• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Penelitian

4.1.3. Perkembangan Kurs

Data nilai kurs yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai kurs tengah mata uang rupiah terhadap US dollar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia pada masing-masing periode. Nilai kurs rupiah terhadap US dollar yang paling rendah selama periode penelitian adalah Rp10.310, terjadi pada bulan September 2005. Sedangkan nilai kurs rupiah terhadap US dollar yang paling tinggi selama periode penelitian adalah Rp8.441 yaitu pada awal tahun 2004. Kondisi perkembangan kurs pada periode penelitian dijelaskan secara ringkas sebagai berikut (Dikutip dari Laporan Perekonomian Indonesia – Bank Indonesia, tahun 2004 s.d 2007):

4.1.3.1. Perkembangan Kurs 2004

Memasuki 2004, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, permintaan valuta asing menunjukkan peningkatan terutama terkait dengan

kebutuhan untuk impor dan pembayaran utang luar negeri swasta. Sementara itu, sebagai akibat berlanjutnya tekanan depresiasi terhadap dolar secara global (push factor), modal asing khususnya berjangka pendek turut menambah pasokan valuta asing di dalam negeri. Meningkatnya aliran masuk modal asing juga dipengaruhi oleh faktor domestik (pull factor), terutama imbal hasil yang ditawarkan instrumen rupiah, yang dalam skala regional sangat kompetitif.

Tabel 4.2: Data Nilai Kurs Tengah Rupiah Terhadap US Dolalar Tahun 2004 s.d 2007

Bulan Nilai Kurs Tahun 2004 Nilai Kurs Tahun 2005 Nilai Kurs Tahun 2006 Nilai Kurs Tahun 2007 Januari 7894.95 8744.90 8972.38 8567.96 Februari 7925.17 8744.94 8753.15 8567.80 Maret 8068.82 8870.52 8671.57 8663.95 April 8108.25 9039.35 8436.94 8597.55 Mei 8465.32 8979.80 8484.86 8344.33 Juni 8882.38 9116.45 8862.73 8483.65 Juli 8536.86 9299.29 8625.48 8567.14 Agustus 8735.43 9486.18 8594.25 8866.68 September 8682.60 9732.57 8643.33 8809.90 Oktober 8596.24 9593.38 8687.18 8607.06 November 8531.47 9540.71 8634.59 8764.27 Desember 8723.09 9357.32 8586.80 8833.60

Sumber: SKEI - Bank Indonesia

Tekanan depresiasi terhadap rupiah mulai menguat sejak akhir triwulan I 2004, sebagai akibat berbaliknya kembali aliran modal asing jangka pendek (capital outflows). Di lain pihak, permintaan valuta asing terus menunjukkan peningkatan terutama untuk memenuhi kebutuhan impor di sektor migas dan otomotif. Tekanan depresiasi terhadap rupiah mengalami puncaknya pada awal Mei 2004 akibat

berlanjutnya pembalikan aliran modal asing jangka pendek bahkan dalam jumlah besar. Besarnya tekanan depresiasi tersebut pada gilirannya menimbulkan ekspektasi pelemahan rupiah lebih lanjut, sehingga mendorong pembelian valuta asing oleh pelaku domestik (bandwagon effect).

Sumber: Pengolahan Tabel 4.2. Kedalam Bentuk Grafik dengan Bantuan Ms. Office Excel 2007. Gambar 4.2: Grafik Pergerakan Kurs Rupiah Terhadap US Dollar

Tahun 2004 s.d 2007

Pada Agustus dan September 2004 rupiah kembali sedikit terdepresiasi akibat menguatnya ekspektasi terhadap ketidakapastian kondisi politik menjelang pelaksanaan pemilu eksekutif dan aksi pemboman di depan kedutaan besar Australia pada 9 September 2004.

Dengan berakhirnya ketidakpastian politik pasca terbentuknya pemerintahan baru, optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia mulai merebak. Membaiknya optimisme tersebut pada gilirannya memicu masuknya kembali aliran modal asing

jangka pendek dan turut mendorong apresiasi rupiah hingga mencapai Rp8.965 per dolar. Selanjutnya, selama Oktober sampai dengan Desember 2004 nilai tukar rupiah bergerak stabil dalam kisaran yang sempit.

4.1.3.2. Perkembangan Kurs 2005

Nilai tukar rupiah pada 2005 secara umum terdepresiasi. Kondisi ini terutama terkait dengan melemahnya kinerja neraca pembayaran akibat pengaruh kondisi sektor eksternal dan internal yang kurang menguntungkan. Di sisi eksternal, melambungnya harga minyak dunia dan masih berlanjutnya kebijakan moneter ketat di AS telah memberikan tekanan depresiasi terhadap rupiah. Dari sisi internal, meningkatnya permintaan valas terutama untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri merupakan faktor utama pemicu tekanan terhadap rupiah. Di tengah kondisi pasar keuangan domestik yang masih mengalami kelebihan likuiditas rupiah, permintaan valas semakin terakselerasi sejalan dengan peningkatan ekspektasi depresiasi akibat melonjaknya laju inflasi.

Pelemahan rupiah mulai terkendali menyusul implementasi kebijakan stabilisasi makro ekonomi di sisi moneter dan fiskal, kebijakan moneter dilengkapi dengan berbagai langkah yang mencakup pengelolaan permintaan valas khususnya permintaan valas BUMN, pelarangan margin trading rupiah terhadap valas, dan penyempurnaan ketantuan Posisi Devisa Neto (PDN). Dari sisi fiskal, kebijakan pengurangan subsidi BBM dalam upaya menjaga kesinambungan fiskal juga memberikan imbas positif bagi rupiah. Berbagai langkah tersebut telah mampu

menstabilkan dan memperkuat kembali nilai tukar rupiah, dimana pada akhir 2005 ditutup pada level Rp9.831 per dolar.

4.1.3.3. Perkembangan Kurs 2006

Sepanjang 2006 nilai tukar rupiah secara umum mengalami penguatan terhadap dolar disertai pergerakan yang lebih stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kondisi fundamental makroekonomi yang membaik, daya tarik investasi keuangan di dalam negeri yang terjaga, serta perkembangan ekonomi global yang relatif lebih kondusif.

Sejak Januari hingga awal Mei 2006, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar hingga mencapai level Rp8.722 per dolar, atau menguat 11,3% dibanding akhir 2005. Penguatan rupiah dalam periode tersebut disebabkan meningkatnya pasokan di pasar valuta asing dibanding permintaannya (excess supply). Pasokan valuta asing meningkat signifikan terutama bersumber dari aliran masuk modal portofolio asing ke pasar keuangan di dalam negeri.

Dalam kurun waktu yang sama, permintaan valuta asing cenderung merosot akibat melemahnya kegiatan impor seiring dengan menurunnya kegiatan ekonomi. Namun, rupiah sempat melemah pada pertengahan Mei 2006 hingga mencapai Rp9.288 per dolar, dipicu oleh perubahan ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve yang lebih besar. Hal ini mendorong investor asing menarik investasi portofolionya dari Indonesia. Meskipun demikian, tekanan pelemahan terhadap rupiah dalam waktu singkat mereda, didukung keyakinan pasar terhadap pengelolaan kebijakan makroekonomi Indonesia yang cukup berhati-hati serta melemahnya

ekspektasi keyakinan pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga Federal Reserve (Fedres).

4.1.3.4. Perkembangan Kurs 2007

Sepanjang tahun 2007 nilai tukar rupiah bergerak stabil dan secara rata-rata menguat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kestabilan nilai tukar rupiah tersebut didukung oleh kondisi fundamental makroekonomi domestik yang semakin membaik di tengah perkembangan ekonomi dan pasar keuangan global yang bergejolak. Krisis sektor perumahan di Amerika Serikat (subprime mortgage) yang meluas dalam skala global disertai kenaikan harga minyak selama paruh kedua tahun 2007 sempat menimbulkan tekanan depresiasi terhadap nilai tukar rupiah. Namun, dengan kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh secara hati-hati dan konsisten disertai langkah kebijakan stabilisasi nilai tukar yang berhati-hati, tekanan tersebut dapat diminimalkan sehingga secara keseluruhan tahun kestabilan nilai tukar rupiah tetap terjaga.

Dokumen terkait