• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI ANALISIS USAHATANI UBI JALAR 6.1 Keragaan Usahatani Ubi Jalar

6.1.2 Persiapan Bibit

Menurut Rahmat (1997) tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan setek batang atau setek pucuk. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petani responden, pada umumnya melakukan pembiakan tanaman ubi jalar dengan setek pucuk yang berasal dari penunasan umbi. Bibit yang paling bagus adalah berasal dari setek pucuk. Setek batang yang diambil pada bagian tengah biasanya tumbuh relatif lambat dan ubi jalar yang dihasilkan rendah. Syarat setek batang, setek pucuk dan setek umbi yang dijadikan bibit adalah sebagai berikut (Rahmat, 1997):

a. Bibit berasal dari varietas atau klon unggul. b. Bahan tanaman berumur dua bulan atau lebih.

c. Pertumbuhan tanaman yang diambil seteknya dalam keadaan sehat dan normal d. Ukuran panjang setek batang atau setek pucuk antara 20-30 cm, ruas-ruasnya

rapat dan buku-bukunya tidak berakar.

e. Mengalami masa penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari.

Bibit yang digunakan oleh petani responden berasal dari tanaman produksi atau tunas-tunas umbi yang secara khusus disemai (diipuk) melalui proses penunasan atau pengipukan. Perbanyakan tanaman dengan cara setek batang atau setek pucuk dilakukan sampai tiga turunan (F1, F2 dan F3). Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas umbi yang dihasilkan, karena terlalu banyak turunan menyebabkan hasil umbi menurun pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses penunasan kembali setelah 3-5 generasi perbanyakan. Hasil wawancara dengan petani responden menyatakan bahwa jumlah bibit yang dibutuhkan untuk luas areal satu hektar kurang lebih 35.780 setek atau setek per luasan rata-rata yang digunakan petani 8461 setek per 0,4 hektar, namun hal ini disesuaikan dengan jarak tanam yang digunakan. Pada umumnya petani responden menggunakan jarak tanam 100 x 25 centimeter. Jumlah bibit yang digunakan petani responden mendekati dengan jumlah bibit yang dianjurkan menurut Rahmat

61 (1997), dimana pada jarak tanam 100 x 25 centimeter membutuhkan bibit sebanyak kurang lebih 32.000 setek. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, terdapat tata cara dalam penyiapan bibit dengan penunasan umbi adalah sebagai berikut:

a. Memilih umbi ubi jalar yang cukup tua, keadaan ubi sehat dan berukuran minimal sebesar telur ayam.

b. Umbi ditanam pada lahan khusus penunasan (pengipukan). Jarak tanam yang digunakan petani responden mendekati dengan jarak tanam menurut Rahmat (1997) yaitu kurang lebih 100 x 25 centimeter.

c. Pemotongan bahan tanaman bibit yang dilakukan petani responden yaitu pada saat umbi sudah bertunas dan berumur 2-3 bulan. Bahan tanaman bibit yang dijadikan setek dipotong pada bagian pucuknya berukuran kurang lebih 20-30 centimeter dengan menggunakan pisau yang tajam. Hal ini sesuai dengan Rahmat (1997) yang menjelaskan bahwa ukuran batang tanaman yang dijadikan setek sepanjang 20-25 centimeter. Pemotongan setek ini biasa dilakukan petani pada pagi hari atau sore hari sama halnya dengan waktu penanaman, agar kandungan dalam setek masih maksimum.

d. Setek pucuk yang telah dipotong, kemudian ditanam kembali di lahan penunasan yang berbeda. Proses penunasan kedua selama 1-2 bulan.

e. Melakukan proses pemotongan setek pucuk seperti pada poin c, kemudian ditanam ke lahan sebenarnya sampai tiba masa panen selama empat bulan. f. Apabila penanaman tidak dilakukan langsung, maka dilakukan penyimpanan

bibit di tempat yang teduh maksimal tujuh hari. Bibit disimpan ke dalam karung atau keranjang.

6.1.3 Penanaman

Penanaman ubi jalar perlu memperhatikan pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, cara penanaman dan penentuan waktu tanam. Waktu tanam biasa dilakukan petani responden pada awal musim hujan (Oktober) atau awal musim kemarau (Maret) bila keadaan cuaca normal untuk penanaman di lahan tegalan (Rahmat, 1997). Berdasarkan hasil wawancara penanaman ubi jalar di lahan bekas sawah biasa dilakukan petani responden pada akhir musim hujan yaitu pada bulan Maret atau Mei, namun pada saat ini cuaca sulit diprediksi

62 petani, sehingga penanaman dilakukan tergantung cuaca pada saat itu. Penanaman yang paling baik yaitu pada pagi hari. Para petani biasa menanam sekitar pukul 06.00-09.00 atau sore hari pukul 16.00-17.00. Penanaman tidak dilakukan pada siang hari bertujuan untuk mengurangi risiko kematian pada bibit karena terkena sinar matahari.

Jarak tanam yang digunakan petani responden adalah 70-100 centimeter (antara barisan) x 20-25 centimeter (antar tanaman), sedangkan jarak tanam yang ideal adalah 100x25 centimeter atau 75x30 centimeter (Dede, 2000). Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan tanaman mudah terserang hama penyakit karena kondisi tanaman lembab, tanaman tumbuh kurus. Jarak tanam yang terlalu jauh menyebabkan penggunaan lahan kurang efektif sehingga secara ekonomi kurang menguntungkan. Pada umumnya sistem penanaman ubi jalar oleh petani responden dilakukan secara monokultur (tunggal), yaitu dengan menanam ubi jalar saja. Tahap-tahap penanaman ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden antara lain:

a. Membuat larikan atau lubang tugal memanjang di sepanjang puncak guludan dengan cangkul sedalam lebar cangkul dan jarak antar lubang tugal 20-30 centimeter. Menurut Rahmat (1997) larikan dibuat dengan ukuran 10 centimeter dengan jarak antar lubang 25-30 centimeter. Dengan demikian ukuran lubang tugal yang digunakan petani sudah mendekati aturan yang dianjurkan oleh Rahmat (1997).

b. Petani responden menanam setek ubi jalar dengan cara pangkal batang terbenam kurang lebih 5-10 centimeter, sama halnya menurut Rahmat (1997) setek ubi jalar ke dalam lubang atau larikan hingga pangkal batang (setek) terbenam 1/3 -2/3 bagian, kemudian padatkan tanah dekat pangkal setek (bibit). Sebaiknya penanaman setek dengan cara mendatar supaya menghasilkan umbi yang lebih banyak, besar dan seragam

c. Menyiram setek ubi jalar yang telah ditanam dengan air secukupnya disekitar tanaman

d. Melakukan proses pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang, urea, KCL dan TSP.

63 Pemberian pupuk kandang yaitu pada saat umur tanaman satu minggu Rata-rata penggunaan pupuk kandang yang digunakan petani responden sebanyak 579,42 kilogram per luasan rata-rata yang diusahakan (0,24 hektar) atau 2.450,16 kilogram per hektar dan ditabur merata pada tanah guludan yang telah dibongkar sekitar tanaman. Proses pemupukan dibiarkan selama1-2 minggu, supaya terkena sinar matahari yang membantu proses mikroorganisme dalam tanah disamping menghilangkan bau dari pupuk kandang. Pemupukan lanjutan yang dilakukan petani responden dengan pemberian pupuk kimia (Urea, KCL dan TSP), yaitu urea sebanyak 35,97 kilogram per luasan rata-rata 0,24 hektar (152,10 kg/ha), KCL sebanyak 13,11 kilogram per luasan lahan rata-rata 0,24 ha (55,45 kg/ha) dan TSP sebanyak 31,97 kilogram per luasan lahan rata-rata 0,24 ha (135,19 kg/ha). Dosis pupuk yang dianjurkan oleh Rahmat (1997) adalah urea 100-200 kilogram per hektar, KCL 100 kilogram per hektar dan TSP 50 kilogram per hektar. Pemberian pupuk kimia ini dilakukan petani setelah tanaman berumur dua minggu dan dibiarkan lagi selama satu minggu, kemudian tanah guludan ditutup kembali.