• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam memanfaatkan lahan yang ada di bawah tegakan adalah penurunan intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman. Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan yang efisien membutuhkan varietas yang adaptif yaitu varietas yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah dan berdaya hasil baik. Kegiatan pemuliaan untuk pengembangan kedelai toleran intensitas cahaya rendah sudah dimulai oleh Sopandie et al. (2003c); Sopandie et al. (2006); Sopandie (2006).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kedelai toleran intensitas cahaya rendah adalah: (1). Kondisi intensitas cahaya di lingkungan seleksi harus mencerminkan intensitas cahaya di bawah tegakan sehingga dapat memberikan tingkat dan waktu cekaman yang sama dengan lingkungan target, (2). Pola intensitas dan kualitas cahaya di bawah tegakan bervariasi sesuai dengan jenis, umur dan populasi tanaman utama sehingga pola adaptasi tanaman juga harus bersifat dinamis agar dapat merespon perubahan- perubahan tersebut, (3). Mekanisme toleransi terhadap intensitas cahaya rendah berkaitan dengan fotosintesis yang melibatkan banyak gen dan lintasan metabolisme sehingga karakter seleksi akan lebih efektif jika menggunakan daya hasil. Untuk merespon hal tersebut di atas maka perakitan varietas kedelai toleran terhadap intensitas cahaya rendah membutuhkan ketersediaan metode dan karakter seleksi yang sesuai.

Karakter seleksi dapat berupa karakter fisiologi, anatomi, morfologi maupun agronomi. Seleksi dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung terhadap karakter yang akan diperbaiki. Pemilihan karakter seleksi untuk seleksi langsung disesuaikan dengan karakter yang akan diperbaiki. Apabila karakter yang akan diperbaiki memiliki nilai heritabilitas yang rendah maka dapat dilakukan seleksi secara tidak langsung. Karakter yang dapat digunakan sebagai karakter seleksi tidak langsung harus mempunyai nilai heritabilitas yang lebih tinggi dari nilai heritabilitas karakter yang akan diperbaiki serta mempunyai korelasi dengan

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi antara karakter yang ingin diperbaiki dengan karakter selain dari karakter yang akan diperbaiki. Suatu karakter akan efektif dijadikan karakter seleksi jika memiliki nilai respon terkorelasi lebih besar dari satu.

Hasil pemilihan karakter seleksi berdasarkan analisis biometrik menunjukkan bahwa karakter seleksi yang tepat untuk perbaikan toleransi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah adalah daya hasil yang dikendalikan oleh aksi gen aditif dengan heritabilitas arti sempit sebesar 41.60%. Berdasarkan hasil penelitian ini melalui analisis QTL juga diperoleh marka molekuler yang terpaut dengan QTL yang mengendalikan daya hasil kedelai dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Hal ini memungkinkan seleksi untuk mendapatkan genotipe kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah dilakukan berdasarkan marka RAPD yang terpaut dengan QTL yang mengendalikan daya hasil yaitu OPM20-800. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seleksi berdasarkan daya hasil dengan intensitas seleksi 10% akan berkontribusi terhadap perbaikan daya hasil sebesar 1.98 g untuk setiap generasi seleksi. Seleksi berdasarkan marka RAPD yang terpaut dengan QTL daya hasil akan menghasil genotipe terpilih yang mempunyai daya hasil 14.6% lebih baik dari rata-rata daya hasil pada populasi yang diseleksi. Diperolehnya marka RAPD terpaut QTL daya hasil yang dapat dijadikan marka seleksi bagi pengembangan kedelai toleran intensitas cahaya rendah merupakan salah satu keunggulan hasil penelitian ini.

Metode seleksi yang tepat dapat diperoleh dengan mempertimbangkan target varietas yang ingin dikembangkan dan informasi tentang parameter genetik dari karakter yang ingin diperbaiki. Metode yang sesuai untuk seleksi berdasarkan daya hasil dapat dipilih dengan mempertimbangkan aksi gen yang mengendalikan daya hasil. Hasil studi pola pewarisan menunjukkan bahwa daya hasil dikendalikan oleh aksi gen aditif sehingga dalam seleksi untuk mendapatkan genotipe yang lebih baik dapat dilakukan dengan menilai penampilan masing- masing individu dalam populasi yang diseleksi tanpa melakukan uji keturunan. Pilihan metode seleksi untuk populasi bersegregasi pada tanaman menyerbuk sendiri seperti kedelai terdiri dari metode pedigree atau bulk.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikembangkan metode seleksi yang sesuai bagi kedelai toleran intensitas cahaya rendah berupa (1). Seleksi berdasarkan daya hasil dengan metode pedigree, (2). Seleksi berdasarkan daya hasil dengan metode bulk, (3). Seleksi dengan menggunakan marka RAPD yang terpaut dengan QTL yang mengendalikan daya hasil atau (4). Seleksi dengan metode pedigree atau bulk yang diverifikasi dengan marka RAPD yang terpaut dengan QTL yang terpaut dengan QTL yang mengendalikan daya hasil.

Berdasarkan karakter seleksi yang telah ditetapkan maka metode pedigree

dapat aplikasikan untuk merakit kedelai toleran intensitas cahaya rendah karena daya hasil mempunyai nilai heritabilitas arti sempit yang tergolong tinggi. Aplikasi metode pedigree dalam perakitan kedelai toleran intensitas cahaya rendah sangat menguntungkan karena karakter seleksi yang digunakan adalah daya hasil. Daya hasil sangat menentukan toleransi terhadap intensitas cahaya rendah. Galur yang dianggap toleran terhadap intensitas cahaya rendah adalah galur yang berdaya hasil baik ketika ditanam dalam kondisi intensitas cahaya rendah.

Seleksi dengan metode pedigree harus dilakukan di bawah tegakan selama beberapa generasi. Apabila dilakukan seleksi selama beberapa generasi di lingkungan bercekaman berat (tegakan karet berumur tiga tahun) maka akan terfiksasi gen-gen yang mengendalikan toleransi terhadap intensitas cahaya rendah sehingga akan diperoleh galur yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah pada tingkat cekaman berat. Kenyataanya lahan di bawah tegakan berpotensi untuk dimanfaatkan melalui pola tumpang sari dengan kedelai pada masa tanaman utama belum menghasil sampai tanaman utama berumur kurang dari 4 tahun.

Bervariasinya umur tanaman utama akan mengakibatkan variasi tingkat cekaman intensitas cahaya yang terjadi di bawah tegakan. Guna memaksimalkan pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan maka perlu dikembangkan varietas kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah pada tingkat cekaman berat, namun memiliki daya hasil lebih tinggi pada tingkat cekaman ringan (TBM berumur 1-2 tahun). Dengan demikian diperlukan metode seleksi

yang dapat menghasilkan galur toleran yang responsif terhadap perubahan intensitas cahaya.

Varietas yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah dan responsif terhadap perubahan intensitas cahaya dapat diperoleh dengan memfiksasi gen- gen yang mengendalikan toleransi terhadap cekaman intensitas rendah serta gen- gen yang mengendalikan daya hasil pada kondisi terbuka. Fiksasi gen-gen yang berhubungan dengan toleransi terhadap cekaman intensitas cahaya rendah serta gen-gen yang mengendalikan daya hasil pada kondisi terbuka akan menghasilkan varietas yang menunjukkan peningkatan produktivitas sejalan dengan penurunan tingkat cekaman yang terjadi di bawah tegakan.

Metode seleksi yang digunakan untuk mendapatkan varietas kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah dan responsif terhadap perubahan tingkat cekaman adalah metode bulk yang dimodifikasi dengan melakukan seleksi secara bergantian antara kondisi bercekaman dan kondisi tanpa cekaman (Shuttle breeding). Aplikasi metode seleksi seperti ini dapat dilakukan dengan cara menanam dan menyeleksi populasi bulk pada satu generasi pada kondisi tanpa cekaman dan pada generasi berikutnya ditanam dan diseleksi pada kondisi bercekaman. Setelah seleksi pada kondisi tanpa cekaman dan kondisi bercekaman secara bergantian selama 4-5 generasi maka akan terfiksasi gen-gen toleransi terhadap intensitas cahaya rendah dan gen-gen untuk produktivitas tinggi pada lingkungan terbuka.

Selain itu, berdasarkan selisih nilai heritabilitas arti sempit terhadap nilai heritabilitas arti luas maka masih terdapat 30% dari ragam genetik total yang belum terfiksasi pada generasi awal. Untuk mendapatkan kemajuan seleksi yang maksimal maka perlu dilakukan fiksasi gen-gen aditif sebelum dilanjutkan dengan seleksi. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka metode seleksi bulk

dapat diaplikasikan untuk merakit varietas kedelai toleran intensitas cahaya rendah.

Seleksi dengan menggunakan metode pedigree akan menghasilkan galur yang toleran terhadap cekaman intensitas cahaya yang tergolong berat, sedangkan seleksi dengan menggunakan metode bulk yang dimodifikasi dengan seleksi secara bergantian antara lingkungan bercekaman dan lingkungan tanpa cekaman

akan menghasilkan yang toleran terhadap cekaman intensitas cahaya yang tergolong berat, namun responsif terhadap perubahan tingkat cekaman intensitas cahaya yang terjadi di bawah tegakan. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi dengan metode bulk yang dimodifikasi lebih menguntungkan dari pada seleksi dengan metode pedigree.

Secara umum seleksi berdasarkan daya hasil pada lingkungan bercekaman tidak mudah. Kendala yang dihadapi dalam pemuliaan untuk lingkungan bercekaman adalah adanya interaksi genotipe dan lingkungan yang bersifat kualitatif sehingga menyebabkan seleksi tidak efektif (Tester dan Bacic 2005). Kendala lain yang dihadapi dalam seleksi untuk pemuliaan untuk lingkungan bercekaman adalah sulitnya mencari lingkungan seleksi yang tepat sehingga dapat memberikan waktu dan tingkat cekaman yang sesuai.

Seleksi untuk pengembangan kedelai toleran intensitas cahaya rendah dapat dipercepat dan ditingkatkan akurasinya dengan menggunakan marka molekular sebagai alat bantu seleksi. Dengan menggunakan marka molekuler sebagai alat bantu maka seleksi galur dapat dilakukan pada generasi awal sehingga memperpendek waktu seleksi. Keuntungan menggunakan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi adalah seleksi tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan aplikasinya tidak tergantung pada stadia pertumbuhan tanaman sehingga tingkat akurasi hasil seleksi lebih tinggi (Terry et al. 2000; Farooq dan Azam 2002; Korzun 2004).

Dalam penelitian ini diperoleh satu marka molekuler yang dapat dijadikan marka untuk seleksi kedelai toleran intensitas cahaya rendah. Hal ini memungkinkan seleksi dilakukan pada generasi awal yaitu pada F2 sehingga dapat mempercepat proses pemuliaan dan meningkatkan akurasi seleksi. Marka RAPD merupakan salah marka yang sesuai untuk analisis karakter kuantitatif karena marka RAPD bersifat dominan (dominant marker). Marka yang bersifat dominan dapat mengidentifikasi lebih dari satu lokus sehingga sangat sesuai untuk karakter kuantitatif karena karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak lokus yang masing-masing lokus bersifat aditif.

Dalam penelitian ini hanya diperoleh satu QTL untuk daya hasil dan juga hanya satu marka RAPD yang terpaut dengan QTL daya hasil yaitu OPM20-800

sehingga marka tersebut lebih baik digunakan untuk verifikasi hasil seleksi dengan pedigree atau bulk. Dengan diperolehnya marka RAPD untuk daya hasil maka seleksi dengan metode pedigree atau bulk dapat ditingkatkan akurasinya dengan menggabungkan seleksi berdasarkan daya hasil dengan seleksi berdasarkan marka RAPD sebagai alat bantu seleksi (marker assisted selection). Setelah diseleksi dengan berdasarkan daya hasil maka genotipe terpilih diverifikasi dengan menggunakan marka RAPD yang terpaut dengan daya hasil pada kondisi intensitas cahaya rendah.

Integrasi metode seleksi berdasarkan daya hasil dengan seleksi menggunakan marka RAPD akan menghasilkan empat kemungkinan penampilan genotipe yaitu (1). daya hasil rendah dan tidak membawa marka OPM20-800, (2). Daya hasil tinggi dan tidak membawa marka OPM20-800, (3). Daya hasil tinggi dan membawa marka OPM20-800, (4). Daya hasil tinggi dan tidak membawa marka OPM20-800. Berdasarkan metode seleksi pedigree atau bulk

dan seleksi dengan menggunakan marka RAPD maka genotipe yang dipilih adalah genotipe yang mempunyai daya hasil tinggi dan juga membawa marka OPM20-800.

Integrasi metode seleksi pedigree atau bulk dengan seleksi berdasarkan marka RAPD diharapkan dapat memberikan kemajuan dan akurasi seleksi yang lebih baik dibandingkan jika hanya menggunakan metode pedigree atau bulk. Selanjutnya pada masa yang akan datang diharapkan kegiatan pemuliaan untuk mengembangkan kedelai toleran intensitas cahaya rendah dapat menjadi lebih efisien.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis biometrik maka karakter seleksi yang tepat untuk mengembangkan kedelai toleran intensitas cahaya rendah adalah daya hasil. Seleksi berdasarkan daya hasil dapat dipercepat dan ditingkatkan akurasi dengan menggunakan marka RAPD yang terpaut dengan QTL yang mengendalikan daya hasil dalam kondisi intensitas cahaya rendah.

Di antara marka yang terpaut dengan masing-masing QTL, marka terpaut QTL yang mengendalikan daya hasil lebih efisien untuk dijadikan alat bantu seleksi bagi perakitan kedelai toleran intensitas cahaya rendah. Marka RAPD yang terpaut dengan QTL yang mengendalikan daya hasil adalah OPM20-800. Aplikasi marka OPM20-800 pada populasi RILs F6 menghasil genotipe terpilih dengan daya hasil 14% lebih baik dari populasi awal.

Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini maka perakitan varietas kedelai toleran intensitas cahaya rendah disarankan untuk menggunakan metode

bulk yang dimodifikasi dengan seleksi secara bergantian antara lingkungan bercekaman dengan tanpa cekaman. Untuk meningkatkan akurasi seleksi maka disarankan verifikasi hasil seleksi berdasarkan daya hasil dengan marka RAPD yang terpaut QTL yang mengendalikan daya hasil.

Dokumen terkait