• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.2.1. Sebaran Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Sebaran Efisiensi teknis dari model yang digunakan ditampilkan pada Tabel 16, sedangkan nilai efisiensi teknis per individu responden disajikan pada Lampiran 7.

Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisien jika lebih besar dari 0.8 karena daerah penelitian merupakan sentra produksi jagung di Kalimantan Selatan. Dengan melihat sebaran nilai efisiensi teknis per individu responden, jumlah petani yang memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8

adalah 89.48 persen. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar usahtani jagung yang diusahakan petani responden telah efisien secara teknis.

Tabel 16. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Indeks Efisiensi Teknis

Jumlah Persentase (%) 0.61 - 0.70 4 5.26 0.71 - 0.80 4 5.26 0.81 - 0.90 22 28.95 0.91 - 1.00 46 60.53 Jumlah 76 Rata-rata 0.886 Minimum 0.614 Maximum 0.970

Sumber : Analisis data primer, 2008

Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis dari fungsi stochastic frontier adalah 0.887 dengan nilai terendah 0.614 dan nilai tertinggi 0.970. Berdasarkan nilai rata-rata efisiensi pada model tersebut dapat dikemukakan bahwa secara rata-rata petani responden masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang lebih tinggi hingga mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien secara teknis. Dalam jangka pendek, secara rata-rata petani jagung di daerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksinya sebesar 8.66 persen (1 – 0.886/0.970) dengan menerapkan ketrampilan dan teknik budidaya petani yang paling efisien.

Rata-rata petani responden di daerah penelitian telah mencapai efisiensi teknis, maka jika petani berkeinginan untuk meningkatkan produksi, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan teknologi budidaya jagung. Teknologi yang dapat diintroduksikan diantaranya: penggunaan benih unggul yang lebih cocok dengan kondisi agroklimat dan mekanisasi pertanian. Penelitian Subandi et al. (2005) yang dilakukan di Kabupaten Tanah Laut menunjukkan bahwa jagung varietas Lamuru, Sukmaraga dan Semar-10 memiliki produktivitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan menggunakan benih Bisi-2 di

tingkat petani. Produktivitas benih Bisi-2 di tingkat petani hanya 3.93 ton per hektar, sedangkan dengan menggunakan varietas Lamuru, Sukmaraga dan Semar-10, produktivitas dapat ditingkatkan menjadi masing-masing 5.24, 6.49 dan 6.28 ton per hektar di tingkat petani. Penggunaan alat tanam mekanis (ATB1-4R-Balitsereal) mampu meningkatkan produktivitas jagung varietas Lamuru dan menurunkan biaya produksi antara 2.09 – 5.35 persen sehingga keuntungan petani meningkat karena penghematan upah tenaga kerja.

6.2.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani responden dengan menggunakan model efek inefisiensi dari fungsi produksi stochastic frontier. Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis pada Tabel 17 memperlihatkan bahwa faktor-faktor umur, pendidikan, pengalaman dan keanggotaan kelompok tani berpengaruh tidak nyata pada

α

15 persen dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani responden. Ini sejalan dengan nilai σs2

yang tidak berbeda nyata (Tabel 18). Nilai σs2 = 0.099, menunjukkan variasi

produksi jagung yang disumbangkan oleh efisiensi teknis sebesar 9.9 persen.

Umur (Z1). Faktor umur dimasukkan ke dalam efek inefisiensi dengan

dugaan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis petani. Hasil pada Tabel 16 menunjukkan bahwa umur tidak nyata mempengaruhi inefisiensi teknis pada tingkat

α

15 persen. Umur berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis atau berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis petani. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Seiring dengan peningkatan usia petani, kemampuan bekerja yang dimiliki, daya juang dalam berusaha, keinginan dalam menanggung resiko dan keinginan menerapkan inovasi-inovasi baru juga semakin berkurang.

Tabel 17. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Variabel Nilai Dugaan t-Rasio

Konstanta -0.165 -0.207

Umur (Z1) 0.002 0.201

Pendidikan (Z2) -0.065 -0.543

Pengalaman (Z3) 0.009 0.558

Keanggotaan Kelompok Tani (Z4) -0.276 -0.592

Sumber : Analisis data primer, 2008

*)Nyata pada

α

0.30

Selain itu, seiring dengan meningkatnya umur, petani cenderung beralih ke usahatani lain seperti usahatani karet dan kelapa sawit. Usahatani karet selain hanya memerlukan tenaga kerja relatif lebih sedikit daripada usahatani jagung (sekitar 2 – 4 jam kerja per hari), juga karena penerimaan yang lebih besar (sekitar Rp 3.3 juta per hektar per bulan), sehingga merupakan investasi yang baik di hari tua. Namun, petani responden yang mulai beralih ke usahatani tanaman perkebunan jumlahnya relatif sedikit, hanya sekitar 11 orang. Hal ini karena untuk beralih ke usahatani tanaman perkebunan seperti karet memerlukan modal yang relatif besar. Bantuan modal dari pemerintah daerah untuk pengembangan usaha perkebunan hanya untuk tanaman kelapa sawit dengan jumlah yang terbatas. Ini menyebabkan sebagian besar petani masih bertahan pada usahatani jagung. Hal inilah yang menyebabkan faktor umur tidak berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis.

Hasil yang hampir sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Mynt dan Kyi (2005) tentang efisiensi teknis usahatani padi sawah beririgasi di Myanmar. Menurut Mynt dan Kyi (2005), umur berpengaruh positif terhadap inefisiensi untuk petani skala kecil dan skala besar, sedangkan untuk petani skala menengah ditemukan sebaliknya. Sedangkan pada penelitian Kebede (2001), ditemukan bahwa umur berpengaruh negatif terhadap inefisiensi.

Pendidikan (Z2). Faktor pendidikan adalah jumlah waktu (tahun) yang

dihabiskan petani untuk menjalani masa pendidikan formalnya. Variabel ini dianggap sebagai proxy dari kemampuan manajerial petani. Semakin lama pendidikan petani diduga semain mendorong petani untuk efisien dalam proses produksi dan penggunaan input-input produksi.

Tabel 16 menunjukkan bahwa lama pendidikan berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat inefisiensi petani pada

α

15 persen dengan tanda yang diperoleh negatif. Tanda tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditempuh petani maka semakin tinggi kemampuan mereka untuk mengadopsi teknologi dan dapat menggunakan input secara proporsional sehingga akan meningkatkan kinerja dalam berusahatani jagung. Hal ini sama dengan penelitian Mynt dan Kyi (2005), Tzouvelekas et al. (2001) dan Kebede (2001). Menurut Kebede (2001), pendidikan meningkatkan kemampuan petani untuk mencari, memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang berguna tentang input-input produksi.

Pengalaman (Z3). Pada beberapa penelitian sebelumnya, pengalaman

dianggap sebagai proxy dari umur petani, khususnya pada sistem pertanian tradisional. Namun, Kebede (2001) menemukan bahwa petani yang berumur relatif tua tidak selalu memiliki pengalaman yang lebih banyak dari petani yang lebih muda, sehingga pemisahan variabel dan pengalaman petani sebagai variabel yang berdiri sendiri dianggap relevan.

Tabel 17 terlihat bahwa pengalaman petani berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis namun tidak nyata pada

α

15 persen. Hal ini menunjukkan semakin berpengalaman, petani semakin tidak efisien dalam berproduksi dan dalam menggunakan input-input produksi. Hasil temuan ini diduga oleh beberapa faktor. Pertama, semakin lama mereka berusahatani jagung dan modal sudah

terkumpul, semakin mereka berusaha mengganti komoditas jagung dengan komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti karet dan kelapa sawit. Ini terjadi umumnya pada petani yang memiliki lahan kurang dari 2 hektar. Hal ini mengakibatkan perhatian petani tidak lagi tercurah seluruhnya pada usahatani jagung. Pada beberapa petani responden, tanaman jagung hanya ditanam sebagai tanaman sela yang ditanam diantara tanaman karet dan kelapa sawit yang belum menghasilkan.

Kedua, maraknya pertambangan emas ilegal dan batu akhir-akhir ini di sekitar daerah penelitian, terutama di sekitar Desa Tanjung. Keadaan ini mendorong petani menjadi buruh penambang untuk menambah pendapatan. Dengan menjadi penambang, petani memiliki kesempatan untuk memperoleh pendapatan sebesar Rp 30 ribu – Rp 50 ribu per hari. Petani menambang emas selama beberapa hari dan baru kembali ke desanya saat akan melakukan kegiatan budidaya jagung, seperti: tanam, memupuk, menyemprot dan panen. Ini menyebabkan petani jarang melakukan pengontrolan terhadap areal tanaman jagungnya sehingga pemeliharaan tanaman jagung tidak optimal. Selain itu, meskipun petani berpengalaman, belum tentu menjalankan atau menggunakan teknologi usahatani jagung yang telah dikuasai atau yang diperoleh.

Keanggotaan dalam Kelompok Tani (Z4). Faktor keanggotaan dalam

kelompok tani berpengaruh negatif namun tidak nyata terhadap inefisiensi teknis pada taraf α 15 persen. Ini menunjukkan bahwa keanggotaan petani dalam kelompok tani akan meningkatkan efisiensi penggunaan inputnya. Petani yang menjadi anggota kelompok tani akan dapat: (1) meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan non formal, (2) meningkatkan kemampuan manajerialnya, (3) meningkatkan aksesibilitas terhadap teknologi dan inovasi baru, dan (4) meningkatkan aksesibilitas terhadap bantuan kredit dan bantuan lainnya, karena umumnya disalurkan melalui kelompok tani. Adanya manfaat-manfaat dari

keanggotaan petani tersebut menyebabkan petani jagung di daerah penelitian yang menjadi anggota kelompok tani cenderung lebih efisien secara teknis.

Jumlah petani responden yang menjadi anggota kelompok adalah 67.11 persen, sedangkan sisanya bukan anggota kelompok tani. Alasan petani tidak menjadi anggota kelompok adalah karena menganggap tidak ada manfaatnya atau konflik dengan ketua kelompok sebelumnya. Petani non kelompok tani ini ternyata juga memiliki akses terhadap modal dan sarana produksi melalui avalist. Avalist selain menyalurkan kredit dari bank, juga meminjamkan uangnya kepada petani non kelompok tani dengan persyaratan yang hampir sama dengan petani yang mendapat pinjaman dari bank. Ini juga merupakan salah satu alasan dari sebagian petani untuk tidak menjadi anggota kelompok lagi.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa varians dan parameter

γ

model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier. Dari Tabel 18 dapat diketahui bahwa parameter

γ

dugaan yang merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (

u

i) terhadap varians total produksi ( i), diperoleh bernilai 0.892 dengan standar deviasi 0.150.

Tabel 18. Varians dan Parameter γ dari Model Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Varians dan Parameter

γ

Nilai Dugaan Simpangan Baku t-Rasio

σs2 = σv2 + σu2 0.099 0.140 0.708

γ = σu2 / σs2 0.892 0.150 5.956

Sumber : Analisis data primer, 2008

Secara statistik, nilai yang diperoleh tersebut nyata dari nol pada

α

= 0.01. Angka ini menunjukkan bahwa 89.2 persen dari variabel galat di dalam fungsi produksi menggambarkan efisiensi teknis petani atau 89.2 persen dari variasi hasil diantara petani responden disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis

dan sisanya sebesar 10.8 persen disebabkan oleh efek-efek stochastic seperti pengaruh iklim, cuaca, serangan hama penyakit serta kesalahan pemodelan.

Pada proses produksi komoditas pertanian biasanya lebih dipengaruhi oleh peranan efek stochastic (vi) yang tidak terwakili pada model daripada efek-efek non stochastic seperti efek inefisiensi teknis. Fenomena tersebut membuktikan bahwa hampir semua variasi dalam keluaran dari produksi batas dianggap sebagai akibat dari tingkat pencapaian teknis efisiensi yang berkaitan dengan soal manajerial dalam pengelolaan usahatani.

Beberapa hasil penelitian yang menggunakan analisis stochastic frontier memperoleh nilai parameter

γ

yang mendekati satu. Penelitian Daryanto (2000) terhadap petani di Jawa Barat memperoleh nilai parameter

γ

yang berkisar antara 0.8 – 0.99 untuk setiap musim tanam dan jenis irigasi.

Dokumen terkait