• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI, PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

2.1.8. Analisis Fundamental Harga Saham

2.1.8.1. Analisis Ekonomi/ Pasar

Dalam melakukan analisis fundamental, penilaian terhadap kondisi dan keadaan berbagai variabel utama seperti laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan dan tingkat bunga mutlak diperlukan. Variabel-variabel tersebut sangat mempengaruhi keputusan-keputusan investasi yang akan diambil oleh para pemodal. Apabila resesi diperkirakan akan terjadi, atau perekonomian sedang menuju ke situasi resesi, harga saham-saham akan sangat terpengaruh oleh situasi tersebut. Kasus gejolak moneter pada semester II tahun 1997 di Indonesia mengilustrasikan situasi tersebut (Harianto, 1998: 478).

Indeks pasar (yang ditunjukkan oleh Indeks LQ45) menurun dari 142,050 pada akhir Juli 1997, menjadi 106,194 pada akhir Oktober 1997, atau turun sebesar 25,24%, pada waktu suku bunga deposito meningkat dari sekitar 15% menjadi 30% per tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan

harga saham pada waktu terjadi peningkatan suku bunga dan kekhawatiran terjadi resesi. Keadaan yang sebaliknya akan terjadi apabila diharapkan kondisi ekonomi membaik. Karena itulah para pemodal harus melakukan penilaian terhadap kondisi perekonomian dan implikasinya terhadap pasar modal. Untuk mengetahui kondisi pasar dipergunakan indeks pasar sebagai indikator. Dengan demikian keadaan pasar modal Indonesia mungkin diwakili (proxy) oleh IHSG atau Indeks LQ45. Idealnya indeks pasar tersebut juga dapat mencerminkan kondisi perekonomian.

Apabila kondisi perekonomian mempengaruhi kondisi pasar, maka pada gilirannya kondisi pasar akan mempengaruhi pata pemodal. Sulit bagi pemodal untuk memperoleh hasil investasi yang berkebalikan dengan kecenderungan pasar. Apabila pasar membail atau memburuk, umumnya saham-saham juga akan terpengaruh dengan arah yang sama.

Selain terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pemodal, kondisi ekonomi juga mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam meperoleh laba. Foster (1986) menunjukkan bahwa faktor ekonomi berpengaruh sekitar 17% terhadap perubahan laba perusahaan. Sedangkan penelitian di Indonesia menunjukkan pengaruh tersebut tidak terlalu signifikan, walaupun tetap menunjukkan adanya korelasi positif (Miswanto, 1997. Dalam: Harianto, 1998: 480).

Disamping pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, kondisi perekonomian juga mempengaruhi kondisi industri. Sebgai misal, dari akhir Juli sampai dengan Oktober 1997, industri perbankan dan property mengalami penurunan uang lebih besar dari penurunan indeks pasar yaitu lebih dari 50%, sementara indeks turun

sebesar 25%. Karena itulah analisis kondisi perekonomian perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis kondisi industri dan perusahaan.

2.1.8.1.1. Memperkirakan Perubahan di dalam Perekonomian/Pasar

Sebagian besar pemodal ingin memperkirakan (forecast) perubahan di pasar keuangan bukan hanya untuk mengetahui kondisi pasar saat ini, tetapi juga untuk mengetahui arah perkembangan pasar di masa yang akan datang. Meskipun demikian, tidaklah tepat kalau pemodal berharap dapat memperkirakan secara tepat kondisi pasar di masa yang akan datang. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan secara konsisten. Yang lebih mungkin dilakukan adalah memperkirakan gejala-gejala perekonomian di masa yang akan datang untuk memprediksikan arah gerakan pasar dan berapa lama perubahan tersebut akan terjadi.

Arah gerakan kondisi perekonomian dan pasar tersebut berguna bagi pemodal untuk memutuskan apakah sebaiknya mereka “keluar” dulu dari pasar modal, ataukah tetap bertahan. Perkiraan ini juga berguna untuk memutuskan apakah sudah saatnya untuk “masuk” kembali, ataukah lebih baik sementara tetap di luar (Harianto, 1998: 481).

2.1.8.1.2. Penggunaan Indikator Moneter untuk Memperkirakan Kondisi Pasar

Karena peranannya yang vital di dalam perekonomian, kebijakan moneter juga mempunyai dampak pengting baik bagi perekonomian maupun harga saham. Untuk memperkirakan kondisi perekonomian, pemodal secara tradisional selalu memperhatiakan kemungkinan perubahan jumlah uang beredar.

Prekiraan perubahan jumlah uang yang beredar juga diharapkan akan mempengaruhi kegiatan ekonomi. Berbagai teori ekonomi makro menjelaskan adanya hubungan antara jumlah uang dan kegiatan ekonomi di masa yang akan datang. Hal yang dipandang sangat menentukan adalah bahwa perubahan dalam jumlah uang yang beredar akan menyebabkan perubahan dalam money supplu dan money demand. Peningkatan money supply akan cenderung meningkatkan kegiatan ekonomi, sedangkan peningkatan money demand akan mengurahi kegiatan ekonomi.

Penggunaan perubahan tingkat bunga sebagai cara untuk memprediksikan kondisi pasar juga dihadapkan pada kemungkinan bahwa dampaknya tidak synchronous. Tetapi pasar selalu bersikap antisipatif terhadap perubahan tersebut (Harianto, 1998: 482).

2.1.8.1.3. Kondisi Ekonomi dan Kondisi Pasar

Karena kondis pasar merefleksikan kondisi ekonomi, maka perubahan kondisi ekonomi tentunya juga akan tercermin pada kondisi pasar. Namun, akan lebih tepat jika dikatakan bahwa kondisi pasar saat ini lebih mencerminkan harapan para pemodal terhadap kondisi ekonomi di masa yang akan datang. Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa pasar mungkin mengantisipasi perkembangan tingkat bunga sehingga analisis seri data secara synchronomus menunjukkan hasil yang tidak sesuai harapan.

Pasar juga biasanya memperhatikan kondisi cyclicality yang sering dijumpai dalam perekonomian. Dalam suatu periode tertentu, kegiatan ekonomi terlihat mempunyai pola; dari kondisi yang buruk, membaik dan mencapau puncak, setelah

itu memburuk, mencapai kondi paling buruk, membaik lagi (recovery), dan kembali ke puncak lagi. Demikian seterusnya. Siklus tersebut mungkin mempunyai periode sekitar 5-7 tahun.

Pengenalan pola cyclical dan pasar modal yang bersifat antisipatif akan membantu dalam melakukan peramalan terhadap kondisi pasar. Harga saham akan turun pada saat kondisi ekonomi mengalami resesi. Meski demikian para analis (atau pemodal) perlu memperkirakan kapan resesi tersebut akan berakhir, dan berbalik ke kondisi yang membaik, sehingga dapat memperkirakan kapan harga saham-saham akan membaik. Dengan demikian tidak mengherankan kalau terdapat pola sebagai berikut – Kondisi perekonomian masi dikatakan resesi, tetapi harga saham mulai meningkat. Hal tersebut sebenarnya hanya mencerminkan harapan para pemodal bahwa kondisi ekonomi akan segera membaik. Maka pemodal yang melakukan perkiraan terhadap kondisi pasar dengan menggunakan faktor siklus perekonomian pelu memperhatikan (Harianto, 1998: 484):

a. Apabila pemodal dapat memprediksikan kondisi perekonomian terburuk (bottoming out) sebelum kondisi tersebut terjadi, membaiknya kondisi pasar dapat diperkirakan akan terjadi sebelum kondisi terburuk tersebut tercapai.

b. Pada saat kondisi perekonomian membaik (recover), harga saham mungkin sudah stabil atau bahwak sedikit menurun. Dengan demikian pertanyaannya adalah, sebrapa lama kondisi perekonomian yang baik tersebut akan bertahan sebelum mengalami penurunan. Sebelum kondisi perekonomian mengalamai penurunan, harga saham mungkin sudah turun.

2.1.8.1.4. Penggunaan Model-model Valuasi untuk Memperkirakan Kondisi Pasar

Berdasarkan model-model valuasi yang telah dijelaskan di atas, salah satu pendekatan berikut ini dipergunakan (Harianto, 1998: 486):

1. Menggunakan rumus constant growth model, yaitu P0 = D1/(r-g) 2. Menggunakan model PER, yaitu PER = (1-b) / (r-g)

Dengan demikian, apabila kita ingin memperkirakan kondisi pasar, kita perlu melakukan judgement terhadap kemungkinan-kemungkinan perubahan variabel-variabel tersebut. Karena perkiraan akan dilakukan terhadap kondis pasar, penggunaan model PER akan lebih mudah di terapkan dan diimplementasikan.

Dokumen terkait