• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ekonomi Menjadi Pendekatan Hukum Transaksi Derivatif Valuta Asing

C. Transaksi Derivatif Valuta Asing Dalam Perspektif Economic Analysis Of Law

2. Analisis Ekonomi Menjadi Pendekatan Hukum Transaksi Derivatif Valuta Asing

Berdasarkan pengalaman perbandingan suku bunga pinjaman rupiah (IDR atau Indonesian Rupiah) relatif lebih mahal dibandingkan valuta asing. Hasil survei perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia kuartal II tahun 2014 kepada 42 bank umum yang berkantor pusat di Jakarta. Ke-42 bank ini mempunyai pangsa kredit sekitar 80% dari nilai total kredit bank umum secara nasional. Suku bunga kredit rupiah sekitar 14%, sedangkan suku bunga bunga kredit dalam bentuk valuta asing (valas) terutama dollar amerika (USD) berkisar rata-rata 6%.

Bila dibandingkan, terdapat selisisih sekitar 8% di mana pinjaman rupiah lebih mahal. Tetapi dengan mengambil pinjaman valas, menyebabkan nasabah menghadapi risiko perubahan kurs (forex risk), yaitu kerugian yang timbul akibat perubahan nilai mata uang asing terhadap rupiah. Bila terjadi depresiasi misalnya, utang debitor (dalam konversi rupiah) akan bertambah sebesar nilai depresiasi tersebut. Contoh : kita memberikan pinjaman USD 1,000,000.- (satu juta) pada tanggal 2 Januari 2014. Kurs saat itu adalah Rp.9.733,- perdollar. Dengan demikian, kredit kita sama dengan Rp 9.733.000.000,- Katakanlah pada tanggal 31Desember 2014 depresiasi di

279

Roberto Mangabeira unger, What Should Legal Analysis Become ?, (London, New York: Verso, 1996), hal 26.

mana kurs USD/IDR menjadi Rp.12.303,- Dengan terjadinya depresiasi tersebut, utang debitor (dalam konversi rupiah) sekarang berubah menjadi Rp.12.303.000.000,-

Peneliti mengunakan tataran filosofis bahwa semua orang atau perusahaan komersial mengunakan uang sebagai bahan baku yang harus dibayarkan. Oleh karena itu, orang atau perusahaan dimaksud harus mendapatkan laba yang cukup untuk memenuhi pembayaran. Perusahaan harus mendapatkan laba yang cukup untuk membayar suku bunga pinjaman, biaya akibat selisih kurs valas dan biaya lainnya. Perusahaan yang tidak menghasilkan laba tidak akan bertahan setidaknya dalam bentuk dan kepemilikan yang sama.280

Oleh karena itu, analisis ekonomi yang digunakan adalah berdasarkan asumsi-asumsi angka dalam proforma laporan keuangan rugi laba (profit and loss) yang dapat memberikan peta yang jelas dan nyata terhadap kondisi mikro yang diharapkan sebagai dasar pertimbangan menentukan kebijakan yang bersifat makro maupun dasar bagi regulator untuk mengeluarkan aturan kewajiban lindung nilai kepada perorangan maupun perusahaan yang memiliki kewajiban mata uang asing tetapi berpendapatan rupiah.

a. Skenario Pertama Perusahaan Menggunakan Hedging

Bila seluruh penghasilan bisnis adalah dalam rupiah sedangkan pinjaman dalam valuta asing, debitor sebenarnya berada dalam kondisi yang dilematis. Di satu pihak menikmati suku bunga pinjaman yang relatif rendah tetapi di pihak lain menghadapi risiko valas yang tidak ada akhirnya (selama debitor masih mengambil pinjaman valuta asing tersebut).

Risiko tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan melakukan transaksi berjangka (forward transaction) dengan bank. Yang dimaksud dengan transaksi berjangka adalah jual beli valuta asing di mana penyerahannya baru dilakukan beberapa waktu yang akan datang (sesuai

280

perjanjian) dengan kurs yang ditentukan pada saat transaksi dilakukan (saat ini). Dalam bahasa yang lebih sederhana, kita mengadakan transaksi sekarang (misalnya membeli USD) tetapi baru menerima USD tersebut nanti (katakanlah tiga bulan yang akan datang) tetapi kurs pembelian tersebut ditentukan sekarang (dengan perhitungan tertentu), Karena kurs transaksi telah ditentukan pada saat kontrak dibuat, maka yang berlaku adalah kurs kontrak tersebut, bukan kurs pada saat jatuh tempo.

Tindakan pencegahan melalui transaksi berjangka dengan maksud untuk menutup risiko

forex yang dinamakan hedging. Tujuan utama dari tindakan hedging adalah untuk menutup risiko kerugian akibat perubahan kurs, bukan untuk mengambil keuntungan dari selisih kurs. Dengan menutup kontrak forward seperti yang diuraikan di atas, belum tentu nasabah akan memperoleh keuntungan, tetapi dengan menutup kontrak ini nasabah memperoleh kepastian kurs atas transaksi valuta asing yang dilakukan. Apabila nasabah memiliki hutang, nasabah tersebut akan memperoleh kepastian jumlah hutang pada saat kontrak jatuh tempo. Untuk menghitung kurs yang dipakai dalam transaksi berjangka dipergunakan rumus sebagai berikut :

FORWARD RATE = SPOT RATE + PREMIUM

Forward Rate adalah kurs mata uang yang dipakai dalam kontrak berjangka.

Spot Rate adalah kurs mata uang yang berlaku saat ini (pada saat kontrak dibuat).

Premium adalah sejumlah nilai yang ditambahkan ke Spot Rate untuk memperoleh kurs forward.

Premium merupakan selisih antara bunga deposito rupiah dengan bunga deposito USD. Misalnya bunga deposito rupiah adalah 9% p.a. dan bunga USD adalah 2% p.a. maka premium adalah 7% pertahun (9% - 2%). Nilai premium dapat dihitung dengan rumus :

PREMIUM =

360

Contoh : Kurs USD saat ini (Spot Rate) adalah Rp 10.000. Premium untuk transaksi berjangka satu tahun (360 hari) adalah 6% pertahun. Maka nilai nilai kurs forward adalah :

Spot Rate = Rp.10.000

Premium = Rp.10.000 x 7% x 360 360

= 700

Kurs forward = Rp.10.000,- + 700 = Rp.10.700,-

Skenario I (Hedging) : “PTA” adalah seorang importir pada tanggal 2 Januari 2014 mendapatkan kredit impor dari “bank B” sebesar USD 700,000.- dengan suku bunga kredit 6 % (enam persen) pertahun. Dengan alasan keamanan pembayaran kewajiban utangnya, “PT A” mengadakan hedging yaitu kontrak forward dengan bank “B” untuk membeli USD 700,000.- sesuai tanggal jatuh tempo utang pada 31 Desember 2014. Bank menentukan bahwa kurs

forward untuk transaksi tersebut adalah Rp.10.700,- per 1 USD, sehingga total nilai forward Rp. 7.490.000.000,-. Adapun angka tersebut berasal dari :

FORWARD RATE = SPOT RATE + PREMIUM

Rp. 7.490.000.000,- = (Rp.10.000,- + Rp.700,-) X USD 700,000.-.

Dengan demikian “PT A” wajib menyediakan dana Rp.7.490.000.000,- pada tanggal forward

jatuh tempo pada 31 Desember 2014.Ternyata pada tanggal 31 Desember 2014 terjadi depresiasi sehingga kurs menjadi Rp 13.000,-/per 1 USD. Maka “PT A” diuntungkan Rp.2.300,-/ 1 USD atau diuntungkan Rp.1.610.000.000,- atau (Rp.2.300 X USD 700,000.-).

Perhitungan untuk menentukan perusahaan mana yang paling efisien akibat dari penggunaan fasilitas hedging dan non hedging dapat dilihat dari perhitungan proforma neraca rugi laba yang akan digambarkan pada tabel dibawah ini :

Gambar 4 :

Tabel perhitungan laba rugi perusahaan yang menggunakan fasilitas hedging

No “ PT A “

Perhitungan Laba/Rugi Tahun 31 Desember 2014

Proforma Dalam Jutaan (Rupiah) Persentase (%)

1 Penjualan Bersih 10.000 100 %

2 Harga Pokok Penjualan/COGS - 7.000 - 70 %

3 Laba Kotor 3.000 30 %

4 Biaya Operasional - 1.000 - 10 %

5 Laba Operasional 2.000 20 %

6 Biaya Bunga Bank - 420 -4,2 %

7 Biaya Hedging - 490 - 4,9 %

8 Laba Bersih 1.090 10,9 %

Sumber : Pengolahan data asumsi berdasarkan standar proforma bank Keterangan :

“ PT A” = Perseroan Terbatas A

Pada Skenario I tersebut menggambarkan perhitungan rasional dengan menggunakan

pareto cost efisiensi, dimana dengan menggunakan fasilitas hedging Perseroan Terbatas “PTA” mendapat keuntungan sebesar Rp.1.090.000.000,- atau 10,9 % meskipun terjadi depresiasi rupiah sebesar 30 % dari sebelumnya Rp.10.000,-/1USD menjadi Rp.13.000,-/1 USD.

Gambar 5 :

Kurva Penerimaan dan Biaya ”PT A” (Skenario Hedging)

Keterangan :

TR = Total Revenue

TC 1 = Total Cost Skenario 1 FC = Fixed Cost

Pada gambar kurva skenario I Garis TR berada di atas garis TC1 mencerminkan perusahaan masih memperoleh keuntungan akibat lindung nilai.

b. Skenario Kedua Perusahaan Tidak Menggunakan Hedging (Non Hedging)

Skenario II (Non Hedging) : Pada skenario ini perusahaan (“PT C”) yang berpendapatan rupiah tidak mengamankan atau hedging atas utang yang diperoleh dari “bank B” sebesar USD 700,000.- dengan bunga kredit 6% (enam persen) pertahun yang akan jatuh tempo pada tanggal 31 Desember 2014. “PT C” memprediksikan rupiah akan stabil terhadap dollar Amerika Serikat (USD) pada kurs Rp10.000,-/1 USD, atas alasan tersebut “PT C” lebih memilih membeli dollar

on the spot pada saat utang jatuh tempo. Namun prediksi “PT C” tidak tepat karena terjadi depresiasi terhadap rupiah dari Rp.10.000,- per dollar menjadi Rp. 13.000,- per dollar. Akibatnya “PT C” mengalami kerugian atas kurs sebesar Rp. 2.100.000.000,- atau (Rp.13.000,- X USD 700,000.-). Dengan demikian neraca rugi laba yang akan terjadi pada tabel dibawah ini :

Gambar 6 :

Tabel perhitungan laba rugi perusahaan nonhedging

No “ PT C “

Perhitungan Laba/Rugi Tahun 31 Desember 2014

Proforma Dalam Jutaan (Rupiah) Persentase (%)

1 Penjualan Bersih 10.000 100%

2 Harga Pokok Penjualan - 7.000 - 70 %

3 Laba Kotor 3.000 30 %

4 Biaya Operasional - 1.000 - 10 %

5 Laba Operasional 2.000 20 %

6 Biaya Bunga Bank - 420 - 4,2 %

7 Biaya Selisish Kurs - 2.100 - 20,1 %

8 Laba Bersih - 520 - 5,2 %

Sumber : Pengolahan data asumsi berdasarkan standar proforma bank Keterangan :

“PT C” = Perseroan Terbatas C

Pada Skenario II perusahaan mengalami kerugian sebesar -5,2 % akibat perusahaan tidak menggunakan hedging untuk utangnya akibat depresiasi rupiah rupiah sebesar 30 % yaitu dari Rp. 10.000,- menjadi Rp.13.000,-/1 USD.

Gambar 7 :

Kurva Penerimaan dan Biaya ”PT C” (Skenario Non Hedging)

Keterangan :

TR = Total Revenue

TC 2 = Total Cost Skenario 2 FC = Fixed Cost

Pada gambar kurva skenario II Garis TR berada di bawah garis TC2 mencerminkan perusahaan mengalami kerugian akibat tidak melakukan lindung nilai terhadap hutang USD yang akan jatuh tempo.

Untuk memperbandingkan perhitungan efisiensi “PT A” dan “PT C”. Maka dalam analisis lebih lanjut diperbandingan perhitungan tingkat efisiensi melalui tabel perbandingan analisis struktur biaya atas skenario I (hedging) dan skenario II (non hedging). Perbandingan dari tabel di bawah menunjukkan perbedaan hasil akhir antara sebuah perusahaan yang diwakili yang menghasilkan laba karena faktor hedging yaitu PT “A” dan sebuah perusahaan yang merugi

karena non hedging yaitu PT “C”. Dari perbandingan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perusahaan yang melakukan hedging akan lebih baik daripada perusahaan yang non hedging. Tabel di bawah ini adalah tabel perbandingan tingkat efisiensi perusahaan yang menggunakan hedging dapat dilihat pada kolom “C” (TC 1) dan non hedging pada kolom “B” (TC 2) sebagai berikut :

Gambar 8 :

Tabel perbandingan analisis struktur biaya

Analisis Struktur Biaya Perbandingan Rupiah (jutaan) Efisiensi (jutaan)

A B C D (TC 2) (TC 1) TC 2 – TC 1 TR - 520 1.090 1.610 TC 3.520 1.910 1.610 TVC 2.520 910 1.610 FC 1.000 1.000 0 Keterangan : A, B, C, D = Kolom

TR = Total Revenue (total laba) TC = Total Cost (Total biaya)

TVC = Total Variabel Cost (Biaya Variabel) FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)

TC 1 = “PT A” merupakan perusahaan Hedging

TC 2 = “PT C” merupakan perusahaan Non Hedging

Tabel perbandingan analisis struktur biaya di atas menunjukkan terjadi efisiensi perhitungan penerimaan dan biaya antara PT “A” dan PT “C” sebesar Rp. 1.610.000.000,- (satu miliar enam ratus sepuluh juta rupiah) atau sebesar 16,1 % (enam belas koma satu persen). Analis struktur biaya dimaksud dapat diterjemahkan dalam kurva penerimaan dan biaya di bawah ini :

Gambar 9 :

Kurva Penerimaan dan Biaya Untuk Perbandingan Skenario Perusahaan yang melakukan

Hedging dan NonHedging

Dalam analisis mikro ekonomi perusahaan yang masih feasible dalam arti penghasilannya (revenue) ditulis dengan simbol TR. Penggabungan kedua biaya yang umumnya selalu konstan atau fixed cost dan biaya yang berubah-rubah akibatkan selisih kurs atau variabel cost disebut sebagai total cost ditulis dengan symbol TC. Apabila perusahaan memiliki garis penerimaan ”TR”di atas garis ”TC” artinya perusahaan masih memperoleh keuntungan atau laba, sebaliknya garis TR di bawah garis TC artinya perusahaan mengalami kerugian. Gambar 6 : Kurva Penerimaan dan Biaya di atas menunjukkan tingkat efisiensi sebesar 16,1 % dari hasil perbandingan antara skenario I yaitu perusahaan yang melakukan hedging yang diwakili dengan garis TR di atas garis TC 1 dalam keadaan demikian PT A menikmati laba (profit). Sedangkan

perusahaan yang non hedging yang diwakili dengan garis TR berada dibawah garis TC 2 menunjukkan perusahaan mengalami kerugian akibat gejolak mata uang.