• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Penerapan Model Pengelolaan Sungai Berbasis Pada Konsep Ekohidrolik

5.3.2. Analisis Hidrolika

/s. Debit yang lebih besar akan memberikan kemungkinan banjir yang lebih besar pula.

Analisis hidrolika dilakukan untuk memperoleh seberapa besar debit yang dapat ditampung oleh sungai sebelum terjadi banjir. Sebagai saluran terbuka, maka sungai yang memiliki penampang alami diidealisasikan dengan bentuk trapesium. Hasil pengukuran lapangan menujukkan variasi karakteristik penampang sungai pada daerah hulu, tengah dan daerah hilir (perhitungan pada lampiran 2) sebagaimana disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23. Lebar Sungai Lawo pada berbagai lokasi

Lokasi Lebar dasar (meter) Lebar Atas (meter)

Max Min Rata-rata Max Min Rata-rata

Seppang 29.6 12.8 20.9 49.6 26.1 35.7 Lawo 31.2 6.6 17.9 49.1 14.4 30.2 Cenrana 48.0 10.3 28.0 58.2 31.0 41.4 Paowe 37.2 11.2 21.2 48.3 21.1 32.0 Talumae 44.0 5.9 24.1 52.0 13.2 33.3 Ganra 26.8 2.2 18.2 53.9 7.4 24.6 Bakke 16.0 11.2 13.7 53.9 30.3 36.0

Tabel 23 menunjukkan bahwa lebar sungai pada lokasi Seppang yang berada pada daerah hulu lebih besar dibandingkan dengan lebar sungai pada lokasi Lawo. Hal ini disebabkan karena pada daerah Seppang nampak terjadi erosi tebing yang tinggi sedang pada daerah Lawo terjadi banyak tumpukan sediman batuan sehingga lebar sungai menyempit. Pada daerah Cenrana sungai nampak melebar disebabkan karena adanya kegiatan pelebaran alur sungai akibat adanya penambangan batuan. Pada lokasi Paowe banyak terjadi penimbunan sedimen, sedang di Talumae terjadi pengikisan akibat erosi tebing tanpa adanya tindakan perkuatan sehingga terjadi pelebaran sungai. Di daerah Ganra dan Bakke sungai semakin menyempit akibat tingginya sedimentasi.

Kondisi hidrolika lain yang juga mempengaruhi kapasitas sungai adalah kedalaman sungai. Tabel 24 menunjukkan bahwa kedalaman sungai bervariasi antara 10 cm hingga 4.5 meter. Data tersebut juga menunjukkan bahwa daerah hulu dan daerah tengah memnunjukkan kedalaman rata-rata dibawah 2 meter sedang di daerah hilir sungai semakin dalam.

Tabel 24. Kedalaman Sungai Lawo

Lokasi Kedalaman (meter)

Max Min Rata-rata

Seppang 1.9 0.2 0.7 Lawo 1.5 0.2 0.6 Cenrana 2.6 0.1 0.9 Paowe 1.8 0.1 0.7 Talumae 3.7 0.2 1.6 Ganra 4.5 0.4 2.0 Bakke 3.4 0.9 2.1

Karakteristik hidrolika sungai yang terdiri atas lebar dan kedalaman sungai memberikan pengaruh terhadap luas penampang sungai. Gambaran luas penampang sungai untuk setiap lokasi disajikan pada Gambar 37.

Gambar 37. Luas penampang Sungai Lawo

Gambar 37 menunjukkan bahwa pada ketujuh daerah pengamatan luas penampang maksimum dan minimum sangat besar perbedaannya. Hal ini menunjukkan ketidakteraturan sungai sangat besar. Kondisi sungai pada daerah Talumae, Ganra dan Bakke memiliki luas penampang rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan dengan daera Seppang, Lawo, Cenrana dan Paowe.

Karakteristik hidrolika lain adalah kemiringan sungai atau gradien sungai. Karakteristik ini berpengaruh pada kecepatan aliran. Dasar sungai dari hulu ke hilir memperlihatkan perbedaan tinggi (elevasi), dan pada jarak tertentu atau keseluruhan sering disebut dengan istilah “gradien sungai” yang memberikan gambaran berapa presen rataan kelerengan sungai dari bagian hulu kebagian hilir. Besaran nilai gradien berpengaruh besar terhadap laju aliran air (Waryono, 2008).

Daerah dengan kemiringan memanjang yang tinggi akan menyebabkan terjadinya kecepatan yang tinggi dan memungkinkan terjadinya erosi tebing. Sedang pada daerah dengan kemiringan kecil akan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Kemiringan sungai pada beberapa lokasi diuraikan pada Gambar 38.

Gambar 38. Kemiringan memanjang pada Sungai Lawo

Gambar 38 menunjukkan bahwa kemiringan sungai semakin ke hilir semakin kecil. Bahkan pada daerah Ganra dan Bakke kemiringan sungai sangat kecil sehingga menunjukkan terjadinya sedimentasi yang tinggi. Kemiringan yang kecil menunjukkan pengaliran air juga lambat dan jika terjadi peningkatan debit air yang cukup besar, maka akan menyebabkan terjadinya banjir.

Sungai sebagai saluran alamiah memiliki kondisi kekasaran dinding yang tidak seragam, sedang variabel ini mempengaruhi kecepatan air di sungai. Nilai koefisien kekasaran di sepanjang sungai bervariasi. Hal ini tergantung pada beberapa faktor diantaranya ketidakteraturan sungai, perubahan tata guna lahan, urbanisasi, erosi dan sedimentasi (Purwanto, 2002). Koefisien kekasaran sungai juga biasa disebutkan sebagai koefisien hambatan. Pada saluran alamiah, koefisien hambatan merupakan gabungan antara koefisien hambatan bentuk dasar saluran, bentuk tebing, bentuk memanjang saluran dan struktur vegetasi (Maryono, 2005).

Kondisi kekasaran saluran dapat dilihat berdasarkan koefisien kekasaran equivalen (berdasarkan rumus dari Keulegan dalam Maryono, 2005). Persamaan matematis kekasaran saluran yang diperoleh berdasarkan data kecepatan aktual, tinggi muka air aktual, jari-jari hidrolis dan kemiringan saluran disajikan pada Gambar 39

Gambar 39. Persamaan matematis kekasaran saluran

Nilai drag koefisien dapat diperoleh berdasarkan persamaan matematis tersebut dan nilai kekasaran saluran ekuivalen juga dapat diperoleh. Pada Sungai Lawo diperoleh gambaran nilai koefisien kekasaran equivalen saluran yang berbeda-beda untuk ketujuh lokasi penelitian. Perbedaan tersebut digambarkan pada Gambar 40.

Gambar 40. Kekasaran ekivalen sungai

Gambar 40 menunjukkan bahwa tingkat kekasaran ekuivalen pada Sungai Lawo berada diantara 0.276 m hingga 0.700 m. Nilai kekasaran tersebut dibandingkan dengan nilai kekasaran yang disajikan oleh Zanke dan DVWK dalam Maryono (2005) bahwa sungai dengan kondisi jelek dan rusak memiliki

kekasaran ekivalen antara 300 mm hingga 500 mm. Dengan demikian secara umum kondisi sungai Lawo termasuk dalam kategori sangat jelek.

Selanjutnya menurut Purwanto (2002) bahwa pada dasarnya nilai koefisien kekasaran sepanjang sungai adalah bervariasi. Hal ini tergantung pada beberapa faktor diantaranya ketidakteraturan sungai, perubahan tata guna lahan, urbanisasi, erosi, dan sedimentasi yang kesemuanya sangat mempengaruhi nilai koefisien kekasaran dari sungai yang bersangkutan.

Kapasitas sungai menunjukkan kemampuan sungai dalam mengalirkan air. Jika debit air lebih besar dari kapasitas tersebut maka akan terjadi banjir. Berdasarkan analisis hidrolika diperoleh variasi nilai kapasitas sungai seperti pada Gambar 41.

Gambar 41. Kapasitas Sungai Lawo

Gambarl 41 menunjukkan bahwa kapasitas rata-rata sungai berkisar antara 15 m3/s hingga 122 m3/s. Nilai maksimum menunjukkan bahwa terjadi pelebaran sungai dan kedalaman yang lebih tinggi. Sedang nilai minimum disebabkan akibat adanya penyempitan sungai dan pendangkalan. Gambaran kapasitas tersebut menunjukkan bahwa Sungai Lawo memiliki ketidakteraturan yang cukup tinggi dimana terdapat titik pembacaan dengan kapasitas yang sangat kecil.