• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.2 Teori Produks

Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi (Sukirno, 2002). Faktor-faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Sedangkan menurut Soekartawi (1990) fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X 2, X3, ...Xn) Keterangan:

Y = Output

X1, X 2, X3, ...Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing returns).Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986). Sedangkan menurut Sukirno (2002) menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila sudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang, dan akhirnya akan mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan

21 produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.

Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pemilihan fungsi produksi sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Adapun beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam memperoleh fungsi produksi yang baik dan benar. Pedoman tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bentuk aljabar fungsi produksi itu dapat dipertanggungjawabkan.

2. Bentuk aljabar fungsi produksi itu mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi.

3. Mudah dianalisis.

4. Mempunyai implikasi ekonomi.

Salah satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb- Douglas antara lain (Soekartawi, 1990):

a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier.

b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas.

c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant atau increasing return to scale.

a. Decreasing returns to scale, bila (b1 + b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan masukan-produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

22 b. Constant returns to scale, bila (b1 + b2) = 1. Dalam keadaan demikian penambahan masukan-produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.

c. Increasing returns to scale, bila (b1 + b2) > 1. Ini artinya bahwa proporsi penambahan masukan-produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

Kesulitan yang umum dijumpai dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:

a. Spesifikasi variabel yang keliru. b. Kesalahan pengukuran variabel. c. Bias terhadap variabel manajemen.

d. Masalah multikolinieritas yang sulit dihindarkan.

Persamaan matematis dari fungsi produksi Cobb-Douglas secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = b0 X1 b1 X2 b2 X3 b3 . . . Xi bi eu Dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan b0, b1 = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa (galat)

e = Logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi Cobb-Douglas akan lebih mudah dalam pendugaan terhadap persamaan diatas dengan mengubah ke dalam bentuk linier berganda yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 . . . + bi ln Xi + u

Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Elastisitas produksi (Ep) adalah presentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input (Rahim, 2008). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

23 % 100 % 100 x Y X x X Y Ep      X X Y Y Ep    Y X x X Y Ep    PR x PM Ep  1 PR PM Ep

Dimana: Ep = Elastisitas produksi

ΔY = Perubahan hasil produksi komoditas pertanian ΔX = Perubahan penggunaan faktor produksi

Y = Hasil produksi komoditas pertanian X = Jumlah produksi

Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah, yaitu:

1) Daerah produksi I dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikan.

2) Daerah produksi II dengan Ep antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1), artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah rasional.

24 3) Daerah III dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irrasional).

Ep>1 1>Ep>0 Ep>0

Keterangan: TP = Total produksi PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi

Gambar 1. Kurva Produk Total, Marginal dan Rata-rata (Sumber: Lipsey et al, 1995) III II I 0 PM/PR X3 X2 X1 PM PR TP X Y X

25 3.1.3 Teori Biaya

Wesley (1994) mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan (implisit). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang terma suk dalam biaya tunai adalah pajak, gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, seperti penerimaan yang diinvestasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang dapat mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman (pestisida), pengeringan, bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan seperti sewa lahan)

Sama halnya dengan Wesley, Lipsey (1995) mendefinisikan biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatkanya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC