• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS CITRA WANITA TOKOH UTAMA DAN

A. Analisis Citra Wanita Tokoh Utama

2. Analisis Citra Sosial Tokoh Elisa

Citra wanita dalam aspek sosial dapat dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu citra wanita dalam keluarga dan citra wanita dalam masyaratakat. Berikut ini akan dipaparkan mengenai citra sosial tokoh Elisa berdasarkan citra wanita dalam keluarga dan citra wanita dalam masyarakarat.

a. Citra Wanita Tokoh Elisa dalam Keluarga

Berikut ini akan dipaparkan mengenai hasil analisis tentang kedudukan dan peran tokoh Elisa dalam keluarga dalam novel

Keberangkatan karya Nh. Dini.

Sugihastuti (2000: 122) berpendapat bahwa peran wanita dalam keluarga menyangkut perannya sebagai istri, ibu dari anak-anaknya, dan anggota keluarga. Peran tokoh Elisa dalam keluarga adalah sebagai anggota keluarga.

Peran Elisa sebagai anggota keluarga digambarkan melalui kasih sayangnya kepada adik-adik, ayah, dan ibunya. Hal itu tergambarkan saat Elisa akan berpisah dengan keluarganya yang akan pergi meninggalkan Indonesia. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(207) Aku merangkulkan lengan pada leher adikku. Tanpa berkata-kata lagi, kami berpelukan. Lalu Silvi memegang tanganku dan tidak dilepaskannya. Bergantian aku mencium ibu, ayah, adikku Teo (hlm. 10).

(208) Akhirnya aku mencium Silvi. Adikku memeluk leherku erat-erat (hlm.18).

Selain itu, cara Elisa untuk menunjukkan kasih sayangnya kepada adik-adiknya yaitu dengan cara memberikan nasihat. Seperti pada kutipan (79) Elisa memberikan nasihat kepada Teo untuk menjaga Silvi. Elisa juga memberikan nasihat kepada Silvi. Hal itu ditunjukkan pada kutipan berikut ini.

(209) “Kau juga baik-baik dengan Teo, bukan?” (hlm. 11).

Berdasarkan kutipan (79), (207) sampai dengan (209) dapat dirangkum bahwa Elisa menunjukkan sebagai seorang anak yang sayang kepada orang tua dan juga kepada adik-adiknya. Rasa sayangnya ditunjukkan dengan memberikan nasihat yang baik kepada adik-adiknya.

Kemudian sebagai anggota keluarga, Elisa juga selalu memberikan uang dan beberapa titipan kepada Ibunya. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.

(210) Meskipun hidup dengan orang tua, aku membayar semacam uang pondokan. Semua yang kuperoleh dari tempatku bekerja semua kuserahkan kepada Ibuku. Belum lagi terhitung segala macam titipan yang harus kubeli untuknya pada waktu dinas ke luar negeri (hlm. 39).

Hal tersebut membuat Elisa tidak betah hidup dalam keluarga, sehingga ia memilih untuk keluar dari rumah dan tingal di asrama. Hal itu ditunjukkan dengan kutipan berikut ini.

(211) Dengan pindahku dari rumah, berarti menghilangnya sejumlah uang yang dapat diharapkan Ibuku. Karena itulah Ibuku bersusah payah mencoba mempengaruhiku agar tetap tinggal bersama lagi. Tetapi dengan terus terang, kukatakan

kepada keluargaku bahwa aku lebih suka hidup bebas (hlm. 39).

Berdasarkan kutipan (210) dan (211) dapat dilihat bahwa Elisa merupakan seorang anak yang mau membantu Ibunya dengan memberikan uang walaupun hal tersebut terpaksa, dan pada akhirnya Elisa sudah tidak tahan sehingga ia memilih untuk keluar dari rumah agar terbebas dari perlakuan Ibunya.

Kemudian, berdasarkan kutipan (79), (207), sampai dengan (211) dapat dirangkum bahwa citra wanita tokoh Elisa dalam keluarga terlihat dari perannya sebagai anggota keluarga sudah menujukkan perbuatan yang baik kepada anggota keluarga yang lain. Kepada adik-adiknya selalu menyanyangi dengan memberikan beberapa nasihat, kepada orang tuanya juga selalu menghormati walaupun terkadang ia dipaksa untuk memberikan uang kepada Ibunya.

b. Citra Wanita Tokoh Elisa dalam Masyarakat

Citra wanita tokoh Elisa dalam masyarakat terbentuk oleh relasi sosial dengan orang-orang disekitarnya. Sikap sosial adalah konsistensi individu dalam memberikan respons terhadap objek-objek sosial, termasuk terhadap pria sebagai pasangan jenis (Sugihastuti, 2000: 132).

Tokoh Elisa merupakan tokoh yang gemar bersosialisasi, hal itu terlihat karena Elisa mempunyai banyak kerabat. Kutipan berikut membuktikan hal tersebut.

(212) Beberapa pemuda yang dulu sering berkunjung kerumah orang tuaku masih kadang-kadang muncul.

Mereka biasa datang menjemputku untuk bersama bergerombolan mengunjungi pesta, berdansa atau menonton film (hlm. 32).

(213) Kami berempat hidup rukun dan serasi. Pada waktu-waktu ada kesempatan, kami keluar bersama menonton film, saling mengenalkan kepada keluarga masing-masing yang tinggal di ibu kota.

(214) Sehingga setiap kali Sukoharjito muncul, dengan serta merta teman sepondok maklum bahwa kedatangannya untuk bertemu denganku. Tetapi kawan-kawan lama pun tidak jarang mengunjungiku. Di antaranya, mereka yang paling erat dengan keluargaku – Rudi, Peter dan Luis. Kadang-kadang, kami berkumpul begitu penuh sampai dari jalan terlihat seperti pesta (hlm. 49).

Dalam citra masyarakat, wanita melihat dan merasakan ada superioritas pria, ada kekuasaan laki-laki atas wanita. Dalam posisi demikian ini, wanita sadar atau tidak sadar menerima dan menyetujui sebagai sesuatu yang semestinya terjadi (Sugihastuti, 2000: 135-136).

Dalam hal ini, ada beberapa percakapan yang menujukkan superioritas pria terhadap wanita pada kehidupan sehari-hari. Hal itu ditunjukkan pada kutipan berikut ini.

(215) “Kita wanita dididik untuk menunggu – itulah

jeleknya,” kata Lansih. “Sehingga tidak mudah

mengetahui lubuk hati seorang pemuda selama dia tidak memberi syarat.” (hlm. 49).

Tokoh Elisa juga mengalami hal tersebut. Sukoharjito sering memaksa dan kemudian memilih wanita lain dari pada Elisa, hal itu menunjukkan kekuasaan pria untuk memilih. Kutipan berikut ini menunjukkan pernyataan tersebut.

(216) Aku hanya gadis indo. Tak memiliki kedudkan maupun keluarga yang patut dibanggakan. Sukoharjito sendiri telah memilih mana yang paling

menguntungkan dari kami dua orang wanita (hlm. 139).

(217) Selama itu, pada waktu-waktu mencumbuku, tidak pernah lupa mendesakku dengan permintaan buat memiliki aku seluruhnya. Karena aku tidak memberikan apa yang dimintainya, dia mencari wanita lain.

Elisa ingin menunjukkan tentang ketidaksetujuannya pada superioritas pria dengan cara berangan-angan ingin membuktikan kepada Sukoharjito bahwa ia dapat memperoleh pria lain. Hal itu ditunjukkan pada kutipan berikut ini.

(218) Pada waktu-waktu demikian, tiba-tiba muncul keinginanku mengambil laki-laki yang mana saja yang mau mengajakku keluat, jatuh ke dalam pelukannya serta memberi apa saja yang dimintanya. Termasuk keperawananku (hlm. 163).

Kemudian Elisa dapat membuktikan hal tersebut dengan cara memberikan harapan kepada tokoh Gail yang pada akhirnya Elisa meninggalkannya karena ia akan meninggalkan Indonesia. Hal tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa Elisa telah berhasil membuat pria lain berharap padanya ketika Elisa meninggalkannya. Hal itu ditunjukkan pada kutipan berikut.

(219) “Aku tidak mau berharap lagi, tidak menghendaki kungkungan perasaan yang bukan-bukan. Gail masih satu tahun disini. Kawannya wanita banyak. Dia masih dapat mencari lainnya.” “Jadi kali ini kaulah yang meninggalkan laki-laki.” “Betul.” Tanpa kusadari, ada semacam rasa bangga yang menyelinap kedalam hati (hlm. 182).

Berdasarkan kutipan (212) sampai dengan (219) dapat dirangkum bahwa dalam masyarakat Elisa merupakan seorang yang gemar bersosialisasi karena ia mempunyai banyak kerabat. Walaupun

ia gemar bersosialisasi, ia merasakan ada superioritas pria ketika ia menjalin hubungan dengan Sukoharjito sehingga hal ini membuat Elisa tertekan dan pada akhirnya secara tidak langsung membalas perlakuan tersebut kepada orang lain untuk mengurangi rasa sakit hatinya.

B. Relevansi Novel Keberangkatan sebagai Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Pembelajaran sastra merupakan salah satu media yang relevan dan baik dalam membentuk karakter siswa. Dalam proses belajar mengajar, haruslah diperhatikan metode dan strategi dalam memberikan materi. Novel dijadikan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra agar dapat mengembangkan daya kreatifitas siswa dan juga kritis dalam menganalisis unsur intrinsik dan ekstinsik novel.

Rahmanto (1988: 27-33) memberikan tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita ingin memilih bahan pengajaran, yaitu: pertama dari sudut bahasa, kedua dari sudut kematangan jiwa (psikologis), dan ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa. Novel Keberangatan karya Nh. Dini dapat dijadikan bahan ajar pembelajaran siswa SMA karena memenuhi tiga aspek penting tersebut yang akan dijelaskan berikut ini.

Dokumen terkait