• Tidak ada hasil yang ditemukan

ji n i j i x y =

β

+

∑β

+

ε

= ln ln 1 0

Stochastic frontier disebut juga composed error model karena error term terdiri dari dua unsur, dimana i = vi – ui dan i = 1, 2, .. N. Variabel i adalah

spesifik error term dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk

menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti cuaca, pemogokan, serangan hama dan sebagainya di dalam nilai variabel output, bersama-sama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalam fungsi produksi. Variabel acak vi merupakan variabel random shock yang

secara identik terdistribusi normal dengan rataan (μi) bernilai 0 dan variansnya

konstan atau N(0,σv2), simetris serta bebas dari ui. Variabel acak ui merupakan

variabel non negatif dan diasumsikan terdistribusi secara bebas. Variabel ui

disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Struktur dasar model stochastic frontier pada Persamaan 2.2 dijabarkan pada Gambar 1.

Komponen yang pasti dari model batas yaitu f(xi; β) digambarkan dengan

menggunakan input sebesat xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi

output batasnya dari petani i adalah yi*, melampaui nilai pada bagian yang pasti

dari fungsi produksi yaitu f(xi;β). Hal ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya

dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif.

Sementara itu petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil

sebesar yj. Akan tetapi batas dari petani j adalah yj*, berada di bawah bagian

yang pasti dari fungsi produksi. Kondisi ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi

bernilai negatif.

f(x

i

; )

y

x

i

x

j Output observasi (yj)

Output batas (y

i*

),

y = F(x

i

; ) exp(v

i

), jika v

i

>0

Output batas (y

j*

),

y = F(x

j

; ) exp(v

j

), jika v

j

<0

Output observasi (yj)

Sumber: Coelli et al. (1998)

Gambar 1. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Sebagaimana disajikan oleh Coelli et al. (1998) yang dikutip dari Aigner et al. (1977), persamaan fungsi produksi stochasticfrontier secara ringkas adalah:

lnyit = βxit + (vit – uit), i = 1,2,3,...n ... (2.4)

dimana:

yit = produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t

xit = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t βi = vektor parameter yang akan diestimasi

vit = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim,

hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vit~N(0,σv2)). uit = variabel acak non negatif, dan diasumsikan mempengaruhi tingkat

inefisiensi teknis dan berkaitan dengan aktor-faktor internal dan sebarannya bersifat setengah normal (uit ~ | N(0,σv2|)

Komponen galat (error) yang sifatnya internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas managerial petani dalam mengelola usahataninya direfleksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one side) yakni ui > 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka

keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimalnya berarti ui = 0.

Sebaliknya jika ui > 0 berarti berada di bawah potensi maksimumnya. Distribusi

menyebar setengah normal (uit ~ |N(0,σv2|) dan menggunakan metode

pendugaan Maximum Likelihood.

Metode pendugaan Maximum Likelihood Estimation (MLE) pada model stochastic frontier dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input produksi (βm). Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga

keseluruhan parameter faktor produksi (βm), intersep (β0) dan varians dari kedua

komponen kesalahan vi dan ui (σv2 dan σu2).

Fungsi produksi frontier oleh beberapa penulis diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana menurut Teken dan Asnawi (1981) dikemukakan bahwa apabila peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan dalam bentuk logaritma, maka fungsi tersebut akan menjadi fungsi linear additive. Dengan demikian untuk mengukur tingkat efisiensi usahatani jagung dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb- Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil karena lebih sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk linear.

2.1.3. Konsep Efisiensi

Suatu metode produksi dapat dikatakan lebih efisien dari metode lainnya jika metode tersebut menghasilkan output yang lebih besar pada tingkat korbanan yang sama. Suatu metode produksi yang menggunakan korbanan yang paling kecil, juga dikatakan lebih efisien dari metode produksi lainnya, jika menghasilkan nilai output yang sama besarnya.

Tujuan produsen untuk mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan produksi dan keuntungan. Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum. Kedua tujuan tersebut merupakan faktor penentu bagi produsen dalam pengambilan keputusan untuk usahataninya. Dalam pengambilan keputusan usahatani, seorang petani yang rasional akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input itu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang digunakan dalam suatu proses produksi.

Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input yang dikemukakan Farrell (1957), membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan.

Menurut Lau dan Yotopoulos (1971) konsep efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi

teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marginalnya atau menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunaan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Farrell (1957).

Menurut Sugiyanto (1982), efisiensi ekonomis dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum (profit maximization) dan kriteria biaya minimum (cost minimization). Efisiensi ekonomi akan tercapai bila kenaikan hasil sama dengan nilai penambahan faktor-faktor produksi atau nilai marginal (NPM) dari faktor- faktor produksi sama dengan biaya korbanan marginalnya (BKM). Dengan kata lain, menurut Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993), rasio produk marginal untuk tiap pasangan input sama dengan rasio harganya.

Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas, sedangkan alokatif mengacu pada kemampuan untuk berproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya yang minimum. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari isoquant frontier, sedangkan inefisiensi alokatif mengacu pada penyimpangan dari rasio input pada biaya minimum. Konsep efisiensi dari sisi input diilustrasikan oleh Farrell (1957) pada Gambar 2. Konsep efisiensi Farrel ini diasumsikan pada kondisi Constant Return to Scale.

Pada Gambar 2, kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output Y0 = 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x2/y

yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk memproduksi satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio OP/OQ menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada Pdapat diturunkan, rasio input per output (x1/y : x2/y) konstan, sedangkan output tetap.

S S’ Q’ x2/y x1/y A A’ R Q P O Sumber: Farrell (1957)

Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis isocost (AA’) digambarkan menyinggung isquant SS’ di titik Q’ dan memotong garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q’. Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ. Oleh Farrell (1957), efisiensi alokatif ini juga disebut sebagai efisiensi harga (price efficiency).

Menurut Kumbakhar dan Lovell (2000), produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Menurut Bakhshoodeh dan Thomson (2001), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah ouput pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu.

Berdasarkan definisi di atas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan sisi input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output (indeks efisiensi Timmer) merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input merupakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yang

dicapai oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut (Coelli, 1996):

[

i i i i i i i

E

U

X

U

Y

E

X

U

Y

E

TE

exp(

)/ε

)

,

0

(

)

,

(

*

=

=

=

]

... (2.5) dimana nilai TEi antara 0 dan 1 atau 0 < TEi < 1.

Pada saat produsen telah menggunakan sumberdayanya pada tingkat produksi yang masih mungkin ditingkatkan, berarti efisiensi teknis tidak tercapai karena adanya faktor-faktor penghambat. Tetapi banyak faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya efisiensi teknis di dalam fungsi produksi. Penentuan sumber dari inefisiensi teknis ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial dari inefisiensi, tetapi juga saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total.

Ada dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber inefisiensi teknis (Daryanto, 2000). Pertama adalah prosedur dua tahap. Tahap pertama menyangkut pendugaan terhadap skor efisiensi (efek efisiensi) bagi individu- individu perusahaan, setelah melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi batas. Tahap kedua menyangkut pendugaan terhadap regresi dimana skor efisiensi (inefisiensi dugaan) dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap dimana efek inefisiensi di dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelaskan inefisiensi di dalam proses produksi.

Ada beberapa efek model efisiensi teknis yang sering digunakan dalam penelitian empiris menggunakan analisis stochastic frontier. Coelli et al. (1998) membuat model efek inefisiensi teknis diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak negatif. Untuk usahatani ke-i

pada tahun ke-t, efek inefisiensi teknis uit diperoleh dengan pemotongan

terhadap distribusi N(μit,σ|), dengan rumus:

it

=

0

+ Z

it

+ w

it ... (2.6) dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor dengan ukuran (1xM)

yang nilainya konstan, adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (Mx1) dan wit adalah variabel acak.

Dengan mengasumsikan bahwa sebuah usahatani dalam mencapai keuntungannya harus mengalokasikan biaya secara minimum dari input yang ada, atau berarti sebuah usahatani berhasil mencapai efisiensi alokatif. Dengan demikian, akhirnya akan diperoleh fungsi biaya frontier dual yang bentuk persamaannya sebagai berikut:

C = C(y

i

,p

i

,

i

) + u

i ... (2.7) dimana: C = biaya produksi yi = jumlah output pi = harga input βi = koefisien parameter

ui = error term (efek inefisiensi biaya)

Efisiensi ekonomi (economic efficiency) didefiisikan sebagai rasio total biaya produksi minimum yang diobservasi (C*) dengan total biaya produksi aktual (C) (Jondrow et al. (1982) dalam Ogundari dan Ojo (2006)).

[exp.(

)

,

,

(

)

,

,

0

(

*

i i i i i i i i i

U

E

P

Y

u

C

E

P

Y

u

C

E

C

C

EE=

=

=

=

]

... (2.8) dimana EE bernilai 0 < EE < 1.

Efisensi ekonomis ini merupakan gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif. Pengukuran efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut secara terintegrasi, membutuhkan sebuah fungsi

produksi yang bersifat homogen. Fungsi produksi yang memenuhi kriteria homogenitas adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.

2.1.4. Teori Daya Saing

Daya saing menggambarkan kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang baik dan biaya produksi yang serendah- rendahnya. Sehingga pada tingkat harga yang terjadi di pasar, petani dapat memperoleh keuntungan dan dapat mempertahankan kelanjutan produksinya. Daya saing suatu komoditas akan tercermin pada harga jual yang murah di pasar dan mutu yang tinggi. Untuk analisis daya saing suatu komoditas biasanya ditinjau dari sisi penawaran karena struktur biaya produksi merupakan komponen utama yang akan menentukan harga jual komoditas tersebut (Salvatore, 1997).

Daya saing suatu komoditas sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya yang terbuka (Krugman dan Obstfeld (2000) dalam Kariyasa (2003)).

Menurut Asian Development Bank (1992) keunggulan komparatif adalah kemampuan suatu wilayah atau negara dalam memproduksi satu unit dari beberapa komoditas dengan biaya yang relatif lebih rendah dari biaya imbangan sosialnya dari alternatif lainnya. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang diterapkan suatu negara untuk membandingkan beragam aktivitas produksi dan perdagangan di dalam negeri terhadap perdagangan dunia. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa biaya produksi dinyatakan dalam nilai sosial dan harga komoditas diukur pada tingkat harga di pelabuhan yang berarti juga berupa harga bayangan.

Dengan demikian, analisis keunggulan komparatif adalah analisis ekonomi (social) dan bukan analisis finansial (private). Oleh karena itu baik harga input maupun harga output dihitung dengan menggunakan komponen subsidi maupun pajak yang mungkin terkandung dalam harga aktual di pasar (harga finansial). Dalam analisis ekonomi yang diperhatikan ialah hasil total, produktivitas atau keuntungan yang di dapat dari semua sumberdaya yang dipakai dalam proyek (proses produksi) untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa-siapa yang menerima hasil dari proyek tesebut (Kadariah et al., 1978)

Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur keuntungan privat (private profitability) dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi (Asian Development Bank, 1992). Harga pasar adalah harga yang benar- benar dibayar produsen untuk faktor produksi dan harga yang benar-benar mereka terima dari hasil penjualan outputnya. Selain itu dinyatakan pula bahwa keunggulan kompetitif dapat dijadikan sebagai suatu indikator untuk membandingkan antar negara dalam menghasilkan suatu komoditas. Dengan asumsi adanya sistem tata niaga dan intervensi pemerintah, maka suatu negara akan dapat bersaing di pasar internasional, jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditas.

Asian Development Bank (1992) mengemukakan perbedaan antara keunggulan komparatif dan kompetitif serta cara mengukurnya. Indikator keunggulan komparatif digunakan untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki keunggulan ekonomi untuk memperluas produksi dan perdagangan suatu komoditas. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan indikator untuk melihat apakah suatu negara akan berhasil dalam bersaing di pasar internasional suatu komoditas.

2.1.5. Policy Analysis Matrix

Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix, PAM) digunakan untuk menganalisis keadaan ekonomi dari pemilik ditinjau dari sudut usaha swasta (private profit) dan sekaligus memberi ukuran tingkat efesien ekonomi usaha atau keuntungan sosial (social profit). Menurut Monke dan Pearson (1989), model PAM dapat memberikan pemahaman lebih lengkap dan konsisten terhadap semua pengaruh kebijakan dan kegagalan pasar pada penerimaan (revenue), biaya-biaya (cost), dan keuntungan (profit) dalam produksi sektor pertanian secara luas.

Menurut Monke dan Pearson (1989), kontruksi model policy analysis matrix (PAM) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kontruksi Model Policy Analysis Matrix

Biaya (cost) Penerimaan Tradable Input Faktor Domestik Keuntungan Harga Privat (Private prices) A B C D1 Harga Sosial (Social prices) E F G H2 Pengaruh divergensi (Effects divergensces) I3 J4 K5 L6 Keterangan : 1. Keuntungan privat (D) = A – B – C 2. Keuntungan Sosial (H) = E – F – G 3. Transfer Output (I) = A – E

4. Transfer Input (J) = B – F 5. Transfer Faktor (K) = C – G

6. Transfer Bersih (L) = D – H = I – J = K. 7. Rasio Biaya Privat = C/(A – B)

8. Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) = G/(E – F)

Tiga issues yang menyangkut prinsip-prinsip yang dapat ditelaah (investigate) dengan model PAM, yaitu :

1. Dampak kebijakan terhadap daya saing (competitiveness) dan tingkat profitabilitas pada tingkat usahatani.

2. Pengaruh kebijakan investasi pada tingkat efesiensi ekonomi dan keunggulan komparatif (comparative advantage).

3. Pengaruh kebijakan penelitian pertanian pada perbaikan teknologi, selanjutnya model PAM merupakan produk dari dua identitas perhitungan yaitu:

a. Tingkat keuntungan atau profitabilitas (profitability) merupakan perbedaan antara penerimaan dan biaya-biaya.

b. Pengaruh penyimpangan atau divergensi (distorsi kebijakan dan kegagalan pasar) merupakan perbedaan antara parameter-parameter yang diobservasi dan parameter yang seharusnya ada terjadi jika divergensi tersebut dihilangkan.

Menurut Morrison dan Balcombe (1992), ada beberapa kelemahan dalam PAM sehingga memerlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan indikator- indikator PAM, yaitu:

1. PAM bekerja pada kerangka kerja parsial dan statis, serta mengabaikan umpan balik (feedback) dan efek multiplier.

2. Keakurasian data yang digunakan, diantaranya: pertama, harga pasar dan kuantitas input yang digunakan pada baris pertama kerangka kerja PAM sering dikumpulkan dalam keadaan sistem informasi pasar pertanian yang kurang berkembang. Di sektor pertanian, keragaman harga-harga input dan output tidak cukup digambarkan dengan harga rata-rata biasa. Kedua, umumnya harga dunia (world price) digunakan untuk menyusun harga perbatasan (border parity price), yang kemudian digunakan sebagai proxy dari harga ekonomi. Ini menimbulkan kesulitan karena adanya hambatan perdagangan di banyak negara menyebabkan variabilitas harga dunia cenderung tinggi, namun variabilitas ini umumnya tidak ditransmisikan secara penuh ke harga domestik.

2.1.6. Hubungan antara Efisiensi dan Daya Saing

Salah satu pendekatan daya saing adalah berdasarkan ide umum bahwa daya saing berarti keberhasilan dalam meraih tujuan-tujuan ekonomi di pasar, yang diterjemahkan sebagai peningkatan profitabilitas, dan juga kesejahteraan dalam sudut pandang sosial (FAO, 1999 dalam Curtiss, 2001). Keuntungan privat dan sosial yang positif menggambarkan daya saing tingkat produksi dalam pasar domestik maupun internasional.

Inefisiensi ekonomi dalam memproduksi suatu komoditas akan terjadi jika terdapat ruang untuk mengoptimalkan penggunaan dan pengalokasian sumberdaya, atau dengan kata lain ada ruang untuk meningkatkan profitabilias dan kesejahteraan (Curtiss, 2001). Jika hanya satu faktor, yaitu perbedaan dalam potensi manajemen, diasumsikan menyebabkan inefisiensi ekonomi, maka ada hubungan sempurna antara efisiensi ekonomi (efisiensi teknis dan alokatif) dan daya saing. Namun, jika ada kegagalan pasar, maka akan ada deviasi dalam hubungan antara efisiensi teknis dan daya saing. Ini diprediksi karena efisiensi skala usaha dan efisiensi alokatif lebih sensitif untuk memfungsikan pasar daripada efisiensi teknis (Mathijs and Vranken (1999) dalam Curtiss (2001)).

Menurut Curtiss (2001), peningkatan efisiensi teknis dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan efisiensi produksi. Realokasi sumberdaya, dari digunakan untuk proteksi menjadi untuk kebijakan peningkatan efisiensi teknis, akan menjamin efek yang sama pada tingkat profitabilitas dan secara simultan meningkatkan keunggulan komparatif suatu komoditas.

2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian tentang analisis produksi dan analisis efisiensi telah banyak dilakukan. Untuk menganalisis tingkat efisiensi dapat menggunakan fungsi produksi biasa dan fungsi produksi frontier.

Purmiyanti (2002) menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menganalisis tingkat efisiensi ekonomis usahatani bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan, benih, pupuk P, pupuk K, tingkat pendidikan, status garapan dan varietas bibit, berpengaruh terhadap produksi. Pengujian efisiensi ekonomis (penggunaan input) dilakukan dengan cara membandingkan nilai produk marginal (VMPxi) dari setiap input terhadap harga

input tersebut. Efisiensi alokatif tercapai bila nilai produk marginal (VMPxi) dari

setiap input sama dengan harga input tersebut (Pxi). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rasio nilai produk marginal terhadap harga masing-masing input tidak sama dengan 1, artinya penggunaan input dalam produksi bawang merah masih belum efisien. Purmiyanti (2002) juga melakukan analisis daya saing dengan alat analisis PAM untuk mencari nilai PCR (Private Cost Ratio) dan DRC (Domestic Resources Cost). Nilai PCR dan DRC lebih kecil dari 1 yang berarti bahwa bawang merah layak diusahakan.

Ada beberapa kelemahan fungsi produksi biasa dalam menganalisis tingkat efisiensi ini. Diantaranya adalah: (1) fungsi ini tidak mampu menangkap faktor- faktor yang menjadi sumber-smber inefisiensi, baik yang bersifat terkontrol maupun yang tidak terkontrol, seperti: cuaca, pemogokan, serangan hama, dan sebagainya, (2) fungsi produksi biasa menggambarkan tingkat produksi rata-rata, bukan tingkat produksi maksimum yang dapat dicapai, dan (3) dengan fungsi produksi biasa hanya mampu menganalisis efisiensi ekonomis (alokatif) pada tingkat produksi rata-rata, sedangkan efisiensi teknis tidak bisa.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut maka digunakan fungsi produksi frontier. Penelitian-penelitian yang menggunakan fungsi produksi frontier dalam menganalisis efisiensi telah banyak dilakukan.

Penelitian yang dilakukan Daryanto (2000), menggunakan analisis stochastic frontier untuk menganalisis efisiensi teknis petani padi yang

menggunakan beberapa sistem irigasi pada tiga musim tanam berbeda di Jawa Barat. Sistem irigasi yang dibandingkan teridiri dari sistem irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan desa. Fungsi produksi dugaan yang digunakan adalah fungsi produksi translog stochastic frontier, dengan model efek inefisiensi teknis non-netral. Variabel-variabel penjelas yang disertakan di dalam model efek inefisiensi teknis terdiri dari: (1) logaritma luas lahan, (2) rasio tenaga kerja yang disewa terhadap total tenaga kerja, dan (3) partisipasi petani di dalam program intensifikasi.

Hasil penelitiannya menunjukkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Model fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan, secara signifikan dapat diterima. Dengan kata lain, fungsi produksi rata-rata tidak cukup menggambarkan efisiensi dan inefisiensi teknis yang terjadi di dalam proses produksi.

2. Rata-rata nilai inefisiensi teknis dari petani sampel berada pada kisaran 59 persen hingga 87 persen, dan terdapat pada setiap petani sampel disemua sistem irigasi dan musim tanam.

3. Semua variabel penjelas di dalam model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier, secara signifikan mempengaruhi inefisiensi

Dokumen terkait