• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAKYAT KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN

2.2. Pengelolaan Perkebunan Inti Rakyat Kelapa Sawit Berkelanjutan

2.2.2. Aspek Lingkungan Hidup

Permasalahan lingkungan hidup yang muncul akibat perkebunan kelapa sawit adalah perubahan habitat yang mengancam kelompok binatang yang dinyatakan sudah terancam punah, polusi udara akibat pembakaran, erosi tanah, penggunaan pestisida serta penggunaan pupuk(Clay 2004). Rautner et al. (2005), menunjukkan bahwa luas hutan di Pulau Kalimantan telah berkurang dari 73,7 persen pada tahun 1985 menjadi 50,4 persen pada tahun 2005. Jumlah pengurangan hutan di Kalimantan ini adalah sekitar 13,3 juta hektar. Sedangkan proyeksi luas hutan pada tahun 2010 dan 2020 masing-masing sekitar 44,4 persen dan 32,6

persen.Lenyapnya hutan di Pulau Sumaterajuga sangat mencemaskan, khususnya di Provinsi Riau yang mempunyai hutan gambut dataran rendah paling luas di Indonesia. Penilaian penebangan hutan dan degradasi hutan dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2007 (Uryu et al. 2008) menunjukkan kehilangan 65 persen hutan selama masa 25 tahun, atau hilangnya sekitar 4,2 juta hektar hutan. Disamping itu juga adanya kekhawatiran tentang perubahan iklim akibat pemanasan global yang sebagian besar berasal dari kegiatan pembakaran bahan bakar fosil untuk industri dan transportasi. Diperkirakan bahwa penebangan hutan memberikan kontribusi sekitar 18 persen dari emisi gas rumah kaca global (Stern 2006). Sumber signifikan gas rumah kaca lainnya berkenaan dengan industri kelapa sawit adalah kegiatan pembakaran lahan untuk penyiapan lahan yang mengemisikan gas CO2 (carbon dyoxide) dan kegiatan kolam perawatan limbah pabrik minyak kelapa sawit yang mengemisikan gas CH4

Kegiatan pembangunan dan kelestarian lingkungan hidup adalah dua bagian yang satu dengan yang lainnya saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan. Tidak akan terjadi sebuah pembangunan dalam kehidupan manusia jika tidak ada lingkungan yang mendukung kearah terwujudnya pembangunan tersebut. Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem.Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akanmeningkatkan permintaan atas sumber daya alam, sehingga timbul tekanan terhadap sumber daya alam.Faktor lingkungan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah:

(methane).

1. Terpeliharanya proses ekologi yang esensial. 2. Tersedianya sumber daya alam yang cukup.

3. Lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai.

Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejateraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang untuk

menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu generasi masa kini dan generasi masa depan.

Berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit, pengelolaan kebun merupakan upaya pemanfaatan semua komponen perkebunan kelapa sawit seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan modal secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yaitu perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (Lubis 1994). Sesuai dengan perkembangan teknologi dan kondisi di lapangan, pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan seyogyanya mengacu pada faktor-faktor kunci yaitu aspek sumberdaya lahan, aspek sumberdaya manusia, aspek modal, aspeksarana produksi, aspek teknologi dan aspek legalitas (Pahan 2006).

Mempertimbangkan peranan kelapa sawit bagi pembangunan perekonomian nasional, baik saat ini maupun saat mendatang, pengelolaan kelapa sawit yang tepat sesuai dengan kondisi biofisik, ekonomi dan sosial yang spesifik lokasi menjadi semakin penting agar komoditas sawit tetap menjadi komoditas strategis. Pemerintah Indonesia secara konsisten telah, sedang dan akan tetap mendukung pengembangan komoditas sawit berkaitan dengan peranannya dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Dukungan tersebut tercermin dari luasnya penyediaan lahan untuk pengembangan sawit sekitar 9,8 juta hektar, tersebar terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sumberdaya manusia juga relatif tersedia di lokasi-lokasiyang dijadikan sentra pengembangan sawit, walaupun masih tetap memerlukan peningkatan kapasitas (capacity bulding) agar mempunyai skill sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pengelolaan sawit (Poeloengan2002). Demikian juga dengan kondisi infrastruktur yang umumnya masih memerlukan perbaikan agar proses produksi dan pengolahan pasca panen sawit lancar dan efisien. Untuk itu, diperlukan strategi pengelolaan yang tepat dalam pengembangan kelapa sawit mulai dari perencanaan sampai ke jaringan pemasaran.

Poeloengan (2002), menganjurkan strategi pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berbasis pada :

1. Memperbaiki proses produksi antara lain kesesuaian lahan, kualitas bibit, pemeliharaan yang tepat.

2. Memperbaiki efisiensi antara lain efisiensi biaya produksi

3. Menerapkan "Ecoplantation", yang merupakan sistem perkebunan yang dikelola dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dan pada saat bersamaan mampu mempertahankan kualitas lingkungan. Pada prakteknya, ecoplantation meliputi: (a) tidak ada pembakaran sisa tanaman, (b) daur ulang bahan organik sebanyak mungkin, (c) penggunaan pupuk yang optimum, (d) pengendalian hama/penyakit secara biologi, (e) pola tanam intercropping atau campuran, (f) konservasi energi, (g) limbah dan emisi gas seminim mungkin, dan (h) pemanfaatan limbah kembali sebanyak mungkin

4. Capacity building baik tenaga non skill maupun skill untuk meningkatkan kapasitas kerja dan menuju efisiensi kebutuhan tenaga kerja, dan

5. Pengembangan komunitas sebagai kontribusi ekonomi-sosial terhadap masyarakat sekitar perkebunan.

Konsep tersebut sesuai dengan perkembangan strategi pengelolaan yang diacu dunia pertanian saat ini yaitu pengelolaan perkebunan inti rakyat kelapa sawit berkelanjutan, mengikuti irama strategi pembangunan pertanian berkelanjutan.Definisi dari pertanian berkelanjutan itu sendiri terus berubah dari waktu ke waktu, tetapi secara umum masih mengacu pada batasan yang dicetuskan oleh World Commission on Environment and Development (WCED) tahun 1990 yaitu pertanian yang bisa memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang (Syahyuti 2006). Pertanian berkelanjutan sebagai suatu sistem yang mampu memenuhi permintaan akan bahan pangan pada kisaran harga yang secara ekonomi, sosial dan lingkungan bisa diterima oleh masyarakat pada saat kini dan akan datangOates (1999).Sumberdaya manusia juga relatif tersedia di lokasi- lokasiyang dijadikan sentra pengembangan sawit, walaupun masih tetap memerlukan peningkatan kapasitas (capacity bulding) agar mempunyai skill sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pengelolaan sawit (Poeloengan 2002). Dumelin et al. (2002), mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai pertanian dengan kondisi yang produktif, kompetitif dan efisien dan pada saat bersamaan memelihara dan memperbaiki lingkungan dan kondisi ekonomi-sosialmasyarakat

setempat. Lebih jauh, pertanian berkelanjutan harus mampu mendukung prinsip- prinsip:

1. Produksi optimal dan kandungan gizi yang berkualitas baik untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan mendatang dengan tingkat masukan serendah mungkin.

2. Dampak terhadap kesuburan tanah, kualitas air, udara dan biodiversitas serendah mungkin sedangkan dampak positif sebisa mungkin tetap dipertahankan.

3. Tetap optimis bisa memanfaatkan sumberdaya terbarukan dan meminimumkan pemanfaatan sumberdaya tak terbarukan.

Pertanian berkelanjutan harus bisa mempertahankan dan memperbaiki kondisi sosial-ekonomi dan lingkungan masyarakat setempat