• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDUKUNG PROGRAM PIR

9.2. Sistem Pengelolaan.

Menurut Dinas Perkebunan (2009), rendahnya tingkat produktivitas dan mutu hasil merupakan masalah utama dalam perkebunan. Hal ini disebabkan karena belum maksimalnya pengelolaan usaha tani perkebunan dalam penerapan teknologi maju terutama penggunaan benih unggul yang bermutu, pupuk, pengendalian hama, penyakit dan gulma, serta penanganan panen dan pasca panen. Di samping masih rendahnya tingkat kemampuan SDM lemahnya kelembagaan petani yang ada dan lemahnya posisi tawar (bargaining position), sehingga petani pekebun belum dapat menikmati nilai tambah yang memadai baik dari kegiatan produksi atau “on farm”

maupun kegiatan pasca produksi atau “off farm”. Ada 3 unsur kelembagaan kelompok tani yang kondisinya masih lemah dalam membentuk kinerja kelembagaan bersangkutan. Unsur-unsur tersebut yaitu :

1. Unsur kerjasama anggota kelompok tani dalam penyediaan input/saprotan. Rendahnya kerjasama petani dalam penyediaan saprotan disebabkan tidak semua petani memiliki uang kontan pada saat yang bersamaan untuk melakukan pembelian input pertanian, selain kurangnya koordinasi antara anggota dengan pengurus kelompok. Kondisi ini menyebabkan pemberian input kepada tanaman cenderung tidak sesuai dengan yang dianjurkan.

2. Unsur kerjasama anggota kelompok tani dalam kegiatan budidaya. Rendahnya kerjasama anggota kelompok tani dalam kegiatan budidaya disebabkan tidak adanya kerjasama antara petani di dalam kelompoknya untuk melakukan budidaya tanaman sehingga petani melakukan budidaya dengan caranya sendiri, baik pada saat melakukan penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama/ penyakit.

3. Unsur kerjasama anggota kelompok tani dalam pemanenan/ pascapanen. Rendahnya kerjasama anggota kelompok tani dalam pemanenan/ pascapanen seperti waktu pemanenan buah sawit dan pengangkutan ke TPH, semua petani melakukannya secara sendiri-sendiri dan terkadang dibantu oleh keluarganya. Hal ini disebabkan petani masih merasa mampu melakukan kegiatan tersebut sehingga petani tidak memerlukan bantuan anggota kelompok lainnya.Kondisi yang demikian seringkali menyebabkan buah sawit yang telah dipanen terlalu lama dibiarkan menumpuk di kebun atau di tempat penumpukan hasil (TPH).

Pemberdayaan masyarakat adalah proses pengembangan kesempatan, kemauan/ motivasi, dan kemampuan masyarakat untuk lebih mempunyai akses terhadap sumberdaya, sehingga meningkatkan kapasitasnya untuk menentukan masa depan sendiri dengan berpartisipasi dalam mempengaruhi dan mewujudkan kualitas kehidupan diri dan komunitasnya. Tujuan jangka pendek pemberdayaan sebaiknya jelas (specific), terukur (measurable), sederhana (realistic), sehingga merupakan kondisi yang mendorong minat masyarakat untuk mewujudkannya (achievable)

dalam waktu tertentu. Adanya program pemberdayaan masyarakat lokal disekitar perkebunan secara baik dan merata di setiap desa akan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat lokal disekitar perkebunan dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Secara umum keberhasilan sistem pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit di Muara Enim sangat terkait dengan aspek institusi atau lembaga pengelolanya, kebijakan atau tata cara pengelolaannya, serta anggaran yang menunjang kelancaran pengelolaan yang telah dibahas sebelumnya. Isu strategis pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit di Muara Enim terutama harus diawali oleh terbentuknya struktur kelembagaan yang bertanggung jawab melakukan pengelolaan. Keberadaan lembaga ini akan menjadi pendorong disusunnya tata cara dan sumber pendanaan bagi keberhasilan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit di Muara Enim. Kebijakan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit dituangkan dalam bentuk model konseptual pengelolaan yang terdiri dari penentuan institusi pengelola (manager) dan penyusunan sistem pengelolaannya (management) yang memenuhi prinsip-prinsip keberkelanjutan.

Konsepsi diagram input-output digambarkan secara lebih rinci, secara khusus pada rancangan pengendalian dari pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit yang berkelanjutan di Muara Enim (Gambar 36). Model konseptual ini merupakan hasil sintesa dari berbagai analisis yang dilakukan untuk menyusun strategi pengendalian dari pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit yang berkelanjutan di Muara Enim. Mekanisme pengelolaan diperkirakan mampu merekayasa berbagai output tidak dikehendaki menjadi output yang dikehendaki. Mekanisme pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit terbagi menjadi

berbagai kebijakan guna mencapai tujuan, menyelesaikan kendala, menata kelembagaan dan memenuhi prioritas kebijakan hasil analisis. Berbagai kebijakan tersebut antara lain kebijakan prioritas penataan kelembagaan, prioritas

peningkatan keberlanjutan, prioritas penyelesaian kendala utama, dan prioritas pencapaian tujuan. Sementara prioritas peningkatan keberlanjutan disusun berdasarkan hasil analisis MDS.

PTP Perbankan Lembaga

Penelitian

evaluasi umpan balik &

informasi

bantuan litbang masukan hasil litbang

Masyarakat Institusi Lokal

sosialisasi & pemberdayaan

Pengelolaan PIR-KS Berkelanjutan

Prioritas Peningkatan Keberlanjutan Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Keberlanjutan Dimensi Sosial Keberlanjutan Dimensi Ekologi Keberlanjutan Dimensi Teknologi Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

Model Pengelolaan PIR-KS Berkelanjutan Output Tidak Dikehendaki Input Terkendali Output Dikehendaki Input Tidak Terkendali Input Lingkungan Pengelolaan Harga tbs Penduduk

bekerja di kebun Sumber air

Pupuk sesuai

rekomendasi Akses Kel. Tani Jumlah tenaga kerja Jmlh RT petani yg disuluh Kls kemampuan lahan Teknik pemupukan Skim pembiayaan

Gambar 36. Model Konseptual pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa Sawit berkelanjutan

Penyusunan kebijakan diawali dengan penataan kelembagaan, di mana PT.Perkebunan Nusantara VII masih memegang peranan utama dalam mendorong pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit di Muara Enim. Pemerintah pusat melalui kementerian terkait (terutama Pertanian dan Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi) harus mendorong Pemerintah Daerah dan PT.Perkebunan Nusantara VII bersama-sama Bank, untuk melakukan efisiensi dan efektivitas pengelolaan perkebunan inti rakyat di Muara Enim guna mencapai tujuan keberlanjutan. Guna meningkatkan keberlanjutan, terdapat beberapa tahap

penyelesaian yang dimulai dari penyelesaian dimensi lingkungan (terendah), dimensi kebijakan, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial, serta perbaikan dimensi teknologi. Peningkatan keberlanjutan dimensi lingkungan terutama dengan melakukan pengelolaan isu kunci pengaruh kelapa sawit terhadap perkembangan perkebunan kelapa sawit. Hal ini bisa dilakukan dengan sosialisasi ke berbagai tingkat stakeholder tentang kondisi perkebunan kelapa sawit di Muara Enim dan sekitarnya, sehingga bisa dikurangi dengan meningkatkan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan melakukan pengelolaan berupa:

1.Ketepatan pemupukan, dengan memperhatikan rekomendasi dari PTP. Nusan- tara VII.

2.Memperhatikan kesuburan dan kelerengan

3.Mendorong peningkatan upaya mengurangi degradasi lahan

Melakukan pemeliharaan tanaman secara tepat, kegiatan ini sekaligus akan mendukung peningkatan keberlanjutan dari dimensi sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat

Hal ini harus didukung adanya peraturan daerah yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengelolaan perkebunan inti rakyat di Muara Enim. Jika hal ini bisa berjalan dengan baik, maka secara tidak langsung akan meningkatkan keberlanjutan dimensi ekonomi dengan meningkatnya: (1) produksi kelapa sawit (2) harga tandan buah segar (TBS), (3) jumlah tenaga kerja, dan (4) kontribusi penguasaan kebun kelapa sawit. Meskipun dari dimensi teknologi sudah memenuhi tingkat keberlanjutan, tetapi hal ini bisa ditingkatkan secara lebih optimal dengan yaitu, (1) Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi, (2) waktu dan cara pemberian pupuk, dan (3) mekanisme pengolahan tanah (4) jarak tanam. Adapun analisis kebutuhan aktor/stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan, seperti pada tabel.

Tabel 23. Hasil analisis kebutuhan aktor/stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan

No Aktor/Stakeholder Kebutuhan

1 Masyarakat/petani sekitar (small holders)

1) Degradasi lahan yang rendah. 2) Kesejahteraan keluarga meningkat 3) Harga jual kelapa sawit menguntungkan 4) Produktivitas kelapa sawit meningkat 5) Terbukanya lapangan pekerjaan

6) Tersedianya lahan untuk usaha budidaya kelapa sawit. 7) Pertumbuhan pusat perekonomian.

8) Pemasaran produk lainnya yang baik dengan harga yang tinggi

9) Peningkatan pendapatan dan kontuinitas permintaan 10)Tersedianya sarana produksi dengan harga yang memadai. 11)Tersedianya sarana & prasarana perkebunan kelapa sawit

yang memadai.

12)Adanya sinergisitas dengan plasma dan inti

2 Petani Plasma 1) Degradasi lahan yang rendah

2) Kesejahteraan keluarga meningkat 3) Harga jual kelapa sawit menguntungkan 4) Produktivitas kelapa sawit meningkat 5) Terbukanya lapangan pekerjaan 6) Pertumbuhan pusat perekonomian.

7) Pemasaran produk lainnya yang baik dengan harga yang tinggi

8) Peningkatan pendapatan dan kontuinitas permintaan 9) Tersedianya sarana produksi dengan harga yang memadai. 10)Tersedianya sarana & prasarana perkebunan kelapa sawit

yang memadai.

11)Adanya sinergisitas inti dan masyarakat sekitar. 12)Kredit perkebunan lunas tepat waktu

13)Replanting tanaman kelapa sawit oleh inti. 14)Bantuan rehabiltasi jalan produksi

3 PT.Perkebunan

Nusantara VII

1) Degradasi lahan yang rendah

2) Master plan pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara terapdu (perencanaan, penataan, pengelolaan)

3) Peningkatan pendapatan perusahaan

4) Fungsi dan tanggung jawab petani plasma meningkat. 5) Penyetoran hasil plasma dan masyarakat ke pabrik.

6) Tenaga kerja dari plasma dan masyarakat sekitar (small holders)

7) Kapasitas produksi pabrik terpenuhi. 8) Kelangsungan perkebunan inti-plasma 9) Keamanan terjamin

11)Replanting tanaman perkebunan plasma 4 Pemerintah daerah 1) Degradasi lahan rendah.

2) Fungsi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan meningkat. 3) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

petani

4) Terbuka lapangan kerja 5) Peningkatan PAD.

5 Dinas kehutanan 1) Degradasi lahan hutan rendah. 2) Fungsi hutan lestari

3) Tidak adanya aktivitas perambahan hutan.

6 Dinas perkebunan 1) Degradasi lahan menurun

2) Produksi kelapa sawit terjamin mutunya

3) Kestabilan harga di lingkungan masyarakat terjamin 4) Perekonomian masyarakat terjamin

7 Badan Pertanahan

Nasional

1) Pelaksanaan konversi selesai tepat waktu

2) Setiap pemilikan tanah masyarakat, petani dan PTP N VII mempunyai sertufikat.

3) Pendapatan daerah naik

8 Lembaga

keuangan (Bank, Koperasi)

1) Keamanan dan keuntungan usaha

2) Resiko kegagalan pengembalian pinjaman modal kecil 9 Pengusaha lainnya 1) Kemitraan dan ketersediaan bahan baku

2) Daya saing kompetitif, dan iklim usaha yang kondusif

10 LSM 1) Lingkungan sehat dan tidak ada konflik soaial

2) Transparansi PT.Perkebunan Nusantara VII dan

pemerintahan yang bersih

3) Keamanan, dan kesejahteraan masyarakat meningkat

11 Jasa tranportasi 1) Keamanan berusaha

2) Kerjasama pedagang, petani plasma, petani dan

PT.Perkebunan Nusantara VII. 12 Perguruan tinggi 1) Kegiatan penelitian

10.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan pengamatan dilapangan dapat disimpulkan, sebagai berikut:

1. Pembangunan perkebunan inti rakyat kelapa sawit di PT.Perkebunan Kelapa Sawit Muara Enim berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang ditunjukkan penurunan kandungan C-organik pada bagian atas, tengah dan bawah pada kedalaman 0-20 Cm, 20-40 cm dan 40-60 cm.

2. Hasil evaluasi keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat, dimensi yang memiliki status cukup berkelanjutan ialah dimensi ekonomi, sosial, tehnologi, ekologi, sedangkan dimensi kelembagaan statusnya kurang berkelanjutan, faktor utama utama keberlanjutan kelembagaan kurang berlanjut adalah kurangnya partisipatip petani untuk berkelompok tani dan ber KUD, karena peran lembaga tersebut untuk mengakses modal ke pihak perbankan tidak mampu.

3. Faktor penentu kinerja masyarakat lokal dalam mendukung pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan di tingkat petani adalah kepastian pemasaran, peranan institusi lokal, pengaruh kepemimpinan lokal serta kepastian pemberian insentif. Sedang faktor penentu di tingkat petani adalah pemeliharaan tanaman, pemanenan, serta kemampuan pengembangan pemasaran. 4. Dalam membangun model pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit

berkelanjutan, dengan memperhatikan dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi ekologi, dimensi tehnologi serta dimensi kelembagaan.

5. Ada kontradiksi hasil analisa keberlanjutan pada dimensi ekologi dengan hasil analisa kerusakan lahan yang ditunjukan penurunan kandungan C-org tanah, oleh karena itu; analisis keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit dengan menggunakan multidimensional scaling masih mempunyai

kelemahan, berupa pandangan pakar yang harus dibuktikan dengan penelitian langsung melalui analisis tanah.

6. Kendala dalam pengembangan model pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan, terdiri atas 2 sub elemen:

a. Sub elemen dependent : Pendidikan petani yang relatif masih rendah, modal usaha terbatas dan kredit sulit diperoleh.

b. Sub elemen independent : Lemahnya Kelompok tani dan institusi lokal.

10.2. S a r a n

1. Degradasi lahan di lokasi penelitian perlu ditangani dengan menyusun kebijakan pengelolaan lahan yang berbasis konservasi tanah. Teknik konservasi tanah ditujukan untuk menahan butiran air hujan, memperkecil aliran permukaan, dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah,

2. Berdasarkan hasil analisis MDS tersebut, maka disarankan disusun kebijakan dengan mempertimbangkan atribut-atribut yang memiliki sensitivitas terhadap keberlanjutan pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit. Perlu memprioritaskan perbaikan kebijakan yang indeks dimensinya sangat rendah atau rendah, serta diikuti dengan penelitian secara langsung menggunakan data primer

3. Melibatkan masyarakat sekitar memberikan dukungan penyuluh perkebunan dan perlu dikembangkan dalam pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit sangat mendukung keberlanjutan dan menjadi faktor penentu peningkatan kinerja PT.Perkebunan Nusantara VII.

4. Keberlanjutan perkebunan plasma kelapa sawit sangat membutuhkan keharusan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan semua stakeholder. Upaya yang perlu dilakukan antara lain: (a) mendorong dunia usaha dan perbankan untuk membiayai re- planting perkebunan kelapa sawit. (b) melakukan pengurangan laju pertumbuhan penduduk, (c) melakukan sosialisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan mengurangi terjadinya degradasai lahan (d) melakukan pengawasan terhadap pengelolaan perkebunan kelapa sawit pola inti-plasma, (e) pemantauan secara berkala

kondisi dan kualitas areal perkebunan kelapa sawit dan (f) mendorong pemerintah segera mengeluarkan PP tentang Penyuluhan Pertanian agar dapat mendukung pemberdayaan petani.

5. Untuk melakukan upaya pengembangan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan perlu penelitian lanjutan yang mengkaji kebutuhan ekonomi waktu replanting benefit yang akan didapatkan bank apabila membiayai perkebunan inti rakyat kelapa sawit.