• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDUKUNG PROGRAM PIR

8.2. Analisis produktifitas petani plasma

8.2.3. Analisis Dampak terhadap peningkatan kesejahteraan petan

Hasil keuntungan kotor rata-rata per hektar jika petani plasma mengikuti pola pemupukan inti adalah Rp 7.588.814,- jika dilakukan tambahan pemupukan NPK sebanyak 155 kg hingga 207 kg setiap hektarnya, tergantung tahun tanam. Artinya diperlukan biaya tambahan pemupukan NPK sebesar Rp 119.516,- hingga Rp 156.135,- setiap hektarnya. Hal ini akan tetap meningkatkan keuntungan hingga Rp 7.446.289,- setiap hektarnya. Hal ini bisa dipenuhi oleh peningkatan keuntungan petani plasma jika memiliki minimum 2 ha lahan dengan pola pemupukan inti, atau keuntungan dari 2 ha lahan sebesar 2 x Rp 7.446.289,- = Rp 14.892.578,- Apabila dikaitkan dengan UMP Sumsel 2012 Rp. 1.195.220,- per bulan atau Rp.14.342.640,- per tahun, seperti terlihat pada gambar 35.

Sumsel

2012 Rp

1.195.220,- per bulan atau Rp 14.

3Gambar 35. Keuntungan petani plasma menggunakan pola pupuk inti

9.136.152 11.207.936 1.994.779 151.923 156.135 119.516 - 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000 - 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000 12.000.000 1986 1987 1988 1989 1990 B ia y a T a mb a h a n ( R p /h a ) K e u n tu n g a n ( R p /h a ) Tahun Tanam

tanah yang tinggi secara alamiah sehingga rentan terhadap degradasi lahan. Hal ini terjadi akibat tingkat dekomposisi bahan organik yang tinggi ditambah dengan tingkat erosi yang tinggi pula. Strategi pengurangan kehilangan karbon dapat dilakukan terhadap dua aspek yaitu menekan tingkat dekomposisi bahan organik dan menekan tingkat erosi tanah. Penerapan teknologi konservasi tanah baik secara vegetatif dan mekanis seperti telah dijelaskan di atas merupakan tindakan yang strategis dan urgen untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas tanah. Kehilangan karbon dapat terjadi akibat erosi dimana bahan organik di tanah bagian atas akan terbawa oleh air dan diendapkan di bagian bawah sekuen erosi. Teknologi konservasi tanah juga telah terbukti dapat menekan kehilangan bahan organik tanah yang terbawa oleh aliran permukaan air pada saat kejadian erosi berlangsung. Teknologi konservasi tanah dapat dilakukan secara vegetatif dan mekanis. Teknologi konservasi tanah secara vegetatif memiliki prinsip mengurangi pukulan air hujan, memperlambat aliran permukaan, dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Beberapa teknologi konservasi tanah antara lain adalah tanaman lorong (alley cropping), strip rumput (grass strip), mulsa sisa tanaman (mulch), tanaman legum penutup tanah (legume cover crop), rumput penguat teras, barisan sisa tanaman, penanaman multistrata, tumpangsari, tumpang gilir, dan rotasi tanaman. Sedangkan teknologi konservasi tanah secara mekanis prinsipnya adalah memanipulasi lahan sehingga mampu mengurangi laju aliran permukaan. Beberapa teknologi yang sudah kita kenal dengan baik adalah pembuatan teras bangku, teras gulud, rorak, embung, saluran pengelak, bronjong bambu, dan lubang pori.

Dari hasil penelitian ini menunjukan terjadi perbedaan antara analisis keberlanjutan dimensi lingkungan dengan analisis degradasi lahan melalui analisis tanah. Analisi tanah secara langsung terindikasi telah terjadi degradasi lahan pada kebun plasma dan inti pada kedalaman 0-20 pada kemiringan bagian tengah dan bawah serta pada bagikan atas tahun tanam 1989 dan inti pada tahun tanam 1988.

Sementara pada evaluasi keberlanjutan terkait pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit menggunakan analisis multidimensional scaling pada dimensi lingkungan disimpulkan cukup berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena analisis MDS mempunyai kelemahan, antara lain pada penentuan atribut, yaitu: (1) dampak kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi; (2) dampak dari keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian; (3) perbedaan persepsi para pakar dalam menuntukan hasil skoring. multidimensional scaling merupakan sekelompok prosedur untuk menggambarkan persepsi dan preferensi responden secara visual sebagai hubungan geometris antara beberapa hal dalam suatu ruang multidimensi. Dalam berbagai riset, analisis multidimensional scaling digunakan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap beberapa produk dan hubungan antara atribut-atribut produk.

Kebijakan pengembangan agribisnis di Indonesia merupakan kelanjutan dari strategi jangka panjang pembangunan pertanian. Namun pada kenyataannya selama ini usaha pertanian cenderung berkembang hanya pada on farm yaitu berupa kegiatan produksi/ budidaya, dan kurang memperhatikan pengembangan pada off farm (kegiatan yang mendukung kegiatan budidaya). Karena itu keikutsertaan dan dukungan dari kegiatan/faktor lainnya sangat diperlukan agar komoditas pertanian yang dihasilkan berdaya saing dan mampu eksis di pasaran. Perkebunan kelapa sawit rakyat pola PIR-BUN yang diusahakan oleh petani plasma merupakan salah satu usaha agribisnis. Aktivitas dari usaha itu sudah tentu memerlukan dukungan tidak hanya terbatas pada proses produksi/budidaya saja, tetapi dukungan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan usaha bersangkutan. Banyaknya faktor yang terkait dengan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat maka usaha itu merupakan sebuah sistem yang disebut dengan sistem agribisnis.

Terkait dengan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan, dibutuhkan pengelolaan secara terpadu disamping sebagai kegiatan agribisnis juga upaya penyelamatan lingkungan, dalam upaya menguranginya terjadinya degradasi lahan. Menurut Firman (2003), faktor alami penyebab degradasi tanah antara lain: areal yang berlereng, tanah yang mudah rusak, curah hujan intensif, dan lain-lain.

Faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik langsung maupun tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami, antar lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat. Pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman kelapa sawit merupakan hasil interaksi berbagai faktor, yaitu: genetis, tanah, biotik, kultur teknis, dan iklim.

Penyebab degredasi lahan diklasifikasi menjadi tiga tingkat yaitu pelaku, penyebab langsung; dan penyebab yang mendasari perubahan tutupan hutan (underlying cause). Pelaku merujuk pada orang-orang atau organisasi (misalnya petani rakyat) yang mempunyai peranan fisik dan/atau peranan membuat keputusan langsung dalam perubahan tutupan hutan. Penyebab langsung perubahan tutupan hutan adalah parameter-parameter keputusan yang mempunyai pengaruh langsung pada perilaku para pelaku. Pada umumnya dampak yang ditimbulkan oleh usaha budidaya tanaman, berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air, persebaran hama penyakit dan gulma serta perubahan kesuburan tanah akibat penggunaan pestisida. Serta rona lingkungan yang turut terpengaruh, seperti: kondisi ekosistem, hidrologi, bentang alam, sikap penduduk yang tinggal diwilayah perkebunan.