• Tidak ada hasil yang ditemukan

xxii terhadap sumberdaya ini, termasuk lembaga pemerintahan, peneliti,

ANALISIS: SDA, KEBIJAKAN, FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

3.3 Analisis Data

3.3 Analisis Data

Penelitian ini mencoba menguraikan berbagai faktor yang terkait dengan pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan. Faktor pertama adalah para aktor (di luar masyarakat kawasan) yang mempengaruhi pengambilan kebijakan, karena para aktor inilah sesungguhnya para penentu kebijakan dan arah akan dibawa ke mana pengelolaan pulau kecil. Masyarakat pulau-pulau kecil sendiri, di sisi lain sesungguhnya selalu dalam keadaan siap mendukung kebijakan pengelolaan yang diterapkan, selama kebijakan pengelolaan dimaksud dapat memenuhi harapan masyarakat lokal untuk dapat memperbaiki kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan mereka. Para aktor tersebut meliputi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha/korporat/investor, serta institusi non birokrasi (perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama).

Faktor berikutnya adalah isu-isu yang selalu berkembang dan mempengaruhi para aktor tersebut dalam mengambil keputusannya, yaitu kondisi politik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Berkaitan dengan lingkungan, isu pelestarian lingkungan adalah isu internasional yang tidak mungkin dihindari, khususnya di era globalisasi, di mana semua negara dituntut untuk memanfaatkan sumberdaya secara bijak demi kelestarian lingkungan bagi umat manusia di masa mendatang. Hal ini menuntut disusunnya suatu alternatif strategi pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan sesuai kondisi eksisting yang ada.

3.3.1 Penyusunan alternatif strategi

Mempertimbangkan karakteristik dan adanya keterbatasan daya dukung pulau-pulau kecil, maka dibutuhkan suatu kegiatan pengelolaan yang sifatnya dapat memanfaatkan sumberdaya alam kelautan, perikanan dan jasa lingkungan pulau-pulau kecil tidak hanya demi pertumbuhan ekonomi semata, namun harus

diiringi dengan upaya pelestarian sumberdaya alam itu sendiri, seperti misalnya kegiatan wisata bahari.

Kegiatan wisata bahari adalah suatu kegiatan yang mutlak membutuhkan terjaganya sumberdaya alam dan perairan pulau-pulau kecil demi berlangsungnya segala aktivitas bisnis di dalamnya. Mengingat masyarakat pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, maka kegiatan wisata bahari di Kawasan Kapoposan selayaknya dapat menjadi mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pulau, sehingga perlu disusun beberapa alternatif strategi sebagaimana berikut:

Alternatif 1 : Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut. Alternatif 2 : Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan

Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut dan perikanan tangkap.

Alternatif 3 : Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama perikanan tangkap.

Alternatif 4 : Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan berbasis konservasi.

3.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Proses analisis AHP dalam penelitian ini meliputi:

1) Penyusunan hirarki. Aktor-aktor terkait dalam penelitian ini dijadikan responden untuk menentukan prioritas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan di Kawasan Kapoposan. Aktor di tingkat pusat meliputi para pejabat Eselon II dan III lingkup Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil-Departemen Kelautan dan Perikanan, dunia usaha (pengusaha wisata bahari), dan institusi non birokrasi (perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat). Aktor di tingkat Kabupaten Pangkep meliputi Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Kantor Perizinan Satu Atap, BKPMD, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama.

2) Penentuan prioritas. Perhitungan bobot dalam penentuan prioritas dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software expert choice. Nilai konsistensi yang didapat dari software ini berguna untuk nenunjukkan bahwa penilaian pada pengisian kuesioner termasuk konsisten.

Penilaian kriteria dan alternatif dengan menggunakan skala angka Saaty (1993), mulai dari 1 yang menggambarkan antara satu atribut terhadap atribut lainnya ‘sama penting’ dan untuk atribut yang sama selalu bernilai 1, sampai dengan 9 yang menggambarkan satu atribut ekstrim pentingnya terhadap atribut lainnya. Bentuk hirarki dengan fokus pola pengelolaan gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan yang berkelanjutan seperti disampaikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Hirarki pola pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan.

POLA PENGELOLAAN GUGUSAN PULAU-PULAU KECIL DI KAWASAN KAPOPOSAN YANG BERKELANJUTAN

Fokus

Kriteria Politik Ekonomi Sosial Budaya Lingkungan

Sub Kriteria - Kesenjangan pembangunan - Kebijakan berbasis kelautan - Pemberdayaan PPK sebagai isu baru nasional - Implementasi wawasan nusantara - Infrastruktur dasar - Proporsi anggaran pembangunan kelautan - Ketersediaan lapangan kerja - Minat investasi di PPK - Kualitas SDM - Globalisasi - Kearifan lokal masyarakat - Pengaruh negatif budaya asing - Konservasi - PPK rentan terhadap perubahan lingkungan - Tata ruang dan zonasi - Sumberdaya jasa kelautan Alternatif Aktor PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH DUNIA USAHA INSTITUSI NON BIROKRASI Alternatif 1: Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut. Alternatif 2: Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama kegiatan budidaya laut dan

perikanan tangkap. Alternatif 3: Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan bersama perikanan tangkap. Alternatif 4: Kegiatan wisata bahari di pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dikembangkan berbasis konservasi.

3.3.3 SWOT(Strenghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats)

Analisis strategi kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dilakukan dengan menggunakan SWOT (Rangkuti, 2000), yang didahului dengan pembuatan matriks IFAS (internal strategic factor analysis summary) dan EFAS (external strategic factor analysis summary), yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan strengths (kekuatan) dan opportunities (peluang), namun secara bersamaan dapat meminimalkan weaknesses (kelemahan) dan threats (ancaman), dengan kombinasi strategi seperti disampaikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kombinasi strategi dalam SWOT

IFAS

EFAS STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

OPPORTUNITIES (O)

STRATEGI S – O

Untuk menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI W – O Untuk menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang THREATS (T) STRATEGI S – T

Untuk menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI W – T

Untuk menciptakan strategi yang

meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber: Rangkuti (2000).

Penyusunan matriks IFAS dan EFAS dilakukan sebagai berikut: 1) melakukan identifikasi atas faktor-faktor:

(1) IFAS: kekuatan dan kelemahan (2) EFAS: peluang dan ancaman

2) pembobotan terhadap masing-masing faktor, mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting). Skor jumlah bobot untuk keseluruhan faktor adalah 1,00. Nilai bobot diperoleh dari prioritas pada hasil AHP.

3) Penentuan rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruhnya terhadap permasalahan. Nilai rating mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor). Pemberian nilai rating:

(1) IFAS: kekuatan bersifat positif (semakin besar kekuatan semakin besar pula nilai rating yang diberikan), sedangkan untuk kelemahan dilakukan sebaliknya (semakin besar kelemahan semakin kecil nilai rating yang diberikan).

(2) EFAS: peluang bersifat positif (semakin besar peluang semakin besar pula nilai rating yang diberikan), sedangkan untuk ancaman dilakukan sebaliknya (semakin besar ancaman semakin kecil nilai rating yang diberikan).

4) Dilakukan perkalian bobot dengan rating untuk menentukan skor terbobot dari masing-masing faktor.

5) Jumlah dari skor terbobot menentukan kondisi sistem atau organisasi: (1) IFAS: Jika nilai total skor terbobot ≥ 2,5 berarti kondisi internal memiliki

kekuatan untuk mengatasi kelemahan.

(2) EFAS: Jika nilai total skor terbobot ≥ 2,5 berarti kondisi eksternal memiliki

peluang untuk mengatasi ancaman.

Marimin (2004), menyatakan bahwa posisi kondisi internal dan eksternal dapat dikelompokkan dalam empat kuadran, yaitu:

1) Kuadran I: merupakan posisi yang sangat menguntungkan dengan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi agresif.

2) Kuadran II: merupakan posisi yang menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi diversifikasi.

3) Kuadran III: merupakan posisi yang memiliki peluang yang sangat besar, namun harus meminimalkan kelemahan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi turn around.

4) Kuadran IV: merupakan posisi yang sangat tidak menguntungkan karena menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah strategi defensif.

3.3.4 Pendekatan dengan pola sistem SMO (Subyek-Metoda-Obyek)

Penyusunan pola pengelolaan gugusan pulau-pulau kecil di Kawasan Kapoposan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan sistem (systems approacch), yaitu suatu upaya pemecahan masalah yang didasarkan pertimbangan bahwa masalah yang dihadapi tersebut diasumsikan sebagai

suatu sistem terbuka, sehingga dengan memahami struktur, proses, umpan balik dan karakteristik dari sistem yang dihadapi akan dapat dipecahkan secara lebih sistematis, sistemik, efisien dan efektif. Menurut Tunas (2007), penggunaan pendekatan sistem soft systems approacch banyak dikonsentrasikan kepada penanganan terhadap ketidaksetujuan dan konflik, terutama dalam menentukan tujuan dan perumusan masalah yang dihadapi di antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam sistem, karena adanya perbedaan atas latar belakang nilai, kepercayaan dan falsafah dari pihak-pihak yang berkepentingan dimaksud. Pendekatan sistem soft systems approacch yang digunakan adalah pola sistem SMO (Subyek-Metoda-Obyek), yang banyak dipakai untuk mengatasi masalah yang tidak begitu jelas dan sulit dikuantitatifkan, seperti disampaikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Pendekatan sistem dengan pola SMO (Sumber: Tunas, 2007).

Pola SMO (Subyek-Metoda-Obyek) menurut Tunas (2007) merupakan pola yang bermanfaat untuk dipergunakan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan atau perbaikan suatu sistem yang telah ada. Pola SMO dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Input, merupakan kondisi eksisting saat ini dari suatu organisasi/sistem yang akan diperbaiki atau ditingkatkan.

2) Instrumental input, adalah kebijakan dan peraturan terkait yang harus diperhatikan oleh Subyek dalam menggunakan metoda untuk memperbaiki obyek yang terkait.

3) Environmental input, merupakan lingkungan luar yang mempengaruhi sistem seperti faktor politik, sosial, ekonomi, budaya, teknologi, dan lainnya yang