar 4,27 tahun artinya bahwa secara rata-rata lansia putus sekolah di kelas 5 SD/sederajat.

Hal ini sedikit berbeda dengan data pendidikan penduduk lansia di Jawa Tengah tahun 2016, dimana sebagian besar penduduk lansia adalah tidak pernah sekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD), yaitu sebesar 59,81 persen. Penduduk lansia yang tamat SD hanya 29,96 persen. Sedangkan yang tamat SLTP dan SLTA ke atas masing-masing sebesar 2,91 persen dan 7,32 persen. Kondisi ini dapat dimaklumi mengingat masa kanak- kanak untuk memperoleh pendidikan sangat terbatas. Namun demikian jika dibandingkan dengan kondisi setahun sebelumnya (kondisi tahun 2015) terdapat perubahan yang cukup menggembirakan yaitu dengan

(12)

commit to user

berkurangnya persentase lansia yang tidak pernah sekolah/tidak tamat SD (BPS Provinsi Jateng, 2017). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi pergeseran presentase terbesar pendidikan penduduk lansia yang sebelumnya lansia yang tidak pernah sekolah/tidak tamat SD menjadi lansia yang tamat SD/sederajat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terjadi pergeseran satu level pendidikan yang lebih tinggi pada penduduk lansia.

4. Pekerjaan

Hasil analisis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Hasil analisis pekerjaan responden memperlihatkan bahwa mayoritas lansia tidak bekerja sebanyak 131 (65.5%). Lansia yang masih bekerja penuh waktu hanya 33 (16.5%) sedangkan sisanya masih bekerja paruh waktu 36 (18%). Baik Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta menunjukkan karakteristik yang sama dilihat dari segi pekerjaan. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sebagian besar lansia tidak bekerja lagi sebagaimana usia mudanya. Hal ini disebabkan karena pada para lansia memasuki masa purna tugas/pensiun. Sedangkan data di Jawa Tengah menunjukkan pada tahun 2015 lansia yang bekerja sekitar 50,89 persen dari total penduduk lansia, setahun kemudian berkurang menjadi 50,19 persen (BPS Provinsi Jateng, 2017). Gambaran hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya penurunan jumlah lansia yang masih bekerja.

Lansia yang masih bekerja dapat menunjukkan bahwa lansia memang aktif di pasar kerja dan berusaha untuk tidak tergantung pada penduduk lainnya.

Sebagaimana yang disampaikan Wirakartakusumah dalam Affandi (2009) menyatakan bahwa banyaknya lansia yang masih bekerja kemungkinan disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang relatif masih besar, secara fisik dan mental lansia tersebut masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, serta aktualisasi diri/emosi. Namun di sisi lain dapat menjadi masalah jika lansia tidak diperhatikan sebagaimana mestinya. Karena idealnya lansia yang bekerja harusnya mempunyai pekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisik dan mental mereka.

(13)

commit to user 5. Status perkawinan

Hasil analisis status perkawinan responden memperlihatkan bahwa mayoritas lansia pada status menikah sebanyak 135 (67.5%). Lansia yang tidak menikah hanya 5 (2.5%) sedangkan sisanya cerai mati dan cerai hidup. Baik Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta menunjukkan karakteristik yang sama dilihat dari segi status perkawinan. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sebagian besar lansia masih memiliki pasangan hidup sebesar 67.5%. Lansia yang tidak memiliki pasangan hidup sebesar 32.5%. Data di Jawa Tengah menunjukkan pada tahun 2016 lansia yang masih memiliki pasangan sekitar 60,21 persen dari total penduduk lansia. Angka ini turun dibandingkan tahun sebelumnya pada tahun 2016 sejumlah 60.27 persen (BPS Provinsi Jateng, 2017).

Berdasarkan perbandingan data tersebut, diketahui bahwa lansia baik di Kabupaten Karanganyar maupun Kota Surakarta memiliki persentase lansia yang masih mempunyai pasangan hidup lebih banyak dibandingkan dengan populasi lansia di Jawa Tengah. Distribusi responden berdasarkan status perkawinan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

C. Hasil Analisis

1. Analisis Univariat

Tujuan analisis univariat untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

(a) faktor internal, (b) faktor eksternal, (c) persepsi lansia terhadap pemanfaatan waktu luang, (d) kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari, (e) partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang, dan (f) kualitas hidup lansia.

Karakteristik dari masing-masing variabel dijabarkan sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal lansia pada dimensi biopsikososial terdiri dari status kesehatan, tingkat kognitif, tingkat depresi, dan tingkat spiritual.

Pada Tabel 4.6 dapat dilihat status kesehatan responden mayoritas total responden berstatus kesehatan sehat, tidak menderita penyakit yaitu sebanyak 96 (48%). Hanya sebagian kecil saja lansia dengan

(14)

commit to user

status kesehatan sakit dan tidak bisa beraktivitas secara normal sebanyak 11 (5.5%). Status kesehatan lansia yang mengalami sakit tapi masih bisa beraktivitas secara normal sebanyak 93 (46.5%).

Populasi lansia di Kabupaten Karanganyar cenderung lebih tinggi persentasi status kesehatannya dibandingkan Kota Surakarta. Data ini sedikit berbeda dengan status kesehatan penduduk lansia di Jawa Tengah pada tahun 2016 sebanyak 50,15 persen lansia mengalami keluhan dengan kesehatannya, persentase ini lebih rendah bila dibandingkan persentase pada tahun 2015 yang tercatat sebesar 50,43 persen. Kondisi yang sama juga terlihat pada angka kesakitan lansia dimana pada tahun 2016 sebesar 25,68 lebih rendah dibandingkan tahun 2015 sebesar 26,44 (BPS Provinsi Jateng, 2017). Sebagaimana diketahui bahwa status kesehatan merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup lansia. Dengan kondisi tubuh yang sehat, diharapkan lansia mampu melakukan segala aktivitas dalam kehidupan sehari-harinya. Seiring bertambahnya usia, semakin banyak mengalami keluhan terhadap berbagai penyakit yang diakibatkan makin berkurang daya tahan fisik mereka. Bila dibandingkan dengan data penduduk lansia Jawa Tengah tahun 2016 maka data penelitian ini menunjukkan peningkatan derajat status kesehatan lansia Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Kesehatan Status Kesehatan

Karanganyar n (%)

Surakarta n (%)

Total N (%) Sakit, aktivitas tidak normal 4 (4) 7 (7) 11 (5.5) Sakit, bisa aktivitas normal 46 (46) 47 (47) 93 (46.5) Sehat, tidak menderita penyakit 50 (50) 46 (46) 96 (48)

Total 100 (100) 100 (100) 200 (100) Sumber: Analisis data primer, 2018

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia memiliki kemampuan faktor internal yang baik dalam hal tingkat kognitif dan tingkat spiritual. Faktor internal lansia secara keseluruhan masuk dalam kategori tinggi baik di Kabupaten Karanganyar maupun Kota

(15)

commit to user

Surakarta. Mayoritas tingkat kognitif kedua daerah dalam kategori tinggi. Tingkat depresi menunjukkan bahwa mayoritas lansia kedua daerah Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta mengalami depresi ringan. Tingkat spiritual kedua daerah dalam kategori tinggi.

Tabel 4.3 menggambarkan secara rinci hasil analisis distribusi responden berdasarkan dimensi psikososial. Tingkat kognitif lansia secara keseluruhan terbanyak masuk dalam kategori tinggi sebanyak 111 (55.5%). Lansia dengan kategori kognitif rendah di Kabupaten Karanganyar hanya sebanyak 14 (14%). Berbeda dengan Kota Surakarta, lansia dengan kategori kognitif rendah mempunyai persentase lebih tinggi sebesar 40 (40%). Ini berarti bahwa kemampuan kognitif lansia di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta mayoritas memiliki kognitif yang baik. Hal ini senada dengan gambaran status kesehatan lansia dengan status kesehatan yang sehat, tidak menderita penyakit sebanyak 96 (48%) dan memiliki kognitif yang baik. Data ini menunjukkan peningkatan derajat kesehatan pada penduduk lansia tidak hanya pada kesehatan fisik namun juga pada kemampuan kognitifnya.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Dimensi Psikososial

Variabel / Indikator

Skor Kategori Karanganyar n (%)

Surakarta n %

Total N (%) Dimensi

Psikososial

71– 105 Tinggi 100 (100) 100 (100) 200 (100)

36 – 70 Sedang 0 (0) 0 (0) 0 (0)

0 – 35 Rendah 0 (0) 0 (0) 0 (0)

 Tingkat kognitif

24 – 30 Tinggi 68 (68) 43 (43) 111 (55.5) 18 – 23 Sedang 18 (18) 17 (17) 35 (17.5)

0 – 17 Rendah 14 (14) 40 (40) 54 (27)

 Tingkat

depresi 12 – 15 Berat 13 (13) 1 (1) 14 (7)

9 – 11 Sedang 39 (39) 31 (31) 70 (35)

5 – 8 Ringan 47 (47) 43 (43) 90 (45)

0 – 4 Normal 1 (1) 25 (25) 26 (13)

 Tingkat spiritual

41 – 60 Tinggi 74 (74) 59 (59) 133 (66.5) 21 – 40 Sedang 25 (25) 41 (41) 66 (33)

0 – 20 Rendah 1 (1) 0 (0) 1 (5)

Sumber: Analisis data primer, 2018

(16)

commit to user

Mayoritas lansia memiliki tingkat depresi ringan 90 (45%).

Lansia yang normal tidak mengalami depresi hanya 26 (13%) orang lansia. Gambaran sangat mencolok untuk Kabupaten Karanganyar hanya 1 (1%) lansia saja yang tergolong memiliki tingkat depresi normal. Kota Surakarta hanya 1 (1%) lansia saja yang mengalami tingkat depresi berat. Hasil penelitian menggambarkan bahwa lansia Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta pada umumnya mengalami depresi pada tingkat ringan. Urutan berikutnya adalah depresi sedang 70 (35%). Hal ini mengindikasikan bahwa pada lansia rentan terjadi depresi ringan maupun sedang. Depresi merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui pada lansia. Semakin meningkatnya usia maka risiko terjadinya depresi juga akan menjadi dua kali lipat (Mojtabai, 2014). Sebagaimana pernah disampaikan pula oleh Mahajudin (2008) berdasarkan prediksi para pakar kedokteran jiwa di tahun 2020 gangguan depresi menjadi urutan teratas gangguan psikiatri pada lansia.

Tingkat spiritual responden secara keseluruhan mayoritas tinggi sebanyak 133 (66.5%). Lansia yang memiliki tingkat spiritual rendah hanya 1 (5%) orang lansia. Persentase lansia dengan tingkat spiritual tinggi lebih besar di Kabupaten Karanganyar 74% dibandingkan dengan Kota Surakarta 59%. Kedua daerah baik Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta memiliki persentase yang hampir sama untuk lansia dengan kategori tingkat spiritual rendah. Mayoritas lansia memiliki tingkat spiritual yang tinggi dan hanya seorang (5%) yang memiliki spiritual rendah. Ini berarti bahwa lansia di usia senjanya lebih banyak mendekatkan diri secara spiritual kepada pencipta. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Zulkarnain (2015) bahwa indikator praktek sehat pada aspek spiritual lansia hampir semua dalam kategori baik.

(17)

commit to user b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan karakteristik lansia yang berasal dari luar individu lansia yang memengaruhi lansia dalam pemanfaatan waktu luang (leisure). Hasil analisis faktor eksternal menunjukkan bahwa secara keseluruhan mayoritas pada level sedang sebesar 52.5%.

Namun terdapat perbedaan antara Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta. Kabupaten Karanganyar mayoritas faktor eksternal dalam kategori sedang (71%) sedangkan Kota Surakarta mayoritas dalam kategori tinggi (53%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor eksternal di Kabupaten Karanganyar belum secara optimal memengaruhi pemanfaatan waktu luang seperti terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Eksternal

Variabel /

Indikator Skor Kategori Karanganyar n (%)

Surakarta n %

Total N (%) Faktor Eksternal 16 – 22 Tinggi 3 (3) 53 (53) 56 (28)

8 – 15 Sedang 71 (71) 34 (34) 105 (52.5) 0 – 7 Rendah 26 (26) 13 (13) 39 (19.5)

 Peer group 3 Tinggi 21 (21) 27 (27) 48 (24) 1 – 2 Sedang 48 (48) 38 (38) 86 (43)

0 Rendah 31 (31) 35 (35) 66 (33)

 Dukungan 3 – 4 Tinggi 64 (64) 65 (65) 129 (64.5)

2 Sedang 9 (9) 9 (9) 18 (9)

0 – 1 Rendah 27 (27) 26 (26) 53 (26.5)

 Lingkungan 3 Tinggi 11 (11) 23 (23) 34 (27) 1 – 2 Sedang 77 (77) 71 (71) 148 (74)

0 Rendah 12 (12) 6 (6) 18 (9)

 Kebijakan 3 Tinggi 14 (14) 21 (21) 35 (17.5) 1 – 2 Sedang 59 (59) 73 (73) 132 (67)

0 Rendah 27 (27) 6 (6) 33 (16.5)

 Sosial budaya 3 Tinggi 81 (81) 66 (66) 147 (73.5) 1-2 Sedang 19 (19) 28 (28) 51 (25.5)

0 Rendah 0 (0) 2 (2) 125 (50)

Sumber: Analisis data primer, 2018

Analisis faktor eksternal pada indikator peer group secara keseluruhan di kedua daerah mempunyai jumlah frekuensi tertinggi 86 (43%) pada skor 1-2. Ini mengindikasikan bahwa peran peer group dalam pemanfaatan waktu luang dikategorikan sedang. Meskipun berada pada kategori yang sama pada kedua wilayah namun persentase peer group di Kabupaten Karanganyar (48%) lebih tinggi

(18)

commit to user

dibandingkan dengan Kota Surakarta (38%). Peran peer group dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang mayoritas pada kategori sedang.

Dukungan dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia secara keseluruhan diklasifikasikan dalam kategori tinggi sebesar 64.5%, kategori sedang 9% dan kategori rendah sebesar 26.5%. Kota Surakarta memiliki persentase yang sedikit lebih besar (65%) dibandingkan dengan Kabupaten Karanganyar (64%). Ini mengindikasikan bahwa peran dukungan dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia tergolong tinggi. Dengan kata lain bahwa partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia difasilitasi oleh dukungan baik itu dari stakeholder, tenaga kesehatan, kader, maupun keluarga.

Analisis indikator lingkungan pada faktor eksternal secara keseluruhan diperoleh persentasi tertinggi sebesar 74% pada kategori sedang dan persentase terendah sebesar 9% pada kategori rendah. Ini mengindikasikan bahwa peran lingkungan dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang dikategorikan cukup.

Kebijakan terkait lansia untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang secara keseluruhan diklasifikasikan dalam kategori tinggi sebesar 17.5%, kategori sedang 67% dan kategori rendah sebesar 16.5%. Data menunjukkan bahwa sebanyak 67% lansia mengkategorikan kebijakan terkait lansia dalam kategori sedang.

Manfaat kebijakan pemerintah lebih banyak dinikmati oleh lansia di Kota Surakarta yang memiliki persentase lebih besar 73%

dibandingkan dengan Kabupaten Karanganyar 59%. Ini mengindikasikan bahwa peran kebijakan dalam pemanfaatan waktu luang lansia mayoritas responden dalam kategori sedang dan lebih banyak dirasakan dampaknya oleh lansia yang berdomisili di kota. Hal ini terkait implementasi kebijakan di masyarakat yang masih kurang merata.

(19)

commit to user

Hasil analisis yang terkait dengan indikator sosial budaya di dapat skor 0-3. Klasifikasi sosial budaya pada variabel faktor eksternal Kabupaten Karanganyar mayoritas dalam kategori tinggi 81% dan 0% yang masuk kategori rendah. Kondisi ini sedikit berbeda dengan Kota Surakarta. Klasifikasi sosial budaya pada variabel faktor eksternal Kota Surakarta mayoritas responden 66% dalam kategori tinggi. Terdapat 2% tergolong dalam kategori rendah. Ini mengindikasikan bahwa peran sosial budaya dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia di Kabupaten Karanganyar banyak difasilitasi oleh faktor sosial dan budaya. Kota Surakarta dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang kurang terfasilitasi oleh faktor sosial budaya setempat. Ini menunjukkan bahwa faktor sosial budaya setempat memengaruhi lansia dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang. Oleh karena itu tenaga kesehatan perlu mempelajari sosial- budaya masyarakat, yang meliputi struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat tenaga kesehatan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat dengan melakukan penyuluhan kesehatan disela- sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Latar belakang budaya klien dapat secara langsung memengaruhi persepsi kesehatan, perilaku kesehatan, dan penerimaan terapeutik (Bonder, Martin, & Miracle, 2004; Bear-Lehman, Chippendale & Albert, 2016).

c. Persepsi Lansia Terhadap Pemanfaatan Waktu Luang

Variabel persepsi pemanfaatan waktu luang terdapat dua indikator yaitu pengetahuan dan pengalaman. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia memiliki persepsi terhadap pemanfaatan waktu luang yang baik. Secara keseluruhan persepsi terhadap pemanfaatan waktu luang lansia didapatkan persentase tertinggi pada

(20)

commit to user

kategori tinggi sebesar 78%. Namun demikian pada indikator pengetahuan secara umum tergolong dalam kategori sedang sebesar 50.5%. Pengalaman lansia dalam pemanfaatan waktu luang secara umum dalam kategori tinggi (84%). Pada indikator pengetahuan tentang persepsi terhadap pemanfaatan waktu luang Kabupaten Karanganyar diketahui persentase tertinggi pada kategori tinggi sebesar 51% dan terendah 4% pada kategori rendah. Berbeda dengan Kota Surakarta dimana mayoritas tertinggi pengetahuan mengenai persepsi pemanfaatan waktu luang dalam kategori sedang (56%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia tentang pemanfaatan waktu luang antara Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta sedikit berbeda. Lansia Kabupaten Karanganyar memiliki pengetahuan yang lebih baik terhadap persepsi pemanfaatan waktu luang. Indikator pengalaman pada persepsi pemanfaatan waktu luang secara umum diperoleh persentase terbesar 84% pada kategori tinggi.

Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta memiliki pengalaman yang relatif sama pada kategori tinggi. Lansia Kota Surakarta mempunyai persentase yang lebih besar 86%. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi lansia memiliki pengalaman tentang pemanfaatan waktu luang yang tinggi. Analisis data responden berdasarkan persepsi terhadap pemanfaatan waktu luang dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Lansia Terhadap Pemanfaatan Waktu Luang

Variabel /

Indikator Skor Kategori Karanganyar n (%)

Surakarta n %

Total N (%) Persepsi 9 – 12 Tinggi 80 (80) 76 (76) 156 (78) Pemanfaatan 5 – 8 Sedang 17 (17) 23 (23) 40 (20) Waktu Luang 1 – 4 Rendah 3 (3) 1 (1) 4 (20)

 Pengetahuan 6 – 7 Tinggi 51 (51) 41 (41) 92 (46) 3 – 5 Sedang 45 (45) 56 (56) 111 (50.5) 1 – 2 Rendah 4 (4) 3 (3) 7 (3.5)

 Pengalaman 4 – 5 Tinggi 82 (82) 86 (86) 168 (84) 3 Sedang 13 (13) 11 (11) 24 (12) 1 – 2 Rendah 5 (5) 3 (3) 8 (4)

Sumber: Analisis data primer, 2018

(21)

commit to user d. Kemandirian Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari

Indikator pada variabel kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari antara lain: makan, berpindah tempat, personal toilet, naik turun toilet, mandi, berjalan pada permukaan yang datar, naik-turun tangga, memakai pakaian, mengontrol BAB, dan mengontrol BAK.

Secara keseluruhan kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari lansia baik di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta termasuk dalam kategori mandiri sebesar 96.5%. Lansia dengan kategori membutuhkan bantuan dalam kemandirian aktivitas kehidupan sehari- hari hanya 3.5%. Hal ini disebabkan adanya kriteria inklusi sampel dalam penelitian.

Lansia Kabupaten Karanganyar memiliki karakteristik yang hampir sama tentang kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari dengan Kota Surakarta. Pada indikator berpindah tempat, Kota Surakarta mempunyai persentase yang lebih tinggi. Kota Surakarta 92%, sedangkan Kabupaten Karanganyar 88%. Meskipun kedua daerah tergolong pada kategori yang sama yaitu mayoritas lansia mampu berpindah tempat secara mandiri. Hal ini disebabkan karena letak geografis Kota Surakarta cenderung datar dan mudah dalam akses transportasi. Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang secara geografis terdiri dari dataran tinggi sampai dataran rendah.

Pada daerah dataran tinggi sangat dimaklumi lansia mengalami hambatan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada aspek berpindah tempat. Selain karena faktor lingkungan, juga disebabkan oleh adanya penurunan kapasitas fisik dari lansia itu sendiri. Analisis kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4.6.

(22)

commit to user

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kemandirian Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari

Variabel /

Indikator Skor Kategori Karanganyar n (%)

Surakarta n (%)

Total N (%) Kemandirian AKS 75-100 Mandiri 96 (96) 97 (97) 193 (96.5) 0-74 Bantuan 4 (4) 3 (3) 7 (3.5)

 Makan 10 Mandiri 99 (99) 98 (98) 197 (98.5)

5 Bantuan 1 (1) 2 (2) 3 (1.5)

 Berpindah tempat

15 Mandiri 88 (88) 92 (92) 180 (90)

5-10 Bantuan 12 (12) 8 (8) 20 (10)

 Personal toilet 5 Mandiri 96 (96) 95 (95) 191 (95.5)

0 Bantuan 4 (4) 5 (5) 9 (4.5)

 Naik turun toilet

10 Mandiri 96 (96) 94 (94) 190 (95)

5 Bantuan 4 (4) 6 (6) 10 (5)

 Mandi 5 Mandiri 96 (96) 95(95) 191 (95.5)

0 Bantuan 4 (4) 5 (5) 9 (4.5)

 Berjalan di permukaan datar

15 Mandiri 92 (92) 92 (92) 184 (92)

5-10 Bantuan 8 (8) 8 (8) 16 (8)

 Naik turun tangga

10 Mandiri 83 (83) 81 (81) 164 (82)

5 Bantuan 17 (17) 19 (19) 36 (18)

 Berpakaian 10 Mandiri 113 (94.2) 112 (93.3) 225 (93.8)

5 Bantuan 7 (5.8) 8 (6.7) 15 (6.2)

 Mengontrol BAB

10 Mandiri 98 (98) 98 (98) 196 (98)

5 Bantuan 2 (2) 2 (2) 4 (2)

 Mengontrol BAK

10 Mandiri 98 (98) 98 (98) 96 (98)

5 Bantuan 2 (2) 2 (2) 4 (2)

Sumber: Analisis data primer, 2018

d. Partisipasi Lansia Dalam Pemanfaatan Waktu Luang

Partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang terbagi menjadi 5 (lima) indikator yaitu karakteristik aktivitas, frekuensi, kemauan, kemampuan dan kesempatan. Pada Karakteristik aktivitas terbagi menjadi karakteristik aktivitas aktif, karakteristik aktivitas pasif, dan karakteristik aktivitas sosialisasi. Masing-masing karakteristik tadi akan dibedakan berdasarkan karakteristik aktivitas yang dilakukan di waktu dahulu, karakteristik aktivitas yang dilakukan sekarang, dan karakteristik aktivitas yang ingin dilakukan oleh lansia di waktu yang akan datang apabila diberikan umur panjang.

(23)

commit to user

Tabel 4.7 Partisipasi Lansia dalam Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Karakteristik Aktivitas Aktif

Karakteristik Aktivitas

aktif

Dulu Sekarang Yang Akan Datang

Kra* Ska** Kra* Ska** Kra* Ska**

n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

Olahraga 59 (49) 46 (38) 27 (23) 35 (29) 39 (33) 32 (27) Berkebun 69 (58) 37 (31) 50 (42) 19 (16) 53 (44) 15 (13)

Berenang 15 (13) 10 (8) 10 (8) 6 (5) 9 (8) 5 (4)

Memasak 58 (48) 60 (50) 50 (42) 59 (49) 51 (43) 49 (41)

Memancing 9 (8) 7 (6) 2 (2) 0 (0) 6 (5) 1 (1)

Jalan-jalan 47 (39) 45 (38) 53 (44) 41 (34) 56 (47) 36 (30) Pecinta alam 9 (8) 14 (12) 3 (3) 8 (7) 3 (3) 6 (5) Beternak 43 (36) 25 (21) 36 (30) 16 (13) 32 (27) 11 (9) Menyanyi 22 (18) 21 (18) 13 (11) 18 (15) 11 (9) 12 (10)

Keterangan: Kra*: Kabupaten Karanganyar, Ska**: Kota Surakarta

Sumber: Analisis data primer, 2018

Analisis responden berdasarkan partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang lansia yang termasuk dalam aktivitas aktif dapat dilihat pada Tabel 4.7. Data responden mengenai partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang lansia saat masih muda yang termasuk dalam aktivitas aktif antara lain: olahraga, berkebun, berenang, memasak, memancing, jalan-jalan, pecinta alam, beternak, dan menyanyi. Partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang lansia saat masih muda yang paling sering dilakukan lansia Kabupaten Karanganyar yang termasuk dalam aktivitas aktif adalah berkebun (58%), sedangkan Kota Surakarta adalah memasak (44%).

Partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang lansia saat sekarang dan yang akan datang, paling sering dilakukan lansia Kabupaten Karanganyar dan termasuk dalam aktivitas aktif adalah jalan-jalan. Partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia Kota Surakarta saat masih muda, sekarang dan waktu yang akan datang, termasuk dalam aktivitas aktif serta paling sering dilakukan adalah memasak.

Oleh karena itu aktivitas jalan-jalan dapat direkomendasikan kepada lansia untuk partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang di Kabupaten

(24)

commit to user

Karanganyar. Berdasarkan hasil wawancara bahwa jalan-jalan yang dimaksud bukan hanya jalan kaki biasa tapi juga termasuk pergi ke suatu tempat untuk menikmati keindahan alam dan mencari udara segar. Aktivitas memasak dapat direkomendasikan bagi lansia Kota Surakarta dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang.

Tabel 4.8 Partisipasi Lansia dalam Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Karakteristik Aktivitas Pasif

Karakteristik Aktivitas Pasif

Dulu Sekarang Yang Akan Datang

Kra* Ska** Kra* Ska** Kra* Ska**

n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) Membaca 52 (43) 36 (30) 41 (34) 26 (5) 41 (34) 23 (19) Melihat TV 82 (68) 52 (43) 86 (72) 60 (50) 86 (72) 48 (40) Dengar radio 57 (48) 45 (38) 46 (38) 36 (30) 46 (38) 32 (27) Menyulam 14 (12) 19 (16) 11 (9) 9 (8) 9 (8) 6 (5) Menjahit 35 (29) 33 (28) 25 (21) 17 (14) 22 (18) 12 (10) Koleksi barang 7 (6) 9 (8) 6 (5) 4 (3) 7 (6) 4 (3) Surat menyurat 11 (9) 17 (14) 6 (5) 4 (3) 5 (4) 4 (3) Dengar musik 17 (14) 35 (29) 12 (10) 24 (20) 9 (8) 19 (16)

Menggambar 1 (1) 12 (10) 0 (0) 6 (5) 1 (1) 6 (5)

Menulis cerita 9 (8) 12 (10) 9 (8) 5 (4) 7 (6) 5 (4)

Keterangan: Kra*: Kabupaten Karanganyar, Ska**: Kota Surakarta

Sumber: Analisis data primer, 2018

Aktivitas pasif dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia saat muda antara lain: membaca, melihat TV, mendengarkan radio, duduk santai di depan rumah, melukis, menjahit, menyulam, koleksi barang antik, surat menyurat dan mendengarkan musik. Analisis responden berdasarkan partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia yang termasuk dalam aktivitas pasif dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia saat masih muda yang paling sering dilakukan dan termasuk dalam aktivitas pasif adalah menonton TV (69,4%). Partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia saat sekarang yang paling sering dilakukan adalah menonton TV (74,4%). Partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia untuk waktu

(25)

commit to user

yang akan datang termasuk dalam aktivitas pasif yang ingin dilakukan terbanyak adalah menonton TV (73,1%).

Tabel 4.9 Partisipasi Lansia dalam Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Karakteristik Aktivitas Sosialisasi

Karakteristik Aktivitas

Sosialisasi

Dulu Sekarang Yang Akan Datang

Kra* Ska** Kra* Ska** Kra* Ska**

n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) Mengobrol 90 (75) 47 (39) 56 (47) 47 (39) 53 (44) 35 (29) Menjenguk 33 (28) 46 (38) 39 (33) 46 (38) 43 (36) 40 (33) Silaturahmi 86 (72) 52 (43) 83 (69) 52 (43) 85 (71) 40 (33) PKK 43 (36) 47 (39) 33 (28) 47 (39) 31 (26) 33 (28) Posyandu 20 (17) 46 (38) 22 (18) 46 (38) 23 (19) 43 (26) Hajatan 60 (50) 41 (34) 43 (36) 41 (34) 47 (39) 35 (29) Ronda 29 (24) 10 (8) 11 (9) 10 (8) 12 (10) 4 (3) Selapanan 8 (7) 38 (32) 4 (3) 38 (32) 6 (5) 28 (23) Sepasaran 6 (5) 41 (34) 5 (4) 41 (34) 7 (8) 28 (23) Gotong-

royong 65 (54) 49 (41) 47 (39) 49 (41) 44 (37) 40 (33)

Keterangan: Kra*: Kabupaten Karanganyar, Ska**: Kota Surakarta

Sumber: Analisis data primer, 2018

Partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang berdasarkan karakteristik aktivitas sosialisasi antara lain: mengobrol, menjenguk, silaturahim, PKK, posyandu, hajatan tradisional (sepasaran, selapanan, peringatan hari orang meninggal dunia), ronda, gotong- royong. Analisis responden berdasarkan partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia yang termasuk dalam aktivitas kegiatan sosial dapat dilihat pada Tabel 4.9. Partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia saat masih muda, sekarang, dan waktu yang akan datang, paling sering dilakukan dan termasuk dalam aktivitas kegiatan sosial di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta adalah silaturahmi. Data ini menunjukkan bahwa aktivitas silaturahmi menjadi aktivitas yang populer di kalangan lansia. Meskipun saat sekarang trend persentase menurun, namun aktivitas silaturahmi bagi lansia tetap diinginkan untuk dilaksanakan di waktu yang akan datang. Fenomena ini lebih nampak pada Kabupaten Karanganyar. Terbukti dengan adanya

(26)

commit to user

peningkatan jumlah persentase dari 69% saat sekarang menjadi 71%

di waktu yang akan datang.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Partisipasi Pemanfaatan Waktu Luang

Frekuensi

partisipasi Skor Kategori Karanganyar n (%)

Surakarta n (%)

Total N (%) Setiap hari 5 Sangat sering 40 (40) 50 (50) 90 (45)

4-6 kali seminggu 4 Sering 7 (7) 7 (7) 14 (7)

1-3 kali seminggu 3 Cukup 37 (37) 29 (29) 66 (33)

1-3 kali sebulan 2 Kurang 11 (11) 7 (7) 18 (9)

< sekali/bulan 1 Sangat kurang 5 (5) 7 (7) 12 (6)

Sumber: Analisis data primer, 2018

Tabel 4.10 menjelaskan secara rinci frekuensi partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia. Partisipasi pemanfaatan waktu luang yang dilakukan lansia memiliki frekuensi yang berbeda-beda.

Frekuensi yang dilakukan oleh lansia Kabupaten Karanganyar dalam berpartisipasi pemanfaatan waktu luang paling banyak adalah setiap hari dan 1-3x/seminggu sebanyak 40%. Lansia Kota Surakarta mayoritas mempunyai frekuensi partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang 1-3x/seminggu sebanyak 50%. Terlihat sekali bahwa frekuensi partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia di Kabupaten Karanganyar lebih rendah dibandingkan dengan Kota Surakarta. Data ini sesuai dengan data persepsi lansia. Meskipun lansia Kota Surakarta mempunyai persepsi pengetahuan pemanfaatan waktu luang yang lebih rendah dengan lansia Kabupaten Karanganyar, namun persepsi pengalaman pemanfaatan waktu luangnya dalam kategori tinggi. Pada aspek frekuensi terlihat pula bahwa frekuensi partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia Kota Surakarta lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan lansia Kabupaten Karanganyar.

Temuan penelitian ini menyatakan bahwa nilai kepuasan hidup lebih tinggi pada kelompok dengan frekuensi partisipasi yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin sering berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang, lansia merasa senang dan bahagia. Hal ini konsisten dengan temuan studi Brown dan Frankel (1993) di mana partisipasi waktu luang ditemukan positif

(27)

commit to user

berdampak pada kepuasan hidup perempuan. Studi lain dengan hasil paralel adalah studi yang dilakukan di Australia dan Amerika Serikat (Hawkins et al., 2004).

Distribusi responden berdasarkan partisipasi pemanfaatan waktu luang dapat dilihat pada Tabel 4.11. Secara keseluruhan partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia terkategori tinggi dengan persentase 63.5%. Kemauan berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang lansia mayoritas terkategori sedang dengan persentase sebesar 64%.

Kemampuan lansia untuk berpartisipasi pemanfaatan waktu luang lansia mayoritas terkategori tinggi dengan persentase 81%.

Kesempatan yang dimiliki lansia untuk berpartisipasi pemanfaatan waktu luang lansia mayoritas terkategori tinggi dengan persentase 64%.

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Partisipasi Pemanfaatan Waktu Luang

Variabel / Indikator

Skor

Kategori Karanganyar n (%)

Surakarta n (%)

Total N (%) Partisipasi 127 – 188 Tinggi 81 (81) 46 (46) 127 (63.5) pemanfaatan 63 – 126 Sedang 19 (19) 53 (53) 72 (36)

Waktu luang 1– 62 Rendah 0 (0) 1 (1) 1 (0.5)

 Kemauan 28 – 40 Tinggi 49 (49) 16 (16) 65 (32.5) 14 – 27 Sedang 51 (51) 77 (77) 128 (64)

1 – 13 Rendah 0 (0) 7 (7) 7 (3.5)

 Kemampuan 17 – 24 Tinggi 80 (80) 82 (82) 162 (81)

9 – 16 Sedang 20 (20) 18 (18) 38 (19)

1 – 8 Rendah 0 (0) 0 (0) 0 (0)

 Kesempatan 17 – 24 Tinggi 57 (57) 64 (66) 121 (60.5) 9 – 16 Sedang 42 (42) 35 (35) 77 (38.5)

1 – 8 Rendah 1 (1) 1 (1) 2 (1)

Sumber: Analisis data primer, 2018

Berdasarkan analisis data responden ini diketahui bahwa lansia memiliki kemampuan dan kesempatan yang tinggi untuk berpartisipasi pemanfaatan waktu luang namun kemauan berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang masih sedang.

Varshney (2007) menyebutkan bahwa berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang merupakan prediktor untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan status kesehatan dan fungsi fisik pada lansia. Melihat data penelitian ini maka diperlukan suatu

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menjalankan rutinitas media yaitu produksi berita, ketiga redaksi stasiun televisi yaitu iNews TV Semarang, RCTI Network Jawa Tengah, dan MNC TV Semarang

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada

1) Peserta didik diminta mengamati tentang contoh gambar berkaitan dengan keunggulan ekonomi seperti gambar PT Freeport, pecan raya, batik, dan sebagainya. 2) Berdasarkan

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi matematika yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) siswa mampu menyatakan ide

siswa untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang bahan ajar yang sedang disajikan, objek yang ditampilakan terlihat konkret nyata, penyajian power point yang variatif karena

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. Gangguan pertukaran

Masing-masing Urusan Pemerintahan pada prinsipnya diwadahi dalam 1 (satu) satuan kerja Perangkat Daerah dalam rangka penanganan urusan secara optimal yang didukung

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat delapan tupoksi dari 10 tupoksi TN yang penjabaran pelaksanaannya berupa pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan