• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Penerapan Model Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep Ekohidrolik

5.3.5. Analisis Ekohidrolik

Kondisi banjir pada sepanjang Sungai Lawo menuntut adanya tindakan pengelolaan. Pengelolaan sungai yang umum dilakukan yaitu secara struktural telah dilakukan pada beberapa titik namun dinilai belum mampu mengendalikan banjir dan bahkan menyebabkan peningkatan energi kinetik pada tebing sungai. Konsep pengelolaan sungai secara ekohidrolik dapat dilakukan dengan melakukan

pengaturan tataguna lahan di bantaran sungai yang dapat memperkecil kecepatan air.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis hidrolika maka dibuat disain pengelolaan sungai pada setiap lokasi. Disain pengelolaan sungai dengan konsep ekohidrolik adalah mendisain vegetasi tanaman pada bantaran sungai, dan menjadikan bantaran sungai sebagai areal banjir. Adapun pengaruh vegetasi pada bantaran sungai tergantung pada tingkat kekasarannya.

Tingkat kekasaran daerah bantaran dipengaruhi oleh diameter vegetasi, jarak tanaman dan lebar bantaran sungai. Pada kajian ini dibuat disain tanaman tinggi atau tanaman yang lebih tinggi daripada muka air banjir. Jarak tanaman dalam arah melintang dan memanjang sepanjang 100 cm dengan lebar bantaran sepanjang 100 meter, 120 meter dan 150 meter. Hasil perhitungan kekasaran daerah bantaran disajikan pada Gambar 56.

Gambar 56. Nilai kekasaran pada bantaran sungai pada tiga alternatif panjang bantaran.

Gambar 56 menunjukkan bahwa untuk vegetasi dengan diameter 5 cm memberikan nilai kekasaran yang lebih kecil dari 50. Nilai ini meningkat seiring dengan peningkatan diameter vegetasi hingga ukuran vegetasi sebesar 25 cm. Pada vegetasi dengan diameter 50 cm dan 100 cm, nilai kekasaran ekivalen ini tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dengan peningkatan kekasaran bantaran, maka kecepatan air juga dapat direduksi. Hal ini sesuai dengan uraian Maryono (2005) bahwa pada sungai alamiah berbentuk mendekati trapesium, dimana bagian bantarannya bervegetasi lebat, akan terjadi interaksi yang lebar dan

proses kehilangan energi akibat gesekan kecepatan dari antar tampang. Di sini aliran yang relatif cepat pada sungai utama mendesak ke daerah bantaran dan keluar lagi dengan kecepatan yang lebih rendah. Dengan adanya daerah interaksi ini maka akan terjadi reduksi kecepatan secara keseluruhan.

Seppang

Panjang sungai yang diamati pada penelitian di daerah Seppang adalah 2 400 m. Adapun muka air banjir maksimum pada debit 50 tahunan di daerah ini adalah 4.803 m. Pada daerah Seppang dilakukan analisis ekohidrolik di Sta 000. Hasil analisis ekohidrolik dengan tinggi genangan 2.00 meter di sisi kiri sungai dan 0.75 meter di sisi kanan sungai dinilai dapat mereduksi banjir periode 50 tahunan adalah dengan lebar bantaran 150 m. Hal ini didasarkan pada nilai debit total yang dihasilkan lebih besar dibandingkan debit rencana 50 tahunan (425.43 m3

Selanjutnya dilakukan perhitungan tinggi muka air pada berbagai diameter vegetasi untuk memperoleh seberapa besar tinggi genangan dan kecepatan air yang bersesuaian dengan debit rencana. Berdasarkan analisis ekohidrolik diperoleh tinggi genangan pada sisi kiri yang disajikan pada Gambar 57.

/s).

Gambar 57. Tinggi genangan pada sisi kiri sungai di Sta 000

Pada Gambar 57 nampak bahwa dengan diameter vegetasi 0.1 meter terjadi penurunan tinggi genangan setinggi 1 meter, yaitu dari 2.885 meter menjadi 1.821 meter. Pada diameter vegetasi yang melebihi 0.2 meter nampak bahwa tinggi genangan relatif sama yaitu setinggi 1.746 meter hingga 1.756 meter. Dengan

demikian penambahan diameter vegetasi tidak berpengaruh terhadap tinggi genangan.

Disain ekohidrolik ini juga memberikan gambaran penurunan kecepatan air, namun dengan variasi yang berbeda untuk setiap diameter vegetasi. Gambaran hasil analisis tersebut disajikan pada Gambar 58.

Gambar 58. Kecepatan air pada bantaran sungai di Sta 000

Gambar 58 menunjukkan bahwa kecepatan air awal sebelum adanya penataan bantaran adalah 2.885 m/s sedang dengan adanya vegetasi 0.1 meter maka kecepatan air di bantaran menurun menjadi 0.897 m/s atau kecepatan air dapat direduksi sebesar 60%. Kecepatan pada diameter vegetasi yang lebih besar menghasilkan kecepatan yang lebih besar pula namun dengan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi tanpa vegetasi. Reduksi kecepatan terkecil dengan adanya penataan bantaran adalah sebesar 57.9 % pada diameter vegetasi 1 meter.

Lawo

Daerah Lawo yang memiliki panjang sungai sepanjang 4 km dan lebar dasar rata-rata sungai sebesar 18 meter dengan kedalaman rata-rata 60 cm. Ketinggian muka air banjir maksimum pada daerah ini adalah setinggi 4.4 meter untuk periode ulang 50 tahun.

Sebagai upaya pengendalian sungai di Lawo, maka dilakukan analisis ekohidrolik pada sta 3 200. Pada titik ini diperoleh tinggi tanggul kanan sebesar

1.41 meter dan tanggul kiri setinggi 1.08 meter. Debit maksimal yang dapat ditampung sungai pada penampang ini sebesar 4.558 m3/s atau hanya berkisar 1% dibandingkan dengan debit banjir 50 tahunan (425.43 m3/s). Hasil analisis ekohidrolik untuk panampang tersebut memberikan hasil yang sangat kecil, yaitu dengan lebar bantaran 150 meter penggenangan setinggi 1.08 meter di sisi kiri sungai hanya memberikan debit sebesar 197.32 m3/s atau masih sangat kecil dibandingkan dengan debit 50 tahunan. Dengan pertimbangan analasis awal tersebut, maka dilakukan disain ekohidrolik dengan melakukan pengerukan sungai sedalam 1 meter sehingga kapasitas sungai menjadi 18.37 m3

Hasil perhitungan debit dengan penggenangan 1.58 meter di sisi kiri sungai dan 0.5 meter di sisi kanan menunjukkan disain ini layak untuk mereduksi banjir. Disain ini menunjukkan bahwa penataan bantaran sungai dengan penanaman tanaman tinggi akan dapat menurunkan muka air banjir. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 59.

/s.

Gambar 59. Tinggi genangan pada sisi kiri sungai di sta 3 200 Gambar 59 menunjukkan bahwa konsep ekohidrolik dapat mereduksi muka air banjir setinggi 2.7 meter yaitu dari 4.0 meter menjadi 1.3 meter. Hal ini dapat diperoleh dengan menata bantaran selebar 150 meter dengan vegetasi berdiameter lebih besar dari 20 cm. Dengan konsep ini pula, maka kecepatan air dapat direduksi sebesar 37.7% yaitu kecepatan 1.6 m/s menjadi 1 m/s. Gambaran penurunan kecepatan pada Sta 3 200 disajikan pada Gambar 60.

Gambar 60. Kecepatan air pada bantaran sungai di sta 3 200

Berdasarkan Gambar 58 diperoleh informasi bahwa kecepatan air terendah diperoleh dengan diameter vegetasi 10 cm yaitu sebesar 0.703 m/detik, sedang diameter 20 cm hingga 100 cm memberikan tingkat kecepatan yang hampir sama yaitu antara (0.96 m/s – 0.97 m/s). Kecepatan air awal tanpa penerapan konsep ekohidrolik dengan debit sebesar 425.5 m3

Cenrana

/s adalah sebesar 1.55 m/s.

Pada daerah Cenrana pemanfaatan bantaran sungai oleh masyarakat pada umumnya adalah berupa tanah kosong/semak sehingga potensinya tinggi untuk pemanfaatan bantaran dalam pengelolaan sungai secara ekohidrolik Tanah kosong tersebut merupakan lahan bekas areal pengelolaan tambang sungai yang tidak dimanfaatkan lagi.

Panjang sungai pada daerah ini adalah 1 400 meter yaitu pada sta 6 600 hingga sta 8 000. Tinggi muka air banjir tertinggi pada areal ini adalah 2.95 meter dengan rata-rata kedalaman sungai 0.931 meter. Sesuai dengan analisis hidrologi diperoleh bahwa debit banjir 50 tahunan pada titik ini adalah 433.705 m3/s. Disain ekohidrolik pada daerah ini dilakukan pada sta 6800 dengan lebar bantaran 150 meter dan tinggi genangan 2 meter di sisi kiri. Tanggul di sisi kanan sungai cukup aman dari ancaman banjir. Pada diameter vegetasi 10 cm debit yang dapat ditampung oleh penampang adalah 641.2 m3/s dan nilainya meningkat hingga 669.205 m3/s pada diameter 100 cm.

Tinggi muka air banjir yang diperoleh pada titik ini dengan penanganan bantaran 150 m dapat direduksi sebesar 1.2 meter sebagaimana disajikan pada Gambar 61.

Gambar 61. Tinggi genangan pada sisi kiri sungai di sta 6 800

Berdasarkan Gambar 61 dapat diuraikan bahwa vegetasi dengan diameter 10 cm pada bantaran selebar 150 m dapat menampung debit sebesar 433.705 m3

Kecepatan air yang diperoleh dengan analisis ekohidrolik juga menunjukkan penurunan yang cukup tinggi. Kecepatan air tanpa pengelolaan bantaran sebesar 3.75 m/s. Nilai ini menurun hingga berkisar 0.9 m/s hingga 1 m/s dengan adanya vegetasi di bantaran sungai. Analisis ekohidrolik ini menunjukkan bahwa kecepatan air dapat direduksi sebesar 76% pada titik ini. Hasil analisis tersebut disajikan pada Gambar 62.

/s dengan ketinggian air hanya 1.7 m. Tinggi muka air akan menurun sebesar 26 cm jika diameter vegetasi 20 cm. Penurunan muka air banjir secara signifikan tidak nampak pada diameter yang lebih besar dari 20 cm.

Paowe

Kondisi ekologis daerah bantaran sungai di Paowe adalah didominasi oleh pemukiman dan sawah. Nilai ekonomis kedua jenis tataguna lahan ini cukup tinggi sehingga penataan bantaran sungai di wilayah ini terkendala dengan kondisi ekologis. Namun demikian, kajian ekohidrolik dilakukan sebagai bahan pertimbangan pengelolaan sungai di masa mendatang.

Kajian pada wilayah ini dilakukan pada sta 9 800 dengan ketinggian tanggul terendah setinggi 14 cm di sisi kiri sungai. Di sisi kanan ketinggian tanggul setinggi 1.74 meter. Analisis hidrolika memberikan hasil debit sebesar 1.078 m3/s atau nilainya jauh lebih kecil dibandingkan dengan debit 50 tahunan (433.795m3

Hasil analisis ekohidrolik menunjukkan bahwa penataan lebar bantaran 120 meter layak untuk menampung debit rencana 50 tahunan. Pengelolaan sungai dengan lebar bantaran 120 meter dan tinggi genangan setinggi 2 meter di sisi kiri dan setinggi 0.9 meter di sisi kanan dinilai dapat mereduksi bahaya banjir dengan menurunkan tinggi genangan banjir. Muka air banjir pada titik ini tanpa adanya pengelolan adalah 4.86 meter atau genangan setinggi 4.72 meter. Sedang setelah adanya pengelolaan maka genangan banjir pada bantaran setinggi 2.5 meter. Secara detail hasil analisis ekohidrolik tentang penurunan tinggi genangan di bantaran sungai disajikan pada Gambar 63.

/s). Dengan demikian, maka disain ekohidrolik pada titik ini adalah dengan memperbesar kapasitas sungai yaitu dengan mengadakan pengerukan pada sisi kanan sungai.

Penurunan kecepatan air pada titik ini dengan adanya pengelolaan bantaran memberikan hasil yang cukup baik. Hasil perhitungan kecepatan tersebut disajikan pada Gambar 64.

Gambar 64. Kecepatan air pada bantaran sungai di sta 9 800

Pada Gambar 64 nampak bahwa dengan penanaman vegetasi pada bantaran selebar 120 meter, maka kecepatan air yang terjadi pada debit 50 tahunan dapat direduksi sebesar 1 m/detik atau kecepatan tersebut dapat direduksi hingga 50%. Dengan pengelolaan tersebut, maka pengaliran air ke wilayah selanjutnya dapat lebih lambat sehingga banjir yang terjadi dapat direduksi.

Talumae

Wilayah Talumae dilintasi Sungai Lawo sepanjang 1 000 meter dengan pemanfaatan bantaran sungai pada umumnya adalah pemukiman dan kebun. Ancaman banjir sungai ini dalam kategori sedang atau sama dengan wilayah Seppang. Pada wilayah ini analisis ekohidrolik dilakukan pada sta 10 400 dengan debit yang dapat ditampung sebesar 57.786 m3

Disain ekohidrolik pada penampang ini adalah dengan tinggi genangan banjir pada sisi kiri bantaran 2 meter dan di sisi kanan setinggi 1.91 meter. Tinggi genangan yang bersesuaian dengan debit rencana sebesar 433.705 m

/s.

3

/s untuk berbagai diameter vegetasi disajikan pada Gambar 65.

Gambar 65 . Tinggi genangan pada sisi kiri sungai di sta 10 400

Pada Gambar 65 nampak bahwa disain ekohidrolik dapat menurunkan genangan pada bantaran dari 3.6 meter menjadi 1.9 meter pada lebar bantaran 100 meter dan diameter vegetasi 10 mm. Diameter vegetasi 20 cm, 25 cm, 50 cm dan 100 cm dapat menghasilkan tinggi genangan 1.5 meter. Hasil analisis ekohidrolik pada sta 10 400 disajikan pada Gambar 66.

Gambar 66. Kecepatan air pada bantaran sungai di sta 10 400

Berdasarkan analisis ekohidrolik dapat diperoleh gambaran bahwa diameter vegetasi sebesar 10 cm dapat memberikan kecepatan air sebesar 0.7 m/sk. Nilai ini hanya berkisar 30% dari kecepatan tanpa pengelolaan bantaran. Dengan demikian reduksi kecepatan pada saat banjir adalah sebesar 70%. Kecepatan air yang lebih tinggi diperoleh dengan diameter vegetasi yang lebih besar.

Ganra

Daerah Ganra memiliki potensi yang relatif baik untuk dilakukan pengelolaan sungai dengan konsep ekohidrolik. Hal ini didukung oleh tata guna lahan pada bantaran sungai didominasi dengan kebun coklat. Sta 13 200 merupakan titik yang dipilih dalam analisis ekohidrolik dengan karakteristik hidrolika adalah lebar dasar 16.2 meter dan luas penampang 48.2 m2. Debit yang dapat ditampung pada stasiun adalah 42.317 m3

Disain ekohidrolik pada titik ini adalah dengan melakukan pengerukan pada dasar saluran sedalam 0.82 meter sehingga kedalaman sungai menjadi 3.5 meter. Bantaran sisi kanan sungai yang terjadi erosi tebing juga dikeruk selebar 2 meter sehingga kemiringan tebing dapat diperkecil. Analisis trial and error

memberikan hasil bahwa tinggi genangan 1 meter pada sisi kanan sungai dengan lebar bantaran 120 meter dapat menampung debit 50 tahunan. Dengan diameter vegetasi 10 cm, debit yang dapat ditampung adalah 508.12 m3/s. Debit ini meningkat 1.7 % hingga 2% pada diameter vegetasi 20 cm hingga 100 cm.

/s.

Perhitungan tinggi genangan yang tepat sesuai dengan debit 50 tahunan. pada berbagai diameter vegetasi diuraikan pada Gambar 67. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan dengan penataan bantaran sungai, maka tinggi genangan di bantaran hanya mencapai 0.73 meter pada diameter vegetasi 10 mm. Jika diameter vegetasi 20 mm atau lebih besar, maka tinggi genangan hanya mencapai 0.7 meter. Dengan demikian terjadi penurunan tinggi genangan setinggi 7.4 meter.

Manfaat lain dari penerapan ekohidrolik ini adalah penurunan kecepatan air. Berdasarkan analisis ekohidrolik di titik ini, maka kecepatan air dapat diturunkan dari 1.7 m/s menjadi 1.5 m/s. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 68.

Gambar 68. Kecepatan air pada bantaran sungai di sta 13 200

Hasil analisis pada Gambar 68 menunjukkan bahwa kecepatan air dapat direduksi sebesar 10% pada titik ini. Tanpa disain ekohidrolik di bantaran sungai serta perbesaran kapasitas sungai, maka kecapatan aliran pada saat banjir sebesar 1.7 m/sk. Dengan adanya pengelolaan tersebut, maka kecapatan aliran dapat direduksi hingga 1.5 m/s.

Bakke

Wilayah Bakke merupakan wilayah yang mengalami ancaman banjir yang sangat besar. Masyarakat di wilayah ini sering mengalami banjir sehingga mengalami kerugian yang cukup besar baik dalam hal kerusakan infrastruktur, hasil panen padi maupun dengan kualitas hasil kebun. Debit banjir untuk periode ulang 50 tahunan pada wilayah ini adalah 441.691 m3

Pada penelitian ini analisis ekohidrolik dilakukan pada sta 16 400 yaitu dengan muka air banjir setinggi 13.2 meter tanpa adanya pengelolaan sungai. Disain pengelolaan sungai secara ekohidrolik dilakukan dengan memperbesar kapasitas sungai yaitu dengan melakukan penggalian pada sisi kiri dan kanan sungai. .

/s.

Pada disain ini pula dilakukan analisis ekohidrolik dengan tinggi genangan 2 meter di sisi kanan dan 2.28 meter di sisi kiri sungai. Debit maksimum yang dapat ditampung dengan penggenangan 100 meter di sisi kiri dan kanan sungai

adalah sebesar 285 m3/s. Nilai ini masih lebih kecil dibandingkan dengan debit 50 tahunan sebesar 441.7 m3/s. Dengan demikian, maka lebar bantaran 100 meter dinilai tidak layak dalam disain ekohidrolik utnuk titik ini. Disain ekohidrolik yang tepat yaitu dengan lebar bantaran 150 meter. Dengan penanganan tersebut maka debit yang diperoleh pada diameter vegetasi 10 cm adalah 452.771 m3/s. Nilai ini lebih besar dari debit rencana 441.091 m3/s. Adapun perhitungan tinggi genangan yang tepat sesuai dengan debit 50 tahunan disajikan pada Gambar 69.

Gambar 69. Tinggi genangan pada sisi kiri sungai di sta 16400

Pada Gambar 69 menunjukkan bahwa tinggi genangan yang terjadi pada banjir dengan debit sebesar 441.691 m3

Kecepatan air yang diperoleh pada analisis ekohidrolik adalah dengan penanganan bantaran 150 meter maka kecepatan air dapat dikurangi sebesar 0.9 m/s. Nilai ini berkisar 40% dari kecepatan sebelum adanya pengelolaan bantaran. Dengan demikian, maka reduksi kecepatan pada stasiun ini adalah sebesar 60% sebagaimana digambarkan pada Gambar 70.

/s adalah 2.221 meter disisi kiri sungai sedang di sisi kanannya setinggi 1.94 meter dengan diameter vegetasi 10 meter. Tinggi genangan dengan diameter vegetasi 20 cm hingga 100 cm memberikan hasil sebesar 2 meter.

Gambar 70. Kecepatan air pada bantaran sungai di sta 16 400

Gambaran hasil analisis ekohidrolik di sepanjang sungai Lawo menunjukkan bahwa diameter vegetasi 10 cm – 20 cm dapat menurunkan tinggi genangan di bantaran sungai. Lebar bantaran bervariasi antara 100 meter hingga 150 meter. Disain lebar bantaran sungai serta diameter vegetasi yang minimal dan dapat menampung debit rencana 50 tahunan dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Disain ekohidrolik pada Sungai Lawo

Lokasi Sta Lebar bantaran (meter) Diameter vegetasi

(cm) kiri kanan Seppang 000 150 150 10 Lawo 3 200 150 150 10 Cenrana 6 800 150 0 10 Paowe 9 800 120 120 20 Talumae 10 400 100 100 10 Ganra 13 200 0 120 10 Bakke 16 400 150 150 10

Hasil analisis ekohidrolik menunjukkan bahwa genangan air pada berbagai titik terjadi penurunan yang signifikan, sehingga kerusakan akibat banjir dapat dikurangi. Ekohidrolik merupakan salah satu tindakan pengurangan akibat kerugian banjir melalui usaha membuat kebal banjir (floodproofing) bagi harta milik tertentu dan pengolahan dataran banjir (Linsley et al, 1996). Hasil analisis disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26. Reduksi tinggi genangan akibat konsep ekohidrolik di Sungai Lawo

Lokasi sta

Tinggi genangan (meter) Reduksi

Tinggi genangan (meter) Tanpa Ekohidrolik Dengan Ekohidrolik

kiri kanan kiri kanan

Seppang 0 2.885 1.635 1.821 0,571 1.064 Lawo 3 200 3.975 2.895 1.456 0,376 2.519 Cenrana 6 800 2.626 0.000 1.689 0.000 0.937 Paowe 9 800 4.724 3.124 2.491 0.891 2.233 Talumae 10 400 3.595 3.505 1.901 1.811 1.694 Ganra 13 200 6.555 8.975 0.000 0.734 8.241 Bakke 16 400 11.251 10.971 2.221 1.941 9.030

Dengan adanya vegetasi tanaman diameter antara 10 cm – 20 cm pada bantaran sungai, maka tinggi genangan dapat direduksi sebesar 0.9 meter hingga 9 meter. Penurunan muka air ini disebabkan adanya perbesaran penampang sungai, yaitu bantaran sungai dijadikan daerah yang dapat digenangi. Hal ini didasarkan dengan teori bahwa lebar bantaran sungai menyebabkan peningkatan kapasitas sungai sehingga muka air yang terjadi menjadi lebih rendah. Dengan penataan bantaran sungai, maka aliran air dapat tertahan pada bantaran sungai pada lokasi yang telah direncanakan sehingga aliran air sungai tidak mengalir dengan cepat ke hilir yang menyebabkan banjir besar di hilir.

Dengan konsep ekohidrolik maka distribusi banjir dapat dicapai yaitu banjir besar yang terjadi di daerah hilir dapat dibagi menjadi banjir kecil di beberapa tempat. Genangan di bantaran sungai tersebut selain menjadi retensi banjir tetapi juga memiliki fungsi ekologis. Maryono (2005) menguraikan bahwa genangan di pinggir sungai dapat berupa danau, rawa dan pelebaran bantaran banjir. Fungsi ekologinya adalah sebagai habitat akuatik, amphibi dan habitat darat. Genangan dapat terhubungkan dengan sungai utamanya dan dapat juga tidak terhubung.

Dengan demikian semakin lama suatu volume banjir tersimpan pada suatu titik maka ekologi sungai semakin terjaga. Namun demikian hal ini bertentangan dengan konsep konservasi air yang konvensional. Schwab et al (1981)

menguraikan bahwa peningkatan kualitas sungai dapat dilakukan dengan menaikkan luas penampang melintang serta peningkatan kecepatan air. Dimana peningkatan luas penampang melintang dapat dicapai dengan penggalian atau pelebaran saluran. Sedang peningkatan kecepatan aliran dicapai melalui pembersihan tanaman atau vegetasi di tepi sungai serta dengan pembuatan tanggul (leeves).

Secara struktural tanggul yang biasanya dari beton atau pasangan batu tidak sesuai dengan upaya konservasi air karena akan menutup mata air atau memperkecil debit mata air. Penggenangan pada bantaran sungai merupakan salah satu upaya konservasi air dimana mata air sungai biasanya terasosiasi dengan berbagai komponen ekologi disekitar sungai. Terdapat kaitan yang signifikan antara komponen ekologi dengan mata air sungai. Zona perakaran pohon-pohon besar memungkinkan terjadinya tegangan tarik zona perakaran terhadap air (Maryono, 2005).

Pada kajian ini, analisis ekohidrolik membuktikan bahwa penanaman vegetasi di bantaran sungai dapat memperkecil kecepatan air. Penurunan kecepatan air pada setiap lokasi akibat adanya pengelolaan sungai dengan konsep ekohidrolik bervariasi antara 10% hingga 76% yang diuraikan pada Tabel 27.

Tabel 27. Kecepatan air pada bantaran sungai di sepanjang Sungai Lawo

Lokasi Sta Lebar bantaran (meter) Diameter vegetasi (cm) V (m/s) Reduksi Kec (%)

kiri kanan sebelum sesudah

Seppang 0 150 150 10 2.344 0.897 62 Lawo 3 200 150 150 10 1.550 0.703 55 Cenrana 6 800 150 0 10 3.751 0.899 76 Paowe 9 800 120 120 20 1.901 0.845 56 Talumae 10 400 100 100 10 2.448 0.699 71 Ganra 13 200 0 120 10 1.707 1.542 10 Bakke 16 400 150 150 10 1.602 0.621 61

Penurunan kecepatan air akibat adanya vegetasi di bantaran disebabkan oleh akibat meningkatnya daerah interaksi (lebar bantaran) serta proses kehilangan energi kinetik akibat gesekan kecepatan antar tampang. Fenomena ini sesuai dengan hasil penelitian Sadeghi et al (2010) bahwa dengan adanya vegetasi pada bantaran sungai dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kecepatan air pada

badan sungai dan pada bantaran sungai. Dengan adanya vegetasi pada bantaran sungai, maka kecepatan air pada bantaran sungai jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kecepatan air di sungai. Dengan adanya vegetasi, maka terjadi transfer momentum lateral, gaya geser dan kehilangan energi serta meningkatnya tahanan aliran. Demikian pula pada hasil kajian Sun et al. (2010) bahwa vegetasi di bantaran sungai sangat berpengaruh terhadap pola aliran sungai, penurunan kecepatan dan peningkatan gaya gesek antara aliran dan dasar saluran (peningkatan nilai drag koefisien).

Vegetasi yang dimanfaatkan dalam penataan bantaran sungai harus memiliki ketahanan terhadap arus akibat tingginya kecepatan pada saat erjadi banjir. Vegetasi tersebut harus ditunjang dengan kekuatan perakaran dan diameter batang yang cukup sehingga mampu bertahan hidup dalam kondisi tergenang banjir.

Uraian hasil analisis ekohidrolik pada berbagai lokasi di Sungai Lawo dapat membuktikan bahwa penataan bantaran sungai dapat memperkecil bahaya banjir. Tata guna lahan pada bantaran sungai dapat disesuaikan dengan vegetasi yang sesuai sehingga muka air banjir dapat direduksi. Selain itu, erosi tebing yang terjadi akibat tingginya kecepatan dapat dikurangi dengan berkurangnya kecepatan air.

Analisis ekohidrolik yang menghasilkan lebar bantaran optimal juga merupakan suatu dasar atau rujukan dalam penentuan garis sempadan sungai. Dengan demikian, maka pada wilayah Seppang, Lawo dan Bakke diperoleh lebar sempadan sungai yang layak adalah 150 meter di sisi kiri dan kanan sungai. Pada wilayah Cenrana, daerah sempadan sungai yang diperlukan adalah selebar 120 meter di sisi kiri sungai. Pada sisi kanannya terdapat tanggul sungai yang cukup tinggi dan relatif aman dari bahaya banjir. Di daerah Paowe dibutuhkan lebar sempadan sungai 120 meter di sisi kiri dan kanan sungai namun harus disertai pula dengan upaya pengerukan sungai sehingga kedalamannya dapat tetap terjaga.

Garis sempadan sungai di Talumae minimal selebar 100 meter di sisi kiri dan kanannya. Pada daerah Ganra, garis sempadan sungai minimal selebar 120 meter di sisi kanan sungai dan di sisi kanan terdapat tanggul yang relatif aman.