• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kajian Teori

4. Pembelajaran Sastra di SMA

Pembelajaran sastra merupakan salah satu media yang baik dalam menumbuhkan karakter siswa. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu ketrampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16). Rahmanto (1988: 15) berpendapat apabila karya-karya sastra dianggap tidak berguna, tidak bermanfaat lagi untuk menafsirkan dan memahami masalah-masalah dunia nyata maka tentu saja pengajaran sastra tidak akan ada gunanya lagi untuk diadakan. Namun, jika dapat ditunjukkan bahwa sastra itu

mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka pengajaran sastra harus kita pandang sebagai sesuatu yang penting yang patut menduduki tempat yang selayaknya.

Dalam proses belajar mengajar, haruslah diperhatikan metode dan strategi dalam memberikan materi. Hal itu akan berpengaruh terhadap berhasilnya kegiatan belajar sehingga hasil ini harus benar-benar diperhatikan oleh guru. Jabrohim (1994: 23) berpendapat bahwa dalam kaitannya dengan pengajaran sastra, ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar pengajaran itu mencapai hasil yang sebesar-besarnya. Beberapa hal itu antara lain sudah dikemukakan pada bagian terdahulu masalah bahan yaitu: (1) aspek psikologis, (2) aspek lingkungan, (3) aspek taraf kemampuan, dan (4) aspek bakat.

Jabrohim (1994: 52-53) berpendapat bahwa tujuan pengajaran sastra di sekolah, secara umum adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan daya apresiasi siswa. Dalam pengajaran sastra pemilihan dan penyajian bahan pengajaran haruslah sesuai dengan kemampuan siswa pada tahapan tertentu. Bahan dapat dibedakan ke dalam: bahan apresiasi sastra tidak langsung dan apresiasi langsung. Pertama menyaran pada pengajaran teori dan sejarah yang berfungsi untuk menunjang bahan, yang kedua secara langsung siswa dihadapkan pada karya sastra. Jadi penekanan haruslah pada bahan apresiasi langsung, bukan sebaliknya seperti yang terjadi di kebanyakan sekolah yang lebih ditekankan pada pengajaran teori dan sejarah sastra (Jabrohim 1994: 53). Hal ini juga haruslah diperhatikan sesuai dengan tingkatan kelas dan tingkat

kesukaran, sehingga guru diharapkan lebih teliti dalam menentukan materi sesuai dengan kemampuan siswa dan kondisi lingkungan didasarkan dengan acuan kurikulum dan silabus yang telah ditentukan.

Rusyana (1982: 6-8) menyebutkan tujuan sastra adalah untuk beroleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Tujuan memperoleh pengalaman sastra dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) tujuan memperoleh pengalaman dalam mengapresiasi sastra, dan (2) tujuan memperoleh pengalaman dalam berekspresi sastra. Sedangkan tujuan memperoleh pengetahuan tentang sastra, seperti sejarah sastra, teori sastra, dan kritik sastra. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, seorang pengajar haruslah dapat memilih bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa, karena hal ini akan mempengaruhi minat siswa untuk belajar. Dalam memberikan materi sastra, Jabrohim menyebutkan bahwa guru sastra yang profesional paling tidak memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) memahami benar hakikat sastra dan tujuan pengajaran sastra, (2) memiliki minat yang besar terhadap sastra, ditandai dengan : gemar membaca karya-karya sastra, gemar mengumpulkan tulisan mengenai sastra, dan gemar mengikuti kegiatan sastra, (3) dapat mengapresiasi sastra, dan (4) menguasai metode pengajaran sastra.

Rahmanto (1988: 27-33) memberikan tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita ingin memilih bahan pengajaran sastra, yaitu: pertama dari sudut bahasa, kedua dari segi kematang jiwa (psikologis), dan ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa.

a. Bahasa

Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya sastra itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Oleh karena itu, agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan ketrampilan (atau semacam bakat) khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahan siswanya.

Dalam praktek, ketepatan pemilihan bahan ini sering kurang diperhatikan, dan dalam beberapa hal faktor-faktor kebahasaan memang sulit dipisahkan dari faktor-faktor lain. Meski demikian, seorang guru hendaknya selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswa-siswanya sehingga berdasarkan pemahaman itu guru dapat memilih materi yang cocok untuk disajikan. Dalam usaha meneliti ketepatan teks yang terpilih, guru hendaknya tidak hanya memperhitungkan kosa kata dan tata bahasa, tetrapi perlu mempertimbangkan situasi dan pengertian isi wacana termasuk ungkapan dan referensi yang ada. Di samping itu, perlu juga diperhatikan cara penulis menuangkan ide-idenya dan hubungan antar kalimat dalam wacana itu sehingga pembaca dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan.

b. Psikologi

Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju ke kedewasaan ini melewati tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi.

Berikut ini merupakan tingkatan perkembangan psikologis anak-anak sekolah dasar dan menengah:

1) Tahap pengkayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

2) Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)

Tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tapi pada tahap ini anak telah menyenangi ceritera-ceritera kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

3) Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar

terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.

4) Tahap generalisasi ( 16 tahun dan selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filasafati untuk menentukan keputusan-keputusan moral.

Pembelajar SMA termasuk kedalam tahap yang keempat, yaitu tahap generalisasi. Pada masa ini anak-anak sudah mempunyai kemampuan untuk menggeneralisasikan suatu masalah, menentukan sebab pokok dari suatu masalah.

c. Latar Belakang Budaya

Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan orang-orang di sekitar mereka. Dengan demikian, secara umum, guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.

Dokumen terkait