• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI, PENELITIAN TERDAHULU DAN KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

9. Perdagangan dan Jasa

1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri Dasar 4. Aneka Industri

5. Industri Barang Konsumsi

6. Properti

7. Infrastruktur

8. Keuangan

9. Perdagangan dan Jasa

469,9 139,8 112,8 142,8 117,8 175,0 128,4 202,3 160,0 547,6 163,7 82,8 111,1 98,9 103,8 117,2 115,0 116,2 16,54 19,66 -27,48 -22,20 -16,04 -40,69 -8,72 -43,15 -27,38 LQ 45 (pasar) 144,6 113,1 -21,78

Sumber : JSX Monthly Statistic, berbagai penerbitan, dalam Harianto, F. dkk., 1998, “Perangkat

dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia”, PT. Bursa Efek Jakarta, Jakarta,

hal. 492.

Suatu industri yang mempunyai kepekaan lebih tinggi dari pasar mengindikasikan bahwa industri tersebut mempunyai risiko pasar yang tinggi (artinya lebih tinggi dari rata-rata). Meskipun demikian, risiko tersebut akan bergerak dalam dua arah, yaitu menjadi lebih buruk dari pasar, atau sebaliknya.

2.1.8.2.1. Menganalisis Industri

Industri dianalisis lewat penelaahan berbagai data yang menyangkut penjualan, laba, deviden, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan, regulasi, inovasi dan sebagainya. Untuk melakukan analisis industri, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Tahap ini bermaksud untuk mengenali apakah industri tempat perusahaan beroperasi merupakan industri yang masih akan berkembang cepat, sudah stabil, ataukah sudah menurun. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga adalah analisis kualitatif terhadap industri

tersebut, yang dimaksudkan untuk membantu pemodal menulai prospek industri di masa yang akan datang (Harianto, 1998: 493).

2.1.8.2.2. Siklus Kehidupan Industri

Banyak pengamat percaya bahwa industri menempuh siklus kehidupan, yaitu tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Siklus kehidupan tersebut ditunjukkan pada gambar 2.5. Karena umumnya perusahaan baru go public setelah melewati masa perkenalan, analisis industri umunya dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap pertumbuhan, (2) tahap kedewasaan, dan (3) tahap penurunan (Harianto, 1998: 493).

Gambar 2.5 Siklus Kehidupan Industri

Tahap pertumbuhan ditandai dengan pertumbuhan pertumbuhan penjualan yang relatif masih tinggi, meskipun tingkat resiko sudah tidak setinggi pada tahap perkenalan. Paling tidak sudah terbukti bahwa produk yang ditawarkan, telah

Penjualan

Perkenalan Pertumbuhan Kedewasaan Penurunan Waktu

Sumber : Harianto, F. dkk., 1998, “Perangkat dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal

diterima oleh pasar. Karena tingginya pertumbuhan penjualan, laba yang diperoleh mungkin tidak cukup untuk membiayai ekspansi yang diperlukan. Dengan demikian mungkin sekali perusahaan dalam tahap ini akan mempunyai deviden payout ratio yang rendah, dan memerlukan pendanaan eksternal untuk membiayai ekspansinya.

Tahap kedewasaan, pada tahap ini pertumbuhan penjualan masih terjadi, tetapi sudah dalam tingkat lebih rendah dibandingkan pada tahap pertumbuhan. Karena produksi sudah mencapai jumlah cukup besar untuk memenuhi permintaan pasar, umunya laba yang diperoleh cukup untuk membiayai pertumbuhan usaha. Dengan kata lain, internal financing cukup untuk mendukung penjualan. Oleh karena itu proporsi laba yang dibagian sebagai deviden (deviden payout ratio), akan lebih besar daripada ketika pada tahap pertumbuhan.

Tahap penurunan, pada taham ini permintaan akan produk tersebut sidah mengalami penurunan, sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif. Apabila tidak dapat diketemukan penggunaan lain dari produk tersebut, sehingga permintaan dapat didorong kembali, strategi yang digunakan oleh perusahaan penghasil produk yang sudah masuk dalam tahap ini adalah melakukan diversifikasi ke produk lain.

Dalam menganalisis, perlu diperhatikan bahwa kita hendaknya jangan mencampurkan penjualan yang dicapai oleh perusahaan dan yang dicapai oleh industri. Dapat saja terjadi perusahaan menghasilkan produk yang sudah ada dalam tahap kedewasaan, tetapi penjualannya tetap pada pertumbuhan yang tinggi. Hal tersebebut terjadi karena perusahaan mampu merebut pangsa pasar perusahaan-perusahaan pesaing. Apabila hal ini terjadi untuk jangka waktu yang lama, maka diperkirakan akan terjadi perubahan dalam struktur industri, yaitu menjadi kearah

oligopoli (hanya terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk tersebut). Kalaupun terjadi situasi seperti itu akhirnya pertumbuhan penjualan suatu perusahaan juga akan menurun apabila permintaan pasar secara keselurauhan hanya meningkat dalam persentase yang tidak terlalu besar.

Sesuai dengan konsep siklus kehidupan produk, perusahaan yang menghasilkan produk dengan pertumbuhan yang masih cukup tinggi (ada pada tahap pertumbuhan) akan mempunyai PER yang lebih besar daripada yang ada pada tahap kedewasaan. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan rumus yang menyatakan bahwa,

PER = (1-b) / (r-g)

Apabila pertumbuhan penjualan cukup tinggi, maka pada akhirnya pertumbuhan kaba (dan juga deviden) akan meningkat cukup tinggi pula. Sebagai akibatnya g akan lebih tinggi. Apabila kita pegang konstanta faktor-faktor yang lain, maka g yang semakin besar akan menghasilkan PER yang makin tinggi pula.

Pemodal yang lebih berminat untuk memperoleh capital gain sebaiknya menghindari saham perusahaan-perusahaan yang ada pada tahap kedewasaan. Perusahaan-perusahaan tersebut lebih sesuai untuk pemodal yang menginginkan deviden dalam jumlah yang cukup besar. Perusahaan yang ada dalam tahap pertumbuhan menunjukkan bahwa daya tarik bidang tersebut diharapkan masih cukup lama. Deviden yang dibagikan relatif rendah, tetapi akan dikompensasi oleh kenaikan harga saham yang tinggi.

2.1.2.3. Analisis Siklus Bisnis

Cara kedua untuk melakukan analisis industri adalah dengan menganalisis hubungan antara kemampuan operasi dengan kondis perekonomian makro. Beberapa

industri mampu beroperasi cukup baik pada waktu resesi, sedangkan yang lain sangat jelek kinerjanya. Beberapa industri terkait erat dengan siklus bisnis. Pada saat kondisi ekonomi membaik, industri-industri tersebut menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik daripada kondisi perekonomian, sebaliknya pada saat kondisi ekonomi memburuk, jauh lebih buruk daripada kondisi perekonomian.

Karena itu para analisis industri mengelompokkan industri menjadi growth industry, defensive industry, dan cyclical industry. Growth industry merupakan industri yang mempunyai pertumbuhan laba jauh lebih tinggi dari rata-rata industri. Industri telekominikasi tampaknya merupakan contoh growth industry. Defensive industry adalah industri yang tidak banyak terpengaruh oleh kondisi ekonomi. Industri makanan dan minuman biasanya merupakan contoh defensive industry. Sedangkan cyclical industry adalah industri yang sangat peka terhadap perubahan kondisi perekonomian. Industri otomotif dan barang konsumsi elektronika tahan lama masuk dalam kelompok ini. Ada juga yang menambahkan interest rate sensitive industry, seperti industri perbankan dan properti.

Pengklasifikasian seperti itu bermanfaat untuk memperkirakan kondisi suatu industri apabila dikaitkan dengan perubahan kondisi perekonomian. Bagi pemodal yang tidak ingin mengalami penurunan harga yang besar apabila kondisi perekonomian mengalami resesi, saham-saham industri yang defensif sebaiknya dipilih, dan saham-saham industri cyclical dihindari. Dengan demikian, sekali lagi tampak bahwa analisis perekonomian penting dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis industri (Harianto, 1998: 496).

2.1.2.4. Berbagai Aspek Kualitatif dalam Analisis Industri

Beberapa aspek kualitatif akan membantu analis melakukan analisis industri. Aspek-aspek seperti kinerja historis, persaingan, kebijakan pemerintah, dan perubahan struktural, sangat perlu diperhatikan dalam analisi. Meskipun kinerja di masa yang akan datang tidak selalu konsisten dengan kinerja di waktu yang lalu, kemampuan beberapa jenis industri untuk menunjukkan kinerja yang terus menerus baik di waktu yang lalu tentu saja tidak dapat diabaikan dalam analisis. Indikator yang dapat dilihat adalah pertumbuhan penjualan dan laba, dan perkembangan harga sahamnya.

Persaingan dapat berasal dari masuknya pesaing baru, meningkatknya barganing power para pembeli, persaingan antar pesaing yang ada, masuknya produk substitusi, dan meningkatnya barganing power para pemasok. Meningkatnya barganing power para pembeli akan memaksa perusahaan untuk menawarkan syarat-syarat penjualan yang lebih lunak. Meningkatnya barganing power para pemasok akan mengakibatkan perusahaan terpaksa membayar dengan syarat-syarat yang lebih ketat. Akibatnya sama, yaitu profitabilitas perusahaan akan berkurang.

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam sektor/ industri tertentu juga akan langsung mempengaruhi industri tersebut, meskipun secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap industri lainnya. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 606/kmk.017/1995, yang antara lain mengatur jumlah pinjaman luar negeri bagi perusahaan pembiayaan maksimum sebesar 5 (lima) kali jumlah modal sendiri setelah dikurangi dengan penyertaan, membawa dampak bahwa perusahaan pembiayaan tidak dapat lagi mengandalkan pinjaman luar negeri yang

terlalu besar. Meskipun dirasa merugikan (karena dana dalam dolar dinilai mempunyai biaya yang lebih “murah”) pada tahun 1996, batasan tersebut terbukti bermanfaat untuk membatasi risiko valas ketika terjadi gejolak moneter seperti pada semester II tahun 1997 (Harianto, 1998: 498).

2.1.2.5. Menilai Prospek Industri di Masa yang Akan Datang

Akhirnya, semua analisis yang dilakukan akan mengarah pada pertanyaan “Bagaimana prospek suatu industri di masa yang akan datang?” Idealnya, analis hendaknya dapat melakukan estimasi sebagaimana yang dilakukan dalam analisis pasar, yaitu menaksir berapa laba yang diharapkan dalam suatu industri, dan berapa PER untuk industri tersebut, sehingga dapat memperkirakan nilai industri itu. Karena cara ini sering sulit dilakukan, maka beberapa cara lain mungkin ditempuh, yaitu dengan mencoba menjawab serangkaian pertanyaan sebagai berikut (Harianto, 1998: 499):

1) Berdasarkan kondisi dan situasi perekonomian saat ini dan di masa yang akan datang, industri apa yang diharapkan akan menunjukkan peningkatan laba?

2) Industri apa yang kemungkinan akan menunjukkan peningkatan PER; atau bagaimana arah perkembangan tingkat bungan, dan industri apa yang kemungkinan besar paling terpengaruh oleh perubahan tersebut? Perubahan dalam suku bunga akan mengakibatkan perubahan dalam discount rate (dan karenanya, perubahan dalam PER).

3) Industri apa yang kemungkinan besar akan terpengaruh oleh kejadian-kejadian politik, seperti pergantian pemerintahan, meningkatnya inflasi, munculnya perkembangan teknologi baru, dan faktor-faktor lain yang dipandang relevan?

Untuk memperkirakan kinerja industri dalam jangka panjang, pertanyaan-pertanyaan berikut ini perlu diperhatikan:

1) Industri apa yang jelas akan merupakan (calon) industri yang akan berkembang dan berhasil pada masa, misalnya, dasawarsa yang akan datang? (Pada awal 1990-an, industri telekominikasi tampaknya memenuhi syarat ini).

2) Industri apa yang akan mengalami kesulitan pada saat suatu negara mengalami perubahan lingkungan perekonomian secara struktural, seperti perubahan dari masyarakat petani ke masyarakat industri, dari kondisi yang relatif tertutup ke kondisi yang lebih terbuka terhadap persaingan asing?

Berbagai cara mungkin dilakukan dalam menganalisis industri. Pada dasarnya pendekatan-pendekatan yang digunakan didasarkan pada common sense. Dalam melakukan analisis industri, beberapa sumber yang mungkin digunakan adalah (1) penerbitan Biro Pusat Statistik (BPS), (2) penerbitan Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), (3) penerbitan lembaga penelitian seperti Lensa Ekuitas. Informasi dari BPS masih berupa data mentah yang perlu diolah lebih lanjut, sedangkan publikasi dari lembaga penelitan umumnya sudah mengandung unsur analisis, sehingga hanya memerlukan interpretasi lebih lanjut.

2.1.8.3. Analisis Perusahaan

Untuk melakukan analisis yang bersifat fundamental, analis perlu memahami variabel-variabel yang mempengaruhi nilai intrinsik saham. Untuk menaksir niali intrinsik saham, dua metode yang banyank digunakan adalah (1) devidend discount model, dan (2) multiplier laba (yaitu PER).

Apabila diasumsikan bahwa pertumbuhan laba (dan juga deviden) bersifat konstan, maka devidend discount model dapat dinyatakan sebagai berikut (Harianto, 1998: 501):

Nilai intrinsik = P0 = D1 / (r-g) Dalam hal ini,

P0 = Taksiran harga saham saat ini

D1 = Deviden yang diharapkan akan diterima pada tahun 1 r = Discount rate yang dipandang relevan

g = Pertumbuhan deviden dimasa yang akan datang.

Penggunaan multiplier laba (yaitu PER) dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Nilai intrinsik = Taksiran EPS x PER yang ditaksir

Apabila harga di bursa lebih rendah dari nilai intrinsik yang kita taksir, maka saham tersebut merupakan saham yang sebaiknya di beli. Begitu pula sebaliknya.

Ada dua alasan mengapa dua variabel (laba dan PER) tersebut yang menjadi perhatian kita. Pertama, untuk dapat meningkatkan pembayaran deviden, perusahaan harus mampu meningkatkan laba yang diperoleh. Kedua, umumnya terdapat korelasi

yang kuat antara pertumbuhan laba (EPS) dengan pertumbuhan harga saham (Jones, hal.377, dalam Harianto, 1998).

2.1.8.3.1. Memahami Laba yang Diperoleh Perusahaan

Pemodal seringkali memusatkan perhatian pada Laba Per Saham (Earning Per Share, EPS) dalam melakukan anlisis. Angka EPS diperoleh dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan berdasarkan atas prinsip-prinsip akuntansi yang umum diterima (generally accepted accounting principles). Karena itu langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memahami laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ada dua laporan keuangan yang utama, yaitu Neraca dan Laporan Rugi Laba. Neraca menunjukkan posisi kekayaan, kewajiban finansial, dan modal sendiri pada waktu tertentu (biasanya pada akhir Desember). Sedangkan Laporan Rugi Laba menunjukkan berapa penjualan yang diperoleh, berapa biaya yang ditanggung, dan berapa laba yang diperoleh perusahaan pada periode tertentu (biasanya selama satu tahun).

Meski laporan keuangan disusun menurut prinsip-prinsip akauntansi yang umum diterima, diketahui pula bahwa laporan keuangan dapat menyajikan angka laba yang berbeda tanpa menyalahi prinsip-prinsip akuntansi tersebut. Sebagai misal biaya promosi besar-besaran mungkin seluruhnya dibebankan pada suatu tahun atau disebar ke beberapa tahun dengan argumentasi bahwa promosi tersebut memberi manfaatselama beberapa tahun. Apabila perusahaan memilih membebankan pada satu tahun saja, maka laba pada tahun tersebut akan dilaporakan lebih rendah dibandingkan dengan apabila dipilih alterantif yang kedua. Karena itu analis perlu

membaca penjelasan tentang kebijakan akuntansi yang dipilih yang terdapat pada annual report yang dipublikasikan perusahaan (Harianto, 1998: 502).

2.1.8.1.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba (EPS, ROE, ROA, dan Net Income Margin)

Pada level perusahaan, EPS mencerminkan kombinasi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Analisis faktor-faktor tersebut dapat dilakukan dengan analisis rasio keuangan (Harianto, 1998: 505).

Langkah 1 Apa yang menentukan EPS?

Dokumen terkait