• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Sistem untuk Penyusunan Pola Pengelolaan

xxii terhadap sumberdaya ini, termasuk lembaga pemerintahan, peneliti,

ANALISIS: SDA, KEBIJAKAN, FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

2.7 Pendekatan Sistem untuk Penyusunan Pola Pengelolaan

Purwaka (2008), menyatakan bahwa komponen sumberdaya terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen: sumberdaya manusia (kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal), sumberdaya alam (hayati dan nir hayati) dan sumberdaya buatan (ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum serta kelembagaan). Sedangkan komponen kegiatan pengelolaan ketiga sumberdaya dimaksud, terdiri atas tiga komponen pula yaitu komponen: planning and organizing (pengumpulan, pengolahan, analisis data dan informasi), actuating (proses pemanfaatan sumberdaya), dan controlling (pengawasan dengan sistem pemantauan/monitoring, pengendalian/control, dan pengamatan/surveillance). Berdasarkan kondisi tersebut, maka proses pengambilan keputusan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya dapat dilakukan dengan melalui pendekatan segitiga keterpaduan pengelolaan sumberdaya untuk memudahkan mengalokasikan sumberdaya dalam ruang dan waktu secara berkelanjutan, guna mewujudkan tujuan-tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan secara sistematis.

Menurut Tunas (2007), pendekatan sistem adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah, sehingga pendekatan sistem (system approach) merupakan cara untuk menangani suatu masalah berdasarkan berpikir kesisteman. Pendekatan sistem terhadap suatu masalah adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah dengan mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan masalah itu, dan mengkonsentrasikan perhatiannya kepada interaksi antara aspek-aspek yang terkait dari permasalahan tersebut. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis dan menyeluruh (sistemik). Sistemik yang dimaksud adalah suatu analisis dan evaluasi yang memperhatikan seluruh faktor yang dengan masalah dimaksud termasuk keterkaitan antar faktor yang bersangkutan. Pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan sistem, memperlakukan dan menganggap masalah yang bersangkutan sebagai suatu sistem, yang menganggap sistem dimaksud adalah tidak baku, namun merupakan abstraksi yang dirancang dan dirumuskan berdasarkan kepentingan pemecahan pemasalahan yang bersangkutan, sebagai suatu masalah yang tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah lain yang lebih besar jadi bersifat relatif, tidak mutlak.

Eriyatno (2003), menyatakan bahwa pendekatan sistem (system approach) tidak hanya mendekati satu segi saja, namun memperhatikan pula beberapa segi lain secara obyektif, dengan melakukan pengelolaan berbagai fungsi dan elemen sistem ke dalam kesatuan yang utuh dan terpadu. Metode pendekatan sistem itu sendiri mencakup beberapa tahapan meliputi:

1) Analisis sebagai upaya untuk dapat memahami kinerja dan tingkah laku sistem yang mencakup enam tahapan yaitu: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif

sistem, (5) determinasi dari realitas fisik, sosial dan politik, serta (6) penentuan kelayakan ekonomi dan finansial.

2) Permodelan sebagai suatu pemilihan dari karakteristik perwakilan abstrak yang paling tepat pada situasi yang terjadi. Permodelan mencakup tujuh tahapan yaitu: (1) seleksi konsep, (2) rekayasa model, (3) implementasi komputer, (4) validasi model, (5) analisis sensitivitas, (6) analisis stabilitas, dan (7) aplikasi model.

Hartrisari (2007) menyatakan pula bahwa, model sistem dinamis merupakan gambaran dari suatu kondisi/sistem nyata, yang dapat digunakan untuk mempelajari tingkah laku sistem pada pengujian di berbagai kondisi. Model dinamis mengorganisasikan struktur, alur informasi dan kebijakan secara komputerisasi. Simulasi komputer menghasilkan suatu representasi yang dapat mempelajari kondisi suatu sistem, sekaligus memperlihatkan adanya perubahan input dalam rangka memperbaiki suatu sistem. Pembuatan model terdiri dari dua bagian yaitu: (1) bagian konsep, meliputi identifikasi, konseptualisasi dan simulasi; dan (2) bagian teknik sebagai penerapan dari model yang dibangun.

Keberhasilan implementasi pola pengelolaan dapat dianalisis dengan menggunakan teknik interpretative structural modelling atau ISM, yang merupakan suatu permodelan deskriptif yang bernilai efektif bagi proses perencanaan jangka panjang yang bersifat strategis, karena perencanaan dimaksud meliputi suatu totalitas sistem yang tidak dapat dianalisis bagian demi bagian, namun harus dipahami secara keseluruhan (holistik). Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Teknik ISM memberikan lingkungan yang sangat sempurna untuk memperkaya dan memperluas sudut pandang dalam konstruksi sistem yang cukup kompleks, sehingga dapat menganalisis elemen-elemen sistem serta memecahkannya dalam bentuk gafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hirarki. Elemen-elemen dapat merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, faktor-faktor penilaian, dan lain-lain, dengan hubungan langsung dalam konteks-konteks yang beragam (beraitan dengan hubungan kontekstual. Hal ini menjadi penting, mengingat bahwa dalam perencanaan strategis umumnya data dan informasi yang tersedia bersifat kualitatif dan normatif sehingga kurang tepat jika dianalisis dengan menggunakan teknik penelitian operasional atau metode statistik deskriptif (Eriyatno 2003; Marimin 2004).

Eriyatno (2003) menyatakan bahwa metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan kalsifikasi sub elemen, dengan prinsip dasar adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang

berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Menentukan jenjang dilakukan melalui lima pendekatan kriteria, yaitu: 1) Kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat;

2) Frekuensi relatif dari oksilasi (guncangan) di mana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang di atas;

3) Konteks di mana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas;

4) Liputan di mana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah;

5) Hubungan fungsional, di mana tingkat yang lebih tingi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya.

Teknik ISM memberikan basis analisis di mana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis yang dapat dibagi menjadi sembilan elemen meliputi:

1) Sektor masyarakat yang terpengaruh 2) Keutuhan dari program

3) Kendala utama

4) Perubahan yang dimungkinkan 5) Tujuan dari program

6) Tolok ukur untuk setiap tujuan 7) Aktivitas yang dibutuhkan

8) Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai 9) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program