• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenotipe tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan. Tujuan studi pola pewarisan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor genetik dengan mempelajari aksi gen-gen yang mengendalikan karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah. Besarnya pengaruh aksi gen-gen tersebut akan menentukan pola pewarisan karakter agronomi pada kondisi intensitas cahaya rendah. Besarnya pengaruh genetik dan lingkungan terhadap karakter yang diamati diduga berdasarkan nilai heritabilitas.

Studi pewarisan untuk karakter agronomi kedelai dalam kondisi intensitas cahaya rendah menggunakan empat tetua yang dipilih berdasarkan studi fisiologi yaitu Ceneng dan Pangrango sebagai tetua toleran serta Slamet dan Godek sebagai tetua peka (Sopandie et al. 2003c). Keempat tetua disilangkan dalam suatu persilangan diallel sehingga diperoleh dua belas kombinasi persilangan. Pengujian materi genetik yang meliputi keempat tetua dan dua belas genotipe F1 dilakukan di bawah naungan paranet dengan tingkat naungan 55% atau cahaya yang diterima tanaman hanya 45%.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah

Karakter Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F

Tinggi saat panen 1195.84 132.87 3.16*

Jumlah cabang produktif 4.99 0.55 4.68**

Jumlah buku total 95.05 10.56 2.63*

Jumlah polong isi 1674.05 186.01 6.24**

Jumlah polong hampa 244.60 27.18 6.01**

Jumlah polong total 1053.55 117.06 2.55*

Persentase polong isi 2082.99 231.44 15.61**

Daya hasil 76.54 8.51 4.22**

Keterangan: *: berbeda nyata pada α = 5% **: berbeda nyata pada α = 1%

Syarat pengujian model dengan rancangan diallel adalah terdapat keragaman antara genotipe yang digunakan untuk karakter yang dianalisis. Hasil analisis ragam terhadap karakter agronomi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar genotipe yang digunakan untuk karakter tinggi tanaman saat

panen, jumlah buku total dan jumlah polong total pada tingkat kepercayaan 95%, sedangkan untuk karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, persentase polong isi, dan daya hasil terdapat perbedaan pada tingkat kepercayaan 99% (Tabel 1). Dengan demikian populasi yang digunakan memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan dengan analisis diallel. Pendekatan yang dipilih adalah pendekatan Hayman (Hayman 1954) dengan mengikuti perhitungan yang diformulasikan oleh Singh dan Choudhary (1976).

Persilangan diallel adalah persilangan yang memungkinkan kombinasi di antara semua tetua atau genotipe yang digunakan. Analisis diallel didasarkan atas asumsi bahwa (1). tetua homozigot, (2). segregasi terjadi secara diploid, (3). tidak terdapat pengaruh tetua betina (maternal effect), (4). tidak ada interaksi antara gen dari alel yang berbeda (epistasis), (5). tidak ada multialelisme, dan (6). gen-gen menyebar secara bebas di antara dua tetua (Hayman 1954; Griffing 1956; Singh dan Chaudhary 1976; Roy 2000).

Beberapa asumsi dibuktikan dengan menduga bahwa genotipe kedelai bersifat homozigot dan segregasi terjadi secara diploid. Karakteristik bunga kedelai adalah mahkota bunga menutupi stamen yang melilit pada pistil sehingga polen pasti langsung jatuh di kepala putik. Bunga akan mekar setelah terjadi penyerbukan sehingga polen lain tidak dapat menyerbuki putik. Penyerbukan sendiri secara terus menerus di alam menyebabkan komposisi genotipe kedelai menjadi homozigot (Poehlman dan Sleeper 1983). Dengan demikian asumsi bahwa genotipe homozigot seperti yang dikemukakan oleh Hayman (Hayman 1954) dapat dipenuhi. Tingkat ploidi kedelai adalah diploid dengan 2n=2x=40 sehingga dalam proses meiosis kromosom kedelai bersegregasi mengikuti pola diploid yaitu pada saat metafase pasangan kromosom yang terdiri dari dua kromosom berjajar di bidang equator. Hal ini membuktikan bahwa asumsi kedelai bersegregasi secara diploid dapat dipenuhi (Poehlman dan Sleeper 1983; Shoemaker et al. 1996).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa asumsi tidak terdapat pengaruh tetua betina juga dapat dipenuhi. Pengaruh tetua betina ditunjukkan oleh ada atau tidak perbedaan antara F1 dengan resiproknya. Jika

tidak terdapat pengaruh tetua betina berarti gen-gen yang mengendalikan karakter tersebut terdapat pada inti sel. Berbagai hasil penelitian mengenai pengaruh tetua betina terhadap pewarisan karakter agronomi pada kondisi intensitas cahaya rendah telah banyak dilaporkan.

Rostini et al. (2002) dan Handayani (2003) melaporkan bahwa pada kedelai tidak terdapat pengaruh tetua betina dalam pewarisan karakter sifat kandungan klorofil. Wijayanti (2002) menyimpulkan bahwa hampir semua pewarisan karakter agronomi kedelai pada kondisi intensitas cahaya rendah tidak dipengaruhi oleh tetua betina. La Muhuria (2007) juga melaporkan bahwa tidak terdapat pengaruh tetua betina dalam pewarisan karakter kerapatan trikoma, kandungan klorofil dan daya hasil.

Pengujian Validitas Model Aditif Dominan

Dalam analisis diallel model genetik yang digunakan untuk mengetahui aksi gen yang mengendalikan suatu karakter adalah model genetik yang paling sederhana yang hanya menyertakan pengaruh aksi gen aditif dan dominan. Ada atau tidak ada aksi gen epistasis diketahui dengan menguji validitas (kesesuaian) model genetik aditif dominan. Jika model genetik aditif dominan sesuai berarti keragaman yang diamati hanya disebabkan oleh pengaruh aksi gen aditif dan dominan, tetapi jika tidak sesuai maka keragaman yang diamati dipengaruhi tidak hanya oleh aksi gen aditif dan dominan, tetapi juga dipengaruhi oleh aksi gen epistasis.

Tabel 2. Hasil pengujian kesesuaian model aditif-dominan bagi karakter agronomi kedelai kondisi intensitas cahaya rendah

Karakter Nilai b t (H0:b=1)

Tinggi saat panen 0.29 ± 0.45 0.64

Jumlah cabang produktif 0.63 ± 0.24 1.53

Jumlah buku total 0.68 ± 0.90 0.36

Jumlah polong isi 0.71 ± 0.41 0.71

Jumlah polong hampa 0.76 ± 0.13 1.78 Jumlah polong total 0.07 ± 33.41 4.07** Persentase polong isi 0.88 ± 66.91 0.98

Daya hasil 1.00 ± 0.22 -0.01

Validasi model aditif-dominan bertujuan untuk membuktikan bahwa aksi gen yang mempengaruhi keragaman karakter agronomi kedelai dalam kondisi intensitas cahaya rendah hanya disebabkan oleh aksi gen aditif dan dominan. Jika hipotesis bahwa nilai b sama dengan satu diterima atau nilai t hitung tidak nyata maka model aditif dominan dapat menjelaskan keragaman yang diamati. Namun, jika nilai b tidak sama dengan satu atau nilai t hitung nyata maka keragaman yang diamati tidak hanya disebabkan oleh aksi gen aditif dan dominan, tapi juga oleh aksi gen epistasis (Hayman 1954).

Berdasarkan uji t diketahui bahwa nilai t hitung tidak nyata pada hampir semua karakter yang diamati kecuali karakter jumlah polong total. Hal ini menunjukkan bahwa model genetik aditif-dominan cukup kuat untuk menjelaskan keragaman karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku total , jumlah polong isi, jumlah polong hampa, persentase polong isi, dan daya hasil pada kondisi intensitas cahaya rendah. Berdasarkan model aditif dominan maka keragaman yang diamati pada karakter tersebut hanya disebabkan oleh aksi gen aditif dan dominan, sedangkan keragaman yang diamati pada karakter jumlah polong total disebabkan oleh aksi gen aditif, dominan dan epistasis (Tabel 2).

Dengan demikian asumsi bahwa tidak terdapat epitasis dapat dipenuhi sehingga pendugaan nilai komponen ragam dapat dilakukan dengan baik kecuali pada karakter jumlah polong total. Adanya aksi gen epistasis pada karakter jumlah polong total menyebabkan adanya bias dalam pendugaan ragam untuk karakter tersebut sehingga ragam yang diperoleh dapat lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Menurut Roy (2000), pendugaan komponen ragam yang bebas dari bias dapat dilakukan jika tidak terdapat pengaruh epistasis.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman karakter kuantitatif pada tanaman menyerbuk sendiri dapat dijelaskan oleh model aditif- dominan, walaupun pada karakter tertentu model aditif dominan tidak cukup untuk menjelaskan keragaman yang diamati karena terdapat epistasis. Keragaman yang muncul pada kandungan asam linolenat pada kedelai dikendalikan oleh aksi gen aditif dan dominan, sedangkan epistasis berpengaruh sangat kecil (Gesteira et al. 2003). Fronza et al. (2004) menyatakan bahwa

keragaman ketahanan kedelai terhadap Fusarium solani f. sp. glycines yang diukur melalui tingkat keparahan serangan pada daun dan tingkat keparahan serangan pada tanaman dapat dijelaskan oleh model aditif-dominan.

Agustina (2004) melaporkan bahwa keragaman beberapa karakter komponen hasil pada padi gogo dapat dijelaskan oleh model aditif-dominan. Keragaman karakter jumlah anakan produktif, umur berbunga, dan bobot 1000 butir disebabkan oleh aksi gen aditif dan dominan, sedangkan karakter tinggi tanaman, jumlah malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, dan berat gabah isi per tanaman dipengaruhi oleh aksi gen epistasis.

Hasil penelitian pada snap bean yang dilaporkan oleh Silva et al. (2004) menunjukkan bahwa keragaman karakter jumlah polong per tanaman, rata-rata bobot polong per tanaman dan umur berbunga dikendalikan oleh aksi gen aditif dan dominan. Keragaman karakter tingggi tanaman, panjang malai, jumlah tiller

per tanaman, berat biji/malai, dan berat 1000 butir pada spring wheat hanya disebabkan oleh aksi gen aditif dan dominan (Khan dan Habib 2003). Saleem et al. (2005) juga melaporkan bahwa tinggi tanaman dan berat biji/malai pada spring wheat disebabkan oleh aksi gen aditif dan dominan.

Distribusi Tetua

Grafik hubungan Vr dan Wr dapat menginterpretasikan sebaran tetua sepanjang garis regresi. Distribusi tetua sepanjang garis regresi menunjukkan gen-gen yang dimiliki oleh tetua. Dalam model aditif dominan tetua yang memiliki gen dominan lebih banyak berada di sekitar titik origin (nol), sedangkan tetua yang memiliki gen resesif lebih banyak berada sekitar ujung garis parabola. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai penjumlahan Vr dan Wr yang lebih kecil terletak disekitar titik origin yang menunjukkan bahwa tetua memiliki jumlah gen dominan yang lebih banyak dibandingkan dengan tetua yang terletak jauh dari titik origin. Nilai penjumlahan Vr dan Wr berkorelasi negatif dengan jumlah gen dominan yang dimiliki oleh tetua. Semakin kecil nilai penjumlahan Vr dan Wr maka semakin banyak jumlah dominan yang dimiliki oleh suatu tetua untuk satu karakter (Hayman 1954; Roy 2000). Distribusi tetua sepanjang garis regresi untuk semua karakter yang diamati terdapat Gambar 2 sampai dengan Gambar 9.

Nilai koefisien korelasi antara nilai genotipe tetua dengan jumlah ragam dan peragam tetua (Vr+Wr) menunjukkan pengaruh alel dominan atau resesif terhadap suatu karakter. Jika nilai koefisien korelasi bernilai positif maka alel yang lebih berpengaruh adalah alel resesif, sedangkan jika nilai koefisien korelasi negatif maka alel yang paling berpengaruh adalah alel dominan. Dalam kegiatan pemuliaan, jika yang gen diinginkan adalah alel dominan maka untuk seleksi pada generasi awal harus dipilih tetua yang mempunyai gen dominan lebih banyak karena frekuensi gen dominan lebih besar pada generasi awal dibandingkan pada generasi lanjut, sedangkan jika seleksi dilakukan pada generasi lanjut maka harus dipilih tetua yang membawa gen resesif lebih banyak (Silva et al. 2004; Fronza

et al. 2004). -10 0 10 20 30 40 0 50 1 100 2 3 4 Vr Wr

Gambar 2. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter tinggi tanaman saat panen pada kondisi intensitas cahaya rendah -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 2 3 1 4 Vr

Gambar 3. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter jumlah cabang total pada kondisi intensitas cahaya rendah

Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango Wr Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango

Gambar 4. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter jumlah buku total pada kondisi intensitas cahaya rendah

-40 -20 0 20 40 60 80 0 20 40 60 80 100 120

Gambar 5. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter jumlah polong isi pada kondisi intensitas cahaya rendah

0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12

Gambar 6. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter jumlah polong hampa pada kondisi intensitas cahaya rendah

-4 -2 0 2 4 6 0 2 4 6 8 10 12 4 3 1 2 Vr Wr Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango Vr Wr 2 3 1 4 Vr Wr 2 3 1 4 Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango

0 10 20 30 40 50 0 50 100 150 200 250

Gambar 7. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter jumlah polong total pada kondisi intensitas cahaya rendah

0 20 40 60 80 100 120 140 -20 0 20 40 60 80 100 120

Gambar 8. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter persentase polong isi pada kondisi intensitas cahaya rendah

-2 0 2 4 6 8 10 -2 0 2 4 6 8 10

Gambar 9. Hubungan ragam (Vr) dan peragam (Wr) serta sebaran array karakter daya hasil per tanama pada kondisi intensitas cahaya rendah

Vr Wr 2 3 1 4 Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango Vr Wr 2 3 1 4 Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango Vr Wr 2 3 1 4 Keterangan: 1. Ceneng 2. Godek 3. Slamet 4. Pangrango

Karakter Tinggi Tanaman Saat Panen

Distribusi tetua sepanjang garis regresi menunjukkan bahwa genotipe Slamet berada paling dekat dengan titik nol yang berarti genotipe Slamet mempunyai gen dominan paling banyak, diikuti oleh Pangrango, Ceneng, dan Godek untuk karakter tinggi tanaman saat panen (Gambar 2). Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai Vr +Wr genotipe Slamet paling kecil dibandingkan dengan tetua lainnya (Tabel 3).

Nilai koefisien korelasi antara nilai genotipe tetua dengan jumlah ragam dan peragam tetua (Vr+Wr) bernilai positif yaitu 0.3 meskipun tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa alel yang paling berperan meningkatkan tinggi tanaman adalah alel resesif. Dalam pengembangan kedelai toleran intensitas cahaya rendah yang diinginkan adalah tanaman yang tidak terlalu tinggi sehingga tetua yang dipilih adalah tetua yang membawa gen dominan lebih banyak. Tetua yang mewariskan alel dominan untuk karakter tinggi tanaman adalah Ceneng, Pangrango dan Slamet.

Tabel 3. Ragam dan peragam array karakter tinggi tanaman saat panen pada kondisi intensitas cahaya rendah

Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr R (Yr, Vr+Wr) Ceneng 59.49 -2.49 56.99 106.90 0.3 Godek 58.82 21.19 80.01 116.10 Slamet 26.03 -3.49 22.54 112.50 Pangrango 37.36 9.61 46.97 110.00 Total 181.70 24.81 206.51 445.50 Rata- rata 45.43 6.20 51.63 111.38

Karakter Jumlah Cabang Produktif

Sebaran tetua di sepanjang garis regresi menunjukkan bahwa tetua Slamet paling dekat dengan titik nol yang menunjukkan bahwa jumlah gen dominan yang mengendalikan jumlah buku total paling banyak terdapat pada tetua Slamet lalu diikuti oleh Ceneng, Godek dan Pangrango (Gambar 3). Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai Vr + Wr yang paling kecil terdapat pada Slamet (Tabel 4).

Nilai koefisien korelasi antara nilai genotipe tetua dengan jumlah ragam dan peragam tetua (Vr+Wr) bernilai negatif yaitu -0.9 meskipun tidak nyata.

Hal ini menunjukkan bahwa alel yang paling berperan meningkatkan jumlah cabang produktif adalah alel dominan. Tetua yang mewariskan alel dominan paling banyak untuk karakter jumlah cabang produktif adalah Ceneng, Pangrango dan Slamet.

Tabel 4. Ragam dan peragam array karakter jumlah cabang produktif pada kondisi intensitas cahaya rendah

Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr r (Yr, Vr+Wr) Ceneng 0.08 -0.04 0.04 2.80 -0.9 Godek 0.40 0.21 0.61 1.90 Slamet 0.02 0.01 0.02 2.40 Pangrango 0.13 -0.05 0.08 2.50 Total 0.63 0.12 0.75 9.60 Rata- rata 0.16 0.03 0.19 2.40

Karakter Jumlah Buku Total

Sebaran tetua sepanjang garis regresi menunjukkan bahwa genotipe Godek dan Pangrango terletak paling jauh dari titik origin, sedangkan genotipe Ceneng dan Slamet terletak paling dekat ke titik origin. Hal ini menunjukkan bahwa tetua Godek dan Pangrango lebih banyak membawa gen resesif dan tetua Slamet dan Ceneng lebih banyak membawa gen dominan (Gambar 4). Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai Vr + Wr yang paling kecil terdapat pada tetua Slamet dan Ceneng, sedangkan yang paling besar terdapat Pangrango (Tabel 5).

Nilai koefisien korelasi antara nilai genotipe tetua dengan jumlah ragam dan peragam tetua (Vr+Wr) bernilai negatif yaitu -0.6 meskipun tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa alel yang paling berperan meningkatkan jumlah buku total adalah alel dominan. Tetua yang mewariskan alel dominan paling banyak untuk karakter jumlah buku adalah Ceneng, Godek dan Slamet

Tabel 5. Ragam dan peragam array karakter jumlah buku total pada kondisi intensitas cahaya rendah

Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr R (Yr, Vr+Wr) Ceneng 3.25 -1.64 1.61 16.60 -0.622 Godek 2.14 0.85 2.99 14.90 Slamet 2.26 -0.57 1.69 17.90 Pangrango 4.62 2.13 6.75 15.30 Total 12.26 0.78 13.04 64.70 Rata- rata 3.07 0.20 3.26 16.18

Karakter Jumlah Polong

Karakter jumlah polong yang diamati meliputi jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah polong total, dan persentase polong isi. Berdasarkan sebaran tetua di sepanjang garis regresi untuk karakter jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah polong total, dan persentase polong isi dapat dijelaskan bahwa tetua Ceneng dan Pangrango memiliki jumlah gen dominan paling banyak untuk karakter jumlah polong isi dan jumlah polong total. Tetua Pangrango memiliki jumlah gen dominan paling banyak untuk karakter jumlah polong hampa dan persentase polong isi. Secara umum pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8 terlihat bahwa tetua Ceneng dan Pangrango lebih dekat ke titik origin dibandingkan tetua Godek dan Slamet.

Jika dibandingkan nilai penjumlahan Vr + Wr tetua Ceneng dan Pangrango memiliki nilai lebih kecil untuk karakter jumlah polong isi, jumlah polong hampa dan persentase polong isi. Tetua Godek dan Slamet memiliki nilai Vr + Wr yang lebih besar untuk karakter jumlah polong isi, jumlah polong hampa dan persentase polong isi yang berarti tetua Godek dan Slamet lebih banyak memiliki gen-gen resesif (Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9).

Tabel 6. Ragam dan peragam array karakter jumlah polong isi pada kondisi intensitas cahaya rendah

Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr R (Yr, Vr+Wr) Ceneng 25.23 -7.08 18.15 39.60 -0.697 Godek 103.40 45.93 149.33 27.10 Slamet 52.89 22.93 75.82 25.40 Pangrango 53.83 -20.42 33.41 30.70 Total 235.35 41.36 276.70 122.80 Rata- rata 58.84 10.34 69.18 30.70

Tabel 7. Ragam dan peragam array karakter jumlah polong hampa pada kondisi

intensitas cahaya rendah

Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr R (Yr, Vr+Wr) Ceneng 3.01 6.37 9.37 1.70 0.935 Godek 7.50 9.04 16.54 8.80 Slamet 9.79 10.10 19.89 10.50 Pangrango 0.44 2.62 3.06 1.80 Total 20.74 28.13 48.87 22.80 Rata- rata 5.18 7.03 12.22 5.70

Tabel 8. Ragam dan peragam array karakter jumlah polong total pada kondisi intensitas cahaya rendah

Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr R (Yr, Vr+Wr) Ceneng 23.48 0.22 23.70 41.30 -0.776 Godek 56.67 9.12 65.79 35.90 Slamet 40.59 13.14 53.73 31.30 Pangrango 63.53 2.67 66.20 32.50 Total 184.27 25.16 209.43 141.00 Rata- rata 46.07 6.29 52.36 35.25

Tabel 9. Ragam dan peragam array karakter persentase polong isi pada kondisi intensitas cahaya rendah

Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr R (Yr, Vr+Wr) Ceneng 11.62 31.82 43.45 95.90 -0.973 Godek 78.55 81.64 160.19 75.50 Slamet 99.04 96.67 195.71 70.60 Pangrango 0.18 1.96 2.14 94.30 Total 189.40 212.09 401.49 336.30 Rata- rata 47.35 53.02 100.37 84.08

Nilai koefisien korelasi antara nilai genotipe tetua dengan jumlah ragam dan peragam tetua (Vr + Wr) untuk karakter jumlah polong bernilai negatif kecuali jumlah polong hampa meskipun tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa alel yang paling berperan dalam meningkatkan jumlah polong kecuali jumlah polong hampa adalah alel dominan. Alel yang paling berperan dalam peningkatan jumlah polong hampa adalah alel resesif. Pada karakter jumlah polong hampa alel yang diinginkan adalah alel dominan karena akan mengurangi jumlah polong hampa. Tetua yang mewariskan alel dominan untuk karakter jumlah polong adalah tetua Ceneng dan Pangrango.

Karakter Daya Hasil

Jumlah gen dominan yang mengendalikan daya hasil paling banyak terdapat pada tetua Godek, Pangrango dan Slamet karena Godek, Pangrango dan Slamet terletak paling dekat terhadap titik origin, sedangkan Ceneng memiliki jumlah gen resesif paling banyak karena terletak jauh dari titik origin (Gambar 9). Jika dilihat nilai Vr +Wr, maka tetua Ceneng memiliki nilai paling besar, berarti

bahwa tetua Ceneng memiliki gen resesif yang paling banyak untuk karakter daya hasil (Tabel 10).

Nilai koefisien korelasi antara nilai genotipe tetua dengan jumlah ragam dan peragam tetua (Vr+Wr) bernilai positif yaitu 0.8 meskipun tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa alel yang paling berperan meningkatkan daya hasil adalah alel resesif. Tetua yang mewariskan alel resesif paling banyak untuk karakter daya hasil adalah tetua Ceneng.

Tabel 10. Ragam dan peragam array karakter daya hasil pada kondisi intensitas cahaya rendah Tetua Vr Wr Vr+Wr Yr R (Yr, Vr+Wr) Ceneng 5.06 5.48 10.54 8.70 0.8 Godek 0.36 1.01 1.37 2.90 Slamet 0.70 1.97 2.67 2.70 Pangrango 0.35 -0.08 0.27 5.40 Total 6.47 8.39 14.86 19.70 Rata- rata 1.62 2.10 3.71 4.93

Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak satu pun tetua yang membawa gen dominan atau resesif saja untuk semua karakter. Tetua Ceneng membawa gen dominan lebih banyak untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku, jumlah polong isi dan jumlah polong total, tetapi membawa gen resesif lebih banyak untuk karakter daya hasil. Tetua Pangrango juga tergolong tetua berdaya hasil tinggi pada kondisi intensitas cahaya rendah. Tetua Pangrango membawa gen dominan lebih banyak untuk karakter jumlah cabang produktif, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan daya hasil, tetapi membawa gen resesif paling banyak untuk karakter jumlah polong total.

Berbagai hasil penelitian sebelumnya juga melaporkan bahwa tidak satu tetua pun membawa gen-gen dominan saja atau resesif saja untuk semua karakter. Misalnya hasil penelitian Iqbal et al. (2003), salah satu tetua gandum yang digunakan dalam analisis diallel adalah genotipe RL-18. Genotipe RL-18 mempunyai gen dominan lebih banyak untuk umur berbunga, sedangkan untuk umur panen genotipe RL-18 mempunyai lebih banyak gen resesif. Saleem et al. (2005), melaporkan bahwa pada gandum tetua Fsd 85 mempunyai gen dominan

lebih banyak untuk karakter luas daun bendera dan tinggi tanaman pada gandum, tetapi mempunyai gen resesif lebih banyak untuk karakter berat bulir per tanaman.

Dalam pengembangan kedelai toleran intensitas cahaya rendah alel yang diinginkan adalah alel yang berperan untuk mengurangi tinggi tanaman dan jumlah polong hampa serta alel yang berperan meningkatkan jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong isi, jumlah polong dan daya hasil. Dalam penelitian diperoleh informasi bahwa alel yang berperan dalam mengurangi tinggi tanaman dan jumlah polong hampa adalah alel dominan, serta alel yang berperan untuk meningkatkan jumlah cabang produktif, jumlah buku, jumlah polong isi, polong total dan persentase polong isi adalah alel dominan, tetapi bobot per tanaman ditentukan oleh alel resesif.

Berdasarkan alel yang diwariskan untuk masing-masing karakter oleh tetua yang digunakan maka dapat dipilih tetua yang mewariskan gen-gen yang diinginkan. Di antara ke empat tetua yang digunakan, tetua yang paling banyak mewariskan alel-alel yang diinginkan adalah tetua Ceneng yang diikuti oleh Slamet dan Pangrango. Hasil analisis grafik hubungan antara ragam dan peragam tetua menunjukkan tetua Ceneng, Pangrango, dan Slamet berpotensi untuk dijadikan tetua dalam pengembangan kedelai toleran intensitas cahaya rendah.

Informasi ini didukung oleh La Muhuria (2007) yang melaporkan bahwa tetua Ceneng memiliki daya gabung umum tertinggi di antara keempat tetua yang digunakan untuk karakter kerapatan trikoma, kandungan klorofil dan daya hasil. Hal ini menunjukkan bahwa tetua Ceneng mempunyai kemampuan paling baik dalam mewariskan gen-gen yang mengendalikan karakter tersebut.

Berdasarkan alel-alel yang diwariskan oleh masing-masing tetua, maka

Dokumen terkait