• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan input-input produksi yang efisien pada usahatani jagung akan mengarah pada pertumbuhan tanaman yang optimal sehingga produksi yang dihasilkan dapat maksimal. Namun pada kenyataannya petani seringkali menggunakan sejumlah input produksi dengan ukuran tertentu berdasarkan faktor kebiasaan. Petani kurang memperhatikan proporsi penggunaan input dengan harga input dan produk marginal yang dihasilkan.

Efisiensi alokatif dan ekonomis diperoleh melalui analisis dari sisi input produksi yang menggunakan harga input yang berlaku di tingkat petani. Fungsi produksi yang digunakan sebagai dasar analisis adalah fungsi produksi stochastic frontier. Fungsi produksi stochastic frontier diturunkan dengan menggunakan persamaan (3.17), sehingga diperoleh fungsi biaya frontier (isocost frontier) sebagai berikut:

ln C = -3.667 + 0.941 ln Y + 0.421 ln P1 + 0.136 ln P2 + 0.082 ln P3 + 0.003 ln P4 + 0.020 ln P5 + 0.040 ln P6 + 0.298 ln P7

+ 0.043 D ... (6.2) dimana :

C = biaya produksi jagung (Rp)

Y = hasil produksi jagung (kg pipilan kering)

P1 = harga rata-rata (sewa) lahan, yaitu Rp 400 ribu per hektar P2 = harga rata-rata benih jagung, yaitu Rp 2789.47 per kg P3 = harga rata-rata pupuk organik, yaitu Rp 200 per kg

P4 = harga rata-rata pupuk urea dan KCl, yaitu Rp 1965 per kg P5 = harga pupuk SP-36, yaitu Rp 1967

P6 = harga rata-rata pestisida, yaitu Rp 42 503.91 per liter P7 = harga (upah) tenaga kerja, yaitu Rp 5000 per jam

D = dummy pengolahan tanah, dimana harga pengolahan tanah adalah Rp 325 ribu per hektar

Inefisiensi usahatani diasumsikan akan meningkat dengan kenaikan biaya produksi. Berdasarkan hasil penurunan fungsi biaya dual frontier pada persamaan (6.2), dapat dihitung nilai efisiensi alokatif dan ekonomis pada penelitian ini. Sebaran nilai efisiensi alokatif dan ekonomis petani responden disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 4.

Tabel 19. Sebaran Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomis Petani Responden

Efisiensi Teknis Efisiensi Alokatif Efisiensi Ekonomi

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0.30 - 0.39 0 0.00 0 0.00 1 1.32 0.40 - 0.49 0 0.00 12 15.79 38 50.00 0.50 - 0.59 0 0.00 45 59.21 35 46.05 0.60 - 0.69 4 5.26 15 19.74 2 2.63 0.70 - 0.79 4 5.26 4 5.26 0 0.00 0.80 - 0.89 22 28.95 0 0.00 0 0.00 0.90 - 1.00 46 60.53 0 0.00 0 0.00 Total 76 100.00 76 100.00 76 100.00 Rata-rata 0.887 0.566 0.498 Minimum 0.614 0.433 0.369 Maksimum 0.970 0.770 0.605

Penelitian ini menemukan bahwa nilai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis masing-masing sebesar 88.7 persen, 56.6 persen dan 49.8 persen. Petani yang memiliki nilai efisiensi alokatif lebih besar dari 0.7 adalah masing- masing 5.26 persen. Petani yang memiliki nilai efisiensi alokatif yang lebih kecil daripada 0.7 jumlahnya cukup besar yaitu 94.74 persen. Tidak ada petani yang memiliki efisiensi ekonomis di atas 0.7. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani belum mencapai tingkat efisiensi yang diharapkan. Akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.

Efisiensi alokatif petani responden berada pada kisaran 0.433 sampai 0.770 dengan rata-rata 0.566. Hal ini berarti, jika rata-rata petani responden dapat mencapai tingkat efisiensi alokatif yang paling tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 26.50 persen (1 – 0.566/0.770), sedangkan pada petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat menghemat biaya sebesar 43.77 persen (1 – 0.433/0.770). 0 10 20 30 40 50 60 70 0.0 - 0.1 0.1 - 0.2 0.2 - 0.3 0.3 - 0.4 0.4 - 0.5 0.5 - 0.6 0.6 - 0.7 0.7 - 0.8 0.8 - 0.9 0.9 - 1.0 TE AE EE

Gambar 4. Sebaran Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomis Petani Responden Menggunakan Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif menunjukkan bahwa efisiensi ekonomis petani responden berada pada kisaran 0.369 – 0.605. Hal ini berarti, jika rata-rata petani responden dapat mencapai tingkat efisiensi ekonomis yang paling tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 17.69 persen (1 – 0.498/0.605), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka dapat menghemat biaya sebesar 39.01 persen (1 – 0.369/0.605). Jadi, berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa penanganan masalah inefisiensi alokatif lebih utama jika dibandingkan dengan masalah inefisiensi teknis dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi ekonomis yang lebih tinggi.

B

f(xi;β) X1 X2 A X Y Px/Py

Gambar 5. Kondisi Produksi yang Efisien Secara Teknis dan Inefisien Secara Alokatif

Fenomena efisiensi teknis yang tinggi namun efisiensi alokatif yang rendah dapat dijelaskan pada Gambar 5. Titik A dan B sama-sama berada pada pada fungsi produksi frontier nya sehingga di kedua titik ini telah efisensi secara teknis. Namun di titik A belum efisien secara alokatif sedangkan titik B telah efisien secara alokatif karena di titik B terjadi persinggungan antara kurva fungsi produksi frontier dengan garis rasio harga input-outputnya (Px/Py). Keuntungan

output (Px/Py). Agar tercapai efisiensi alokatif maka penggunaan input X harus

dikurangi dari X1 menjadi X2, sehingga akan tercapai keuntungan yang

maksimum.

Salah satu penyebab inefisiensi alokatif adalah penggunaan pupuk N (pupuk urea) yang berlebihan. Petani menggunaan pupuk N (pupuk urea) secara berlebihan karena: (1) harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga pupuk lainnya. Harga rata-rata pupuk urea adalah Rp 1210 per kg sedangkan harga SP-36 Rp 1675 dan KCl Rp 2725. Ini menyebabkan petani mengurangi penggunaan SP-36 dan KCl dan menggantinya dengan urea, dan (2) anggapan petani bahwa tanaman jagung yang subur adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan vegetatif yang baik dan daunnya berwarna hijau.

Pupuk urea menyebabkan variabel N dan K tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf α 15 persen (lihat Tabel 15). Penggunaan pupuk N yang berlebihan menyebabkan biaya yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. Untuk itu perlu dilakukan pengalokasian penggunaan pupuk N secara tepat.

Tabel 20. Sebaran Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Petani Responden Setelah Penurunan Penggunaan Pupuk N

Efisiensi Alokatif Efisiensi Ekonomi

Jumlah % Jumlah % 0.30 - 0.39 0 0.00 1 1.32 0.40 - 0.49 3 3.95 29 38.16 0.50 - 0.59 52 68.42 46 60.53 0.60 - 0.69 16 21.05 0 0.00 0.70 - 0.79 4 5.26 0 0.00 0.80 - 0.89 1 1.32 0 0.00 0.90 - 1.00 0 0.00 0 0.00 Total 76 100.00 76 100.00 Rata-rata 0.581 0.512 Minimum 0.449 0.381 Maksimum 0.804 0.590

Penurunan penggunaan pupuk urea dari rata-rata 447.51 kg per hektar menjadi 400 kg per hektar (turun 10.62 persen), ternyata mampu meningkatkan rata-rata tingkat efisiensi alokatif dari 0.566 menjadi 0.581 atau meningkat sebesar 2.65 persen, seperti terlihat pada Tabel 20. Ini berarti terjadi penghematan sebesar 2.65 persen. Efisiensi ekonomi yang merupakan efek gabungan dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif juga mengalami peningkatan. Rata-rata efisiensi ekonomis meningkat dari 0.498 menjadi 0.512, atau naik sekitar 2.81 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengalokasikan penggunaan input secara tepat sesuai dengan harga inputnya akan menyebabkan peningkatan efisiensi alokatif. Peningkatan efisiensi alokatif ini akan menyebabkan penurunan biaya, sehingga keuntungan petani akan meningkat.

Penggunaan input 400 kg per hektar bukanlah alokasi yang optimum secara ekonomi. Keuntungan maksimum tercapai jika nilai produksi marginal (NPM) sama dengan harga input (Px). Dengan demikian, alokasi penggunaan input yang optimum dapat diketahui. Namun angka yang dihasilkan umumnya tidak realistis karena kelemahan-kelemahan yang ada pada fungsi produksi Cobb-Douglas.

Penyebab lain dari fenomena efisiensi alokatif yang rendah adalah informasi harga input dan output yang tidak sempurna dan penggunaan harga rata-rata dalam perhitungan. Menurut Morrison dan Balcombe (1992), informasi harga baik input maupun output di sektor pertanian cenderung tidak sempurna, sehingga keragaman harga input dan output tidak cukup digambarkan dengan harga rata-rata biasa.

VII. ANALISIS DAYA SAING DAN PENGARUH EFISIENSI

TERHADAP DAYA SAING

Efisiensi merupakan salah satu akar penentu daya saing. Suatu produk memiliki daya saing yang tinggi salah satu cirinya adalah karena produk tersebut mampu diproduksi secara efisien. Suatu produk yang diproduksi secara efisien akan menyebabkan biaya produksi menurun sehingga keuntungan akan makin meningkat.

Dinamika lingkungan strategis menciptakan peluang baru sekaligus tantangan baru. Karena perubahan pasar sangat cepat maka dalam pengembangan peningkatan produksi jagung harus mampu mengantisipasi pasar secara cermat dan tepat sehingga dapat memanfaatkan keunggulan komparatif dalam memproduksi dan melihat produk yang mempunyai keunggulan kompetitif tinggi. Pada bab ini, dengan menggunakan PAM akan dilihat daya saing usahatani jagung per hektar secara umum dan daya saing usahatani jagung jika nilai efisiensi alokatif dinaikkan. Efisiensi alokatif dinaikkan dengan cara mengubah alokasi penggunaan pupuk urea (pupuk N).

Dokumen terkait