3.1. Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pantai Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan mulai bulan Juni sampai Oktober 2010. Lokasi dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa:
a). Pantai kota Makassar memiliki tingkat pemanfaatan yang telatif tinggi dan bersifat multi dimensi untuk berbagai tujuan pembangunan seperti kegiatan reklamasi untuk pemukiman dan bisnis, perikanan, pelayaran, wisata dan lainnya. b). Terdapat dinamika pencemaran perairan pantai kota akibat dari aliran limbah dan kanal yang berasal dari berbagai kegiatan yang ada di sepanjang pantai kota dan sumbangan limbah yang berasal dari berbagai aktivitas daratan
TAMALANREA
P. Samalona P. Lae-lae Caddi P. Bonetambung
*Ket : 1. S Jenneberang 2. Muara Sungai Jenneberang 3.Kawasan Tanjung Bunga 4.Pantai Losasi/laguna 5. Kawasan pelabuhan 6. Potere 7. Sungai Tallo 8. Muara Sungai Tallo
Gambar 2 Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Makassar
3.1.1. Batasan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak antara 119024’17’38” bujur timur dan 508’6’9” lintang selatan yang berbatasan Kabupaten Pangkep di sebelah utara, Kabupaten Maros disebelah timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Selat Makassar di sebelah barat. Batas wilayah penelitian meliputi DAS Jeneberang dan DAS Tallo utamanya daerah yang berada dihulu yang terkait dengan laut Batas studi ini ditentukan 4 mil dari garis pantai hal ini terkait dengan ruang penyebaran limbah diperairan pantai Kota Makassar yang dibawa oleh aliran Sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta kanal-kanal kota yang kesemuanya bermuara di pantai Kota Makassar, adapun batas wilayah darat berkaitan pada wilayah pesisir yang masih dipengaruhi oleh aktivitas laut
3.2 Metodologi Pengumpulan Data
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan pertimbangan kondisi wilayah penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan studi literatur dan metode survei. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data kerat lintang (cross section) dan data deret waktu (time series). Dasar pertimbangan penggunaan kedua jenis data adalah beberapa variabel dengan tingkat keragaman tinggi hanya terdapat pada satu jenis data, sehingga kedua jenis data dikumpulkan dan digunakan secara bersamaan saling melengkapi dan berdasarkan pencapaian tujuan dan target penelitian
3.2.1 Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap kualitas perairan. Tahap pertama dilakukan dengan menentukan stasiun pengamatan dan pengukuran. Stasiun pengukuran direncanakan terdiri dari 8 statasiun pada gambar 2, yakni 1) Sungai Jenneberang 2)Muara sungai Jenneberang 3) daerah wisata Tanjung Bunga 4) Daerah losari/ laguna 5) kawasan pelabuhan 6) kawasan Potere 7) Sungai Tallo 8) muara Sungai Tallo
Penentuan stasiun dan penetapan parameter yang diukur didasarkan terutama pada :
- Keterwakilan wilayah dan aktivitas yang menjadi sumber pencemar seperti rumah tangga, industry dan wisata serta perikanan
- Ketentuan jenis-jenis parameter yang ditetapkan berdasarkan dalam standar baku mutu air laut untuk wisata dan perikanan
Sementara itu untuk pengukuran faktor sosial dan ekonomi dilakukan dengan interview dengan metode deep interview secara terstruktur terhadap kelompok sampel yang telah ditentukan dari berbagai macam aktivitas yang ada di daerah pesisir dan lautan Kota Makassar. Wawancara terhadap responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang ditunjang dengan observasi langsung terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pengguna lahan (stakeholders) terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan pencemaran dan aktivitas wisata pantai dan perikanan
- Data Kualitas fisik dan Kimia Perairan
Data tentang kualitas biofisik meliputi data fisik seperti suhu, kekeruhan, salinitas, kedalaman, dan data kimia seperti, Suhu,, pH, Salinitas, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), NO3
Tabel 5 Parameter kualitas air yang diukur dan metode analisisnya
-N,. Beberapa parameter kualitas air serta metode pengukurannya didasarkan pada peruntukkan untuk kegiatan perikanan dan wisata dan mengacu pada Kepmen LH No 51 tahun 2004. Metode analisis dan metode pengukurannya disajikan pada tabel
Parameter Satuan Metode /alat Lokasi
I. Fisika
- Data pencemaran
Pencemaran perairan pantai kota terdiri dari limbah organik dan anorganik. Data beban limbah diperoleh melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai yang kemudian dibandingkan dengan baku mutu
- Tata Guna lahan
Data berupa peta tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya yang saat ini dan perkembangan pengguanaan lahan beberapa tahun sebelumnya (temporal). Untuk diperlukan beberapa jenis data diantaranya Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta bathimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat
- Data Sosial dan Ekonomi
Data Jumlah unit usaha, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata, dan sebaran penduduk di kawasan pantai
3.2.2 Data Sekunder
Metode Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan berbagai laporan dari berbagai lembaga dan instansi yang terkait serta penelusuran berbagai pustaka yang ada. Jenis-jenis data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber berkaitan dengan berbagai hal yang dikaji dalam penelitian ini
Berbagai komponen data serta peramater yang diukur dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 Komponen data dan Parameter yang diukur
No. Komponen Data Parameter
Data Primer
1. Kualitas Biofisik dan kimia Perairan
Total suspended Solid (TSS), Suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia(BOD), kebutuhan oksigen kima (COD) NO3-N, PO4
2.
, pH, salinitas, kecepatan arus, suhu dan kecerahan Laju pencemaran
3 Data Peta Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta batimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat
4. Kebijakan
pembangunan dan pemanfaatan pantai kota makassar
Rencana Tata uang Wilayah pantai Kota Makassar serta Berbagai kebijakan pemerintah, (dinas perikanan dan kelautan, pariwisata, dan lainnya 5 Data Sosial dan
Ekonomi
Jumlah unit usaha Perikanan dan wisata, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata
Data Sekunder
1. Kondisi ekologi daerah pantai Kota Makassar
Data perubahan kondisi lahan, kualitas Air dan perubahan pemanfatan lahan pesisir
2 Perikanan dan Wisata Lokasi budidaya laut, Tempat Pelelangan Ikan, Pelabuhan Pendaratan Ikan, Jumlah pengunjung di tempat wisata, retribusi dan pendapatan daerah wisata
3 Data Sosial dan Ekonomi
Tingkat keuntungan usaha budidaya dan wisata pantai
Data sekunder yang dikumpulkan berkaitan dengan data kualitas air, kondisi geografi, perubahan tataguna lahan, Rencana Tata ruang dan administrasi wilayah, iklim, pemanfaatan wilayah pesisir dan laut, kondisi penduduk, keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan dan perikanan, serta tentang kondisi perikanan secara umum. Komponen data tersebut diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar , Kantor Pemerintahan Daerah, Pariwisata dan Biro Pusat Statistik (BPS) serta intansi terkait lainnya
3.3. Analisis Data
3.3.1 Analisis Pencemaran 3.3.1.1 Analisis Beban Limbah
Beban limbah yang berasal dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3
Q = V.A
/det) dengan konsentrasi limbah (mg/L). Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu :
Keterangan:
Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink,1993): BL = Q x C
Keterangan:
BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det) Q = Debit sungai/kanal (m3
C = Konsentrasi limbah (mg/L) /det)
Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 3.3.1.2. Analisis Kapasitas Asimilasi
x 3600 x 24 x 30
Pendugaan nilai kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi biota dan budidaya berdasarkan Kep.Men KLH No. 51/Men-KLH/2004 dari titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian diketahui waktu (tahun) terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi (Dahuri, 1999). Metode ini adalah yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Kelemahan dari metode ini adalah hanya berdasarkan pada hubungan kualitas air dan beban limbahnya, tanpa memperhatikan berbagai dinamika perairan yang ada.
Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)
Baku mutu
Kapasitas asimilasi Beban limbah Konsentrasi
Pencemaran pantai Kota Makassar secara matematis ditulis sebagai berikut :
y = f (x)
Secara maematis persamaan regresi linear dapat ditulis sebagai berikut : y = a + bx
Keterangan : x = Nilai parameter di sungai/kanal y = Nilai parameter di muara/pantai a = nilai tengah/rataan umum
b = keofisien regresi untuk parameter di sungai dan kanal
Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999) Asumsi :
1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan dalam penelitian
2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan tersebut. 3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di perairan
atau di laut tidak diperhitungkan. Beban Limbah Konsentrasi Pencemar Baku mutu Kapasitas asimilasi
3.3.1.3 Analisis Tingkat Pencemaran (Indeks pencemaran)
Tingkat pencemaran ditentukan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu BOD, COD, DO, pH. Adapun persamaan yang digunakan:
= Indeks polusi bagi peruntukan air ij
C
= konsentrasi parameter untuk baku mutu peruntukan i
Karena pengukuran dalam metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan C
= Konsentrasi parameter kualitas air
acuan polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus Numerow (1991)
Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau
tidaknya dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter
tertentu. Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut:
ij
3.3.2 Analisis Daya Dukung Lingkungan
Menurut Ortolano (1994) bahwa dalam menganalisis daya dukung, terdapat dua faktor yang penting untuk dipertimbangkan yaitu yang terkait dengan:
a) Peubah pertumbuhan (growth variable), yaitu peubah pertumbuhan dapat direpresentasikan sebagai populasi atau ukuran kegiatan manusia
b) Faktor pembatas (limiting factor), yaitu sumberdaya alam, infrastruktur fisik dan elemen – elemen lain ketersediannya tidak berada dalam jumah yang terbatas sehingga faktor ini dapat menjadi kendala untuk faktor peubah pertumbuhan .
Widigdo (2004) mengemukakan bahwa penentu daya dukung suatu wilayah adalah :
(1) Kondisi (variables) biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan, dan (2) Variables sosekbud yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap wilayah pesisir, akan Sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir.
3.3.2.1. Analisis Daya Dukung Budidaya KJA dan Rumput Laut
- Daya Dukung KJA. Penentuan daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan di Pantai Kota Makassar mengacu pada berbagai paramater yang digunakan dalam analisis kesesuaian. Berdasarkan pengukuran berbagai parameter yang menjadi acuan maka ditentukan luasan areal budidaya perikanan Karamba Jaring Apung (KJA) yang dimungkinkan. Parameter tersebut antara lain:
a. Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai. Luas lahan (areal
perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan.
b. Kapasitas lahan perairan. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk
kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang berbeda adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000), yaitu dengan luas (12 x 12) m2 = 144 m2 = 0,00014 km2
c. Luasan unit rakit KJA. Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang
menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x3) m
.
3
d. Daya Dukung Lahan. Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan
maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial.
.
dimana : DDLKJA
LLS = Luas lahan sesuai (ha)
= Daya dukung lahan budidaya dengan KJA (ha) KL = Kapasitas lahan (ha)
Sedangkan untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :
Dimana : JUBKJA
DDL = Daya dukung lahan (ha)
= Jumlah unit budidaya dengan KJA (unit) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)
- Daya Dukung Budidaya Rumput Laut : Daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya yang sesuai (katagori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain;
a. Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai
Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat di peroleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan GIS.
b. Kapasitas lahan perairan
Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut
L2 c. Luasan Unit Budidaya
Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan.
d. Daya Dukung Lahan
Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial.
Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
DDLRL
Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :
dimana : JUB RL
DDL = Daya dukung lahan (ha)
= Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)
3.3.2.2 Analisis Daya Dukung Wisata
Analisis daya dukung pada pengembangan wisata mengacu kepada konsep ekowisata bahari yang dikelompokkan kedalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga dan menikmati pemandangan. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata pantai yaitu dengan pendekatan konsep Daya Dukung
LUB DDL JUB
Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK dapat dihitung dengan formula:
Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari
Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.
Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)
Jenis Kegiatan
K (∑
Pengunjung)
Unit
Area (Lt) Keterangan Selam
Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m
2
Rekreasi Pantai 1 50 m2 1 orang setiap panjang pantai Wisata Olah
Raga 1 50 m
1 orang setiap 50 m panjang pantai
2
Sumber : Yulianda (2007)
Tabel 8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan
Wp – (jam)
Total waktu 1 hari Wt – (jam)
Khusus untuk wisata selam luas terumbu karang mempertimbangkan kondisi komunitas karang. Persen tutupan karang menggambarkan kondisi dan daya dukung karang. Jika kondisi komunitas karang disuatu kawasan baik dengan tutupan 76%, maka luas area selam di terumbu karang yang dapat dimanfaatkan adalah 76% dari luas hamparan karang (Yulianda, 2007).
3.3.3. Analisis Sistem dan Pemodelan
Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno,1999).
Prosedur analisis sistem meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem diagram lingkar sebab-akibat kemudian diinterpretasikan untuk membangun konsep kotak gelap (black box) diagram input-output. Diagram input-output merepresentasikan input lingkungan, input terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta manajemen pengendalian.. Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi actual. Tujuannya adalah untuk menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat, sehingga dapat dibangun struktur modelnya. Teknik kuantitatif dan simulasi digunakan untuk mengkaji keterkaitan antar peubah dalam sebuah model (Eriyatno, 1999).
Gambar 4. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) Model Pengelolaan Wisata dan Perikanan Berkelanjutan di Pantai Kota Makassar
Dalam simulasi model pemanfaatan wilayah pantai Makassar untuk kegiatan Wisata pantai dan perikanan, optimasi ini akan dilakukan tiga skenario, yaitu :
1. Skenario laju pencemaran pantai kota (ekologi), perkembangan berbagai faktor ekonomi dan sosial serta kegiatan pemanfataan untuk wisata dan perikanan seperti kondisi sekarang.
2. Skenario pesimis, meningkatkatkan laju pencemaran (tekanan ekologi), dan tekanan sosial ekonomi terhadap kegiatan wisata pantai dan perikanan terpadu. 3. Skenario optimis, laju pencemaran dikendalikan dan faktor sosial dan ekonomi yang kondusif untuk mendukung wisata pantai dan perikanan.
Analisis model optimalisasi ini akan menggunakan alat bantu perangkat lunak stella versi 9.0.2 (High PerformanceSystem, Inc., 2007).
Tabel 9 Tujuan dan metode analisis model pengelolaan wisata pantai dan perikanan
NO Tujuan Metode analisis
1 Mengukur kondisi fisika dan kimia perairan pantai Kota Makassar
- Pengukuran data lapangan dan analisis laboratorium untuk parameter : Kecepatan arus, pH, Suhu,, salinitas, Disolved
Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), COD, NO3,PO4
2 Mengetahui Daya dukung untuk Wisata dan Perikanan
- Pengukuran daya dukung lahan untuk kegiatan wisata pantai dan perikanan budidaya KJA serta rumput laut
3 Mengetahui tingkat laju pencemaran
- Mengukur beban limbah, indeks pencemaran kapasitas asimilasi
4
Mengetahui pengaruh berbagai faktor sosial pada kegiatan wisata dan
perikanan
- Menghitung tingkat pendapatan, kelayakan usaha, PDB subsektor wisata dan perikanan, daya serap tenaga kerja 5 Merancang model dinamik
pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan wisata dan perikanan
- Analisis sistem dan pemodelan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi yakni ekologi, sosial dan ekonomi dengan software stella versi 9.0.2
Gambar 5. Model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan
Analisis Pengelolaan Pantai
MODEL PENGELOLAAN PENCEMARAN PERAIRAN
PESISIR BAGI KEBERLANJUTAN PERIKANAN DAN
WISATA PANTAI KOTA MAKASSAR
HAMZAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Hamzah
HAMZAH. Management Pollution Model for Sustainability Tourism and Fisheries in Coastal Areas of Makassar City. Under direction of ACHMAD FAHRUDIN, HEFNI EFFENDI, ISMUDI MUCHSIN
Coastal areas of Makassar have a rapid development growth deployed with various activities including tourism and fisheries. Such resource utilizations have impacted coastal environment particularly its water quality. This research is intended to assess bio-physical condition, water quality, pollution loading, pollution level, land suitability, land carrying capacity for tourism and fisheries activities, and to develop sustainable management model of the activities for the coastal area. Geographical information system was applied to determine land suitability, whereas computation of pollution total loading, assimilative capacity, and pollution index were applied to determine water quality. Sustainable management model was developed using Stella version 9.0.2 software. Research results showed that the coastal area of Makassar was generally suitable for tourism and fisheries activities, with exclusion in several locations. Furthermore, pollution loading from Jenneberang and Tallo rivers along with several major water channels was high. Pollution index of Jenneberang river, harbor, and Tallo river stations were low, and pollution index for Tanjung Bunga, Losari beach, Potere, downstream of Tallo river, Panampu channel, Benteng, H Bau, and Jongaya stations were moderate. Amongst measured water quality parameters, only BOD5 has value below allowed concentration standard, while values of other
parameters, specifically COD, NO3 and PO4,
Keywords:
have surpassed allowed
standard, and in some stations have even surpassed assimilative capacity. Modeling result using base, pessimistic, and optimistic models showed that coastal management of Makassar City can sustain if water quality of the area was preserved through pollution loading controls.
HAMZAH. Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN, HEFNI EFFENDI, ISMUDI MUCHSIN
Kota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai dengan perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang besar. Perkembangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis. Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota makassar dapat kita temui di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi kawasan ini. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan di lingkungan pantai Kota Makassar antara lain pembukaan kawasan wisata Tanjung Bunga, pembuatan anjungan pantai, pembangunan kawasan pemukiman, pusat perdagangan dan bisnis serta perhotelan. Kegiatan pemanfaatan ini bisa saja berdampak pada perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari limbah yang dihasilkan
Pencemaran yang terjadi di sepanjang pantai Kota Makassar diduga berasal dari aktivitas pemanfaatan yang ada di sepanjang kawasan tersebut. Selain itu pencemaran yang terjadi berasal dari limbah yang terbawa aliran Sungai Tallo dan Jenneberang serta aliran kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara di kawasan pantai. Jumlah dan intensitas limbah yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal berasal dari aktivitas industri, pemukiman dan wisata di daerah daratan. Kualitas perairan juga bergantung pada berbagai faktor diantaranya daya asimilasi lingkungan yang bergantung pada berbagai faktor fisik, biologi dan kimia dari perairan tersebut. Kondisi lingkungan perairan yang baik, akan memberikan dukungan pada aktifitas wisata pantai bagi masyarakat pengunjung yang akan merasa lebih nyaman. Aktifitas perikanan dapat juga dilakukan dengan baik apabila didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang baik. Kualitas lingkungan yang kurang baik akibat dari pencemaran yang terjadi pada pesisir pantai Kota Makassar dapat memberikan pengaruh pada aktivitas wisata bahari dan perikanan.
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran dan mengukur beban limbah serta kapasitas asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta kanal yang berasal dari daratan. Selain itu untuk mengetahui kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar akibat pencemaran yang terjadi sertaMembuat model pengelolaan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar
spasial dengan pendekatan Sistim Informasi Geografis (SIG), sedangkan untuk mengetahui kualitas perairan pantai dilakukan perhitungan jumlah beban limbah, kapasitas asimilasi perairan dan mengukur indeks pencemaran dari limbah yang masuk melalui sungai dan kanal. Untuk mengetahui keberlanjutan dari pemanfaatan wisata dan perikanan dianalisi dengan membuat model dinamik dengan bantuan software stella versi 9.0.2 yang dibuat dalam 3 skenario yakni basis model, skenario pesismis dan optimis, yang selanjutnya dibuat rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan.
Hasil perhitungan daya dukung lahan untuk KJA 8,796 ha, jumlah unit KJA yang dapat di dukung adalah 3.258 unit. Dengan menggunakan metode budidaya sistem long line dengan ukuran 40 x 60 m dan kapasitas lahan yang memungkinkan 50% dari kapasitas lahan, diperoleh 231 unit pada kawasan seluas 554,25 ha. Daya dukung wisata pantai: P kayangan 15 orang;P Lae-lae 53 orang; Tanjung Bayam, Tanjung Bunga dan Akarena 162 orang; pantai Losari 137 orang; Pantai Barombong 47 orang, sedang daya dukung untuk kegiatan wisata selam pada perairan pantai kota Makassar adalah 344 org/hari.
Hasil analisis kualitas perairan menunjukkan bahwa aliran beban limbah yang berasal dari sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta beberapa kanal utama yang bermuara di pantai kota Makassar cukup tinggi. Beban limbah bulanan rata-rata (ton/bulan) adalah BOD5 25596.42, COD 146178.40, NO3
227.82, PO4 1565.28. Indeks pencemaran yang menunjukkan tingkat pencemaran
menunjukkan bahwa Sungai Jenneberang, Muara Sungai Jenneberang, Pelabuhan, Sungai Tallo tercemar ringan, sedangkan stasiun Tanjung Bunga, Pantai losari, Potere, Muara Sungai Tallo, Kanal Panampu, Benteng, H Bau, Jongaya termasuk tercemar sedang.Parameter limbah yang belum melampaui kapsitas asimilasi karena mempunyai nilai konsentrasi yang belum melewati batas baku mutu air yang diperkenankan adalah BOD5. Namun untuk parameter COD, NO3 dan PO4
Hasil analisis model pengelolaan dengan penerapan 3 skenario yakni model basis, skenario pesimis dan skenario optimis menunjukkan bahwa pengelolaan pesisir pantai Kota Makassar dapat berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan perairan yang ada dengan penerapan pengendalian beban limbah. Beberapa kebijakan yang penting dilakukan agar pengelolaan di pantai kota Makassar dapat berkelanjutan diantaranya adalah pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk, tingkat kesadaran masyarakat akan lingkungan, penyediaan instalasi pengolahan air limbah untuk setiap sumber pencemar, dan peningkatan alokasi anggaran untuk konservasi lingkungan terutama terumbu karang
telah melewati batas baku mutu dan beberapa stasiun telah melampaui kapasitas asimilasinya.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PESISIR BAGI KEBERLANJUTAN PERIKANAN DAN
WISATA PANTAI KOTA MAKASSAR
HAMZAH
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc
Makassar Nama : Hamzah NRP : C261060051
Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si
Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin
Anggota Anggota
Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phill
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan karunia dan rakhmat-Nya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Tema yang penulis kaji adalah pengelolaan pencemaran pantai dengan judul Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Kota Makassar
Tekanan terhadap ekosistem pantai kota dan kualitas perairan pesisir terjadi semakin tinggi akibat Pemanfaatan sumberdaya pesisir pantai yang dilakukan untuk kepentingan pembangunan, terutama beban pencemaran . Hal ini sering terjadi untuk wilayah pesisir yang berada dikawasan perkotaan seperti di Pantai Kota Makassar. Model pengelolaan pesisir dirasa sangat perlu untuk dijadikan sebagai acuan pembangunan dalam pengelolaan pesisir sekaligus memperkirakan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan pesisir
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi Pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr.Ir. Achmad Fahrudin, M.Si serta Bapak Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin dan Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phill masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan, dan dukungannya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Tak lupa ucapan terima kasih buat seluruh staf pengajar pada Program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Ucapan terima kasih pula penulis haturkan kepada Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPS, dan pimpinan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan izin studi. ucapan terima terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Koji Tanaka dan Prof okamoto Masaaki atas bimbingan dan izin yang diberikan kepada penulis selama menjalani Program Sandwich di Universitas Kyoto. Tak lupa ucapan terima kasih buat rekan-rekan di SPL yang terus memberikan semangat dan berbagai bantuan yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu
Ucapan terima kasih tak terhingga dan terhusus kepada istri tercinta Fatmawaty Amry dan anak-anakku tersayang Nurul Inayah Febriani, dan Anisah Jasmine Puspita yang telah memberikan cinta dan kasih sayang,pengertian, kesabaran, doa dan pengorbanannya, mulai dari awal studi sampai disertasi ini terselesaikan.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan perbaikannya akan sangat kami harapkan. Semoga disertasi ini bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
Bogor, Januari 2012
Hamzah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 26 Januari 1971 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan H. Tahang Dg Passanre dan Hj Intang. Selepas lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Watampone tahun 1991, penulis melanjutkan studi di Universitas Hasanuddin Makassar pada Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan S2 pada program pascasarjana Universitas Hasanuddin dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) untuk Program Studi Ekonomi Sumberdaya Alam pada tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan studi program Doktor pada program studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006 dengan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
xix 2.2 Pencemaran dan Dampak Terhadap Kualitas Perairan …….... 11 2.3 Konsep Kesesuain Lingkungan ... 13 2.4 Konsep Daya Dukung Lingkungan Perairan... 15 2.5 Sistem dan Pemodelan .……… 21 2.6 Pengindraan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) …... 23 2.7 Wisata Pantai ………... 27
4. KARAKTERISTIK UMUM WILAYAH STUDI
4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah ……… 55 4.2 Kondisi Biofisik .……….. 55 4.3 Ekosistem Pantai ……….. 62 4.4 Demografi ……… 63 4.5 Pariwisata .……… 66 4.6 Potensi dan Permasalahan Kawasan Pantai Losari Makassar . 68 4.7 Isu-isu Pengelolaan Sepanjang Pantai Kota Makassar ……… 71 4.8 Arahan Pengendalian Saat ini .………. 72
5. PENCEMARAN PANTAI KOTA MAKASSAR
xix
5.3 Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai Kota Makassar ………... 80 5.4 Hubungan Pencemaran Perairan dan Perikanan ……….. 83 5.5 Pencemaran dan Daya Dukung lingkungan Pantai ..………… 95
6. MODEL PENGELOLAAN PENCEMARAN
6.1 Penyusunan Skenario Model .……….. 103 6.2 Pembangunan Model .……….. 104 6.3 Simulasi Model Pengelolaan .……….. 107 6.4 Basis Model Pengelolaan Pencemaran ..……….. 112 6.5 Skenario Pesimis ..………... 123 6.6 Skenario Optimis ..………... 133 6.7 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Pesisir ……… 144
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ……….. 147 7.2 Saran ……… 148
DAFTAR PUSTAKA ……… 149
xix DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Baku mutu untuk kegiatan budidaya dan wisata bahari……….……. 14
2. Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir khususnya di bidang
perikanan ………. 26
3. Nilai beberapa parameter kualitas air di muara sungai Tallo
dan Jenneberang………... 35
4. Jenis dan kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan di muara
Sungai Tallo dan Sungai Jenneberang………. 36
5 Parameter kualitas air yang diukur dan metode analisisnya ………... 41
6. Komponen data dan parameter yang diukur………. 42 7. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 50
8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata …….. 51 9. Tujuan dan metode analisis model pengelolaan wisata pantai
dan perikanan……… 53 10. Jumlah penduduk menurut kecamatan, jenis kelamin dan sex rasio
di kota Makassar ………. 64
11. Jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan di kota Makassar …….
65 12. Beban pencemaran Bulanan dari Sungai. Jenneberang dan Sungai
Tallo di pantai Kota Makassar ……… 77
13. Tingkat pencemaran di lingkungan pantai kota Makassar ………….. 79
14. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan ………. 86
15. Lokasi dan daya dukung untuk wisata pantai ………. 100 16. Nilai dugaan parameter pada sub-sub model pengelolaan
pengelolaan pencemamaran pantai kota Makassar .………. 104 17. Kebijkan dan program pengelolaan pesisir Kota Makassar
xix DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Kerangka pemikiran dinamika dan dampak pencemaran terhadap
aktivitas perikanan dan wisata di pantai Kota Makassar .………. 8 2. Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk
keberlanjutan wisata dan perikanan ... 39 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri,1999) 44 4. Diagram lingkar Sebab Akibat (causal loop) model pengelolaan
wisata dan perikanan berkelanjutan di pantai Kota Makassar ... 52 5. Model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan wisata dan
perikanan di pantai Kota Makassar..……… 54 6. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Makassar 2007 – 2009 ……… 65 7. Komposisi beban limbah BOD5
77 dan COD berdasarkan aliran sungai
dan kanal ………
8. Komposisi beban limbah NO3 dan PO4 berdasarkan aliran sungai 78
dan kanal ……….
9 . Kapasitas asimilasi BOD5 dan COD di pantai Kota Makassar ……… 81
10. Kapasitas asimilasi NO3 dan PO4 di pantai Kota Makassar………….. 82
11. Sebaran suhu pada berbagai stasiun pengamatan ………. 84 12. Sebaran pH pada berbagai stasiun pengamatan………. 85 13. Sebaran kadar salinitas pada berbagai stasiun pengamatan…………... 87 14. Sebaran kadar DO pada berbagai stasiun pengamatan ………. 89 15.Sebaran kadar BOD5 pada berbagai stasiun pengamatan ………. 91
16. Sebaran kadar COD pada berbagai stasiun pengamatan ……….. 92 17. Sebaran kadar NO3pada berbagai stasiun pengamatan ………... 94
18. Sebaran kadar PO4 pada berbagai stasiun pengamatan ……… 95
19 Model pengelolaan pencemaran perairan Makassar ……… 106 20. Sub model beban limbah BOD5 ………... ……… 108
21. Sub model beban limbah COD ……… 109 22. Sub model beban limbah NO3 ... 110
23. Sub model beban limbah PO4 ……….. 111
24. Sub Model Ekonomi dan IPAL ………... 112 25. Hasil Simulasi Beban limbah BOD5 Skenario Basis ………... 113
26. Hasil Simulasi Beban limbah COD Skenario Basis ……… 114 27. Hasil simulasi beban limbah NO3 skenario basis ……… 115
28. Hasil simulasi beban limbah PO4 skenario basis ………. 115
29. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
xix
30. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah COD skenario basis ………. 117 31. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah NO3 skenario basis ...……… 118
32. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah PO4 skenario basis ...………... 119
33. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan
wisata skenario basis ……….... 120 34. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan
dan manfaat perikanan dan wisata skenario basis ………. 122 35. Hasil simulasi beban limbah BOD5 Skenario pesimis 124
36. Hasil simulasi beban limbah COD Skenario pesimis …...………... 124 37. Hasil simulasi beban limbah NO3 Skenario pesimis 125
38. Hasil simulasi beban limbah PO4 Skenario pesimis ...……….. 126
39. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
Limbah BOD5 skenario pesimis 127
40. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
Limbah COD skenario pesimis … ……… 128 41. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah NO5 skenario pesimis 129
42. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
Limbah PO4 skenario pesimis 130
43. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan
wisata skenario pesimis ………... 131 44. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan dan
manfaat perikanan dan wisata skenario pesimis ………... 133 45. Hasil simulasi beban limbah BOD5 Skenario optimis………... 134
46. Hasil simulasi beban limbah COD Skenario optimis ……….……... 135 47. Hasil simulasi beban limbah NO3 Skenario optimis 136
48. Hasil simulasi beban limbah PO4 Skenario optimis ………. 137
49. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah BOD5 skenario optimis ………. 138
50. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah COD skenario optimis ……….. 139 51. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah NO3 skenario optimis 139
52. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban
limbah PO4 skenario optimis ...………. 140
53. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan
wisata skenario optimis ………... 141 54. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan
xix
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Data Pengukuran Parameter Fisik di Pantai Kota Makassar ...…..
2 Data Pengukuran Parameter Kimia di Pantai Kota Makassar ..….. 159
3 Perhitungan beban Pencemaran bulanan pantai Kota Makassar … 160
4 Perhitungan Indeks Pencemaran Pantai Kota Makassar …………. 161 5 Sub Model beban Limbah BOD ………. 165
6 Sub Model beban Limbah COD ………. 167
7 Sub Model beban Limbah NO3 ……….. 168
8 Sub Model beban Limbah PO4 ………... 170
9 Sub Model Ekonomi IPAL ………. 172 10 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen
LH No.51/MENLH/10/2004 tentang Baku Mutu air laut untuk
wisata Bahari ………... 174
11 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen LH No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri ………..………..
1.1 Latar Belakang
Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling
padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua
pertiga dari kota-kota di dunia dengan penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa terdapat
di wilayah pantai (UNESCO, 1993; Edgen, 1993; dalam Kay dan Alder, 1999).
Keadaan serupa juga terjadi di Indonesia yang hampir 60% jumlah penduduk
kota-kota besar (seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Makassar)
menyebar di kawasan pantai (Dahuri, dkk, 2001). Pertumbuhan dan konsentrasi
penduduk yang tinggi seperti Kota Makassar mengakibatkan tekanan yang tinggi
terhadap lingkungan pantai, sepert pencemaran perairan
Berdasarkan rencana tata ruang, wilayah pantai Kota Makassar akan
menjadi berbagai kawasan yang dibagi berdasarkan kesesuaian lingkungan dan
pemanfaatannya. Kawasan-kawasan tersebut diantaranya kawasan pariwisata,
perikanan terpadu, pelabuhan terpadu, bisnis dan perdagangan serta kawasan
pemukiman. Dalam perkembangan terakhir, pantai kota Makassar telah banyak
mengalami perubahan dan perkembangan akibat dari adanya kegiatan
pembangunan. Kawasan pantai Kota Makassar sendiri telah mengalami
perubahan sesuai dengan laju pertumbuhan pembangunan yang mengalami
kendala dalam penyediaan lahan untuk pembangunan. Salah satu cara untuk
mengatasi keterbatasan lahan akibat pembangunan adalah dengan melakukan
reklamasi.
Beberapa daerah di Indonesia juga melakukan kegiatan reklamasi untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan akan lahan seperti reklamasi pantai utara
Jakarta untuk kawasan pemukiman, reklamasi laut Bali Benoa seluas 300 Ha,
Pantai utara semarang serta reklamasi pantai utara Surabaya. Pada Negara-negara
maju lainnya, kegiatan reklamasi merupakan salah satu alternative solusi dalam
mengantisipasi kebutuhan lahan untuk pembangunan. Salah satu contoh kegiatan
reklamasi pantai dan laut yang terkenal adalah Jepang yang membangun bandara
Sejak tahun 2003 pemerintah Kota Makassar menerapkan sistem
manajemen pesisir dan lautan terpadu (integrated coastal zone Management) pada
pantai kota dengan revitalisasi, yaitu upaya untuk memperbaiki kembali suatu
kawasan atau bagian kota yang dulunya baik tetapi mengalami kemunduran atau
degradasi. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik,
aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali
dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra
dari suatu tempat) (Danisworo, 2002). Kegiatan revitalisasi yang dilakukan untuk
memperbaiki kondisi perairan dan lingkungan pantai kota agar dapat mendukung
aktivitas pemanfaatan. Pendekatan pembangunan pesisir secara terpadu sangat
diperlukan mengingat adanya berbagai kegiatan pemanfaatan antara lain
pariwisata, perikanan, bisnis dan pemukiman, sehingga diharapkan berbagai jenis
kegiatan pemanfaatan pada pantai kota dapat berjalan dengan baik.
Kegiatan reklamasi di kawasan pantai kota selain memberikan manfaat
ketersediaan ruang untuk pembangunan juga akan menimbulkan sisi negatif
berupa perubahan habitat dan ekosistem seperti penurunan kualitas lingkungan,
perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi yang akan merusak ekosistem pantai
diantaranya terumbu karang dan padang lamun. Akibat-akibat negatif ini juga
akan terjadi bila kegiatan pembangunan berupa revitalisasi dan reklamasi tidak
dilakukan dengan bijak dan pertimbangan yang matang. Reklamasi dalam artian
umum adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah/pengurukan pada suatu kawasan
atau lahan yang relatif tidak berguna/masih kosong dan berair menjadi lahan
berguna. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di
tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Tekanan terhadap ekosistem pantai
kota dan kualitas perairan pesisir terjadi semakin tinggi dengan adanya proyek
Central Point of Indonesia (CPI). Proyek CPI ini sendiri telah dimulai tahun
2009, dengan membangun berbagai fasilitas di sepanjang pantai kota antara lain
museum, kawasan bisnis, taman dan lapangan golf. Luas area yang dibangun dari
reklamasi pantai adalah sekitar 157 ha
Pada berbagai aktivitas pemanfaatan yang ada di kawasan pantai Kota
Makassar seperti kegiatan wisata pantai, pemukiman, pelabuhan, dapat
adanya pencemaran dari limbah yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas yang ada.
Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah cair maupun limbah padat. Fardiaz
(1992) mengemukakan bahwa polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari
keadaan normal, dengan demikian perairan yang sudah tidak lagi berfungsi secara
normal dapat dikategorikan sebagai perairan tercemar. Ketchum (1971) lebih jauh
menegaskan bahwa pencemaran disebabkan oleh masuknya zat-zat asing ke
dalam lingkungan, sebagai akibat dari tindakan manusia, yang merubah sifat-sifat
fisik, kimia, dan biologis lingkungannya. Bahan-bahan pencemar tersebut
digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu: (1) patogenik (menyebabkan penyakit pada
manusia), (2) estetik (menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak nyaman
berdasarkan panca indera) dan (3) ekomorpik (bahan cemar yang menyebabkan
perubahan sifat sifat fisika lingkungan).
Pencemaran pada perairan pantai Makassar diduga sangat tinggi karena
terdapat 2 sungai besar yakni Jenneberang dan Tallo serta kanal dan drainase kota
yang kesemuanya bermuara di Pantai Kota Makassar. Kualitas perairan dapat
diperkirakan dengan membandingkan dengan standar baku mutu kualitas air.
Dinamika kualitas air pantai ditentukan oleh laju beban limbah yang masuk pada
perairan yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal. Selain itu tingkat pencemaran
yang ada juga berasal dari limbah yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas
pemanfaatan yang ada disepanjang pantai. Apabila pencemaran berupa limbah
yang masuk ke dalam perairan pantai kota tidak tertangani dengan baik, maka
diperkirakan daya dukung perairan pantai akan mengalami penurunan dan tidak
mampu menopang aktivitas pemanfaatan yang ada
Dalam Perda Kota Makassar No 6 tahun 2006 tentang Tata Ruang
Wilayah kota Makassar mencakup kawasan wisata pantai dan perikanan.
Aktivitas pada kawasan ini sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan ekologis
yang ada. Selain dari faktor ekologis, aktivitas pemanfaatan pada kawasan ini
juga dipengaruhi oleh faktor lain yakni kondisi sosial dan ekonomi. Berbagai
faktor sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi aktivitas wisata dan
perikanan diantaranya pertumbuhan penduduk, tingkat kesejahteraan dan tingkat
Faktor sosial seperti jumlah penduduk misalnya selain mempangaruhi
banyaknya limbah yang dihasilkan, juga mempengaruhi jumlah pengunjung serta
besarnya permintaan terhadap wisata. Jumlah konsumsi ikan yang dihasilkan dari
aktivitas perikanan, juga dpengaruhi oleh jumlah penduduk. Adapun faktor
ekonomi misalnya tingkat pendapatan akan menentukan kemampuan konsumsi
dan daya beli masyarakat yang berkaitan dengan jumlah kunjungan untuk wisata,
serta jumlah konsumsi ikan yang dihasilkan dari aktivitas perikanan yang ada di
pantai kota Makassar. Jadi keberadaan dan keberlanjutan aktivitas wisata pantai
dan perikanan yang ada di Pantai Kota Makassar bukan saja ditentukan oleh
kelayakan ekologis berupa daya dukung lingkunan, tetapi juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor sosial dan ekonomi
Beban limbah yang masuk ke parairan pesisir Kota Makassar saat ini sedang
diusahakan untuk dapat diatasi oleh pemerintah Kota Makassar. Salah satu
program yang sedang dilakukan oleh pemerintah adalah membangun sistem
pengolahan air limbah (IPAL). Dengan adanya IPAL ini diharapkan beban
limbah yang berasal dari penduduk dan industry kecil yang ada di Kota Makassar
dapat diatasi, yakni dengan mengalirkan limbah dari rumah penduduk yang
dialirkan melalui pipa-pipa limbah untuk diolah di IPAL. Setelah limbah-limbah
tersebut diolah sampai memenuhi standar yang aman bagi lingkungan, kemudian
akan dibuang ke perairan. Jadi dengan dibangunnya IPAL diharapkan akan
membuat lingkungan perairan pesisir Kota Makassar dapat bebas dari limbah.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah bagaimana IPAL tersebut dapat dibangun
oleh pemerintah mengingat biaya pembuatan IPAL yang relatif besar.
Mengacu pada uraian di atas, kegiatan pemanfaaan lingkungan pantai
untuk wisata dan perikanan terpadu yang ada di pantai Kota Makassar tidak hanya
didukung oleh faktor ekologis tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial
dan ekonomi. Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara aktivitas
pemanfaatan lingkungan pantai untuk wisata dan perikanan dengan kualitas
perairan dan ekosistem serta kondisi sosial dan ekonomi. Kualitas air yang ada di
perairan pantai yang baik, kondisi sosial dan ekonomi yang kondusif akan
mendukung aktivitas perikanan dan wisata pantai, sebaliknya wisata pantai dan
perairan pantai dari limbah atau sampah yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan
suatu penelitian yang diarahkan untuk mengelola dan mengatasi beban dan
dampak pencemaran terhadap lingkungan pesisir Kota Makassar. Selain itu
dibutuhkan suatu model dan rancangan pengelolaan pencemaran yang baik untuk
aktivitas wisata dan perikanan yang berkelanjutan di Kota Makassar.
1.2 Perumusan Masalah
Kota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai dengan
perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang
besar. Perkembangangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari
pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis.
Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota Makassar dapat
kita temui di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya
perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi
kawasan ini. Pengelolaan sumberdaya pesisir pantai Kota Makassar apakah dapat
dilakukan dengan konsep dan tujuan pemanfaatan yang terpadu dan berkelanjutan
seperti yang dikemukakan Dahuri (2001)
Pemanfaatan yang ada di pantai Kota Makassar selama ini mengalami
berbagai perkembangan yang sangat dinamis. Hal ini ditandai dengan adanya
berbagai bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya di sepanjang pantai kota
Makassar. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan di
lingkungan pantai Kota Makassar antara lain pembukaan kawasan wisata Tanjung
Bunga, pembuatan anjungan pantai, pembangunan kawasan pemukiman, pusat
perdagangan dan bisnis serta perhotelan. Kegiatan pemanfaatan ini bisa saja
berdampak pada perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari
limbah yang dihasilkan
Pencemaran di sepanjang pantai Kota Makassar diduga berasal dari
aktivitas pemanfaatan yang ada di sepanjang kawasan tersebut. Selain itu
pencemaran yang terjadi berasal dari limbah yang terbawa aliran Sungai Tallo
dan Jenneberang serta aliran kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara
di kawasan pantai. Jumlah dan intensitas limbah yang terbawa oleh aliran sungai
dan kanal berasal dari aktivitas industri, pemukiman dan pertanian di daerah
Pencemaran yang terjadi di sepanjang pantai Kota Makassar dan
kontribusi limbah yang dibawa oleh aliran sungai dan kanal akan mempengaruhi
kualitas perairan. Kualitas perairan juga bergantung pada berbagai faktor
diantaranya daya asimilasi lingkungan yang bergantung pada berbagai faktor fisik,
biologi dan kimia dari perairan tersebut. Kondisi lingkungan perairan yang baik,
akan memberikan dukungan pada aktifitas wisata pantai bagi masyarakat
pengunjung yang akan merasa lebih nyaman. Aktifitas perikanan dapat juga
dilakukan dengan baik apabila didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang
baik
Kualitas lingkungan yang kurang baik akibat dari pencemaran yang terjadi
pada pesisir pantai Kota Makassar dapat memberikan pengaruh pada aktivitas
wisata bahari dan perikanan. Pengaruh yang terjadi bukan saja pada penurunan
daya dukung terhadap aktivitas perikanan dan wisata, akan tetapi sekaligus dapat
mengancam keberlanjutannya. faktor sosial dan ekonomi diantaranya laju
pertumbuhan penduduk, industri dan perhotelan serta pemukiman juga turut
mempengaruhi keberlanjutan dari kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota
Makassar. Dari uraian permasalahan tersebut diatas maka diperlukan suatu
penelitian tentang pengelolaan pencemaran di perairan pesisir dan mengukur
tingkat keberlanjutan wisata pantai dan perikanan di Kota Makassar yang
dirumuskan sebagai berikut :
a) Bagaimana tingkat pencemaran dan beban limbah serta kapasitas asimilasi di
perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta
kanal yang berasal dari daratan
b) Bagaimana pengaruh pencemaran terhadap kondisi daya dukung lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar
c) Apakah kegiatan wisata pantai dan perikanan dapat berkelanjutan dan
bagaimana membentuk model pengelolaan pencemaran di pantai Kota
Makassar
1.3 Tujuan dan manfaat
Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
pemanfaatan untuk kegiatan pembangunan di sepanjang pantai kota akibat dari
pencemaran yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui tingkat pencemaran dan mengukur beban limbah serta kapasitas
asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran
sungai serta kanal yang berasal dari daratan
b) Mengetahui kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan
wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar akibat pencemaran yang terjadi
c) Membuat model pengelolaan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir
untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Pengembangan ilmu pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, terutama
pengelolaan untuk mengatasi pencemaran di kawasan perikanan dan
wisata.
2. Sumber informasi bagi pemerintah dan stakeholder lain dalam upaya
pengelolaan wisata dan perikanan yang berkelanjutan di Kota Makassar.
1.4 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dari dinamika dan dampak pencemaran terhadap
aktivitas pemanfaatan sumberdaya pantai bagi kegiatan perikanan dan wisata
Gambar 1 Kerangka pemikiran dampak Pencemaran terhadap aktivitas perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan
Pertumbuhan penduduk
Pengelolaan Pesisir Kota Makassar
Pemukiman Penduduk
Tata ruang pesisir Kota Makassar
Lingkungan Pesisir
Perikanan Wisata
Daya Dukung
(Kelayakan ekologis)
Pencemaran
Industri dan Perdagangan
Wisata Pantai
Perikanan Terpadu
Desain Model pengelolaan pencemaran
Wisata pantai dan Perikanan Berkelanjutan Perubahan Habitat
Aktivitas daratan (Up land)
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya
Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat
produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik
dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang
berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air
dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan
dari batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka.
Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang,
pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang
mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan
(Davies, 1972 in Soetikno, 1993).
Wilayah Pesisir memiliki sumberdaya alam yang unik, dinamis, dan
produktivitas yang tinggi, terdiri dari sumberdaya yang dapat pulih, sumberdaya
yang tidak dapat pulih, serta jasa–jasa lingkungan (Bengen, 2002; Bengen, 2004).
Beberapa ekosistim utama yang terdapat di wilayah pesisir adalah estuaria, hutan
mangrove, padang lamun, terumbu karang, pantai (berbatu, berpasir, dan
berlumpur), dan pulau kecil (Bengen, 2002).
Menurut Bengen (2004) wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam
yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi maupun
kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini juga memiliki
aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti
transportasi dan kepelabuhanan, industri dan permukiman. Namun demikian,
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya
dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan
jasa-jasa lingkungan terancam rusak.
Selanjutnya Bengen (2004) menyatakan pengalaman membangun
sumberdaya pesisir masa lalu, selain telah menghasilkan berbagai keberhasilan,
juga telah menimbulkan berbagai permasalahan ekologis dan sosial-ekonomis
yang justru dapat mengancam kesimanbungan pembangunan nasional. Secara
Utara Jawa, Bali dan Makasar, yang telah terancam kapasitas keberlanjutannya
akbibat adanya pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumerdaya
alam, dan konflik penggunaan lahan (ruang) pembangunan. Secara
sosial-ekonomi, sebagian besar penduduk pesisir masih merupakan kelompok sosial
termiskin di tanah air, dan kesenjangan pembangunan antar wilayah masih sangat
besar.
Berbagai permasalahan yang muncul di kawasan pesisir sebagaimana
dikemukakan di atas ternyata banyak diakibatkan oleh faktor eksternal yang
terjadi di luar kawasan pesisir itu sendiri (baik dari daratan maupun lautan),
sehingga berbagai aktivitas yang dilakukan di kedua kawasan tersebut baik
langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak terhadap kawasan
pesisir. Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya
bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau adanya abrasi pantai,
sangat diperlukan pengelolaan secara terpadu dengan memperhatikan keterkaitan
kawasan, bagi keberlanjutan pembangunan wilayah pesisir (Bengen, 2004).
Secara konseptual pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk
meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam. Dalam skala tertentu setiap pembangunan atau pemanfaatan
sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan pada ekosistem pesisir dan lautan itu sendiri.
Perubahan-perubahan itu tentunya akan memberikan pengaruh pada mutu lingkungan hidup.
Makin tinggi laju pembangunan di wilayah pesisir dan lautan, makin tinggi pula
tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya. Pemanfaatan dengan tidak
mernpertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan
hidup dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir
(Dahuri et al, 1996).
Kegiatan pembangunan, terutama yang melakukan pembukaan atau
pemanfaatan lahan dan atau mengubah suatu bentuk bentang alam secara fisik di
wilayah pesisir sudah tentu harus diukur dan dilakukan penilaian untuk
menentukan keberlanjutan penggunaan atau pemanfaatan lahan tersebut. Kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir yang juga melakukan suatu penataan dan
seperti pengembangan kawasan untuk pemukiman, rekreasi, budidaya, serta
kegiatan lainnya, apabila tidak diperhitungkan dengan baik akan mengakibatkan
terjadinya degradasi kualitas lingkungan yaitu terjadinya erosi tanah, menurunnya
tingkat estetika lingkungan, pencemaran, menurunnya jumlah dan jenis populasi
satwa, serta berbagai bentuk vandalism lainnya. Karena itu, pembangunan atau
pemanfaatan di wilayah pesisir harus betul – betul dilakukan secara efisien,
efektif, optimal, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukung
lingkungan untuk meminimalisasi kerusakan atau membatasi penggunaan
sumberdaya pesisir
2.2 Pencemaran dan Dampak Terhadap Kualitas Perairan
Menurut Dahuri et al. (1996); Dahuri (1999) untuk keberlanjutan
pemanfaatan, salah satu dimensi yang harus diperhatikan adalah dimensi ekologis,
dengan tiga persyaratan, yaitu: (1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas assimilasi
dan daya dukung lingkungan, dan (3) pemanfaatan sumberdaya secara
berkesinambungan. Keharmonisan spasial menuntut perlunya penyusunan tata
ruang pembangunan wilayah secara tepat dan akurat berdasarkan potensi
sumberdaya yang ada
Dampak pembangunan terhadap lingkungan mempunyai dua arti. Pertama
adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang
diperkirakan akan ada dampak setelah pembangunan, dan kedua perbedaan antara
kondisi lingkungan yang diperkirakan akan ada dampak tampa adanya
pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah adanya
pembangunan. Jadi dampak dapat bersifat negatif dan bisa positif. Hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Sorensen et.al.(1999) dalam Ismail (2000), bahwa antar
sektor-sektor kegiatan pemanfaatan yang ada di wilayah pesisir dan lautan saling
mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak, yaitu dampak positif dan
negatif Pencemaran air merupakan akibat logis dari pemanfaatannya, sehingga
tidak dapat ditiadakan, namun dapat dikurangi dengan cara-cara pengolahan
tertentu (Suriawiria, 1993). Limbah yang dibuang langsung ke perairan bebas
tanpa dikelola terlebih dahulu dapat menimbulkan pencemaran yang
menyebabkan gangguan serius pada lingkungan, bahkan dapat mematikan hewan,
Dengan pertumbuhan peduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang
sangat tinggi di wilayah pesisir untuk berbagai peruntukkan (pemukiman,
perikanan, pelabuhan, dan lain sebagainya), maka tekanan ekologis terhadap
ekoistem dan sumberdaya pesisir akan semakin meningkat ( Bengen, 2004).
Meningkatnya tekanan ini sudah tentu akan mengancam keberadaan dan
kelansungan ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir baik secara langsung
(misal kegiatan konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya pencemaran
oleh limbah dari berbagai kegiatan pembangunan).
Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah
spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan
demikian indeks diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada
ekosistem alami. Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah
spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan
semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah
individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas.(Astirin,dkk. 2001)
Pencemaran organik merupakan limbah paling banyak di perairan yang
sumbernya berasal dari pemukiman, pertanian, industri, pengolahan makanan,
pengolahan material alam (tekstil). Kebanyakan limbah organik mengandung
sebagian besar bahan tersuspensi. Pencemaran oleh bahan organik dapat
ditelusuri dari kandungan oksigen terlarut (DO) di air dan sedimen. Persyaratan
batas maksimum yang aman bagi budidaya perikanan adalah COD = 50 ppm
(Poernomo, 1992)
Menurut Sastrawijaya (2000), adanya amonia merupakan indikator
masuknya buangan permukiman. Alerts dan Santika (1987) menyatakan amonia
dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi zat organik secara
mikrobiologis yang berasal dari buangan pemukiman penduduk. Pendapat ini
didukung oleh Kumar De(1997) yang menyatakan bahwa limbah domestik
mengandung amonia. Amonia tersebut berasal dari pembusukan protein
tanaman/hewan dan kotoran.
Pencemaran dapat berdampak pada suplai air minum, ekosistem, ekonomi,
serta kesehatan manusia dan keamanan social (social security). Sekitar 3 – 4 juta