• Tidak ada hasil yang ditemukan

QTL ANALYSIS OF AGRONOMIC TRAITS UNDER LOW LIGHT INTENSITY CONDITION

2. Analisis Fenotipe Rils F6 pada Kondisi Intensitas Cahaya Rendah

Analisis fenotipe RILs F6 pada kondisi intensitas cahaya rendah dilakukan di bawah naungan paranet 55%. Tujuan tahap percobaan ini adalah mendapatkan informasi tentang keragaan dan keragaman karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah. Dalam tahapan ini diperoleh informasi tentang perbedaan keragaan antara tetua Ceneng dan Godek, sebaran frekuensi fenotipe RILs F6 dan nilai dugaan komponen ragam dan heritabilitas serta koefisien korelasi antara karakter lainnya dengan daya hasil. Data yang diperoleh akan digunakan untuk mengidentifikasi QTL yang mengendalikan karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah.

Keragaan Tetua Ceneng dan Godek pada Kondisi Intensitas Cahaya Rendah

Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa tetua Ceneng dan Godek merupakan genotipe yang masing-masing toleran terhadap intensitas cahaya rendah (Sopandie et al. 2002, Sopandie et al. 2003c; Sopandie et al. 2006). Berdasarkan hasil uji t diperoleh bahwa tetua Ceneng dan Godek tidak berbeda nyata untuk semua karakter yang diamati kecuali daya hasil (Tabel 21). Dengan demikian dalam keadaan intensitas cahaya rendah hanya daya hasil yang dapat membedakan antara tetua toleran Ceneng dan tetua peka Godek.

Tetua Ceneng mempunyai daya hasil lebih tinggi dibandingkan dengan tetua Godek. Hal ini menunjukkan bahwa tetua Ceneng dapat menangkap dan menggunakan cahaya lebih efisien dibandingkan dengan tetua Godek (Sopandie et al. 2003a). Cahaya sangat berperan dalam proses fotosintesis. Semua fotosintat yang diperlukan untuk pengisian biji merupakan hasil fotosintesis (Taiz dan Zeiger 1991). Dengan demikian tetua Ceneng lebih efisien dalam berfotosintesis sehingga menghasilkan fotosintat lebih banyak yang ditunjukkan oleh daya hasil yang lebih besar dibandingkan tetua Godek. Menurut La Muhuria (2007), tetua Ceneng paling efisien dalam menangkap dan menggunakan cahaya karena memiliki daun yang lebih tipis dan lebar, kepadatan trikoma yang lebih rendah, dan kandungan klorofil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetua tetua lainnya. Dibandingkan dengan tetua Godek, maka tetua Ceneng memiliki aktivitas enzim fotosintetik lebih tinggi sehingga memiliki laju fotosintetik lebih

tinggi. Laju fotosintetik yang lebih tinggi serta laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan tetua Godek mengakibatkan akumulasi fotosintat pada tetua Ceneng lebih tinggi. Dengan demikian perbedaan daya hasil di antara kedua tetua tidak disebabkan oleh perbedaan karakter komponen hasil, tetapi oleh akumulasi fotosintat yang digunakan untuk pengisian biji.

Tabel 21. Hasil uji nilai tengah antara tetua Ceneng dan Godek

Karakter Nilai tengah

Ceneng

Nilai tengah

Godek t hit P value Tinggi saat panen 119.0 ± 3.2 107.9 ±15.7 -1.45 0.30 Jumlah cabang produktif 3.3 ± 0.0 3.3 ± 0.5 0.00 1.00 Jumlah buku total 22.2 ± 2.3 20.3 ± 8.2 0.32 0.80 Jumlah polong isi 38.6 ± 7.4 37.3 ± 1.7 0.30 0.80 Jumlah polong hampa 2.2 ± 1.1 2.53 ± 0.1 -0.50 0.70 Jumlah polong total 40.8 ± 7.3 39.8 ± 1.7 0.22 0.08 Persen polong isi 94.4 ± 3.1 93.6 ± 0.4 0.54 0.60 Daya hasil 6.0 ± 0.8 3.1 ± 0.6 11.2** 0.00

Sebaran Frekuensi RILs F6 pada Kondisi Intensitas Cahaya Rendah

Kenormalan sebaran data diukur dari nilai skewness yang menunjukkan kemenjuluran data. Nilai skewness bernilai positif jika data menjulur ke kanan dan bernilai negatif jika data menjulur ke kiri. Data akan menyebar normal jika mempunyai nilai skewness sama dengan nol.

Secara umum grafik sebaran karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah bersifat kontinyu. Hal ini menunjukkan bahwa karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah dikendalikan oleh banyak gen atau bersifat poligenik. Hasil pengujian kenormalan sebaran data karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah menunjukkan bahwa karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah tidak menyebar normal (Tabel 22). Meskipun tidak menyebar normal, tetapi grafik sebaran frekuensi semua karakter bersifat kontinyu dengan bentuk mendekati bentuk kurva normal.

Karakter agronomi adalah karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) dan ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pantalone et al. (1996) menyatakan bahwa data yang bersifat poligenik

mempunyai sebaran normal dan bersifat kontinyu. Menurut Falconer dan Mackay (1996), data yang bersifat kontinyu, tetapi tidak menyebar normal dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang besar atau interaksi genotipe dengan lingkungan.

Meskipun hasil pengujian Shapiro-Wilks menunjukkan bahwa data menyimpang dari sebaran normal tetapi karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku total dan daya hasil memperlihatkan grafik sebaran frekuensi yang diperoleh mendekati bentuk kurva normal yang ditunjukkan oleh nilai skewness yang kurang dari 0.5. Sebaran data jumlah polong isi, jumlah polong hampa dan jumlah polong total terlihat menjulur ke kanan yang ditunjukkan oleh nilai skewness yang positif, sedangkan sebaran data persen polong isi dan umur panen menjulur ke kiri yang ditunjukkan oleh nilai skewness yang negatif (Gambar 10 dan Gambar 11).

Hasil penelitian Wibowo (2002) pada generasi F2 kedelai hasil persilangan Godek A dan Pangrango pada kondisi intensitas cahaya rendah menunjukkan bahwa sebaran data karakter komponen hasil bersifat kontinyu walaupun menyimpang dari sebaran normal dengan bentuk kurva mendekati bentuk kurva normal. Hal ini menunjukkan bahwa karakter komponen hasil pada generasi F2 hasil persilangan Godek A dan Pangrango dalam kondisi intensitas cahaya rendah bersifat poligenik.

Tabel 22. Uji kenormalan shapiro-wilk untuk populasi F6 hasil persilangan Ceneng dan Godek pada kondisi intenistas cahaya rendah

Karakter W:normal P< W Skewness Kurtosis

Tinggi saat panen 0.9933 0.10 0.03 -0.08

Jumlah cabang produktif 0.9961 0.10 0.01 0.09

Jumlah buku total 0.9899 0.10 0.04 -0.77

Umur panen 0.9887 0.10 -0.56 0.44

Jumlah polong isi 0.9591 0.01 1.05 1.11

Jumlah polong hampa 0.9738 0.05 0.86 0.85

Jumlah polong total 0.9612 0.01 0.96 0.61

Persen polong isi 0.9086 0.01 -1.55 1.94

Daya hasil 0.9843 0.10 0.46 -0.58

Keterangan : W = nilai uji statistik Shapiro-Wilk untuk Kenormalan Data P = peluang untuk Mendapatkan data normal

Gambar 10. Grafik sebaran tinggi tanaman saat panen (TSP), jumlah cabang produktif (JCP), jumlah buku total (JBT), jumlah polong isi (JPI) pada kondisi intensitas cahaya rendah

C G C G C G C G

Gambar 11. Grafik sebaran jumlah polong hampa (JPH), jumlah polong total (JPT), persentase polong isi (C_PI), daya hasil (BBT/TAN) pada kondisi intensitas cahaya rendah

C G C G C G C G

Seleksi dilakukan menggunakan formula yang dibuat berdasarkan asumsi bahwa data menyebar normal sehingga kemajuan genetik yang diperoleh tidak bias dari hasil perhitungan. Kenyataannya bahwa sebaran data berbagai karakter kuantitatif pada tanaman selalu menjulur ke kiri atau ke kanan yang disebabkan oleh pengaruh epistasis, lingkungan dan interaksi genotipe dan lingkungan (Roy 2000; Khush 2002). Jika pengaruh genetik menyebabkan data menyebar normal, sedangkan pengaruh lingkungan menyebabkan data mempunyai nilai skewness positif atau data menjulur ke kanan maka seleksi akan memberikan kemajuan genetik yang lebih rendah daripada yang diharapkan. Jika pengaruh lingkungan menyebabkan data mempunyai nilai skewness negatif atau data menjulur ke kiri maka kemajuan genetik yang diperoleh akan lebih besar dari yang diharapkan (Kelker dan Kelker 1986; Roy, 2000). Bari (1998) menyatakan bahwa sebaran frekwensi yang menyimpang dari sebaran normal sangat berpengaruh terhadap proses seleksi pada generasi berikutnya karena pengukuran kemajuan genetik dihitung berdasarkan asumsi bahwa data menyebar normal harus dilakukan secara hati-hati.

Pendugaan Nilai Heritabilitas Karakter Agronomi Populasi RILs F6 dalam Kondisi Intensitas Cahaya Rendah

Pendugaan ragam sangat penting untuk mengetahui pengaruh genotipe dan pengaruh lingkungan terhadap keragaman yang dapat diamati pada fenotipe. Komponen ragam yang diamati dalam penelitian ini adalah ragam lingkungan dan ragam fenotipe, sedangkan ragam genotipe diduga dari selisih ragam fenotipe dengan ragam lingkungan.

Nilai heritabilitas merupakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe yang bernilai antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas dapat diduga secara langsung melalui nilai koefisien regresi tetua-anak atau secara tidak langsung melalui pendugaan komponen ragam (Roy 2000). Dalam penelitian ini nilai heritabilitas diperoleh melalui pendugaan komponen ragam menggunakan data yang terdapat pada Tabel 23.

Tabel 23. Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi kedelai generasi F7 pada kondisi intensitas cahaya rendah

Karakter Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

P value Tinggi tanaman saat panen 35926.1 718.5 0.000** Jumlah cabang produktif 74.5197 1.4904 0.001**

Jumlah buku total 2321.25 46.43 0.004**

Jumlah polong isi 17638.6 352.8 0.005**

Jumlah polong hampa 226.642 4.533 0.060

Jumlah polong total 20636.8 412.7 0.001**

Persen polong isi 3928.23 78.56 0.141

Daya hasil 221.185 4.424 0.002**

Keterangan: **: berbeda nyata pada taraf 1%

Berdasarkan hasil uji F diperoleh hasil bahwa terdapat keragaman genotipe pada karakter agronomi kedelai generasi F6 dalam kondisi intensitas cahaya rendah yang ditunjukkan dengan hasil uji F yang berbeda sangat nyata untuk semua karakter kecuali karakter jumlah polong hampa dan persen polong isi. Hal ini menunjukkan adanya keragaman fenotipe RILs F6 pada kondisi intensitas cahaya rendah. Keragaman yang diamati dapat disebabkan oleh pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi antara genotipe dan lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996; Roy 2000).

Tabel 24. Nilai ragam fenotipe, ragam lingkungan, ragam genotipe, dan nilai heritabilitas kedelai generasi F6 pada kondisi intensitas cahaya rendah Karakter Ragam fenotipe Ragam genotipe Ragam lingkungan h2bs r

Tinggi tanaman saat panen 239.50 142.97 289.60 59.69 0.23** Jumlah cabang produktif 0.50 0.26 0.71 52.40 0.05* Jumlah buku total 15.48 7.24 24.70 46.80 0.30** Jumlah polong isi 117.60 53.90 191.10 45.83 0.38** Jumlah polong hampa 1.51 0.47 3.14 30.81 -0.03 Jumlah polong total 137.57 69.53 204.10 50.55 0.40** Persen polong isi 26.19 5.89 60.89 22.49 0.02*

Daya hasil 1.47 0.74 2.20 50.29

Nilai ragam fenotipe, ragam lingkungan, ragam genotipe, dan nilai heritabilitas arti luas (h2bs) kedelai generasi F6 pada kondisi intensitas cahaya

rendah terdapat pada Tabel 24. Nilai heritabilitas berbagai karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah tergolong sedang dan tinggi yaitu

berkisar antara 22-59%. Karakter tinggi tanaman pada saat panen memiliki nilai heritabilitas yang paling tinggi di antara karakter lainnya. Karakter daya hasil memiliki nilai heritabilitas tergolong tinggi. Berdasarkan hasil studi pola pewarisan juga diketahui bahwa daya hasil memiliki nilai heritabilitas arti sempit tergolong tinggi.

Meskipun pendugaan nilai heritabilitas dilakukan pada lingkungan dan populasi yang berbeda, tetapi dapat disimpulkan bahwa intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap keragaman fenotipe sehingga nilai heritabilitas menjadi rendah. Heritabilitas daya hasil pada lingkungan bercekaman pada umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan lingkungan optimum. Lingkungan bercekaman sangat berpengaruh terhadap keragaman daya hasil sehingga mengakibatkan daya hasil mempunyai nilai heritabilitas yang rendah (Ceccareli 1994).

Nilai heritabilitas karakter daya hasil pada populasi yang sama cenderung berbeda ketika ditanam pada lingkungan yang berbeda. Di samping disebabkan oleh pengaruh lingkungan, perbedaan nilai heritabilitas juga dapat disebabkan oleh berbedanya gen yang mengendalikan daya hasil pada kedua lingkungan. Dalam kondisi lingkungan bercekaman, daya hasil ditentukan juga oleh ada atau tidak gen-gen yang mengendalikan toleransi terhadap cekaman. Hasil penelitian pada generasi F6 untuk populasi hasil yang sama oleh Wirnas et al. (2006) diperoleh nilai heritabilitas yang lebih besar untuk karakter daya hasil ketika ditanam pada kondisi intensitas cahaya penuh. Hasil penelitian Khumaida (2002) menunjukkan bahwa terdapat beberapa kandidat gen yang mengendalikan toleransi terhadap intensitas cahaya rendah. Kisman et al. (2007) melaporkan ekspresi kandidat gen yang berhubungan dengan karakter fotosintesis seperti gen JJ3. Kandidat gen JJ3 menunjukkan tingkat ekspresi yang berbeda antara kondisi tanpa cekaman dengan kondisi bercekaman intensitas cahaya rendah.

Tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku total, jumlah polong isi dan jumlah polong total mempunyai hubungan yang erat dengan daya hasil yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang nyata. Di antara beberapa karakter yang sangat berperan dalam meningkatkan daya hasiladalah

tinggi tanaman saat panen, jumlah buku, jumlah polong isi, dan jumlah polong total (Tabel 24).

Wibowo (2002) melaporkan bahwa jumlah cabang dan jumlah polong berkorelasi positif dan nyata dengan daya hasilpada populasi F2 hasil persilangan antara Pangrango dan Godek dalam kondisi intensitas cahaya rendah. La Muhuria (2007) menyatakan bahwa jumlah polong isi berkorelasi positif dan nyata dengan daya hasilpada kondisi intensitas cahaya rendah.

3. Konstruksi Peta Pautan Toleransi terhadap Intensitas Cahaya Rendah

Konstruksi peta pautan dimulai dengan seleksi primer yang bertujuan memilih primer yang polimorfik dan terpaut dengan tetua toleran lalu primer terpilih digunakan untuk menganalisis genotipe RILS F6. Selanjutnya data yang diperoleh digunakan untuk menyusun peta pautan toleransi berdasarkan marka RAPD.

Sebelum melakukan amplifikasi maka kualitas dan kuantitas DNA yang akan digunakan perlu diuji terlebih dahulu. Hasil pengujian kualitas dan kuantitas DNA yang diisolasi dengan menggunakan metode CTAB menunjukkan bahwa DNA diperoleh memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup bagus. Kualitas DNA ditunjukkan oleh pendaran pita genom dibawah UV transluminator yang sangat terang dan jelas. Visualisasi genom kedua tetua dapat dilihat pada Gambar 10. Tingkat kemurnian DNA yang diperoleh juga cukup bagus karena tidak ditemukan adanya bagian genom yang mengalami degradasi.

Gambar 12. Visualisasi genom tetua dan marker DNA λ 536

Kualitas DNA dapat juga diuji dengan menggunakan enzim restriksi. Jika enzim restriksi mampu mengenali situsnya yang hanya terdiri atas 4–6 nukleotida

G C DNA λ 536 50 ng/ml G

lalu memotong situs yang dikenali berarti DNA yang digunakan cukup murni (Toruan-Mathius dan Hutabarat 1997). Hasil pengujian menunjukkan bahwa DNA yang diperoleh dapat dipotong oleh enzim restriksi.

Kuantitas yang diperoleh ditunjukkan dengan ketebalan pita genom yang dibandingkan dengan pita marker DNA λ 536 pada konsentrasi 50 ng/µl. Kuantitas DNA yang diperoleh adalah sekitar 20 kali konsentrasi marker DNA λ 536 (Gambar 12). Tingkat kemurnian DNA dengan menggunakan spektrofotometer dilihat berdasarkan rasio optical density panjang gelombang 260 dan 280 nm (OD260/OD280) (Tabel 25). Dalam penelitian ini didapatkan nilai

OD260/OD280 untuk tetua Ceneng dan Godek masing-masing 2.8 dan 2.3.

Menurut Sambrook, Fritsch dan Manuatis (1989), hasil amplifikasi yang maksimal dapat diperoleh dari DNA dengan tingkat kemurnian yang ditunjukkan oleh nilai OD260/OD280 tidak kurang dari 1.7. Dengan demikian DNA yang

diperoleh dalam penelitian menunjukkan kualitas dan kuantitas yang bagus sehingga kegiatan penelitian dapat diteruskan untuk melakukan amplifikasi dengan mesin PCR.

Tabel 25. Hasil pengujian DNA tetua Ceneng dan Godek menggunakan spekrofotometer

Tetua λ1 (260) λ2 (280) λ1/λ2

Ceneng 0.075 0.026 2.8

Godek 0.105 0.045 2.3

Konsentrasi DNA sangat berpengaruh dalam menentukan tingkat keberhasilan amplifikasi. Sebelum melakukan amplifikasi perlu disiapkan DNA dengan konsentrasi yang cukup dan jumlah yang cukup untuk setiap genotipe. Konsentrasi DNA dihitung dari nilai OD260. Jika OD260 adalah 1 maka terdapat

50 µg/µl molekul DNA dari 1 µg/µl DNA stok (Sambrook et al. 1989). Dalam penelitian ini konsentrasi DNA yang digunakan untuk setiap rekasi amplifikasi adalah 50 µg/µl DNA. DNA dibuat dengan konsentrasi 25 µg/ml sehingga untuk setiap reaksi amplifikasi diperlukan 2 µl (Tabel 26).

Tabel 26. Acuan penyiapan konsentrasi DNA tetua yang diperlukan dalam seleksi primer Genotipe OD260 N1 (µg/ml) V1 (µl)

Jumlah air yang harus ditambahkan (µl) N2 (µg/µl) V2 (µl) Ceneng 0.075 562.5 4.4 95.6 25.00 100 Godek 0.105 787.5 3.2 96.8 25.00 100

Keterangan: N1 = Konsentrasi awal DNA stok; V1 = Volume awal yang diperlukan; N2 = Konsentrasi akhir yang dinginkan; V2 = Konsentrasi akhir yang dinginkan

Tabel 27. Daftar primer dan marka yang digunakan analisis QTL yang mengendalikan toleransi terhadap intensitas cahaya rendah pada kedelai

Penanda Primer Sekuens Lokus

m2 OPE03 5’CCAGATGCAC’3 E3-500

m10 OPE15 5’ACGCACAACC’3 E15-600

m11 OPE15 5’ACGCACAACC’3 E15-800

m16 OPH03 5’AGACGTCCAC’3 H3-500 m22 OPH07 5’CTGCATCGTG’3 H7-000 m24 OPH07 5’CTGCATCGTG’3 H7-500 m26 OPH08 5’GAAACACCCC’3 H8-600 m29 OPM08 5’TCTGTTCCCC’3 M8-700 m31 OPM10 5’TCTGGCGCAC’3 M10-1400 m35 OPM15 5’TCTGGCGCAC’3 M15-700 m43 OPM20 5’AGGTCTTGGG’3 M20-600 m44 OPM20 5’AGGTCTTGGG’3 M20-800 m45 OPM20 5’AGGTCTTGGG’3 M20-1200 m47 OPM20 5’AGGTCTTGGG’3 M20-2000

Tabel 28. Rekapitulasi hasil seleksi primer

Primer Jumlah pita monomorfik Jumlah pita polimorfik Total

OPE3 2 3 5 OPE15 4 2 6 OPH3 3 1 4 OPH7 5 2 7 OPH8 3 1 4 OPM8 1 1 2 OPM10 0 1 1 OPM15 4 1 5 OPM20 4 2 6 Total 26 14 40

Sebanyak 60 primer RAPD yang diseleksi terhadap kedua tetua menghasilkan 22 primer polimorfik dan 38 primer monomorfik. Di antara 22 primer yang polimorfik hanya 14 primer yang terpaut dengan tetua yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah dan hanya 9 primer yang konsisten. Primer yang dipilih untuk pemetaan adalah primer yang polimorfis dan terpaut dengan tetua toleran terhadap intensitas cahaya rendah (Tabel 27).

Semua primer yang konsisten polimorfis dan terpaut dengan tetua toleran terhadap intensitas cahaya rendah menghasilkan jumlah pita amplifikasi sebanyak 40 pita, 14 di antaranya adalah polimorfis dan terpaut dengan tetua yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer yang konsisten polimorfis dan terpaut dengan tetua toleran menghasil pita berukuran antara 300- 2000 pasang basa (Tabel 28).

Menurut Gupta et al. (2002), amplifikasi dengan marka RAPD dapat menghasilkan amplikasi sebanyak 1- 10 pita. Masing-masing pita mencermin setiap lokus dalam kromosom. Polimorfis yang dapat dideteksi oleh marka RAPD disebabkan oleh mutasi pada genom. Mutasi yang terjadi merupakan mutasi titik yang disebabkan oleh inversi, delesi, dan duplikasi basa nukleotida penyusun genom. Kelemahan marka RAPD adalah tingkat reprodusibilitas yang rendah sehingga hasil yang diperoleh tidak konsisten.

Alel yang berbeda pada lokus yang sama ditunjukkan oleh ada atau tidaknya amplifikasi. Alel dominan ditunjukkan oleh adanya pita amplifikasi, sedangkan alel resesif tidak menghasilkan amplikasi pada lokus yang sama. Aplikasi RAPD pada populasi RILs sangat sesuai karena hanya ada dua kemungkinan genotipe yaitu homozigot dominan dan heterozigot yang membawa alel dominan atau homozigot resesif yang membawa alel resesif (Liu 1998).

Peta genetik merupakan pengembangan konsep genetika klasik melalui pendekatan biologi dan teknik molekular. Peta genetika tanaman adalah model abstrak dari sejumlah gen atau marka genetik yang tersusun secara linear dalam kromosom atau genom. Marka genetik dapat berupa marka morfologi, marka sitogenetik, marka protein, dan marka DNA (Liu 1998).

Peta pautan toleransi terhadap intensitas cahaya rendah dikontruksi dengan menggunakan 14 marka RAPD yang polimorfik dan terpaut dengan tetua toleran

intensitas cahaya rendah. Peta pautan yang diperoleh hanya terdiri dari satu kelompok pautan yang mengandung tujuh marker dengan panjang genom yang dapat dipetakan sebesar 51.5 cM (Gambar 13). Meskipun hanya diperoleh satu kelompok pautan, namun kelompok pautan tersebut mengandung marka yang terpaut dengan toleransi terhadap intensitas cahaya rendah atau daya hasil tinggi pada kedelai.

Gambar 12. Peta pautan tetua Ceneng

Peta pautan yang diharapkan adalah mempunyai jumlah kelompok pautan sama dengan jumlah kromosom haploid. Jumlah kromosom haploid kedelai adalah 20 sehingga peta pautan yang baik untuk kedelai mempunyai kelompok pautan sebanyak 20. Dalam penelitian ini hanya diperoleh satu kelompok pautan karena keterbatasan jumlah marka yang digunakan sehingga untuk mendapatkan jumlah kelompok pautan yang ideal maka perlu penambahan jumlah marka.

Peta pautan yang dikembangkan oleh Handayani (2003) diperoleh dengan menapis 20 primer acak diperoleh 2 primer yang polimorfik dan terpaut dengan

8.4 M10 M11 M22 M44 M47 M45 M31 1.1 5.1 12.2 19.5 5.1

tetua toleran. Dua jenis primer yang polimorfik dan terpaut dengan tetua toleran intensitas cahaya rendah adalah ROTH-480 dan UBC-153. Panjang genom yang dapat dipetakan adalah 0.18 cM.

Analisis pautan untuk toleransi terhadap intensitas cahaya rendah pada kedelai belum banyak dilaporkan sehingga belum banyak informasi tentang primer yang dapat membedakan antara tetua toleran dan peka terhadap intensitas cahaya rendah. Konstruksi peta pautan tidak selalu menghasilkan peta berkerapatan tinggi atau jumlah kelompok pautannya sama dengan jumlah kromosom haploid. Peta pautan berkerapatan tinggi dapat diperoleh dengan memperbesar ukuran populasi pemetaan dan memperbanyak marka genetik.

Analisis QTL yang Mengendalikan Karakter Agronomi Kedelai pada Kondisi Intensitas Cahaya Rendah

QTL adalah lokus yang mengendalikan karakter kuantitatif. Karakter kuantitatif diterjemahkan sebagai karakter dengan data yang mempunyai distribusi kontinyu yang diperoleh dari hasil pengukuran atau penghitungan. Karakter kuantitatif dikontrol oleh banyak gen dan masing-masing gen memberikan efek aditif terhadap karakter tersebut. Ekspresi gen-gen yang mengendalikan karakter kuantitatif sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Falconer dan Mackay 1996; Bernardo 2002).

Pemetaan QTL didasarkan atas signifikansi antara fenotipe dengan marker molekuler yang diujikan pada genotipe yang digunakan sebagai populasi pemetaan sehingga dalam pemetaan diperlukan data fenotipe dan data molekuler. Data fenotipe mengandung informasi tentang segregasi gen-gen yang mengendalikan karakter yang dipelajari, sedangkan data molekuler menyediakan informasi tentang situs spesifik dalam genom yang menunjukkan lokasi QTL. Ketepatan data fenotipe dan data molekuler yang digunakan akan menentukan reliabilitas QTL yang diperoleh.

Pemetaan QTL merupakan kombinasi antara analisis pautan kualitatif dengan analisis genetika kuantitatif. Pemetaan QTL meliputi konstruksi pemetaan genom dan penelusuran hubungan antara karakter kuantitatif dengan marka polimorfik. Hasil pemetaan QTL dapat menyediakan informasi tentang jumlah dan aksi gen yang mengontrol suatu karakter serta lokasinya pada kromosom.

Peta QTL dapat juga dijadikan informasi awal bagi kegiatan kloning yaitu kloning berbasis pemetaan dari suatu gen yang berasosiasi dengan karakter tertentu (Liu 1998; Surahman 2002; Andersen dan Torp 2002).

Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk analisis QTL adalah data kuantitatif yang dibahas pada tahap 2 dan peta pautan yang diperoleh pada tahap 3. Tujuan utama penelitian ini mendapatkan marka RAPD yang terpaut dengan QTL yang mengendalikan karakter hasil atau komponen hasil kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah. Berdasarkan hasil analisis QTL diperoleh dua QTL yang masing-masing mengendalikan karakter jumlah buku total dan daya hasil, sedangkan pada karakter yang lain tidak ditemukan adanya QTL (Tabel 29). Tabel 29. QTL yang terpaut mengendalikan karakter agronomi kedelai pada

kondisi intensitas cahaya rendah. Karakter Jumlah QTL Posisi (cM) Marker terdekat Jarak ke marker terdekat (cM) LOD R2 (%) Efek aditif Jumlah buku total 1 40 M11 6.3 2.20 20.1 -2.96 Daya hasil 1 20 M44 5.0 2.50 22.6 -1.08

Quantitative Trait Loci yang mengendalikan jumlah buku produktif terpaut dengan M11 atau primer OPE15. Marka OPE15 yang terpaut dengan QTL jumlah buku total mempunyai panjang pita 800 bp (OPE15-800). QTL yang mengendalikan daya hasil terpaut dengan M44 atau OPM20. Lokus OPM20 yang terpaut dengan QTL daya hasil mempunyai panjang pita berukuran 800 bp (OPM20-800).

Walaupun penelitian ini hanya diperoleh dua QTL, namun kedua QTL tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang baik karena kedua QTL mempunyai LOD yang cukup baik yaitu 2.20 dan 2.50 masing-masing untuk karakter jumlah buku total dan daya hasil. Kontribusi kedua QTL terhadap keragaman fenotipe juga tergolong besar yaitu sebesar 20.1% dan 22.6% masing-masing untuk karakter jumlah buku total dan daya hasil. Berdasarkan hasil studi pola pewarisan, maka kelebihan lain dari QTL yang diperoleh adalah karakter

Dokumen terkait