• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Analisis Jalur dan Pengujian Hipotesis

3. Rumusan Model Pemberdayaan Yang Direkomendasikan

Rumusan model ini dibuat berdasarkan kerangka teori yang telah disusun, dibuktikan dengan hasil analisis statistik yang menunjukkan signifikan, hasil telaah data deskriptif dan masukan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan lansia.

Tujuan deskripsi ini adalah untuk menawarkan sebuah model konseptual untuk memberdayakan lansia melalui partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang untuk meningkatkan kualitas hidup. Model pemberdayaan ini diterapkan pada lansia, dan diharapkan menjadi suatu upaya kesehatan yang berbasis masyarakat. Proses pelaksanaan model pemberdayaan lansia dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang untuk meningkatkan kualitas hidup dapat dilaksanakan pada lansia yang normal maupun yang memiliki gangguan atau disabilitas. Dengan berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang diharapkan lansia dapat menikmati usia senjanya dengan lebih berkualitas sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. Partisipasi pemanfaatan waktu luang dapat dilaksanakan secara individu maupun kelompok. Partisipasi pemanfaatan waktu luang pada lansia ini difasilitasi oleh tenaga kesehatan dan kader kesehatan, dengan menggunakan berbagai kegiatan seperti pemeriksaan kesehatan, edukasi/penyuluhan dan berbagai karakteristik aktivitas yang sesuai dengan pilihan lansia.

Program partisipasi pemanfaatan waktu luang yang ada saat ini berupa posyandu lansia. Melalui posyandu lansia, lansia mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara rutin seperti berat badan, tinggi badan, tekanan darah dan pemeriksaan tambahan lainnya seperti gula darah, kolesterol dan asam urat. Setelah pemeriksaan selesai, seringkali lansia pulang. Ada beberapa posyandu lansia atau Posbindu lansia memberikan

commit to user

aktivitas senam dan penyuluhan. Penyuluhan yang diberikan terkait dengan permasalahan yang sering dialami oleh lansia, contohnya rematik, hipertensi dan lain sebagainya. Pelaksanaan kegiatan Posyandu lansia belum mempertimbangkan aktivitas pemanfaatan waktu luang yang disukai oleh lansia dan bersifat produktif.

Program pemberdayaan lansia ini dirancang dalam bentuk preventif-promotif dan akan lebih efektif jika pelaksanaanya dilaksanakan oleh, dari, dan untuk masyarakat lansia itu sendiri. Keuntungan program pemberdayaan lansia dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang melalui posyandu adalah lebih efektif dan efisien dalam mengumpulkan lansia pada suatu tempat.

Tahapan yang diharapkan pada partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia untuk meningkatkan kualitas hidup lansia yang diajukan mengacu pada model sistem yaitu mulai dari tahapan input, proses, dan output.

Sistem adalah kombinasi atas beberapa komponen yang bekerja bersama-sama dan melakukan pekerjaan tertentu, adapun komponen yang utama dalam sistem ini adalah; (a) input, (b) proses, dan (c) output. Struktur Model Pemberdayaan Lansia Dalam Partisipasi Pemanfaatan waktu Luang untuk meningkatkan kualitas hidup dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 merupakan skema dari model pemberdayaan Lansia Dalam Partisipasi Pemanfaatan waktu Luang untuk meningkatkan kualitas hidup. Model ini tidak hanya diorientasikan pada kinerja program sesaat, tetapi keberlanjutan, manfaat bagi lansia, keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup baik pada level individu dan keluarga maupun komunitas jauh lebih penting. Model ini juga merupakan pengembangan masyarakat (community development), yang prosesnya melibatkan dukungan komunitas (lintas sektor). Tahapan model Pemberdayaan Lansia Dalam Partisipasi Pemanfaatan waktu Luang untuk meningkatkan kualitas hidup yang direkomendasikan dalam penelitian ini mulai dari input, proses, dan output. Skema tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

commit to user a. Tahap input

Lansia dengan pertambahan usia, mengalami kemunduran baik fisik, mental, dan sosial. Lansia akan menderita lebih dari satu penyakit kronis. Penyakit kronis yang sering dijumpai pada lansia yaitu penyakit muskuloskeletal dan penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko.

Persepsi individu termasuk lansia mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/

wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup dipengaruhi faktor yang berasal dari individu itu sendiri dan faktor dari luar individu. Pada tahap input ini terdiri dari faktor internal lansia dan faktor eksternal lansia.

1) Faktor internal lansia

Faktor yang berasal dari individu itu sendiri, dapat disebut dengan faktor internal. Faktor internal dapat dikelompokkan menjadi demografi dan faktor biopsikososial. Variabel demografi terdiri dari: Usia, Jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tempat tinggal, dan penghasilan. Faktor biopsikososial terdiri dari: status kesehatan, tingkat kognitif, tingkat depresi, dan tingkat spiritual. Pada Health Belief Model (HBM) faktor sosio-demografis berpengaruh terhadap perilaku sehat yang bersifat preventif. Faktor-faktor tersebut dapat secara tidak langsung berdampak pada munculnya perilaku sehat. Oleh karena itu diperlukan edukasi kesehatan yang tepat sesuai karakteristik lansia.

2) Faktor Eksternal Lansia

Pada variabel faktor eksternal lansia ini terdiri dari peer group, dukungan (pemerintah, tenaga kesehatan, kader, keluarga), lingkungan (lingkungan fisik, sarana prasarana), kebijakan (pemerintah, puskesmas), sosial budaya (tradisi, norma, nilai).

commit to user

Dukungan teman sebaya merupakan jenis dukungan sosial yang menggabungkan informasi, penilaian (umpan balik/feedback), dan bantuan emosional, yang diberikan oleh individu berpengalaman untuk berbagi pengalaman sebelumnya dengan karakteristik yang sama (yaitu usia, jenis kelamin, lokasi, budaya, status sosial ekonomi). Dukungan teman sebaya merupakan sumber alami yang melekat pada jaringan sosial individu (seperti keluarga, teman, anggota spiritual, tetangga). Dukungan teman sebaya dapat memberikan jenis bantuan emosional, sosial, dan praktis untuk mencapai dan mempertahankan perilaku yang kompleks dalam pengelolaan kondisi dan tetap sehat.

Lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi dengan tetangga, masyarakat sekitar, dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di daerah lansia berada, maka timbal balik dari dukungan teman sebaya itu sendiri juga akan baik dan sebaliknya sehingga akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Ada hubungan antara interaksi sosial dan lansia yang hidupnya berkualitas.

Dukungan (pemerintah, tenaga kesehatan, kader, keluarga) sangat dibutuhkan dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang.

Dukungan dapat berupa dana, moral maupun spiritual. Diharapkan pemerintah memberikan alokasi dana untuk operasional kegiatan partisipasi pemanfaatan waktu luang melalui posyandu lansia agar lansia aktif dan produktif di usia tua serta honor bagi kader lansia.

Tenaga kesehatan perlu meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan lansia melalui posyandu maupun posbindu lansia khususnya partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang. Kader yang selama ini terjun langsung bersama lansia diharapkan mempertahankan dan meningkatkan kinerja serta kreativitasnya agar partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luan dapat berjalan dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan

commit to user

kualitas hidup lansia. Keluarga lansia diharapkan dukungannya dalam menfasilitasi lansia dalam partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang baik secara individu maupun kelompok yang dilakukan oleh lansia. Fungsi keluarga akan memengaruhi kualitas hidup lansia.

Lingkungan yang mendukung partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang berupa lingkungan fisik dan sarana prasarana. Lingkungan fisik yang dimaksud adalah lingkungan yang aman, nyaman dan mudah diakses oleh lansia. Dengan lingkungan yang aman, nyaman dan mudah diakses diharapkan lansia bebas melakukan mobilisasi atau berpindah tempat dan menurunkan resiko jatuh yang dapat mengakibatkan disabilitas atau gangguan fungsi geraknya. Sarana prasarana diperlukan dalam partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang agar lansia dapat melakukan aktivitas yang disenangi. Sarana prasarana dapat berupa tempat/ruang, maupun media (peralatan dan bahan).

Kebijakan atau regulasi pemerintah sangat mendukung terfasilitasinya partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang.

Tanpa adanya dukungan dari pemerintah yang berupa regulasi atau kebijakan pemerintah terkait lansia maka program lansia khususnya partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang tidak memiliki landasan formal. Antara kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah harus bersinergi agar regulasi dapat diimplementasikan dengan baik. Selama ini pemerintah telah mengeluarkan regulasi/kebijakan terkait lansia diantaranya Undang–Undang RI, Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, salah satunya menjelaskan pemberdayaan masyarakat dalam usaha kesehatan agar menjadi sehat, UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 menjelaskan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lansia. Saat ini alokasi dana desa belum banyak menyentuh

commit to user

mengenai program lansia, mayoritas masih ke arah infrastruktur.

Diharapkan pemerintah daerah khususnya pemerintah desa mendukung pelaksanaan program partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia dengan mengalokasikan sebagian kecil alokasi dana desa untuk operasional. Keterlibatan swasta/Non Government Organisation (NGO) juga diperlukan dan memiliki peran dalam pembangunan. NGO dapat berupa lembaga sosial kemasyarakatan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada yang mendukung dan tertarik menangani bidang lansia. Institusi yang terkait dengan kebijakan lansia sangat diperlukan untuk menfasilitasi lansia untuk meningkatkan kualitas hidup lansia baik secara langsung maupun melalui berpartisipasi pemanfaatan waktu luang. Contohnya RS, puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan sangat diperlukan dalam memberikan layanan kesehatan kepada lansia agar kesehatan lansia terjaga dengan baik. Dengan adanya program Rumah Sakit ramah lansia membantu lansia mendapatkan pelayanan khusus sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengantri maupun mendapatkan pelayanan kesehatan. Institusi lain yang terkait seperti tempat rekreasi, perusahaan transportasi, tempat kuliner, tempat penginapan diharapkan peran sertanya untuk memberikan potongan harga bagi para lansia yang datang berkunjung maupun memanfaatkan fasilitasi di institusi tersebut. Dengan demikian diharapkan partisipasi pemanfaatan waktu luang dapat terfasilitasi dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Sosial budaya menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Sosial budaya di sini terkait tradisi, norma dan nilai yang dimiliki lansia sangat berpengaruh terhadap partisipasi waktu luang. Budaya sebagai kebiasaan, kepercayaan, pola aktivitas, standar perilaku, dan harapan yang diterima oleh masyarakat di mana individu tersebut tinggal. Budaya terdiri dari kepercayaan

commit to user

dan persepsi, nilai dan norma, kebiasaan dan perilaku yang digabungkan bersama oleh sebuah kelompok atau masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pendidikan formal dan informal. Partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang yang dilakukan disesuaikan dengan sosial budaya setempat. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, sehingga partisipasi pemanfaatan waktu luang dapat disesuaikan dengan konteks lokal.

Jangan sampai partisipasi pemanfaatan waktu luang bertentangan dengan budaya setempat, yang justru membuat masalah dan meresahkan masyarakat.

b. Tahap Proses

Pada tahap proses ini terdiri dari posyandu lansia dan kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari. Persepsi lansia terhadap pemanfaatan waktu luang dikuatkan pada Posyandu lansia.

1) Posyandu lansia

Posyandu lansia merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat, untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi lansia. Posyandu lansia merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa. Pengelolaan posyandu lansia yang baik akan membantu lansia sehingga meningkat kualitas hidupnya. Upaya pemberdayaan lansia melalui partisipasi dalam pemanfaatan waktu luang untuk meningkatkan kualitas hidup diawali dengan proses identifikasi karakteristik aktivitas pemanfaatan waktu luang yang dipilih oleh lansia dengan menggunakan blangko interest checklist. Proses identifikasi diperlukan untuk mengetahui karakteristik aktivitas pemanfaatan waktu luang yang sesuai dengan masing-masing individu lansia. Dengan identifikasi karakteristik aktivitas

commit to user

pemanfaatan waktu luang maka dapat diketahui aktivitas terpilih yang disukai oleh lansia. Setelah teridentifikasi maka disusun program pemberdayaan lansia dalam pemanfaatan waktu luang bagi para lansia dan mempersiapkan segala sesuatu terkait program.

Persiapan meliputi kesediaan alat, bahan dan material yang dibutuhkan untuk kegiatan. Program pemberdayaan lansia dalam pemanfaatan waktu luang diperlukan kerjasama dengan pihak lain khususnya dari faktor eksternal. Setelah segala sesuatu sudah siap maka dilanjutkan dengan pelaksanaan program. Selama implementasi program dilaksanakan tidak lupa dilakukan evaluasi terhadap segala sesuatu yang masih kurang sehingga dapat dilakuan perbaikan untuk program pemberdayaan lansia dalam pemanfaatan waktu luang selanjutnya.

Persepsi bukan saja dipengaruhi oleh faktor–faktor internal, namun juga dipengaruhi juga secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan yang ada. Rangsangan yang diterima oleh reseptor atau alat indra kemudian dilanjutkan ke otak oleh syaraf sensoris (proses ini dikenal dengan proses fisiologis).

Setelah proses fisiologis tersebut dilanjutkan prosesnya di otak yang membuat individu menjadi sadar dengan apa yang ia terima dengan reseptor itu. Proses yang terjadi di otak yang merupakan pusat kesadaran inilah yang dikenal dengan proses psikologis. Berdasarkan proses persepsi di atas maka tahap akhir proses persepsi ialah individu sadar mengenai hal yang diterima oleh alat indra (reseptor).

Pada proses ini perceived susceptibility (risiko yang dirasakan) lansia akan kondisinya baik dari faktor internal maupun eksternalnya juga memengaruhi munculnya perilaku yang diharapkan yaitu berpartisipasi dalam pemanfaaan waktu luang. Ketika seseorang mengetahui apabila gagal dalam pemanfaatan waktu luang akan berisiko terhadap kesehatan tubuhnya, maka terbentuk keyakinan bahwa dirinya memang berisiko. Dengan demikian, lansia akan

commit to user

berusaha melakukan hal-hal yang dianggapnya mampu mengurangi potensi risiko tersebut.

Perceived benefit dalam model ini diartikan bahwa lansia berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang karena lansia meyakini bahwa aktivitas pemanfaatan waktu luang yang dilakukan akan memberi manfaat terutama untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Partisipasi pemanfaatan waktu luang yang dilakukan lansia karena adanya keyakinan tentang manfaat suatu aktivitas baru, biasanya bersifat mencegah datangnya gangguan kesehatan.

Misalnya, lansia rela mengeluarkan biaya lebih untuk menyewa kendaraan demi melaksanakan kegiatan yang menyenangkan bersama lansia yang lain. Hal tersebut dilakukan karena lansia meyakini adanya manfaat lebih partisipasi pemanfaatan waktu luang bagi kesehatan tubuhnya.

Perceived barrier dijelaskan bahwa perubahan perilaku untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang, menjalani sebuah aktivitas baru dalam upaya menjadi, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup bukan hal mudah karena terdapat hambatan.

Hambatan tersebut merupakan evaluasi pribadi itu sendiri.

Contohnya: rasa takut, malu, malas dan ragu untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Hambatan yang muncul karena evaluasi lansia sendiri. Oleh karena itu, lansia memerlukan sebuah keyakinan untuk bisa mengalahkan penghalang dalam pikirannya, bahwa berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang yang dilakukan akan lebih bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Hambatan yang dialami dapat diperkecil dengan adanya dukungan dari faktor eksternal dan peran posyandu dalam memberdayakan lansia.

Pada tahap ini diharapkan lansia mendapatkan informasi yang benar mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penuaan dan kualitas hidup, khususnya pentingnya partisipasi lansia

commit to user

dalam pemanfaatan waktu luang. Dengan persepsi yang baik diharapkan lansia dengan kesadarannya sendiri berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Informasi diberikan dengan penyuluhan maupun bukti nyata implementasi partisipasi pemanfaatan waktu luang lansia dan manfaatnya yang dirasakan lansia. Dukungan dari faktor eksternal juga sangat memengaruhi lansia dalam berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang.

2) Kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari

Kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai indikator kemampuan pada proses partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang untuk meningkatkan kualitas hidup.

Dengan kemampuan yang dimiliki diharapkan dilengkapi dengan kemauan dan adanya kesempatan sehingga proses partisipasi lansia dalam pemanfaatan waktu luang dapat terlaksana.

c. Tahap Output

Hasil yang diharapkan pada pemberdayaan lansia dalam pemanfaatan waktu luang ini untuk meningkatkan kualitas hidup.

Karakteristik aktivitas dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang yang dipilih dapat dilaksanakan secara individu maupun kelompok. Lansia yang memiliki ketertarikan aktivitas pemanfaatan waktu luang yang sama dapat dikelompokkan menjadi satu kelompok dan melaksanakan aktivitas bersama pada waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan kegiatan ini tentu tidak lepas dari dukungan faktor eksternal. Partisipasi pemanfaatan waktu luang pada lansia meliputi:

1) Karakteristik aktivitas pemanfaatan waktu luang

Pada karakterisitik aktivitas pemanfaatan waktu luang ini diharapkan lansia dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan aktivitas yang disukai. Pemilihan aktivitas dapat disesuaikan dengan aktivitas yang disukai oleh lansia. Berbagai macam karakteristik aktivitas aktif, pasif maupun sosialisasi dapat diterapkan dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang.

commit to user 2) Frekuensi

Seberapa sering lansia berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang memberikan peluang lebih banyak untuk merasakan kesenangan dan bermakna. Frekuensi antara lansia satu dengan lansia yang lain tentunya berbeda-beda sesuai dengan waktu luang lansia. Idealnya lansia melakukan partisipasi pemanfaatan waktu luang secara individu maupun kelompok dapat dilakukan sekali seminggu. Semakin sering lansia berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang maka waktu yang dimiliki lansia semakin bermakna.

3) Kemampuan

Pelaksanaan partisipasi waktu luang disesuaikan dengan kemampuan lansia baik secara fisik, mental, sosial maupun spiritual. Kondisi lansia baik secara internal dan pengaruh faktor eksternal diperlukan sehingga lansia dapat berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang dengan baik.

4) Kemauan

Penyadaran lansia agar mau berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang merupakan target bagi para fasilitator. Karena tanpa kesadaran dari lansia untuk mau melakukan aktivitas pemanfaatan waktu luang maka partisipasi pemanfaatan waktu luang tidak akan berjalan.

Meskipun lansia mampu dan memiliki kesempatan, apabila tidak disertai dengan kemauan lansia untuk melakukan maka partisipasi pemanfaatan waktu tidak akan terlaksana. Oleh karena itu kemauan lansia menjadi faktor penentu dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang. Motivasi baik dari dalam maupun dari luar diperlukan sehingga lansia dengan penuh kesadarannya sendiri mau dan mampu melaksanakan partisipasi pemanfaatan waktu luang dengan baik.

5) Kesempatan

Seringkali lansia mengalami hambatan dalam partisipasi pemanfaatan waktu luang dikarenakan kesibukan dan aktivitas lainnya. Oleh karena itu hendaknya didukung oleh faktor eksternal

commit to user

agar lansia dapat memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang. Pelaksanaan partisipasi waktu luang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan dibuat kesepakatan, sehingga para lansia memiliki kesempatan melaksanakan partisipasi pemanfaatan waktu luang dengan baik.

Pemilihan tempat dan waktu yang sesuai membantu lansia untuk memiliki kesempatan berpartisipasi dalam pemanfaatan waktu luang.

d. Tahap Dampak

Kualitas hidup merupakan konsep yang sangat luas pada semua aspek kehidupan. Itu sebabnya kualitas hidup dipandang sebagai sesuatu yang penting hampir di setiap disiplin ilmu, praktik hidup, dan aktivitas masyarakat. Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu dalam kehidupan pada konteks sistem budaya dan nilai-nilai di mana mereka hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan kekhawatiran dalam kehidupan. Kualitas hidup memiliki empat komponen, yaitu: fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Kualitas hidup lansia perlu ditingkatkan dengan partisipasi pemanfaatan waktu luang, penguatan faktor internal dan eksternal pada lansia. Apabila sistem atau semua faktor bekerja dengan baik maka kualitas hidup lansia diharapkan juga akan lebih meningkat.

Dokumen terkait