• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI ANALISIS USAHATANI UBI JALAR 6.1 Keragaan Usahatani Ubi Jalar

VII ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI KELOMPOK TANI HURIP

7.1 Analisis Fungsi Produksi Ubi Jalar

Analisis dalam kegiatan produksi ubi jalar di Kelompok Tani Hurip dilakukan dengan memperhitungkan tingkat input yang digunakan terhadap tingkat produksi yang diperoleh. Analisis yang digunakan merupakan analisis fungsi Cobb-Douglas (Lampiran 6). Model produksi ini menunjukkan hubungan fisik faktor-faktor input yang digunakan dengan output yang dihasilkan.

Faktor-faktor yang di duga berpengaruh dalam usahatani ubi jalar adalah bibit, Urea, KCL, TSP, pupuk kandang dan tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor input utama yang digunakan dalam usahatani ubi jalar. Hasil pendugaan fungsi produksi pada usahatani ubi jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi pada Usahatani Ubi Jalar di Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang Tahun 2010

Variabel Koefisien

Regresi

Simpangan Baku

Koefisien T-Hitung P-Value VIF

Konstanta 3,512 1,472 2,39 0,000 Bibit (X1) -0,0479 0,2600 -1,80 0,855 4,5 Urea(X2) 0,1237 0,1721 0,72 0,478 3,2 KCL (X3) 0,2984 0,1593 1,87 0,072 2,0 TSP (X4) -0,0560 0,1729 -0,32 0,748 2,7 Pupuk Kandang (X5) 0,3116 0,1308 2,38 0,024 2,7 Tenaga Kerja (X6) 0,4677 0,2599 1,80 0,043 4,4 R-sq = 74,8 % R-sq (adj) = 69,4 % F-hitung = 13,87 %

F-tabel = 2,55 dengan α = 5 persen

Hasil pendugaan model fungsi produksi menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 74,8 persen dengan nilai determinasi terkolerasi (R2 adj) sebesar 69,4 persen. Nilai determinasi (R2) tersebut memiliki arti bahwa sebesar 74,8 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 25,2 persen dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktor-faktor lain diluar model yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubi jalar antara lain pengaruh iklim dan cuaca, tingkat kesuburan tanah, serta intensitas serangan hama dan penyakit tanaman. Analisis model fungsi produksi tersebut pun dapat dilakukan uji F untuk

77 menguji variabel bebas yang digunakan dalam input produksi terhadap hasil produksi. Nilai F-hitung pada model penduga fungsi produksi mencapai 13,87 persen, maka nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yaitu 2,55. Kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi jalar secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi ubi jalar petani responden pada selang kepercayaan 95 persen.

Analisis model fungsi produksi selain dilakukan uji-F juga dapat melakukan uji-t. Uji-t dapat digunakan untuk menguji pengaruh nyata dari masing-masing variabel bebas (input produksi) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (output), yaitu dengan membandingkan t-hitung dan t-tabel. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen adalah pupuk kandang dan tenaga kerja, sedangkan KCL berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar pada taraf nyata 10 persen. Hasil uji terhadap bibit dan TSP memiliki nilai t-hitung lebih rendah dari t-tabel. Kondisi ini menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata dalam produksi ubi jalar.

Model penduga fungsi produksi yang telah disusun selanjutnya dianalisis untuk menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS. Asumsi tersebut terdiri dari multikolinearitas, homoskedastisitas dan normalitas error. Analisis mengenai multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada Lampiran 8, sedangkan analisis asumsi homoskedastisitas yaitu dengan menggunakan pendekatan grafik dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada grafik menunjukkan plot antara residual dengan fitted value yang tersebar dan tidak menunjukkan pola yang sistematis.

Hasil analisis model penduga fungsi produksi pada petani responden secara statistik telah memenuhi asumsi OLS. Hal ini dapat dianalisis juga dengan melihat p-value yang bernilai nol dan mengidentifikasi bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Syarat asumsi OLS yang telah terpenuhi ini dapat menunjukkan bahwa model fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) yang digunakan terhadap hasil produksi (output) dalam kegiatan usahatani ubi jalar.

78 7.2Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar

Nilai koefisien regresi dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel-variabel produksi tersebut. Penjumlahan nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah 1,097. Angka ini merupakan hasil dari penjumlahan koefisien regresi faktor produksi yang dalam hal ini dianggap sebagai elastisitas dari faktor tersebut. Jumlah nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani ubi jalar berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Nilai ini mengandung arti bahwa penambahan satu persen dari masing-masing produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 1,097 persen.

a. Bibit (X1)

Penggunaan bibit ubi jalar merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Jumlah bibit yang digunakan akan mempengaruhi hasil produksi ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan bibit bernilai negatif sebesar -0,0479, artinya jika terjadi penambahan bibit sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar 0,0479 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah irrasional (Daerah III). Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai nilai 0,855 (85,5%) artinya bahwa bibit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan bibit sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, pengaruh bibit ubi jalar menjadi negatif dikarenakan penggunaan bibit berlebih dan banyak bibit yang tidak termanfaatkan. Apabila penggunaan bibit ditambah terus akan menurunkan produksi. Penggunaan bibit yang berlebih dapat terjadi kompetisi antar sesama tanaman, karena jarak tanaman terlalu rapat. Persaingan dapat terjadi dalam pemenuhan unsur hara, kebutuhan air dan sinar matahari, sehingga produksi dapat menurun. Rata-rata penggunaan bibit per 0,24 hektar yang

79 digunakan petani responden sebanyak 8.461,657 setek (35.780 setek per hektar), sedangkan standar penggunaan bibit menurut Rahmat (1997) sebanyak 32.000 setek per hektar dengan jarak tanam yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit yang digunakan petani responden berlebih.

Bibit dalam usahatani ubi jalar ini merupakan hasil setek batang tanaman ubi jalar, sehingga bibit mudah didapatkan tanpa membeli. Bibit yang diperoleh petani berupa setek pucuk hasil pengipukan maupun hasil panen periode sebelumnya, baik milik sendiri atau disediakan oleh kelompok tani. Penggunaan bibit oleh petani responden berdasarkan satuan karung dan rata-rata menggunakan empat karung per 1000 m2. Kebutuhan bibit ini pun dipengaruhi oleh jarak tanam. Sebagian besar petani responden menggunakan jarak tanam 100 x 25 centimeter dan beberapa petani lainnya ada yang tidak menggunakan jarak tanam. Disamping jarak tanam, ukuran bibit yang digunakan petani responden berbeda-beda dengan rata-rata berukuran panjang 25-30 centimeter.

b.Urea (X2)

Nilai koefisien regresi penggunaan bibit sebesar 0,1237, artinya jika terjadi penambahan urea sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,1237 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas produksi yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Namun berdasarkan nilai P-value yang

lebih besar dari α lima persen yaitu mempunyai nilai 0,478 (47,8%) artinya bahwa

urea tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan benih sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.

Penggunaan pupuk urea dilakukan dalam upaya menambah unsur nitrogen tanah. Kondisi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea oleh petani responden sudah mendekati standar dosis yang ditetapkan. Rata-rata penggunaan urea per 0,24 hektar yang digunakan petani responden sebanyak 35,97 kg (152,1 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan urea menurut Rahmat (1997) sebanyak 100-200 kg per hektar. Dengan demikian, penggunaan pupuk urea masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar.

80 c. KCL (X3)

Pupuk KCL merupakan salah satu komponen yang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar. Nilai koefisien regresi penggunaan KCL sebesar 0,2984 dan berpengaruh nyata pada taraf α 7,2 persen, artinya jika terjadi penambahan KCL sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,2984 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Selain itu berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb_Douglas, KCL ini mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden bahwa penggunaan pupuk KCL ini cukup penting karena dibutuhkan sebagai zat yang mempengaruhi warna dan rasa pada tanaman ubi jalar. Rata-rata penggunaan pupuk KCL tiap periode tanam oleh petani responden yaitu sebanyak 13,11 kilogram (55,45 kg per hektar), sedangkan standar penggunaan KCL menurut Rahmat (1997) sebanyak 100 kg per hektar. Dengan demikian, penggunaan pupuk KCL masih dapat ditambah untuk meningkatkan produksi ubi jalar. Pupuk kimia yang dibutuhkan oleh petani responden mudah diperoleh, baik disediakan oleh kelompok tani maupun membeli langsung ke toko saprotan terdekat.

d.TSP (X4)

Penggunaan pupuk TSP merupakan salah satu input yang digunakan dalam produksi ubi jalar. Pupuk TSP bermanfaat untuk pertumbuhan batang dan buah. Nilai koefisien regresi penggunaan TSP sebesar -0,0560, artinya jika terjadi penambahan TSP sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi ubi jalar sebesar -0,0560 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah irrasional (Daerah III). Berdasarkan nilai P-value yang lebih besar dari α lima persen dengan nilai 0,748 (74,8%) mempunyai arti bahwa TSP tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, sehingga pengurangan atau penambahan benih sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan secara signifikan terhadap produksi ubi jalar dengan faktor lain dianggap tetap.

81 Hasil pengamatan dari wawancara di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani menggunakan pupuk TSP melebihi dosis, sehingga apabila penggunaan pupuk TSP ditambah akan menurunkan produksi. Rata-rata penggunaan pupuk TSP per musim tanam oleh petani responden sebesar 31,97 kilogram (135,19 kilogram per hektar), sedangkan standar penggunaan TSP menurut Rahmat (1997) sebanyak 50 kg per hektar. Para petani responden menganggap bahwa walaupun penggunaan TSP tidak sesuai dengan dosis, tetapi tetap dapat menjaga produksi ubi jalar.

e. Pupuk kandang (X5)

Pupuk kandang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar sebagai sarana input yang dapat menambah dan memperbaiki unsur hara tanah baik secara fisik maupun kimiawi tanah. Nilai koefisien regresi penggunaan pupuk kandang sebesar 0,3116, mempunyai nilai positif. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa input pupuk kandang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, artinya jika terjadi penambahan input pupuk kandang sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,3116 persen, dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II). Selain itu pupuk kandang berdasarkan hasil analisis produksi mempunyai pengaruh nyata pada taraf α 2,4 persen, sehingga ketika terjadi penurunan dan peningkatan input akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani bahwa pupuk kandang mempunyai peranan yang cukup penting untuk kesuburan tanah yang akan mempengaruhi pada pertumbuhan tanaman ubi jalar. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden bervariasi dan sudah mendekati dosis yang seharusnya. Penggunaan pupuk disesuaikan dengan kondisi tanah. Apabila kondisi tanah sudah jenuh maka penggunaan pupuk kandang ini diperbanyak, sementara jika kondisi tanah masih bagus maka pupuk kandang digunakan sesuai dengan dosis. Rata-rata petani responden menggunakan pupuk kandang tiap periode tanam sebanyak 579,42 kilogram (2450,26 kilogram per hektar), sedangkan menurut Rahmat (1997) penggunaan pupuk kandang sebesar 2000 kilogram per hektar.

82 Kondisi tanah yang mendukung menyebabkan penggunaan dosis pupuk kandang yang selama ini digunakan oleh petani sudah cukup.

f. Tenaga Kerja (X6)

Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani ubi jalar memiliki peranan yang penting, karena tenaga kerja ini merupakan pelaku dari kegiatan usahatani. Nilai koefisien regresi dari penggunaan tenaga kerja mencapai 0,4677 dan berpengaruh nyata pada taraf α 4,3 persen. Nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa input tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar, artinya jika terjadi penambahan input tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,4677 persen, dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). Elastisitas yang positif menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional (Daerah II).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden, bahwa tenaga kerja menjadi salah satu komponen dengan biaya yang relatif lebih tinggi daripada komponen lainnya. Peranan tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap aktivitas usahatani ubi jalar mulai dari persiapan lahan sampai pada kegiatan panen yang akan menjaga dan meningkatkan produksi ubi jalar. Kegiatan persiapan lahan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan mempunyai keterampilan khusus. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh nyata dari penggunaan variabel tenaga kerja.