• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAKYAT KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN

2.6. Degradasi Lahan

Menurut Lal (1998), bahwa degradasi tanah dipengaruhi oleh kualitas tanah, daya lenting tanah, iklim, cuaca, teknik pengelolaan lahan, termasuk penggunaan lahan dan sistem pertanian. Degradasi tanah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti tekanan penduduk, kesehatan dan kemiskinan. Studi Grepperud (1997), memperlihatkan bahwa degradasi kesuburan tanah disebabkan oleh perilaku petani yang beradadalam keadaan ekonomi sub sistem yang minimum. Sintesa dari Anderson (1995), menyebutkan bahwa degradasi lingkungan dapat meningkatkan kemiskinan karena degradasi lingkungan mengurangi stok natural capital, sehingga meningkatkan kerentanan. Erosi lahan akan menurunkan hasil dan menimbulkan banjir, sedangkan polusi meningkatkan penyakit dan kematian karena pestisida, air yang beracun dan polusi dalam rumah.

Pada prinsipnya degradasi tanah ada dua macam, yaitu:

1. Degradasi alami, disebabkan oleh faktor-faktor pembentuk tanah dan terjadi secara lambat, dan

2. Degradasi antropogenik, disebabkan oleh aktivitas manusia dan terjadi secara cepat.

Degradasi antropogenikpada prinsipnyadisebabkan oleh tiga mekanisme yaitu industri, perkotaan (urban) dan pertanian.Proses degradasi tanah akibat aktivitas pertanian disebabkan oleh degradasi fisik, kimia, dan biologi.Proses

degradasi tanah tidak berhubungan dengan kerentanan relatifsuatu ekosistem(Oldeman 1994), tetapi menggambarkan situasi keseimbangan antara ketahanan tanah secara alami dengan vegetasi penutup dan agresivitas iklim yang telah terganggu oleh campur tangan manusia. Ada dua kategori proses degradasi tanah, yaitu:

1. Kelompok yang berhubungan dengan pemindahan bahan-bahan tanah yaitu erosi tanah oleh kekuatan air atau kekuatan angin dan

2. Kelompok kemerosotan tanah in situ, yaitu proses degradasi kimia, fisika dan biologi.

2.6.1. Degradasi Kimia

Degradasi kimia diakibatkan oleh penggaraman atau pemasaman tanah (Rose 1977 dan Lal 1986). Adapun Proses-proses degradasi kimia (Iswati 2004),yaitu :

1. Kehilangan unsur-unsur hara tanaman dan atau bahan organic; kehilangan unsur hara tanah untuk tanaman adalah fenomena umum yang terjadi di negara-negara dengan pertanian input rendah. Hal ini terjadi jika aktivitas pertanian dilakukan pada tanah-tanah miskin atau kesuburannya sedang atau tanpa menggunakan pupuk kandang/pupuk kimia yang cukup. Kecepatan hilangnya bahan organik lapisan atas sesudah pembukaan vegetasi alami juga dapat menyebabkan terjadinya degradasi kimia.

2. Salinasi; hal ini disebabkan oleh pengelolaan irigasi yang tidak tepat, terutama di daerah arid dan semiarid.

3. Pengasaman; pengasaman juga disebabkan oleh penggunaan pupuk hasil asam yang berlebihan.

4. Polusi yang menyebabkan degradasi tanah bersumber dari industri atau akumulasi limbah, penggunaan pestisida yang berlebihan, serta penggunaan pupuk kandang yang berlebih.

2.6.2. Degradasi Fisika

Menurut Abrol and Sehgal (1994), masalah degradasi fisik tanah pada umumnya dihubungkan dengan pengurangan bahan organik tanah.Menurut Oldeman (1994), ada tiga tipe degradasi fisika, yaitu:

Pemadatan tanah biasanya disebabkan oleh penggunaan alat berat. Penutupan dan pengerasan tanah terjadi pada lapisan atas jika permukaan tanah tidak cukup dijaga untuk melawan dampak tetesan hujan. Kondisi ini khususnya terjadi pada tanah-tanah yang rendah kandungan bahan organiknyadan rendah kandungan fraksi pasir sertamengandung cukup banyak lumpur.

2. Penggenangan.

Intervensi manusia dalam sistem drainase alami memiliki peranan penting pada kejadian banjir yang bersumber dari luapan air sungai dan penggenangan lahan yang bersumber air hujan.

3. Penurunan bahan organik tanah.

Fenomena penurunan bahan organik tanah ini disebabkan oleh drainase dan atau oksidasi bahan organik tanah.

2.6. 3. Faktor-faktor penyebab degradasi tanah

Menurut Oldeman (1994), pendekatanGLASODmembedakan faktor penyebab degradasi tanah adalah sebagai berikut:

1. Penebangan hutan atau pemindahan vegetasi alami.

Penebangan hutan ini biasanya bertujuan untuk pembukaan lahan untuk pertanian, hutan komersial, pembangunan jalan, dan urbanisasi.

2. Pemotongan rumput berlebih (Overgrazing).

Pemotongan rumput yang berlebih ini tidak hanya berperanan terhadap degradasi vegetasi, tetapi dapat menyebabkan pemadatan tanah,erosi air dan angin.

3. Aktivitas pertanian.

Degradasi tanah dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk yang berlebih, penggunaan air irigasi yang tidak berkualitas, dan penggunaan alat berat yang tidak tepat.

4. Eksploitasi vegetasi yang berlebih.

Biasanya kegiatan ini dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga,misalnya untuk keperluan kayu bakar, pembuatan pagar, dan pembuatan alat rumah tangga.

Aktivitas ini berhubungan langsung dengan degradasi akibat polusi tanah. Menurut Triwidodo (2000), sifat dari sistem pertanian berkelanjutan dimanifestasikan dalam bentukpertanian input rendah dengan kerakteristik sebagai berikut:

1. Berupaya mengintegrasikan pengelolaan kesuburan tanah dengan kesesuaian lahan dan peternakan.

2. Penggunaan unsur hara, air, dan energisecara efisien serta sedapat mungkin mendaur-ulangnya dan melakukan pencegahan deplesi produksi.

3. Penggunaan input dari luar hanya dilakukan untuk mengkompensasi defisiensi lokal.

4. Merupakan praktek pertanian yang spesifik lokal.

5. Mendayagunakan pengetahuan dan teknologi, pengalaman dan pengetahuan universal dari masyarakat pribumisecara serasi.

6. Menekankan upaya untuk mempertahankan tingkat produksi secara konsisten. Wigena (2009) melaporkan bahwa masuknya pupuk ke lingkungan secara tidak terkendali dapat mencemari tanah, udara, badan air permukaan dan air bawah tanah. Berkaitan dengan ini, Adiwiganda (2002) memberikan informasi bahwa pemupukan nitrogen berupa urea yang disebar merata pada permukaan tanah sangat beresiko terhadap kehilangan nitrogen terutama pada musim hujan. Pada kondisi ini, kehilangan nitrogen bisa sampai 70% dalam waktu seminggu. Peneliti lainnya Vexhull dan Fairhust(1991), menyatakan bahwa kehilangan pupuk fosfat dan kalium sangat menonjol pada lahan yang tidak dikonservasi karena unsur ini terikat pada partikel liat tanah dan bahan organik yang terbawa oleh erosi dan aliran permukaan. Kehilangan unsur ini bisa menurunkan hasil antara 25-30%. Menurut Eswaran (1992), konsep pengelolaan lahan yang berkelanjutan adalah sistem yang bertujuan menyatukan prinsip-prinsip ekonomi dan sosial ekonomi dalam pengelolaan lahan untuk pertanian dan penggunaan lainnnya secara turun temurun. Akhir-akhir ini tekanan penduduk mengakibatkan intensitas penggunaan lahan lebih besar sehingga degradasi lahan menjadi isu penting.

2.7. Peranan CO2

CO

Dalam Bidang Pertanian

2 memiliki peran sangat penting dalam proses fotosintesis tumbuhan berklorofil bersama dengan air (H2O) menjadi karbohidrat dengan bantuan radiasi

sinar matahari. Tanaman dapat berperan sebagai penambat karbon (C) atau lebih dikenal dengan istilah sekuestrasi C (C sequestration). C yang tersimpan di tanah merupakan sumber energi bagi fauna tanah terutama mikrofauna termasuk mikroba. Sebagai organisme heterotrof pada kondisi lingkungan aerobik, mikrob sangat memerlukan C-organik (C-org) sebagai sumber energi untuk melakukan aktifitas dekomposisi selanjutnya pada sumber C-org potensial yang lain. Semakin banyak sumber C-org, maka akan semakin banyak pula populasi dan keragaman mikroba di tanah yang dapat menjadi parameter kualitas tanah yang baik. Karbon di dalam tanah mampu menunjukkan tingkat kualitas tanah. Tanah yang kaya akan bahan organik memiliki keragaman biota yang tinggi, sifat fisik dan kimia yang baik bagi tanaman. Penambahan unsur hara anorganik untuk tanaman dapat dilakukan secara efisien baik dalam jumlah maupun penyerapan oleh akar tanaman tersebut. Tanah demikian memiliki produktivitas yang tinggi, tahan terhadap beban pengelolaan dan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Sebaliknya, tanah yang memiliki kandungan karbon yang rendah memiliki sifat fisik, kimia dan biologi yang buruk bagi tanaman.

Cadangan karbon terestrial sebesar 2.500 Gt meliputi vegetasi sebesar 500 Gt dan gabungan tanah dengan bahan organik sebesar 2.000 Gt. Cadangan karbon terestrial ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kandungan karbon di atmosfer yang diperkirakan sebesar 760 Gt (Ciais et al., 2000). Konsentrasi GRK di atmosfer dapat meningkat dengan tajam apabila cadangan karbon terestrial ini lepas ke atmosfer. Pelepasan karbon ke atmosfer dapat melalui beberapa macam proses seperti pembakaran (combustion), dekomposisi (mineralization), oksidasi (oxydation), dan pernafasan organisme (respiration). Pembakaran hutan dan gambut merupakan contoh intervensi manusia terhadap alam yang menyebabkan pelepasan GRK secara besar-besaran ke atmosfer. Proses mineralisasi sangat diperlukan dalam merombak bahan organik menjadi mineral yang tersedia bagi tanaman. Demikian juga proses oksidasi yang merupakan proses degradasi material menjadi bentuk dan manfaat yang lain. Proses-proses tersebut berlangsung secara alami di dalam suatu ekosistem, sedangkan intervensi manusia dapat berakibat mempercepat aupun memperlambat proses-proses tersebut