• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA

3.3. Analisis Data

3.3.2 Analisis Daya Dukung Lingkungan

Menurut Ortolano (1994) bahwa dalam menganalisis daya dukung, terdapat dua faktor yang penting untuk dipertimbangkan yaitu yang terkait dengan:

a) Peubah pertumbuhan (growth variable), yaitu peubah pertumbuhan dapat direpresentasikan sebagai populasi atau ukuran kegiatan manusia

b) Faktor pembatas (limiting factor), yaitu sumberdaya alam, infrastruktur fisik dan elemen – elemen lain ketersediannya tidak berada dalam jumah yang terbatas sehingga faktor ini dapat menjadi kendala untuk faktor peubah pertumbuhan .

Widigdo (2004) mengemukakan bahwa penentu daya dukung suatu wilayah adalah :

(1) Kondisi biogeofisik wilayah, dan (2) permintaan manusia akan sumberdaya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan paradigma ini maka metode penghitungan daya dukung kawasan pesisir tersebut dilakukan dengan menganalisis:

(1) Kondisi (variables) biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan, dan (2) Variables sosekbud yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap wilayah pesisir, akan Sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir.

3.3.2.1. Analisis Daya Dukung Budidaya KJA dan Rumput Laut

- Daya Dukung KJA. Penentuan daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan di Pantai Kota Makassar mengacu pada berbagai paramater yang digunakan dalam analisis kesesuaian. Berdasarkan pengukuran berbagai parameter yang menjadi acuan maka ditentukan luasan areal budidaya perikanan Karamba Jaring Apung (KJA) yang dimungkinkan. Parameter tersebut antara lain:

a. Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai. Luas lahan (areal

perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan.

b. Kapasitas lahan perairan. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk

kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang berbeda adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000), yaitu dengan luas (12 x 12) m2 = 144 m2 = 0,00014 km2

c. Luasan unit rakit KJA. Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang

menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x3) m

.

3

d. Daya Dukung Lahan. Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan

maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial.

.

Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya KJA dapat dianalisis dengan formula sebagai berikut : DDLKJA = LLS x KL

dimana : DDLKJA

LLS = Luas lahan sesuai (ha)

= Daya dukung lahan budidaya dengan KJA (ha) KL = Kapasitas lahan (ha)

Sedangkan untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana : JUBKJA

DDL = Daya dukung lahan (ha)

= Jumlah unit budidaya dengan KJA (unit) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)

- Daya Dukung Budidaya Rumput Laut : Daya dukung lahan budidaya rumput

laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya yang sesuai (katagori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain;

a. Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai

Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat di peroleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan GIS.

b. Kapasitas lahan perairan

Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut

KL = = =

Dimana : KL = Kapasitas Lahan ∆ L = L2 – L L 1 1 LUB DDL JUBKJA =

= Luas unit budidaya % 100 x L L ∆ % 100 x L L L 2 1 2− % 100 x l p l p l p 2 2 1 1 2 2 −

L2 l

= Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya 1

l

= lebar unit budidaya 2

p

= lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya 1

p

= panjang unit budidaya 2

= panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya c. Luasan Unit Budidaya

Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan.

d. Daya Dukung Lahan

Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial.

Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

DDLRL dimana : DDL

= LLS x KL RL

LLS = Luas lahan sesuai (ha)

= Daya dukung lahan budidaya rumput laut (ha) KL = Kapasitas lahan (ha)

Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :

dimana : JUB RL

DDL = Daya dukung lahan (ha)

= Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)

3.3.2.2 Analisis Daya Dukung Wisata

Analisis daya dukung pada pengembangan wisata mengacu kepada konsep ekowisata bahari yang dikelompokkan kedalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga dan menikmati pemandangan. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata pantai yaitu dengan pendekatan konsep Daya Dukung

LUB DDL JUB

Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK dapat dihitung dengan formula:

Dimana :

DDK = Daya dukung kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.

Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Jenis Kegiatan K (∑ Pengunjung) Unit Area (Lt) Keterangan Selam

2 1000 m Setiap 2 orang dalam 100 m x 10 m

2

Snorkling 1 250 m2 Setiap 1 orang dalam 50 x 5 m Wisata

Mangrove 1 50 m

Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m 2

Rekreasi Pantai 1 50 m2 1 orang setiap panjang pantai Wisata Olah

Raga 1 50 m

1 orang setiap 50 m panjang pantai

2

Sumber : Yulianda (2007)

Daya dukung kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata selam ditentukan sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horisontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya. Wp Wt x Lt Lp x K DDK =

Tabel 8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan

Wp – (jam)

Total waktu 1 hari Wt – (jam) 1 Selam 2 8 2 Snorkling 3 6 3 Berenang 2 4 4 Berperahu 1 8 5 Berjemur 2 4 6 Rekreasi pantai 3 6

7 Olah raga air 2 4

8 Memancing 3 6

9 Wisata mangrove 2 8

10 Wisata lamun dan

ekosistem lainnya 2 4

11 Wisata satwa 2 4

Sumber: Yulianda (2007)

Khusus untuk wisata selam luas terumbu karang mempertimbangkan kondisi komunitas karang. Persen tutupan karang menggambarkan kondisi dan daya dukung karang. Jika kondisi komunitas karang disuatu kawasan baik dengan tutupan 76%, maka luas area selam di terumbu karang yang dapat dimanfaatkan adalah 76% dari luas hamparan karang (Yulianda, 2007).