• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lindung Nilai Sarana Hukum Menjaga Stabilitas Perekonomian (Studi Tentang Pengaturan Kewajiban Lindung Nilai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lindung Nilai Sarana Hukum Menjaga Stabilitas Perekonomian (Studi Tentang Pengaturan Kewajiban Lindung Nilai)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TRANSAKSI BISNIS DALAM KONTRAK DERIVATIF VALUTA ASING

A. Pengertian Transaksi Derivatif

Berakhirnya sistem nilai tukar tetap di dunia (Bretton Woods Agreement) telah memberikan kontribusi kepada perkembangan produk derivatif secara global. Inovasi keuangan yang cepat dari sektor keuangan tersebut mendorong perkembangan derivatif yang semakin bervariasi. Akibat semakin banyaknya varian produk derivatif tersebut membuat regulasi semakin tertinggal. Kesulitan membuat regulasi di bidang derivatif dipengaruhi juga oleh pemahaman terhadap sistem keuangan dan sistem beroperasinya transaksi derivatif yang lebih rumit jika dibandingkan dengan transaksi bisnis biasa (conventional). Berkenaan dengan hal tersebut Feorge Crowford & Bidyut Sen menyatakan, “Some of the problems with derivatives may not be caused by imprudent use of this modern tools themselves, but by using them within a

legal and regulatory framework that has not yet adapted to them.

Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang aspek hukum dari transaksi derivatif perlu dijelaskan pengertian dan definisi derivatif yang dikutip dari berbagai pendapat para ahli di bidang derivatif. Derivatif merupakan istilah umum (generic term) untuk sejumlah instrumen keuangan yang diambil dari berbagai produk keuangan seperti tingkat suku bunga (interest rates), kurs valuta asing (foreign exchange) dan saham (equity). Dilihat dari jenisnya ada tiga jenis instrumen yang penting dalam derivatif yaitu forward, option dan swap. 104

Meskipun dari sisi perannya, transaksi derivatif berguna untuk pengelolaan risiko (risk management) dan telah lama ditransaksikan di pasar uang. Namun ternyata para ahli di bidang

104

(2)

transaksi derivatif belum mencapai kesepakatan mengenai apa yang di maksud dengan “transaksi derivatif” itu sendiri. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang derivatif berikut ini diuraikan beberapa pengertian tentang derivatif sebagai berikut105

Pertama, Saul S.Cohen menyatakan, “Attempting to define derivatives is very difficult because instruments capable of bearing that level are infinitely protean, they evolve too rapidly to be encompassed under any preexisting regulatory structure.” Menyitir dari kliennya yang menyatakan transaksi derivatif sebagai “Any financial product that is difficult to understand”. Kedua, Francesca Taylor menyatakan, “A derivative instrument is one whose performance is based (or derived), on the behavior of the priceof an underlying asset, (often simply known as the underlying), The underlying itself does not need to be bought or sold A premium may be due”. Ketiga, Alfred Steinherr menyatakan, ”A contract or security whose value is closely related to and to a large extent determined by the value of a related security, commodity, or index”. Keempat, David lynch menyatakan, “A Derivative is an instrument primarily for trading risk. Its current value is ultimately derived from, or varies in accordance with, the value with, the value or underlying goods, instrument, rate or index, or same combination of these”. Kelima, Nicholas G.Apostolou menyatakan “Derivatives are financial instruments whose value is derived from fluctuations in the share of an underlying asset such as a share price, a rate of interest, or a currency exchange rate.”

:

Dari berbagai pendapat ahli tersebut, Dian Ediana Rei dengan bahasa yang lebih sederhana menyebutkan bahwa “Transaksi derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya bergantung pada atau diturunkan dari suatu aset yang mendasarinya (underlying asset), baik yang diikuti dengan pergerakan dana atau tanpa pergerakan dana/instrument.”106

Robert W. Kolb and James A. Overdahl menyebutkan :

"We define a derivative as a contract that derives most of its value from some underlying asset, reference rate, or index. As our definition implies, a derivative must be based on at least one underlying. An underlying is the asset, reference rate, or index from which a derivative inherits principal source of value. Falling within our definition are several different types of derivatives, including commodity derivatives and financial derivatives".107

105

Dian Ediana Rae, Transaksi Derivatif Dan Masalah Regulasi Ekonomi Di Indonesia, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2008) hal

106

Ibid., hal x. 107

(3)

Jhon C. Hull, menyebutkan :

"A derivative can be defined as a financial instrument whose value depends on (or derives from) the values of other, more basic underlying variables. Very often the variables underliying derivatives are the prices of trade assets. A stock option, for example, is a derivative whose value is dependent on the price of a stock. However, derivatives can be depended on almost any variable, from the price of hogs to the amount of snow falling at a certain ski resort."108

Andrew M. Chiholm, menyebutkan “A derivative is an asset whose value is derived from the value of some other asset, known as the underlying."109 Joe Duarte MD, menyebutkan "A derivative is a financial instrument that gets its value not from its own intrinsic value but rather from the value from the underlying securities and time."110

The International Swaps and Derivatives Association (ISDA) memberi definisi sebagai berikut: “Derivatives are bilateral contracts involving the exchange of cash flows and designed to shift risk between parties. When transactions mature, the amount owed by each party

determined by the prices of underlying commodities, securities or indices.”

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing

Terhadap Rupiah antara Bank Dengan Pihak Asing, mendefinisikan transaksi derivatif sebagai

suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai tukar

dalam bentuk transaksi forward, swap, option valuta asing terhadap rupiah, dan transaksi lainnya

yang dapat dipersamakan dengan itu.111

108

Jhon C. Hull, Options, Futures and Other Derivatives, ( New Jersey: edisi keenam, Prentice Hall 2006), hal 1.

Lebih lanjut dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa

transaksi valuta asing terhadap rupiah adalah transaksi jual beli valuta asing terhadap rupiah

dalam bentuk transaksi spot, termasuk transaksi yang dilakukan dengan valuta today (TOD),

109

Andrew M. Chiholm, Derivatives demystified, A Step-by Step Guide to Forwards, Futures, Swaps and Options, (West Sussex, England: John Wiley & Sons Ltd 2004), hal 1.

110

Joe Duarte MD, Futures and Options for Dummies, (New Jersey: Wiley Publishing,Inc, 2006), hal 48. 111

(4)

valuta tomorrow (TOM), dan transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah yang standar (plain

vanilla) dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan

dengan itu.112

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik sebuah benang merah

terhadap unsur-unsur dari pengertian transaksi derivatif sebagai berikut : pertama, transaksi

derivatif adalah instrument keuangan (financial instrument), kedua, transaksi derivatif

merupakan instrumen untuk mengalihkan risiko para pihak, ketiga, nilai transaksi derivatif

merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasarinya (underlying transaction) baik

komoditi, suku bunga maupun indek, keempat, transaksi derivatif dapat diikuti dengan atau tanpa

pergerakan dana, kelima, transaksi derivatif merupakan suatu kontrak dapat berbentuk transaksi

forward, swap, option valuta asing terhadap rupiah , keenam, dalam transaksi derivatif dikenakan

premi (premiun), ketujuh, derivatif dapat berbentuk komoditi atau valuta asing.

Dasar transaksi derivatif yang melibatkan valuta asing (valas) adalah transaksi spot. Oleh karena itu, memahami kontrak valas spot sangat penting dalam memahami transaksi derivatif valas secara keseluruhan, karena diawali dengan transaksi spot kemudian transaksi derivatif valas akan berkembang kepada fase transaksi yang berikutnya dalam bentuk forward, swap

maupun option. Adapun yang di maksud dengan spot, forward, swap dan option. adalah sebagai

berikut :

Pertama, Transaksi “Spot” merupakan transaksi jual atau beli antara valuta asing

terhadap rupiah dengan penyerahan dananya dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal

transaksi. Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi dengan penyerahan valuta

112

(5)

pada hari yang sama (today) atau dengan penyerahan 1 (satu) hari kerja setelah tanggal transaksi

(tomorrow).113

Kedua, Transaksi “Forward” merupakan kontrak antara kedua belah pihak yang

memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk membeli atau menjual suatu

underlying assets berupa komoditas, valuta asing, suku bunga indeks pada harga jumlah dan

tanggal tertentu di masa yang akan datang sesuai dengan kontrak.114

“PTA” pada tanggal 1 Maret 2014 menutup kontrak forward purchased sebesar USD

1,000,000 untuk waktu 90 hari dengan spot rate jual Rp10.000,- per 1 USD dan premi

10%.

Besarnya premi per USD adalah : (Rp10.000,- X 90 hari X 10%): 360 = Rp 250,-

Dengan premi sebesar Rp 250,- per 1 USD. Maka forward rate-nya adalah:

Contoh transaksi forward:

Rp 10.000,- + Rp 250,- = Rp 10.250,- per 1 USD. Bila pada akhir kontrak nilai tukar

USD 1 = Rp 13.000,- maka akan terdapat keuntungan bersih beda kurs sebesar Rp

2.750.000.000,- ((Rp 13.000 – Rp 10.250) X USD 1,000,000).

Ketiga, Transaksi “Swap” merupakan transaksi pertukaran dua valuta melalui

pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara

berjangka yang dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat

premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi

dilakukan.115

113

Ibid.

Swap contract merupakan transaksi setelah adanya kesepakatan dua belah

pihak untuk saling menukarkan arus kas (cash flow) di masa yang akan datang atas

114

Dian Ediana Rei, Op.Cit., hal 56. 115

(6)

kontrak yang dibuat. Dalam transaksi swap yang dilakukan oleh bank berperan sebagai

perantara atau sebagai lawan transaksi yang dibuat berdasarkan transaksi swap

merupakan transaksi di luar bursa (OTC). Bentuk utama swap contractberbasis

interest-rate swaps dan currency swaps yaitu:

Interest Rate Swap pada dasarnya merupakan suatu persetujuan antara dua pihak

untuk menukarkan pembayaran bunga untuk suatu periode tertentu atas dasar suatu

notional value yang disetujui bersama dan dicirikan sebagai tujuan utamanya oleh

konversi pembayaran bunga tetap (fixed rate) ke dalam pembayaran bunga mengambang

(floating rate). Contoh : “PT A” meminjam uang Rp 100.000.000,- kepada “Bank B”

dengan tingkat suku bunga mengambang (misalnya LIBOR + 1) per tahun. Untuk

mengantisipasi adanya perubahan tingkat suku bunga di masa yang akan datang, “PT X”

melakukan kontrak interest rate swap dengan suku bunga tetap sebesar 7% kepada “Bank

B”. Bila suku bunga LIBOR sebesar 7%, maka tingkat suku bunga mengambang menjadi

7% + 1% = 8%, PT X tetap membayar bunga sebesar 7%, dengan demikian terdapat

keuntungan sebesar 8% – 7% = 1%. Bila suku bunga LIBOR menjadi 5%, maka tingkat

suku bunga mengambang menjadi 5% + 1% = 6%, dengan demikian PT X menderita rugi

sebesar 7% – 6% = 1%.

Currency Swap pada dasarnya merupakan suatu perjanjian yang memungkinkan

perusahaan-perusahaan mengakses pasar modal dengan biaya yang lebih murah dan/atau

untuk melakukan lindung nilai. Contoh Currency Swap : “A Corporation” yang berbasis

di USA ingin mendapatkan hutang berbunga tetap USD 10,000,000.- dalam pound

(7)

oleh para investor Inggris. “B Company, Ltd”, yang berdomisili di Inggris, ingin

mendanai perusahaan anaknya di New York dengan jumlah pembiayaan yang sama

dalam USD. “B Company, Ltd” juga memiliki comparative dis-advantage bagi pemodal

AS. “Bank C”, mengakomodasi kedua perusahaan dengan merancang swap

USD/pound Inggris.Jika kurs swap adalah USD 1 = 0,55 pound (baik saat insepsi

maupun saat jatuh tempo), jangka waktu 5 tahun, dan suku bunga swap 10% dalam

pound dan 8% dalam USD. Pada saat insepsi “A Corporation” akan menukarkan USD

10,000,000.- untuk 5,500,000 pound dari “B Company, Ltd”, Pada saat pembayaran

bunga, “A Corporation” akan membayar 550,000 pound kepada “B Company, Ltd”

tiap tahun, sedangkan “B Company, Ltd” akan membayar “A Corporation” USD

800,000.-. Pada saat jatuh tempo yaitu akhir tahun ke-5, tiap perusahaan akan

menukarkan kembali prinsipal sebesar USD 10,000,000.- dan 5,500,000.- pound,

exposure terhadap risiko nilai tukar yang timbul dari operasi bisnis internasional.

Keempat, Transaksi “Option” merupakan suatu kontrak yang memberikan hak

(right) dan bukan kewajiban kepada pemiliknya untuk membeli (call option) dan menjual

(put option) suatu instrumen atau underlying assets pada tingkat harga tertentu yang

ditetapkan dari sekarang (strike price) untuk penyerahan sesuatu di masa yang akan

datang (expiration date).116

116

Dian Ediana Rei, Op.Cit., hal 61.

Kontrak-kontrak option dapat berbentuk saham, komoditas,

instrumen keuangan. Bentuk option contract dapat berupa currency option dan interest

rate option. Pembeli mempunyai hak untuk membeli aset dengan harga tertentu sebelum

(8)

akan memperoleh keuntungan apabila harga aktiva yang mendasarinya melebihi strike

price pada saat jatuh tempo. Penerbit call option berkewajiban untuk menjual suatu aset

apabila pemegang call option menggunakan haknya untuk membeli aset tersebut.

Penerbit call option akan mengalami kerugian apabila harga suatu aset lebih besar

daripada strike price, karena menjual aset dengan harga lebih rendah daripada harga

pasarnya. Penjual mempunyai hak untuk menjual suatu aset dengan harga tertentu selama

atau pada akhir periode option contract. Penjual akan memperoleh keuntungan bila harga

aktiva jatuh di bawah strike price pada expiration date, karena penjual dapat menjual

suatu aset dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasarnya. Posisi penerbit

put option berlawanan dengan posisi penjual. Penerbit put option mempunyai kewajiban

untuk membeli suatu aset apabila penjual menggunakan haknya untuk menjual suatu aset.

Penerbit put option akan mengalami kerugian apabila harga suatu aset lebih rendah

daripada strike price-nya, karena penerbit put option harus membeli suatu aset dengan

harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasarnya.

Di tahun 1980-an transaksi derivatif berkembang dengan demikian pesat, baik jenis produk maupun pasar yang melibatkan transaksi miliaran dollar Amerika setiap harinya. Pasar terpenting dari futures dan options di Eropa adalah EOE (European Options Exchange), LIFFE

(London International Financial Futures Exchange), LTOM (London Traded Options Market)

(9)

berkewajiban menanggung kerugian akibat fluktuasi harga yang meningkat, sebaliknya apabila pergerakan harga menurun, maka si penjual dapat memperoleh keuntungan yang jauh melebihi premi.

Transaksi derivatif sebagaimana yang tersebut di atas bergerak cepat dari sisi inovasi keuangan namun dari tertinggal dari sudut pengaturannya. Akibat kelemahan pengaturan menyebabkan munculnya permasalahan yang harus menjadi perhatian para regulators.

Permasalahan yang muncul meliputi hal-hal sebagai berikut : pertama, masalah risiko yang terkait dengan produk-produk derivatif; kedua, ketidakpastian hukum sebagai akibat pengaturan yang tidak jelas atau tidak memadai; ketiga, kurang informasi bagi partisipan pasar dan regulator (public disclosure); dan keempat, masalah perlindungan terhadap pengguna, khususnya pengguna yang bersifat retail atau unsophisticated (investor protection).117 Secara konsep, derivatif dapat digunakan untuk empat tujuan yaitu118

Pertama, Sebagai pengganti investasi lain, di mana keuntungan dan risiko yang diharapkan dari investasi asal tetap tidak berubah;

:

Kedua, Sebagai lindung nilai atas investasi lain. Tujuan dari lindung nilai adalah untuk menetralkan risiko atas posisi terbuka (asset & liabilities) terhadap harga pasar yang berlawanan dengan posisi terbuka tersebut dengan cara mengalihkan risiko terhadap pihak lain. Dalam hal ini transaksi derivatif dapat menyerupai asuransi yang dapat membebaskan dari kerugian atau ketidakuntungan yang diharapkan karena seuatu kejadian yang tidak pasti dikemudian hari;

Ketiga, Sebagai alat spekulatif yang dapat meningkatkan risiko dan sekaligus keuntungan yang besar dengan cara leverage. Spekulasi dilakukan oleh mereka yang dapat mengambil risiko dan berharap memperoleh keuntungan dari naik turunnya harga ;

Keempat, Sebagai alat mencari informasi tentang harga suatu komoditi tertentu di kemudian hari (price discovery). Pasar futures, misalnya memberikan kegunaan membantu masyarakat membuat perkiraan yang lebih baik tentang harga di kemudian hari sehingga dapat mengambil keputusan yang lebih bijak untuk konsumsi dan investasi. Sejarah mencatat Indonesia pernah mengalami krisis pada di tahun 2009 sebagai akibat penyebaran produk derivatif yang tidak terkontrol. Perkembangan inovasi derivatif tersebut telah

117

Ibid, hal 37. 118

(10)

memfasilitasi bertumbuhnya berbagai bentuk maupun struktur instrumen keuangan termasuk yang memiliki kompleksitas tinggi, terutama instrumen keuangan dalam bentuk structured product119

Sejak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/26/PBI/2009 Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum. Pengaturan derivatif di Indonesia telah mengalami kemajuan terutama adanya pembatasan penjualan

structured product tersebut. Bank hanya dapat melakukan kegiatan structured product setelah memperoleh persetujuan prinsip untuk melakukan kegiatan structured product dan pernyataan efektif untuk penerbitan setiap jenis structured product dari Bank Indonesia.

yang dijadikan sebagai alat spekulatif yang dapat meningkatkan risiko dan sekaligus keuntungan. Hal ini tentunya bertentangan dengan sifat dasar derivatif sebagai lindung nilai.

120

Bank umum devisa hanya dapat melakukan transaksi structured product yang dikaitkan dengan variabel dasar berupa nilai tukar dan/atau suku bunga.121

119

Pasal 1 angka (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/26/PBI/2009 Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum, menyebutkan : Structured Product adalah produk bank yang merupakan penggabungan antara 2 (dua) atau lebih instrumen keuangan berupa instrumen keuangan non derivatif dengan derivatif atau derivatif dengan derivatif dan paling kurang memiliki karakteristik sebagai berikut: a. nilai atau arus kas yang timbul dari produk tersebut dikaitkan dengan satu atau kombinasi variabel dasar seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi dan/atau ekuitas; dan b. pola perubahan atas nilai atau arus kas produk bersifat tidak reguler apabila dibandingkan dengan pola perubahan variabel dasar sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga mengakibatkan perubahan nilai atau arus kas tersebut tidak mencerminkan keseluruhan perubahan pola dari variabel dasar secara linear (asymmetric payoff), yang antara lain ditandai dengan keberadaan: 1. optionality, seperti caps, floors, collars, step up/step down dan/atau call/put features; 2. leverage; 3. barriers, seperti knock in/knock out; dan/atau 4. binary atau digital ranges. Pengertian derivatif dalam pengaturan ini mencakup derivatif melekat (embedded derivatives); selanjutnya dalam penjelasan PBI tersebut disebutkan : Diantara instrumen keuangan yang mengalami perkembangan yang cukup pesat adalah instrumen keuangan yang bersifat terstruktur atau lebih dikenal dengan structured product. Structured product merupakan produk keuangan non-konvensional yang distruktur sedemikian rupa berdasarkan kebutuhan dan objektif dari nasabah atau golongan nasabah tertentu. Dengan demikian, dalam penstrukturannya diperlukan keahlian dari pihak-pihak dari berbagai bidang, baik dari aspek keuangan maupun bidang lainnya seperti bidang hukum dan perpajakan.

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya peraturan pembatasan kegiatan structured product merupakan sebuah kemajuan dari pengaturan transaksi derivatif di Indonesia, namun sangat disayangkan peraturan tersebut tidak diikuti peraturan lain yang mewajibkan orang atau badan hukum yang memiliki kewajiban mata uang

120

Ibid, pasal 2. Tetapi saat ini microprudential saat ini menjadi kewenangan OJK 121

(11)

asing (valas) melakukan lindung nilai. Berdasarkan data tertanggal 22 Juli 2015 kurs jual tertinggi BI, rupiah melemah hingga Rp. 13.435,- per dollar.122

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada triwulan III-2014 total volume transaksi valas di Indonesia tercatat sebesar USD193,62 miliar atau turun tipis 2,5% dibandingkan total volume pada triwulan II-2014 yang tercatat sebesar USD198,63 miliar (Gambar 2).

Gambar 2 :

Diagram Batang : Perkembangan Volume Total Transaksi Valas Domestik

122

(12)

Diagram batang pada gambar 2 menunjukkan transaksi valuta asing (valas) di Indonesia mengalami perkembangan cukup berarti (significant) yaitu USD 193,6 miliar pada kwartal III tahun 2014. Jika dibandingkan dengan transaksi valas pada saat terjadinya krisis ekonomi tahun 2008 total nilai transaksi mencapai Rp.60-70 triliun, artinya terjadi lonjakan 2,8 kali lipat transaksi dalam 6 tahun terakhir. Ternyata dari seluruh transaksi valuta asing tersebut masih memberikan porsi yang sangat kecil terhadap derivatif dengan tujuan lindung nilai untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada gambar 3 berikut ini :

Gambar 3 :

(13)

Berdasarkan gambar perkembangan komposisi transaksi derivatif valas domestik pada diagram gambar di atas. Transaksi spot masih mendominasi transaksi di pasar valas dengan pangsa sebesar 72% atau USD 139,4 miliar , diikuti oleh transaksi swap (23%) atau USD 44,5 miliar dan forward (5%) atau USD 9,7 miliar (Gambar 3).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan lindung nilai transaksi derivatif masih belum sesuai yang diharapkan. Hal tersebut setidaknya merupakan data yang mendukung kepada pertanyaan, mengapa kurs rupiah begitu rapuh terhadap mata uang asing khususnya dollar Amerika Serikat ? Bagaimana dengan peraturan-peraturan yang sudah ada dan peraturan-peraturan mana yang harus dievaluasi ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab sehubungan dengan tujuan penelitian tentang lindung nilai sarana hukum menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia.

B. Prinsip Kontrak DalamTransaksi Derivatif Valuta Asing

(14)

Transaksi derivatif dan kontrak derivatif adalah perbuatan hukum yang berbeda. Untuk itu diperlukan kesepakatan pengertian yang membedakan antara kegiatan ”transaksi” dan “kontrak”. Transaksi (bisnis) pada pokoknya merupakan kegiatan yang secara sederhana dapat dirumuskan sebagai aktivitas bisnis yang dibangun, dilaksanakan dan dikembangkan oleh para pelaku bisnis berdasarkan pada kepercayaan atau kejelasan dan kejujuran masing-masing pelaku bisnis, termasuk juga (dan bahkan menjadi faktor yang sangat menentukan) faktor kepastian hukum negara tempat transaksi tersebut dilakukan ataupun yang dipilih oleh para pelaku bisnis tersebut, untuk mengatur transaksi tersebut dalam kontrak-kontrak bisnis yang disepakatinya.”123

Kontrak Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal yang dikutip dari Salim HS adalah an agreement between two or more persons-not merely a shared belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them

Dengan kata lain transaksi adalah serangkaian kegiatan (pra kontrak) yang disusun untuk membangun sebuah kontrak.

124

, artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. Selanjutnya oleh Salim HS dinyatakan bahwa ada tiga unsur kontrak, yaitu sebagai berikut : pertama, the agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara para pihak). kedua, the agreement as written

(kesepakatan dibuat secara tertulis). ketiga, the set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya seperangkat hak-hak dan kewajiban-kewajiban di antara orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat kesepakatan dan persetujuan tertulis.125

123

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, buku kesatu, 2003), hal 256.

124 Ibid. 125

(15)

Black’s law dictionary memberikan rumusan contract sebagai an agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do particular thing, artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Kontrak itu menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian.126

Robert W. Kolb and James A. Overdahl, menyatakan derivatif adalah sebuah kontrak dengan menyebutkan :"We define a derivative as a contract that derives most of its value from some underlying asset, reference rate, or index. As our definition implies, a derivative must be

based on at lest one underlying. An underlyindg is the asset, reference rate, or index from which

a derivative inherits principal source of value. Falling within our definition are several different

types of derivatives, including commodity derivatives and financial derivatives".

127

Andrew M. Chiholm, menyebutkan A derivative is an asset whose value is derived from the value of some other asset, known as the underlying".

128

Joe Duarte MD, menyebutkan "A derivative is a financial instrument that gets its value not from its own intrinsic value but rather

from the value from the underlying secruty and time".129

126

Syahril Sofyan, Op.Cit., hal 96. 127

John Wily & Sons, Inc., Financial Derivatives, (New Jersey : edisi ketiga 2003), hal 1. 128

John Wiley & Sons Ltd, Derivatives demystified, A Step-by Step Guide to Forwards, Futures, Swaps and Options, (England : West Sussex, 2004), hal 1.

129

(16)

Derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang merupakan

turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi,

ekuiti dan indek, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan

dana/istrumen. Dengan mempertimbangkan analisis hukum, maka dapat dikatakan

transaksi derivatif merupakan jenis transaksi sui generis130 yang merupakan hasil dari

perkembangan inovasi keuangan.131 Sifat sui generalis tersebut disebabkan sifat (nature)

dari transaksi itu sendiri yang berbeda dari jenis-jenis transaksi lainnya sebagai akibat

tingkat kecanggihan transaksi dan potensi risiko yang dapat ditimbulkannya.132

Di Indonesia ketentuan transaksi derivatif sebagai suatu ‘kontrak” atau “perjanjian” sebagaimana telah disinggung di muka telah mendapat legitimasi dalam ketentuan formal yaitu Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR tanggal 29 Desember 1995.

133

130

From Wikipedia, the free encyclopedia Sui generis is a

Dalam surat keputusan Bank Indonesia tersebut transaksi derivatif didefenisikan sebagai “suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga , nilai tukar , komoditi, ekuiti dan indeks baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana/instrumen.

and hence "unique in its characteristics".

131

Dian Ediana Rae, Op.Cit., hal 210. 132

Ibid. 133

(17)

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa derivatif

sebagai sebuah

kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau

berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut

" produk turunan"

(“underlying product”) dalam hal yang dijadikan underlying adalah valuta asing maka para

pihak membuat suatu kontrak atau perjanjian yang berisi hak dan kewajiban para pihak

untuk saling mempertukarkan mata uang dengan nominal dan jumlah telah ditentukan di

suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada produk turunan yang menjadi acuan

pokok.

Berbagai penjelasan derivatif sebagai kontrak sebagaimana dikemukakan di atas, dapat kiranya ditarik unsur-unsur pokok dari apa yang dimaksud dengan transaksi derivatif sebagai kontrak yaitu pertama, transaksi derivatif sebagai suatu kontrak atau perjanjian, kedua, transaksi derivatif merupakan instrumen keuangan (financial instrument); ketiga, transaksi derivatif merupakan instrumen untuk memperdagangkan risiko (trading instrument);134

Istilah “derivatif” merupakan istilah generik yang digunakan untuk sejumlah instrumen keuangan. Dalam sejarahnya para ahli telah menemukan bahwa transaksi derivatif telah terjadi sejak tahun 2.000 SM yang terjadi di pulau Bahrain. Sejenis kontrak dengan elemen penyerahan kemudian (future delivery) ditemukan juga di Mesopotamia 4.000 tahun yang lalu. Di Inggris

future contract juga ditemukan pada tahun 1275. Dalam tulisan lain ada yang menyebutkan bahwa pasar komoditas yang diatur (regulated) juga ada di China, Mesir, Arabia dan India pada tahun 1200 SM. Walaupun demikian, pasar future yang berfungsi secara penuh sebagaimana

keempat, nilai transaksi derivatif merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari; kelima, transaksi derivatif dapat diikuti dengan atau tanpa pergerakan dana;

134

(18)

dikenal dewasa ini baru terjadi pada pertengahan abad ke-18 ketika pasar future didirikan di Chicago. Sejumlah kontrak perdagangan future yang terjadi dimulai di Board of Trade of the City of Chicago.135 Perkembangan kontrak future itu kemudian berkembang dengan cepat dan mengalami revolusi. Pengembangan produk derivatif bahkan dianggap oleh seorang penulis Alfred Steinher sebagai revolusi yang pentingnya sebanding dengan revolusi industri.136

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan peneliti, bank-bank yang terkena kasus transaksi derivatif telah memutuskan untuk mengurangi transaksi derivatif dan bahkan bank-bank dengan kepemilikan asing (selama ini dikenal dengan bank-bank campuran) tertentu telah memutuskan untuk melakukan downsizing asset secara besar-besaran.

Namun demikian perkembangan produk derivatif yang cepat juga menyebabkan terjadi rentetan kasus yang menggambarkan fenomena permasalahan derivatif valuta asing yang selalu berulang. Sehingga, wajar jika ada pendapat yang mengatakan masalah derivatif merupakan masalah klasik yang tak pernah berakhir.

137

Kekalahan bank-bank di Pengadilan dalam kasus transaksi derivatif pada tahun 2009 secara logis akan mengurangi minat bank-bank lainnya untuk melakukan transaksi derivatif. Hal ini jelas akan berdampak negatif terhadap kegiatan usaha di Indonesia dan pada gilirannya akan memperburuk kinerja perekonomian nasional. Dilihat dari aspek ekonomi telah semakin jelas pentingnya upaya untuk melakukan perbaikan terhadap pengaturan transaksi derivatif.138

135

Ibid., hal 3. 136

Alfred Steinherr, Derivatives The Beast Of Finance, (Chichester- New York-Weinheim–Brisbane-Singapore-Toronto : John Wiley & Sons, 1998), hal 9.

137

Hasil wawancara dengan informan pejabat bank umum nasional di Medan tanggal 8 September 2014 (nama pejabat bank dan nama bank ada pada peneliti)

138

(19)

1. Transaksi Derivatif Valuta Asing Lahir Dari Asas Kebebasan berkontrak (Freedom Of Contract).

Transaksi derivatif merupakan suatu kontrak.139

Syarat-syarat perjanjian tersebut adalah kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya hal tertentu yang diperjanjikan serta causa yang halal. Demikian pula dengan aspek-aspek lainnya dari hukum perjanjian seperti asas konsensualisme, akibat-akibat tidak dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian, wanprestasi (breach of contract) dan sistem terbuka dari hukum perjanjian berlaku untuk kontrak derivatif.

Sebagai suatu kontrak antara dua belah pihak atau lebih, transaksi derivatif pada dasarnya tunduk kepada prinsip-prinsip umum hukum kontrak (perjanjian), sehingga syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Dalam hal ini suatu perjanjian derivatif haruslah dicermati oleh kedua belah pihak dikarenakan tingkat kerumitan yang ditawarkan perjanjian ini.

Walaupun secara umum dapat dikatakan bahwa transaksi derivatif dimasukkan ke dalam kategori hukum perdata sebagai suatu kontrak/perjanjian, dengan timbulnya berbagai kasus dan kerugian yang besar, kepentingan transaksi derivatif di berbagai belahan dunia telah bergerak ke arah perlindungan terhadap kepentingan publik, baik yang tunduk pada ranah perlindungan konsumen maupun kepentingan sistematik dalam sistem keuangan dan perbankan.140 Kecanggihan dari transaksi derivatif ini telah mengakibatkan pula kemungkinan terjadinya kesenjangan informasi dan kemampuan yang dapat mengakibatkan terjadinya “ketidakseimbangan” para pihak. Transaksi derivatif ini memiliki aspek-aspek hubungan keperdataan antara para pihak dan aspek publik yang terkait dengan perlindungan para pihak dan perlindungan sistemik terhadap sistem keuangan dan perbankan.141

139

Ibid., hal 45.

Akibat kecanggihan transaksi

140

Ibid., hal 54. 141

(20)

derivatif, maka sampai saat tidak ada pengaturan khusus kontrak derivatif sebagai perjanjian bernama melainkan menggunakan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract).

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas utama dalam hukum perjanjian. Asas kebebasan berkontrak dikenal dan diterima dalam civil law system maupun commonlaw system.

Begitu pentingnya asas tersebut dalam hukum perjanjian menyebabkan asas itu tidak pernah hilang atau musnah, sehingga keberadaan asas tersebut selalu dimuat dalam pasal-pasal, aturan dan dokumen hukum secara internasional karena sifatnya yang universal.

Asas kebebasan berkontrak merupakan dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan dan menerima kontrak. 142 Asas kebebasan berkontrak ini bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian di negara-negara lain dan memiliki ruang lingkup yang sama.143

Dilihat dari sejarah lahirnya asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan

common law lahir dan berkembang seiring dengan pertumbuhan aliran filsafat yang menekankan semangat individualisme dan pasar bebas.

Kebebasan berkontrak, hingga kini tetap menjadi asas penting dalam sistem hukum kontrak baik dalam sistem civil law, common law, maupun sistem hukum lainnya

144

142

Ahmadi Miru,Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hal 4. Latar belakang asas kebebasan berkontrak yang

143

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia,(Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal 47.

144

(21)

lahir dari civil law tradition sebagaimana dinyatakan John Henry Merryman dalam bukunya “The Civil Law Tradition” embrio lahirnya kebebasan kebebasan berkontrak adalah 450 tahun sebelum masehi : The traditional date of its origin is 450 B.C., the supposed date of publication of the XII table in Rome. Twelve tables adalah a statement of the customary and ritual law that

had previously developed (and inscribed on twelve bronze tables)145. Selanjutnya pada zaman romawi yaitu Kaisar Justinianus tertulis dalam Corpus luris Civilis pada tahun 533.146 Pada zaman ini pengertian kebebasan berkontrak berkembang dari perikatan atau obligation. Kata

‘obligatio’ di dalam Roman terminologi menunjukkan baik hak-hak kreditur (creditor’s right) maupun pada kewajiban-kewajiban debitur (debtor’s right).147 Fritz Schulz seperti yang dikutip oleh Reinhard Zimmerman menyatakan bahwa the law of obligation yang berasal dari Kaisar Justinianus pada zaman Romawi merupakan ‘a unique achievement in the history of human civilisation’. Bahkan menjadi prestasi unik dalam sejarah peradapan umat manusia.148

Konsep kebebasan berkontrak berkembang sejalan dengan peradaban dan evolusi berfikir manusia. Pada masa Romawi kuno sudah tampak memasukkan aspek rasonalitas yang sekarang dikenal sebagai economic analysis of law menjadi konsep dasar efisiensi dibidang ekonomi dalam menyelesaikan masalah hukum (law and ecomomic). Dalam hukum yang berlaku pada masa itu, berlaku prinsip bahwa barang siapa yang telah melakukan tindakan terhadap badan atau hak milik orang lain, tidak terlindung dari balas dendam (vengeance) dari korban atau keluarganya. Dalam penerapannya bentuk balas dendam dimaksud dilaksanakan dengan cara

para usahawan yang bermodal dan bergerak di bidang-bidang bisnis nonpertanian dengan gampangnya merekrut pekerja-pekerja.

145

Roman Law, Basic Structure and Sources, Albany Law School, Union University,

146

Reinhard Zimmermann, The Law of Obligations, Roman Fondations of the Civilian Tradition, (Oxford University Press), 1995, hal 1.

147

Johannes Gunawan, Penyunting Sri Rahayu Oktoberina da Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta: Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak, (Bandung, PT. Refika Aditama), hal 259.

(22)

yang kejam bahkan kematian. Akhirnya manusia menyadari bahwa rezim tersebut sebagai rezim yang buruk dan tidak beradab (uncivilized). Oleh karena itu pada perkembangannya negara ikut campur dalam menahan pelaku dan berada dibawah pengawasan. Disinilah dimulai pemikiran konpensasi untuk memberikan tebusan kepada korban maupun keluarganya dalam bentuk uang ataupun barang sebagai upaya untuk menghindari upaya balas dendam. Bagi orang Romawi modus penggantian uang dan barang merupakan modus yang cocok dan baik untuk memaksa orang memenuhi sanksi. Keadaan inilah yang menimbulkan hubungan yang mengandung perjanjian atau kontrak.149

Sistem civil law yang membebaskan dirinya dari hukum Romawi yang menetapkan formalisme menerima teori kontrak yang berbasis konsensus melalui maksim pacta sunt servanda.

Dari sejarah tersebut memunculkan pemikiran bahwa sifat rasional manusia sebagai homo economicus membawa perhitungan efisiensi yang dapat diterima oleh semua pihak yang bertikai dengan kalkulasi yang dapat diterima dan memenuhi asas keadilan sebagai fairness.

150

Dalam sistem civil law, persetujuan kehendak (consensus ad idem) dan manifestasi (eksternal) kehendak merupakan suatu hal yang sangat esensial.151

Kebebasan berkontrak lebih mengarah kepada suatu pernyataan politik hukum (statement of legal policy) yang menunjukkan kebebasan individual untuk mempertukarkan hak mereka.

Dari titik pandang bahwa kontrak hasil kehendak bebas para pihak dan kontrak diciptakan atas pertemuan kehendak para pihak, kemudian lahir prinsip konsensualisme. Konsensus menjadi inti (core) dan dasar (basis) konsep hukum kontrak moderen. Prinsip ini pada dasarnya menyatakan gagasan bahwa hal yang esensial dalam kontrak adalah kehendak para pihak. Sebelumnya tidak

150

David E. Ellen, et,al, Asian Contract law, Survey on Current Problems, (Carlton : Melbourne University Press, 1969), hal 104.

151

Ibid, hal 105. 152

(23)

dikenal asas konsensualisme tersebut.153 Kontrak yang didasarkan pada konsensus (contractus ex consensus) dalam evolusi hukum Romawi berkembang belakangan. Ia mulai dibangun dan dikembangkan pada abad pertama sebelum masehi. Menurut Alan Watson dikenalkannya kontrak berdasar konsensus tersebut merupakan penemuan terbesar dalam hukum Romawi.154

Kebebasan berkontrak (freedom of contract) di dalam civil law tradition terdiri dari 5 (lima) kebebasan

155

Di Perancis, signifikansi dan justifikasi teori konsensualisme tidak menimbulkan perselisihan. Bagi kebanyakan sarjana hukum, prinsip konsensualisme adalah mengikat, setidak-tidaknya dalam civil code, ke teori kebebasan kehendak (theorie de I’autonomie de la volonte) sesuai dengan kewajiban kontraktual yang ditarik dari kekuatan mengikatnya yang berasal dari kehendak para pihak.

: pertama, kebebasan untuk membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian; kedua, kebebasan untuk memilih dengan pihak mana akan membuat perjanjian;

ketiga, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian; keempat, kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian; kelima, kebebasan untuk menentukan cara membuat perjanjian

156

Dengan demikian, teori kehendak atau teori hukum kontrak klasik yang berasal dari prinsip private autonomy. Kemudian bermakna bahwa kehendak para pihaknya yang menentukan hubungan hukum kontrak mereka. Prinsip yang demikian memiliki beberapa konsekuensi sebagai berikut

157

153

Reinhard Zimmermann, The Law of Obligation, Roman Foundation of Rule Civilian Tradition, (Cape Town : juta & Co.Ltd, 1992), hal 559.

: pertama, hukum yang berlaku bagi mereka tersebut semata-mata berkaitan dengan maksud yang sebenarnya dari pihak yang berjanji ; kedua, maksud para

154

Alan Watson, Society and Legal Change, (Philadelphia : Temple University Press, 2001), hal.14. 155

Johannes Gunawan, Penggunaan Perjanjian Standard dan Implikasinya Pada Asas Kebebasan Berkontrak, (Majalah Padjadjaran, No. 3-4, 1987), hal 55.

156

Piere Bonassies, Some Comments on the Franch Legal System With Particular References to the Law of Contract: A Study of the Common Care of Legal System , (London : Stevens & Sons, 1968), hal.244.

157

(24)

pihak harus “bertemu” pada saat sebelum dibuat kontrak ; ketiga, hakim tidak memiliki kewenangan untuk mengisi celah dalam suatu kesepakatan dan tidak berdaya menghadapi kemungkinan hal yang tidak terduga ; keempat, pihak yang berjanji bebas mengungkapkan kemauannya.

Dalam teori hukum kontrak klasik dijelaskan bahwa kontrak adalah sesuatu yang sakral dan suci sebagai sesuatu produk kebebasan berkontrak alasan bahwa kontrak itu dibuat atas pilihan dan kemauan sendiri dan penyelesaian isi kontrak dilakukan dengan kesepakatan bersama (mutual agreement)158 Ajaran tersebut didukung perintah suci motzeh sfassecha tismar “engkau harus menepati perkataanmu”, dan dari maksim hukum Romawi kuno, yakni pacta sunt servanda. Konsep pacta sunt servanda ini pada akhirnya menjadi suatu konsep dasar atau basis suci (lowed basis) teori hukum kontrak klasik. Konsep ini dapat dilacak dari perjanjian antara Jehovah dan orang-orang Israel (Yahudi).159 Kegagalan untuk mematuhi perjanjian itu merupakan dosa dan melanggar kontrak160

Berbeda dengan civil law system, munculnya kebebasan berkontrak dalam common law system selain disebabkan oleh tempat timbulnya sistem hukum tersebut. Common law system muncul di Inggris pada zaman pemerintahan Raja Henry II (1154 – 1189), seperti yang pernah ditulis oleh Robert Palmer dalam tulisan klasik berjudul Origins Of Common Laws menyebutkan bahwa “It was during Henry II reign (1154-1189) that the common law began. Note that the common law is designated “common” to all of England and administered by a central court, as

distinguisthed from the customary law that varied, albeit often only in minor ways, from county

to county, lordship to lordship, or manor to manor. Moreover, the common law began as the

158P.S.Atiyah, An Introduction to the Law of Contract, (Oxford : Clarendon Press, Fifth Edition, 2004), hal 12.

159

John Edward Murray, Murray on Contracts Charlottesvillie, (The Michie Company, 1990), hal 1. 160

(25)

result of political occurrences, not from jurisprudential consideration.”161 Kemudian untuk mengakhiri perang Raja Henry II dan Raja Stephen membuat kontrak pada tahun 1153 yang dinamakan The Treaty Of Winchester yang merupakan tonggak penting dan bersejarah proses kelahiran common law system di Inggris.162

Prinsip-prinsip kebebasan berkontrak pada common law system terus mengalami perkembangan dan memasuki hukum moderen pada abad delapan belas dan abad sembilan belas. Pada abad sembilan belas, kebebasan berkontrak sangat diagungkan baik oleh para filosuf, ekonom, sarjana hukum, maupun pengadilan. Kebebasan berkontrak sangat mendominasi teori hukum kontrak. Inti permasalahan hukum kontrak lebih tertuju kepada realisasi kebebasan berkontrak. Pengadilan juga lebih mengedepankan kebebasan berkontrak dari pada nilai-nilai keadilan dalam putusan-putusannya. Pengaturan melalui legislasi pun memiliki kecendrungan yang sama. Pada saat itu, kebebasan berkontrak memiliki kecendrungan ke arah kebebasan tanpa batas (unrestricted freedom of contract).163

Hukum kontrak yang berkembang pada abad sembilan belas telah banyak mendapat pengaruh aliran filsafat yang menekankan individualisme sebagaimana tercermin pula dari pemikiran (politik) ekonomi klasik Adam Smith dan utilitarianisme Jeremy Betham. Mereka memandang bahwa tujuan utama legislasi dan pemikiran sosial harus mampu menciptakan the greatest happiness for the greatest number.

164

161

Johannes Gunawan, Penyunting Sri Rahayu Oktoberina da Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak, Op.Cit., hal 263.

Mereka menjadikan kebebasan berkontrak sebagai paradigma baru dalam hukum kontrak.

162Ibid. 163

John D. Calamari dan Joseph M. Perilo, Contract, (ST Paul, Minn : West publishing Co, 1977), hal 5., Lihat Juga Roscoe Pound, Liberty of Contract, (Yale Law Journal, Vol 19, 1909), hal 456.

164

(26)

Kebebasan asas kebebasan berkontrak tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh berbagai aliran filsafat politik dan ekonomi liberal yang berkembang pada abad kesembilan belas. Dalam bidang ekonomi berkembang aliran laissez faire yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non-intervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar. Filsafat utilitarian Jeremy Bentham yang menekankan adanya ideologi free choice juga memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan asas kebebasan berkontrak tersebut. Baik pemikiran Adam Smith maupun Bentham didasarkan filsafat individualisme. Kedua pemikiran tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh filsafat etika Immanuel Kant. Semua filsafat yang menekankan pada aspek kebebasan individu yang dikembangkan para filosuf Barat di atas jika dilacak lebih jauh lagi, berakar kepada filsafat hukum alam (natural law) berkembang pada abad pencerahan (enlightenment atau aufklarung).165

Dalam peradigma baru ini, dalam kontrak timbul dua aspek: pertama, kebebasan (sebanyak mungkin) untuk mengadakan suatu kontrak. kedua, kontrak tersebut harus diperlakukan sakral oleh pengadilan, karena para pihak secara bebas dan tidak ada pembatasan dalam mengadakan kontrak tersebut. Dengan demikian, kebebasan berkontrak dan kesucian (sanctity) kontrak menjadi dasar keseluruhan hukum kontrak yang berkembang saat itu.

166

Premis sentral teori hukum kontrak klasik pada abad kesembilanbelas tersebut adalah kebebasan berkontrak. Kebebasan otonomi individu to be able to make bargains as they saw fit

(dengan sedikit mungkin intervensi dari negara) betul-betul menempatkan pembentukan kontrak

ex nihilo pada kehendak mereka. Menurut pandangan teori klasik kontrak ini, para pihak yang membuat kontrak ini adalah equal, para pihak juga memiliki kemampuan menentukan fair bargain di antara mereka. Pandangan ini selaras dengan bahwa kontrak merupakan produk yang

165

Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), (Jakarta : FH UII Press, 2013), hal 100.

166

(27)

dibuat para pihak (dengan kebebasan untuk menentukan) dan juga sesuai semangat pasar bebas dan persaingan bebas. Konsep utama pemikiran hukum kontrak pada kesembilan belas itu adalah dihubungkannya otonomi kehendak yang luas dengan ide kebebasan berkontrak yang tidak terbatas.167

Dalam sistem common law dikenal dua konsep dasar tentang ide kebebasan berkontrak, yaitu : pertama, kontrak didasarkan pada persetujuan timbal balik (contracts were based on mutual agreement/meeting of mind/consensus adidem); kedua, pembuatan sebuah kontrak adalah hasil dari pilihan bebas yang tidak dicampuri oleh kontrol external seperti campur tangan pemerintah maupun badan legislatif (the creation of a contract was the result of a free choice unhampered by external control such as government or legislative interference).

168

Sebagaimana dikatakan Peter Gillis, perkembangan hukum kontrak di dalam sistem

common law dipengaruhi filsafat laissez faire, Oleh karena itu, hakim juga memiliki kecenderungan untuk mengimplementasikan kebebasan berkontrak yang menekankan pada kehendak bebas para pihak. Bahkan pengadilan telah memperluas doktrin itu hingga mencapai tingkat yang paling tinggi. Di Inggris, dalam perkara Printing and Numerical Registering Co v. Simpson (1875), L.R. 19 Eq, 465, hakim Sir George Jesel M.R. mengemukakan pernyataan eksrtrim :

“It must not be forgotten that you are not to extend arbitrarily those rules which sat that a given contract is void as being against public policy, because if there is one thing which more than another public policy requires it is that men of full age and competent understanding shall have the utmost liberty of contracting, and that their contract when entered into freely and voluntarily shall be held sacred and shall be enforced by court of

167

K.M.Sharma, From Sanctity to Fairness: An Uneasy Transition in The Law of Contract, (New York Law School Journal of International Law&Comparative Law, Vol 18, 1999). Hal 18.

168

(28)

justice. Therefore, you have this paramount public policy to consider – that you are not lightly to interfere with this freedom of contract.”169

Di Amerika Serikat, putusan pengadilan yang dianggap mendukung kebebasan berkontrak yang maksimum adalah putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam kasus Lochner v. New York, 198 US 45 (1905). Duduk perkaranya sebagai berikut : Joseph seorang pemilik pabrik roti dihukum pengadilan karena melanggar Section 110 New York 1897 Labor law. Section 110 menentukan pembatasan jam kerja perusahaan biskuit dan roti, yakni tidak lebih sepuluh jam per hari atau enam puluh per minggu. Lochner dihukum setelah seorang buruhnya bekerja dari 60 jam per minggu. The New York Court of Appeal menyetujui putusan tersebut. Mahkamah Agung menyatakan bahwa hukum tersebut merupakan pembatasan yang tidak konstitusional terhadap kebebasan berkontrak baik bagi perusahaan roti maupun buruhnya. Kebebasan berkontrak menurut pengadilan merupakan suatu kebebasan yang dilindungi amandemen keempat konstitusi dari tindakan negara (bagian). Selanjutnya pangadilan menyatakan170

“It seems to us that the real object and purpose were simply to regulate the hours of labor between the master and his employee (all bring men, sui generis), in a private business, not dangerous in any degree to morals, or in any real and substantial degree to the health of the employess. Under such circumstances the freedom of master and employee to contract with each other in relation of their employment (cannot) be prohibited or interfered with, without violating the Federal Constitution.”

:

Dalam pandangan hakim, hukum perburuhan yang mengintervensi hak dan kewajiban kontraktual antara majikan dan buruh tidak sah. Peraturan perundang-undangan tidak boleh

169

Richard A.Epstein, Contracts Small and Contract Large: Contract Law through the Lens of Laissez Faire, F.H.Buckley,ed, The Fall and Rise Freedom of Contract, (Durham : Duke University Press), hal 58.

170

(29)

mengintervensi kebebasan berkontrak antara buruh dan majikan karena hal bertentangan dengan Konstitusi Federal.171

Seseorang tidak boleh berlaku bodoh. Seseorang diperbolehkan oleh hukum untuk berlaku bodoh apabila dikehendakinya. Seseorang mungkin saja berjudi di bursa atau meja perjudian, atau menghabiskan uangnya untuk suatu pesta pora. Seseorang mungkin saja bodoh untuk melakukan hal tersebut, tetapi tetap saja hukum tidak dapat mencegah orang itu untuk berlaku bodoh. Para pihak tetap terikat untuk melaksanakan kontrak sesuai dengan isi kontrak.

Dalam bidang ekonomi berkembang aliran laissez faire yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non intervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar. Filsafat utilitarian Jeremy Bentham yang menekankan adanya ideologi free choice juga memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan asas kebebasan berkontrak tersebut.172

Pada abad sembilan belas tersebut, teori hukum kontrak sangat dipengaruhi konsep yang diderivasi filsafat, paham politik, dan ekonomi liberal.

173

Prinsip ekonomi laissez faire yang menjadi inti pemikiran ekonomi abad sembilan belas. menuntut bahwa para pihak yang membuat kontrak memiliki kebebasan penuh dalam hubungan kontraktual, dengan seminim mungkin intervensi dari negara.174

Mengingat timbul dan berkembangnya asas kebebasan berkontrak sangat dipengaruhi ideologi individualisme dan liberalisme di Eropa pada abad kesembilan belas, maka untuk

171

Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama) Op.Cit., hal 121.

172Dikaitkan dengan kontrak, kebebasan tersebut bermakna bahwa tidak ada seorangpun yang terikat kepada suatu kontrak jika tidak ada pilihan bebas untuk melakukan sesuatu. Lihat P.S.Atiyah, An Introduction to the Law of Contract, Op.Cit., hal 8.

173

George Gluck, Standard Form Contract: The Contract Theory Reconsidered, (International and Comparative law Quarterly, Vol 28, 1979), hal 72.

174

(30)

memahami kebebasan berkontrak secara filosofis harus dilihat dan dipahami dalam konteks individualisme yang berkembang saat itu.175

Individualisme sebagai suatu mekanisme sosial dikaitkan dengan bagaimana cara negara mengontrol warganegaranya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan suatu negara untuk melakukan kontrol sosial kepada warga negaranya tersebut, yakni: pertama, dikaitkan dengan individualisme (individualism), free choice, ekonomi pasar bebas (free market economies);

kedua, didasarkan pada administrasi.176

Kebebasan Adam Smith dikenal luas sebagai pelopor atau bapak politik ekonomi terletak pada teorinya mengenai pasar bebas. Pasar bebas begitu menarik dan menjadi pilihan masyarakat ekonomi moderen, bahkan pemikiran dan pengaturan hukum terpengaruh pula olehnya. Ketertarikan masyarakat modern terhadap pemikiran Adam Smith tersebut terletak pada hakikat pasar bebas itu dan dasar pemikiran yang ada dibaliknya. Secara otologis dan moral, pasar bebas merupakan perwujudan kebebasan kodrati dan keadilan suatu merupakan perwujudan hukum kodrat alam dalam bidang ekonomi.

177

Berdasarkan keadaan di atas, timbul peradigma baru yang menekankan adanya persaingan bebas dan prinsip non intervensi dari pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Smith menolak campur tangan negara terhadap kehidupan pribadi, khususnya dalam bidang ekonomi. Campur tangan negara tanpa alasan yang sah bagi Adam Smith merupakan tindakan yang tidak adil, karena merupakan pelanggaran terhadap hak individu. Bagi Adam Smith, setiap manusia

(31)

memiliki hak atas kebebasan yang diperolehnya sebagai manusia dan tidak seorangpun dibenarkan untuk merampasnya, kecuali dengan alasan yang sah, misalnya untuk menegakkan keadilan. Pandangan Adam Smith di atas jelas mengikuti pendirian tokoh mazhab hukum alam Grotius yang menyatakan bahwa kebebasan berkontrak merupakan suatu hak alamiah atau kodrati (natural rights).178

Adam Smith memang menolak campur tangan pemerintah baik dalam kehidupan pribadi setiap orang maupun dalam kegiatan ekonomi, tetapi tidak berarti penolakan tersebut dianggap sebagai dogma mutlak. Adam Smith justeru memberikan tempat yang sangat sentral bagi peran pemerintah untuk menegakkan keadilan. Jadi, Adam Smith tidak menolak mutlak campur tangan pemerintah, tetapi dikurangi seminimal mungkin, Pemerintah hanya di perkenankan untuk ikut campur tangan secara minimal. Khususnya dengan alasan demi tegaknya keadilan. Campur tangan yang berlebihan yang bersifat distorsif dianggap sebagai pelanggaran atas keadilan.

179

Berdasarkan doktrin ekonomi liberal (laissez faire) tersebut di atas, muncul dua macam kebebasan yakni kebebasan berkontrak dan kebebasan dalam perdagangan (freedom of trade).

180 Berkembangnya asas kebebasan berkontrak juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pemikiran filsafat utilitarian Jeremy Bentham. Bahkan menurut P.S. Atiyah, tidak diragukan lagi bahwa paham utilitarian Jeremy Bentham ini erat sekali kaitannya dengan pemikiran politik ekonomi klasik yang dipelopori Adam Smith. Bahkan keduanya saling melengkapi dalam mendukung aliran pemikiran kebebasan yang individualistik.181

178

Roscoe Found, Liberty of Contract, (Yale Law Journal, Vol 19, 1909), hal 455.

Kedua aliran pemikiran itu memiliki banyak persamaan. Meraka percaya terhadap indivualisme sebagai sebuah nilai dan mekanisme sosial.

179

Sony Keraf, Loc.Cit. 180

bd El Wahab Ahmed El Hassan, Freedom of Contract, Doctrine of Frustration and Sanctity of Contract in Sudan Law, (Arab Law Quarterly, Vol 1 Part 1, 1985), hal 52.

(32)

Mereka yakin terhadap kebebasan berkontrak sebagai suatu asas umum. Mereka menerima

starting point bahwa manusia pada umumnya mengetahui kepentingan mereka sendiri yang terbaik.182

Menurut Bentham, secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui tentang apa yang baik untuk kepentingan dirinya, kecuali dirinya sendiri. Pembatasan terhadap kebebebasan berkontrak adalah pembatasan terhadap kebebasan itu sendiri. Semua pembatas terhadap kebebasan adalah jahat dan memerlukan pembenaran untuk dapat melakukannya. Bentham juga menolak adanya campur tangan negara terhadap hal di mana pemerintah sendiri tidak memahaminya. Sebagaimana halnya para ekonomi klasik, Bentham juga mengkritik mania regulasi (mania for regulation) yang banyak mengontrol buruh dalam bentuk Settlement Laws, Apprenticienship Law, wage fixing, dan lain-lain.

183

Ajaran laissez faire bagi Elaine A. Welle adalah mitos. Tidak ada pasar yang eksis tanpa aturan hukum. Menurut Cass Sunstein, pasar bukan merupakan produk alam, sebaliknya, pasar secara hukum merupakan suatu instrumen yang diciptakan manusia dengan tujuan untuk menghasilkan sistem tatanan sosial yang sukses. Pasar merupakan suatu bentuk khusus intervensi pemerintah . Tanpa hukum harta kekayaan (the law of property) tidak akan ada harta kekayaan pribadi. Tanpa hukum kontrak tidak akan ada kebebasan berkontrak.

184

Menurut Sir Henry Maine pada abad sembilan belas itu terjadi kemajuan sejarah peradaban manusia, terjadi liberalisasi dari perikatan yang didasarkan pada status dan kemudian

182

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Op.Cit.,hal 67. 183

P.S.Atiyah, The Rise and Fall of Freedom of Contract, Op.Cit., hal 324. 184

(33)

berubah dengan menjadikan basis kontrak atau free bargain. Dengan perkataan lain, institusi hukum kontrak dijadikan motif kekuatan revolusi borjuis.185

Kekuasaan dan kebebasan untuk membuat perjanjian kekuatan untuk mematahkan berbagai pembatasan dari suatu aturan yang didasarkan pada status. Dengan kekuasaan yang demikian itu memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kesejahteraan ekonominya, untuk mengikuti kemauannya, mengurangi pembatasan-pembatasan artificial social barrier yang dibebankan oleh kebiasaan. Konsep hukum kontrak seperti itu menjadi suatu alat dari kebebasan individual dalam pemikiran ekonomi yang berkembang dalam industrialisasi yang bergerak dengan cepat di Inggris dan Amerika Serikat.186

Doktrin liberalis-individualisme yang berkembang pada abad sembilan belas berpengaruh langsung atas kebebasan berkontrak yang berimbas kepada lahirnya paradigma baru hukum kontrak timbul dari dua dalil di bawah ini

187

Gagasan utama kebebasan berkontrak berkaitan dengan penekanan akan persetujuan dan maksud atau kehendak para pihak. Selain itu, gagasan kebebasan berkontrak juga berkaitan dengan pandangan bahwa kontrak adalah hasil dari pilihan bebas (free choice). Dengan gagasan utama ini, kemudian dianut paham bahwa tidak seorang pun terikat kepada kontrak sepanjang tidak dilakukan atas dasar adanya pilihan bebas untuk melakukan sesuatu.

: pertama, setiap perjanjian kontraktual yang diadakan adalah sah (geoorloofd); dan kedua, setiap perjanjian kontraktual yang diadakan secara bebas adalah adil dan memerlukan sanksi undang-undang.

188

185

M.E. Tigar, M.R. Levy, Law and the Rise of Capitalism, Patricia Smith,ed., The Nature and Process of Law, (Oxford : Oxford University Press, 1993), hal 332.

Doktrin mendasar yang melekat pada kebebasan berkontrak adalah bahwa kontrak itu dilahirkan ex nihilo, yakni

186

Howard O.Hunter, Loc.Cit. 187

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Op.Cit., hal 81. 188

(34)

kontrak sebagai perwujudan kebebasan kehendak (free will) para pihak yang membuat kontrak (contractors).

Kebebasan berkontrak dengan penekanan kehendak individu memandang pembuat kontrak sebagai suatu tindakan yang tergolong sebagai legislative capacity, dan juga pelaksanaan kontrak oleh negara semata-mata sebagai implementasi hukum perdata yang ditetapkan para pihak. Dengan persepsi kontrak yang demikian itu, membawa kontrak bergeser kapada paradigma bagi hubungan kontraktual dari partially executed kepada the executory contract. Konsekuensi penting lainnya dari bergesernya persepsi kontrak adalah terjadinya suatu transformasi fungsi hukum kontrak yang begitu dalam yang diterima oleh pengadilan. Dalam hal ini Atiyah menyatakan189

The primary function of the law came to be seen as purely facultative, and the function of the Cour was merely to resolve a dispute by working out the implication of what the parties had already chosen to do. The idea that the Court had an independence role to play as a forum for adjusment of rights, or the settlement of disputes, was plainly incosistent with this new approach. The Result was to mark off contract law more clearly from (say) the law of torts-where the function of the law, and is agent the Court, was seen more clearly to be that of resolving a conflict, or adjusting mutual claims. The law of contract became like the law of wills, a device for enabling private individuals to make their own orrangement, and to summon the state to their aid to see those arrangement were adhered to.

:

Paradigma kebebasan berkontrak dengan penekanan kehendak bebas individu menyebabkan mulai dielaborasi konsep perbuatan hukum (acte juridique, rechtsgeschaft, juristic act) dalam kontrak. Kontrak dipersepsikan tidak hanya sebagai sebuah kesepakatan, tetapi juga sebagai sebuah perbuatan hukum. Kontrak sebagai suatu perbuatan hukum diciptakan oleh hubungan interdependen yang mutualistik yang menyatakan kehendak para pihak yang secara langsung menciptakan akibat hukum bagi keuntungan salah satu pihak atau kedua belah pihak.

189

(35)

Hubungan yang menyatakan kesepakatan para pihak itu harus interdependen, tanpa ada hubungan interdependen itu, maka tidak ada kontrak.190

Kehendak para pihak inilah yang menjadi dasar kontrak. Doktrin otonomi kehendak menekankan kebebasan individu untuk membuat kontrak tidak bernama (onbenoemde, innominat contracten). Sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum (I’ordere public order), para pihak bebas membuat kontrak yang mereka inginkan.

191 Prinsip otonomi kehendak merupakan suatu prinsip hukum (juristic principle) yang berkaitan dengan kehendak bebas individu sebagai suatu alat untuk mempertukarkan hak hukum mereka.192 Teori otonomi kehendak merupakan suatu permasalahan hukum, dan tidak semata-mata sebagai suatu permasalahan politik sebagaimana yang terjadi didalam sistem common law melalui kebebasan berkontrak. Doktrin tersebut menentukan bahwa sumber kewajiban hukum mensyaratkan adanya suatu perbuatan hukum, dan dalam bidang kontrak.193

Doktrin yang mendasarkan kontrak yang mendasarkan pada kesepakatan bersama memang menjadi standar menyeluruh pada abad sembilan belas.

194

Berdasarkan konsep di atas, Treitel mendefinisikan kontrak sebagai kesepakatan (agreement) yang memiliki kekuatan hukum. Chesire dan Filfoot juga menyatakan hakikat kontrak adalah kesepakatan.195 Dengan adanya konsensus para pihak, maka konsensus itu menimbulkan kekuatan mengikat kontrak sebagaimana layaknya undang-undang.196

190

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Op.Cit., hal 89-90.

Sebagaimana dikatakan Pater Gillis, perkembangan hukum kontrak di dalam sistem common law sangat dipengaruhi filsafat laissez faire, maka

191

John Henry Merryman dan David S. Clark, Comparative Law: Western European and Latin America Legal System, Cases an Material, (Virginia : Michie Company, 1978), hal 891.

192

David E.Ellen, et.al., eds., Asian Contract Law: A Survey on Current Problem, (Carlton : Melbourne University Press, 1969), hal 118.

193

Ibid., hal 105. 194

A.W.B.Simpson, Innovation in Nineteenth Century Contract Law, (The Law Quarterly Review, Vol 91, 1975), hal 266.

195

J.G. Starke,et.al,eds., Cheshire and Fifoot’s Law of Contract, (Sydney : Butterworth, 1992), hal 47. 196

(36)

hakim juga memiliki kecenderungan untuk mengimplementasikan kebebasan berkontrak yang menekankan pada kehendak bebas para pihak.197

Kehendak bebas para pihak yang menjadi inti hukum kontrak pada abad sembilan belas telah diformulasikan. Kondisi sosial ekonomi, dan hukum yang berkembang saat itu memungkinkan kebebasan berkontrak atau pelaku pelaksanaan kontraktual yang dibuat secara bebas,

198 pandangan ini sesuai dengan pengaruh individualisme dan pengaruh ajaran teori politik liberal ke dalam hukum.199

Di sini terlihat bahwa teori hukum kontrak klasik yang merupakan refleksi hukum terhadap teori ekonomi laissez faire, telah mengesampingkan atau bahkan memusuhi doktrin iktikad baik. Dalam pandangan teori klasik, sesuai dengan konsep otonomi kehendak dan kesucian kontrak, para pihak tetap terikat pada isi kontrak, sekalipun isi kontrak tidak patut.200

Beberapa teoritisi, seperti Grant Gilmore dan Brian Coote mendesak atau menuntut arus utama hukum kontrak yang secara radikal sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi abad dua puluh dan mendesak menggantikannya dengan ideologi yang lebih sesuai dengan kondisi dan praktik terakhir.

201

Pesan yang hendak disampaikan Grand Gilmore yang memproklamasikan kontrak telah mati, ekonomi klasik dan struktur hukumnya telah gagal. Dia mengatakan pula bahwa hubungan antara masyarakat dan pemerintah telah berubah secara fundamental.202 Ada transformasi masyarakat ke arah kesejahteraan sosial (social welfare).203

197

Peter Gillies, Business Law, (Sydney : The Federation Press, 1993), hal 117. 198

K.M. Sherma, From Sanctity to Fairness: An Easy Transition in The Law of Contract, (New York School Journal of International Law and Comparative Law), Vol 48, hal 105.

199

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Op.Cit., hal 110. 200

A.F.Mason, Contract, Good Faith and Equitable Standard in Fair Dealing, (The law Quarterly Review, Vol 116, 2000), hal 70.

201

K.M. Sherma, From Sanctity to Fairness: An Easy Transition in The Law of Contract, Op.Cit., hal 116. 202

Timoty J.Muris, In Defense of the Old Order, F.H. buckley, ed, The Fall and Rise of Freedom of Contract, (Durham: Duke University Press, 1999), hal 93.

203

Gambar

Gambar 2 : Diagram Batang : Perkembangan Volume Total Transaksi Valas Domestik
Diagram Batang :Perkembangan Komposisi Transaksi Derivatif  Valas DomestikGambar 3 :
Tabel perhitungan laba rugi perusahaan yang menggunakan fasilitas hedging
Gambar 5 :
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan arahan dari konsep kurikulum berbasis kompetensi ini, maka Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan mendisain

Dari kajian di atas dapat didiskusikan beberapa hal yang berkaitan dengan penerapan konseling eksistensial humanistik berbasis nilai budaya minangkabau dalam kesetaraan

Percobaan dilakukan dengan instalasi dan konfigurasi pada server menggunakan Sistem Operasi Windows 2000 advanced server dan program aplikasi Citrix Metaframe XP untuk server,

Furthermore, in support of these objectives, this research uncovered that organizations in successful partnering relationships commonly developed a system to assess the

Ada hubungan yang bermakna antara kadar trombosit dan hematokrit dengan derajat keparahan DBD walaupun kekuatan hubungan lemah-sedang.. Kata kunci : Demam Berdarah Dengue,

Analisis data yang telah digambarkan secara grafis dapat membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan membuat dompet manik- manik

Seberapa besar pengaruh hubungan kedua variabel tersebut dapat diketahui melalui koefisien determinasi (r2), dalam penelitian ini adalah sebesar 0,288, artinya

Dengan menggunakan metode six sigma melalui pendekatan DMAIC akan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas yang menjadi akar penyebab masalah dari proses