• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

4.2. Kondisi Fisik DAS Lawo

Secara administrasi DAS Lawo melintasi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Lalabata dan Kecamatan Ganra. Pada Kecamatan Lalabata terdapat pada dua kelurahan yaitu Kelurahan Ompo dan Kelurahan Salokaraja. Sedang pada Kecamatan Ganra terdapat pada Desa Ganra.

Kondisi Topografi

Tinggi rendahnya suatu lokasi akan menentukan kelembaban udara pada daerah tersebut, karena ketinggian merupakan salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap suhu udara. Ketinggian di wilayah hulu DAS Lawo ± 1 000 meter dpl, bagian tengah DAS 180 - 500 meter dpl, dan bagian hilir DAS 32 meter dpl. Wilayah DAS Sungai Lawo mempunyai kemiringan berkisar dari lereng 0% hingga lereng > 45%. Untuk kemudahannya lereng dikelompokkan menjadi 5 kelas, yaitu: lereng 0% – 7% berada pada daerah hilir, lereng 8% - 15% dan lereng 15% – 25% berada pada bagian tengah, lereng 26% - 45% dan lereng > 45% berada pada bagian hulu. Gambaran klasifikasi dan luas lereng di wilayah DAS Lawo disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Klasifikasi dan luas lereng pada DAS Lawo No. Klasifikasi Lereng Luas (Ha) Prosentase (%)

1 0% – 7% 11 860.92 69.3 2 8% – 15% 486.34 2.8 3 16% – 25% 2 502.46 14.6 4 25% – 45% 1 391.19 8.1 5 >45% 863.54 5.0 Jumlah 17 104.45 100.0

Sumber : Bappeda Kab. Soppeng, 2007

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah DAS Lawo memiliki kemiringan lereng 0 – 7% atau relatif datar dan pada umumnya berada pada daerah hilir. Sedang wilayah dengan kelerengan 8-15%, dan lereng 15 – 25% berada pada daerah tengah. Pada daerah hulu, kemiringan lereng 25 – 45% serta diatas 45%.

Geologi dan Jenis Tanah

Formasi geologi yang tersebar diseluruh Wilayah Kabupaten Soppeng termasuk wilayah DAS Lawo, tersusun dari alluvium endapan danau, pantai dan sedimen serta batu gamping, yang berasal dari terobosan beku formasi terumbu berumur holosen, meosin dan pleosin. Wilayah DAS Lawo terdapat jenis tanah alluvial kelabu tua, gromosol, mediterian coklat, mediterian coklat regosol, dan litosol yang tersebar dari hulu - hilir. Untuk lebih jelasnya klasifikasi jenis tanah serta luasan dan prosentasenya disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Jenis tanah di wilayah DAS Lawo

Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase (%)

Alluvial 8 685.25 50.8

Gromosol 2 795.93 16.3

Mediterian 2 739.35 16.0

Mediterian Regosol 2 883.92 16.9

Jumlah 17 104.45 100.0

Sumber: Bappeda Kab. Soppeng, 2007

Hidrologi

Pengetahuan tentang kondisi hidrologi pada suatu daerah aliran sungai sangat penting dalam upaya pengelolaan sungai. Kondisi hidrologi suatu wilayah dipengaruhi oleh kondisi iklim serta topografi dan geologinya. Data iklim pada Sungai Lawo disajikan berdasarkan hasil pengukuran dari tahun 1985 hingga

tahun 2008 di Stasiun Klimatologi Mallanroe yang terletak di sekitar Sungai Lawo pada koordinat 4o20’38” LS dan 119o55’16” BT diuraikan pada Tabel 16. Suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 25.69oC sedang suhu terendah pada bulan Februari sebesar 21.41oC. adapun suhu rata-rata pada wilayah ini sebesar 23.49o

Tabel 16. Kondisi klimatologi Daerah Aliran Sungai Lawo

C. Selanjutnya dengan melihat kondisi penyinaran matahari maka didapatkan rata rata penyinaran matahari selama 6.81 jam/hari dengan kelembaban realtif rata rata sebesar 85.90%.

Bulan Suhu (o Penyinaran matahari (jam/hari) C) Kelembaban relatif (%) Kecepatan angin (m/detik) Januari 21.65 6.84 85.34 0.28 Februari 21.41 6.23 86.93 0.41 Maret 21.92 7.20 85.78 0.31 April 23.66 7.28 86.11 0.28 Mei 23.66 7.02 87.90 0.50 Juni 24.10 4.15 85.67 0.50 Juli 22.69 5.30 85.94 0.43 Agustus 23.58 8.26 88.07 0.49 September 24.02 8.83 86.10 0.54 Oktober 25.69 7.78 81.29 0.56 November 25.13 7.15 85.05 0.31 Desember 24.20 6.67 86.93 0.43 Rata-rata 23.49 6.81 85.90 0.42

Sumber: Dinas PSDA Prov. Sul-Sel. 2009

Kondisi iklim juga ditandai dengan curah hujan pada suatu wilayah. Data yang diperoleh dari Stasiun pengamat Lapajung yang terletak pada DAS Lawo untuk tahun 1985 hingga tahun 2008 menunjukkan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 154 mm. Adapun rata-rata curah hujan bulanan dalam kurun waktu tersebut disajikan pada Gambar 16.

157 125 167 176 245 172 142 59 47 144 205 209 0 50 100 150 200 250 300

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

C u r a h H u ja n ( m m )

Gambar 16. Grafik fluktuasi rata-rata curah hujan bulanan Tahun 1985 - 2008 Berdasarkan data yang diuraikan tersebut maka wilayah penelitian termasuk dalam iklim basah. Dimana terdapat dua bulan kering yaitu bulan Agustus dan September dengan curah hujan bulanan kurang dari 60 mm. Sedang jumlah bulan basah (curah hujan lebih besar dari 100 mm) sebanyak 10 bulan. Dengan demikian diperoleh nisbah bulan kering:bulan basah sebesar 0.2.

Kondisi hidrologi DAS Lawo berdasarkan data dari Dinas PSDA bahwa debit 4.725 m3/detik. Pada wilayah DAS Lawo terdapat beberapa wilayah yang rawan banjir dengan pembagian karakteristik riwayat banjir disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Luas genangan yang terjadi pada DAS Lawo

Jenis Genangan Luas (Ha) Prosentase (%)

Permanen 76.53 0.4

Periodik 845.46 5.0

Temporer 307.13 1.8

Non genangan 15 875.33 92.8

Jumlah 17 104.45 100.0

Sumber: Bappeda Kab. Soppeng. 2007

Pada Tabel 17 ditunjukkan bahwa terdapat sebanyak 7.186% luas wilayah pada DAS Lawo yang mengalami ancaman banjir. Genangan permanen sebagian besar terjadi pada daerah hilir yaitu di pinggiran Danau Tempe.

Struktur dan Tipologi

Karakteristik hulu DAS Lawo secara umum merupakan kawasan hutan lindung yang memiliki kerapatan hutan baik. Penduduk yang bermukim di sekitar hulu DAS memberikan perlindungan pada kondisi hutan tersebut. Namun di beberapa bagian sungai terdapat kerusakan kondisi fisik sungai seperti perubahan alur sungai.

Pada bagian tengah DAS yang merupakan daerah transisi antara bagian hulu dan hilir DAS di beberapa tempat telah mengalami perubahan dalam bentuk alur air dan bahkan terjadi pelebaran sungai sehingga nampak di beberapa bagian tengah sungai tidak ada air yang mengalir. Tata guna lahan pada bagian tengah DAS umumnya berbentuk sawah, kebun dan pemukiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya sedimentasi yang berlebihan.

Pada bagian hilir DAS Lawo dari segi fisik sungai umumnya sudah mengalami degradasi terutama dalm bentuk sedimentasi. Kondisi ini dibiarkan berlanjut terus menerus maka akan berlanjut dengan proses pendangkalan di bagian tengah sungai dan akan mengganggu keberlangsungan ekosistem di bagian hilir DAS itu sendiri.

Pemukiman merupakan salah satu komponen utama DAS. Terjadinya kerusakan terutama di wilayah bagian hulu DAS tidak terlepas dari berbagai aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di daerah sekitar DAS. Sebaran pemukiman tersebar diseluruh wilayah DAS Lawo mulai dari hulu hingga hilir. Di bagian hulu DAS terdapat 4 (empat) kampung antara lain; Kampung Teppoe, Ara, Galunglangie, dan Seppang yang masuk di wilayah Kecamatan Lalabata dan Donri-Donri. Bagian tengah DAS terdapat 6 (enam) kampung antara lain Kampung Lawo, Cenrana. Paowe (di wilayah kecamatan Lalabata) dan Talumae (wilayah Kecamatan Ganra). Sedangkan dibagian hilir DAS terdapat Kampung Bakke dan Desa Ganra di wilayah Kecamatan Ganra.

Vegetasi

Jenis vegetasi penutupan lahan dalam suatu wilayah DAS sangat berpengaruh terhadap tingkat resiko lingkungan yang akan terjadi seperti erosi. banjir dan sedimentasi. Vegetasi penutupan lahan merupakan salah satu komponen pembentuk DAS yang berperan penting terhadap keberlangsungan

ekosistem DAS itu sendiri. Kaitannya dengan fungsi yang dijalankan maka vegetasi mempunyai pengaruh yang sangat besar terutama dalam menahan pukulan butir-butir air hujan dan menyimpan untuk sementara air yang diterimanya yaitu pada lapisan serasah yang selanjutnya akan menyerap dan memperlambat tingkat aliran permukaan.

Tipe vegetasi penutupan lahan di wilayah DAS Lawo antara lain pemukiman, hutan, persawahan, kebun campuran, tegalan/ladang, belukar dan sebagian adalah rawa. Kondisi hutan di wilayah hulu DAS Lawo masih dalam status hutan lindung. sehingga kondisinya perlu dipertahankan fungsi lindungnya agar tetap terjaga. Namun disisi lain kerapatan pohon sudah mulai berkurang. disebabkan karena terjadinya penebangan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan belum sadar akan pentingnya pelestarian hutan. Sedangkan jenis penutupan lahan lainnya tersebar diseluruh wilayah DAS lawo.

Pemukiman sebagian terdapat di bagian hulu DAS, dan secara umum tersebar di bagian tengah dan hilir DAS. Kebun campuran dan tegalan/ladang tersebar dari hulu-hilir umumnya terdapat di wilayah tengah DAS. Sedangkan persawahan sebagian terdapat di bagian hulu dan tengah DAS dengan luasan tertentu. Rawa hanya terdapat di bagian hilir DAS. Jenis penutupan lahan pada DAS Lawo disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Jenis tutupan lahan pada DAS Lawo

Penutupan Lahan Luas (Ha) %

Permukiman 306.34 1.8 Hutan 4 584.56 26.8 Belukar 878.37 5.1 Kebun Campuran 1 405.21 8.2 Persawahan 5 775.97 33.8 Rawa 76.53 0.4 Ladang/tegalan 4 077.47 23.8 Jumlah 17 104.45 100.0

Sumber: Bappeda Kab. Soppeng. 2007

Tabel 18 menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan yang mendominasi kawasan DAS Lawo adalah persawahan sebesar 33.769%. Sedang prosentase tutupan lahan yang berjenis hutan sebesar 26.803% menunjukkan kondisi ekosistim ini masih relatif baik.

Erosi dan Sedimentasi

Aktivitas penduduk pada wilayah DAS secara tidak terkendali akan memberikan dampak terhadap perubahan kondisi fisik sungai terutama dalam bentuk erosi dan sedimentasi. Pada wilayah DAS Lawo. luas kawasan yang rawan erosi seluas 2 283.14 Ha (13.35%). Selanjutnya di sepanjang sungai juga terjadi erosi tebing sungai. Akibat dari erosi tersebit. maka di daerah hilir terjadi sedimentasi yang berlebihan dimana terjadinya penyempitan sungai hingga berukuran 6 meter. Akibatnya kapasitas tampung sungai semakin kecil dan sering terjadi banjir utamanya pada wilayah Kecamatan Ganra. Kondisi ini lebih diperparah oleh perilaku masyarakat yang kurang baik yaitu sering membuang sampah ke sungai.