PELAKSANAAN PENELITIAN, DATA HASIL, ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Analisis Hasil Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan motivasi dan hasil belajar kelas kontrol
maupun kelas eksperimen, maka peneliti melakukan analisis instrumen
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran AIR
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis keterlaksanaan model
pembelajaran AIR agar dapat mengetahui keefektifan model
pembelajaran ini saat digunakan dalam pembelajaran matematika .
Berikut peneliti akan menjelaskan keterlaksanaan model pembelajaran
AIR pada setiap pertemuan maupun keterlaksanaan model
pembelajaran AIR secara keseluruhan.
a. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Setiap Pertemuan
Berdasarkan data pada tabel 4.3, 4.4, dan 4.5 maka peneliti
menggunakan Microsoft Office Exel 2007 untuk menghitung persentase kerterlaksanaan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) setiap pertemuan dari hasil pengamatan tiga Observer selama proses pembelajaran pada kelas ekperimen. Dalam perhitungan keterlaksanaan model pembelajaran
Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) akan diberikan skor 1
pada pernyataan yang diberikan tanda cek (√) pada kolom “ya” dan skor 0 pada kolom “tidak”. Setelah itu, dihitung skor
130
Hasil Analisis Keterlaksanaan Model pembelajaran AIR
Pertemuan
Skor Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Persentasi Seluruhnya (%) Kriteria Observer I Observer II Observer III II 15 13 15 16×343 × 100 % = 89,58 % Sangat Tinggi III 12 13 13 38 16 × 3 × 100 % = 79,17 % Tinggi IV 14 14 14 42 16 × 3 × 100 % = 87,5 % Sangat Tinggi
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat keterlaksanaan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition
(AIR) pada setiap pertemuan di kelas eksperimen. Pada pertemuan kedua terdapat dua Observer yang menilai 15 aspek yang terlaksana dari 16 aspek keterlaksanaan model pembelajaran, sedangkan Observer II menilai 13 aspek yang terlaksana dalam proses pembelajaran. Namun demikian dapat dilihat persentasi keterlaksanaan model
Pada pertemuan ketiga terdapat dua Observer yakni
Observer II dan III yang menilai 13 aspek yang terlaksana dari 16 aspek keterlaksanaan model pembelajaran, sedangkan Observer I menilai 12 aspek yang terlaksana dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian secara keseluruhan dari pengamatan ketiga
Observer maka dapat diperoleh persentasi keseluruhannya yakni 79,17% dan tergolong tinggi. Sedangkan pada pertemuan keempat,
ketiga Observer menilai ada 14 aspek yang terlaksana dari 16 aspek keterlaksanaan model pembelajaran, sehingga dapat
diperoleh persentasi keseluruhan dari pengamatan ketiga Observer
yakni 87,5%.
b. Keterlaksanaan Model pembelajaran Secara Keseluruhan
Setelah melihat keterlaksanaan model pembelajaran
Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) pada setiap pertemuan, maka dapat diketahui keterlaksanaan model pembelajaran AIR
pada kelas ekperimen secara keseluruhan yakni :
Keterlaksanaan keseluruhan = + + � 3 = 89,58%+79,17%+87,5% 3 =256,25% 3 = 85,42%
Jadi, keterlaksanaan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) yang dilakukan oleh peneliti adalah 85,42% dan tergolong sangat tinggi (berdasarkan kriteria keterlaksanaan model
pembelajaran pada BAB III).
2. Analisis Hasil Belajar
Setelah instrumen tes (pre-test dan post-test) dinyatakan valid dan
reliabel maka peneliti menggunakan instrumen tersebut untuk
mengetahui hasil belajar siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Berikut peneliti akan menganalisis nilai siswa berdasarkan Nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan uji statistik (uji perbedaan
nilai rata-rata kelas kontrol dan kelas eksperimen) :
a. Analisis Hasil Belajar berdasarkan Nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM)
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kelas VII yang
digunakan di SMP Kanisius Gayam adalah 70.
1. Nilai Pre-test
Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran, maka peneliti
memberikan soal pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam. Berikut adalah analisis
nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan nilai KKM :
Tabel 4.21
Analisis Nilai Pre-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Nomor Absen Siswa Nilai Kriteria Nomor Absen Siswa Nilai Kriteria
1 60 Tidak Tuntas 1 63 Tidak Tuntas 2 57 Tidak Tuntas 2 76 Tuntas 3 61 Tidak Tuntas 3 56 Tidak Tuntas 4 83 Tuntas 4 47 Tidak Tuntas 5 74 Tuntas 5 64 Tidak Tuntas 6 62 Tidak Tuntas 6 58 Tidak Tuntas 7 53 Tidak Tuntas 7 82 Tuntas 8 78 Tuntas 8 54 Tidak Tuntas 9 75 Tuntas 9 63 Tidak Tuntas 10 56 Tidak Tuntas 10 72 Tuntas 11 36 Tidak Tuntas 11 71 Tuntas 12 95 Tuntas 12 38 Tidak Tuntas 13 57 Tidak Tuntas 13 61 Tidak Tuntas 14 91 Tuntas 14 74 Tuntas 15 67 Tidak Tuntas 15 70 Tuntas 16 62 Tidak Tuntas 16 71 Tuntas 17 49 Tidak Tuntas 17 45 Tidak Tuntas 18 36 Tidak Tuntas 18 59 Tidak Tuntas 19 83 Tuntas 19 85 Tuntas 20 72 Tuntas 20 70 Tuntas 21 82 Tuntas 21 58 Tidak Tuntas 22 61 Tidak Tuntas 22 61 Tidak Tuntas 23 76 Tuntas 23 70 Tuntas 24 71 Tuntas 24 73 Tuntas 25 61 Tidak Tuntas 25 70 Tuntas 26 67 Tidak Tuntas 26 74 Tuntas 27 79 Tuntas 27 47 Tidak Tuntas 28 35 Tidak Tuntas 28 70 Tuntas 29 76 Tuntas 29 70 Tuntas 30 58 Tidak Tuntas Rata-rata 64.55 31 46 Tidak Tuntas 32 72 Tuntas Rata-rata 65.34
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 43,75% (14 siswa)
siswa kelas kontrol dan 51,73% (15 siswa) siswa kelas
eksperimen yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan
nilai KKM, sedangkan 56,25% siswa (18 siswa) kelas kontrol
dan 48,28% siswa kelas eksperimen (14 siswa) mendapatkan
nilai dibawah KKM.
Rata-rata nilai yang diperoleh secara keseluruhan pada
masing kelas adalah 65,34 untuk kelas kontrol sedangkan 64,55
untuk kelas eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pemahaman matematika siswa kelas kontrol lebih tinggi
dibandingkan dengan pemahaman matematika siswa kelas
eksperimen sebelum diberikan treatment. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.3.
2. Nilai post-test
Selesai melakukan kegiatan pembelajaran selama tiga kali
dengan menggunakan model pembelajaran konvensional untuk
kelas kontrol dan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetititon (AIR) untuk kelas eksperimen maka peneliti memberikan soal post-test untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam. Berikut adalah analisis nilai
post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan nilai
Tabel 4.22
Analisis Nilai Post-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Nomor Absen Siswa Nilai Kriteria Nomor Absen Siswa Nilai Kriteria 1 85 Tuntas 1 90 Tuntas 2 67 Tidak Tuntas 2 71 Tuntas 3 53 Tidak Tuntas 3 67 Tidak
Tuntas 4 92 Tuntas 4 73 Tuntas 5 70 Tuntas 5 71 Tuntas 6 74 Tuntas 6 72 Tuntas 7 66 Tidak Tuntas 7 69 Tidak
Tuntas 8 86 Tuntas 8 71 Tuntas 9 54 Tidak Tuntas 9 79 Tuntas 10 70 Tuntas 10 60 Tidak
Tuntas 11 63 Tidak Tuntas 11 89 Tuntas 12 95 Tuntas 12 79 Tuntas 13 48 Tidak Tuntas 13 79 Tuntas 14 97 Tuntas 14 50 Tidak
Tuntas 15 61 Tidak Tuntas 15 76 Tuntas 16 87 Tuntas 16 70 Tuntas 17 75 Tuntas 17 81 Tuntas 18 38 Tidak Tuntas 18 87 Tuntas 19 62 Tidak Tuntas 19 97 Tuntas 20 76 Tuntas 20 74 Tuntas 21 79 Tuntas 21 75 Tuntas 22 81 Tuntas 22 97 Tuntas 23 70 Tuntas 23 75 Tuntas 24 60 Tidak Tuntas 24 70 Tuntas 25 77 Tuntas 25 88 Tuntas 26 51 Tidak Tuntas 26 70 Tuntas 27 80 Tuntas 27 72 Tuntas 28 66 Tidak Tuntas 28 72 Tuntas 29 72 Tuntas 29 84 Tuntas 30 59 Tidak Tuntas Rata-rata 76.14 31 76 Tuntas 32 94 Tuntas Rata-rata 71.38
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 59,375% (19 siswa)
siswa kelas kontrol dan 86,21% (25 siswa) siswa kelas eksperimen
yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM,
sedangkan 40,625% (13 siswa) siswa kelas kontrol dan 13,79 (4
siswa) siswa kelas eksperimen yang memperoleh nilai dibawah
KKM. melihat dari nilai KKM.
Jika dibandingkan dengan hasil pre-test maka dapat dilihat bahwa setelah diberikan treatment, persentasi ketuntasan pada kelas kontrol dan eksperieman mengalami peningkatan sebesar
15,625% dan 34,48%.
Jika dilihat berdasarkan rata-rata nilai post-test yang diperoleh kedua kelas mengalami peningkatan dari hasil pre-test
meskipun tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata
nilai post-test yang diperoleh kedua kelas yakni 71,38 untuk kelas kontol dan 76,14 untuk kelas ekperimen. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada bagian Lampiran D.4.
b. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
1. Uji Normalitas
Agar dapat mengetahui keefektifan penggunaan model
pembelajaran, maka data pre-test dan post-test yang telah ada di uji normalitas terlebih dahulu menggunakan SPSS Statistics
melakukan uji normalitas maka dapat diketahui apakah data
pre-test dan post-test berdistribusi normal atau data
berdistribusi tidak normal. Hipotesis data berdistribusi normal
atau data berdistribusi tidak normal adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data berdistribusi tidak normal
Berikut adalah output SPSS dari data pre-test dan post-test :
a. Pre-test
Output SPSS : Sig (2-tailed) kelas kontrol = 0,968 > 0,05 maka
H0 gagal ditolak. Jadi data pre-test kelas kontrol berdistribusi normal.
Output SPSS : Sig (2-tailed) kelas eksperimen = 0,173 > 0,05
maka H0 gagal ditolak. Jadi data pre-test kelas eksperimen berdistribusi normal. Data pre-test kelas kontrol berdistribusi normal dan data pre-test kelas eksperimen berdistribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data pre-test
berdistribusi normal. Hasil perhitungan dapat dilihat pada
bagian Lampiran D.5.
b. Post-test
Output SPSS :Sig (2-tailed) kelas kontrol = 1,0 > 0,05 maka H0
gagal ditolak. Jadi data post-test kelas kontrol berdistribusi normal.
Output SPSS : Sig (2-tailed) kelas eksperimen = 0,626 > 0,05
maka H0 gagal ditolak. Jadi data post-test kelas eksperimen berdistribusi normal. Data post-test kelas kontrol berdistribusi normal dan data post-test kelas eksperimen berdistribusi normal, sehingga dapat disimpulkan data post-test berdistribusi normal. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran
D.6.
2. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata Pre-test
Uji rata-rata ini dilakukan untuk mengetahui apakah hasil
pre-test kelas eksperimen lebih baik atau sebaliknya menggunakan uji T (independent samples test) karena datanya berdistribusi normal. Namun sebelumnya dilihat variansi kedua
kelas terlebih dahulu sebagai berikut :
Misalkan :
σ02 = variansi nilai − kelas kontrol
σ12 = variansi nilai − kelas eksperimen
H0 : tidak ada perbedaan variansi nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (σ02 = σ12)
H1 : ada perbedaan variansi nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (σ02 ≠ σ12)
Output SPSS : Sig = 0,102 > α (0,05) maka H0 gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan variansi nilai pre-test kelas kontrol dan kelas
eksperimen atau variansi dari kedua kelas sama. Dengan demikian
data pre-test dapat dianalisis dengan uji T. Hipotesis yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
Misalkan :
μ0 = rata−rata nilai − kelas kontrol
μ1 = rata−rata nilai − kelas eksperimen
H0 : tidak ada perbedaan rata-rata nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (µ0 = µ1)
H1 : ada perbedaan rata-rata nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (µ0≠ µ1)
Output SPSS : Sig (2-tailed) = 0,818 > α (0,05) maka H0 gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan rata-rata nilai pre-test siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat
pada bagian Lampiran D.7.
3. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata Post-test
Uji rata-rata ini dilakukan untuk mengetahui apakah
penggunaan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR ) lebih baik dari model pembelajaran konvensional menggunakan uji T (Independent Samples T Test) karena datanya berdistribusi normal, namun sebelumnya dilihat
Misalkan :
σ02 = variansi nilai − kelas kontrol
σ12 = variansi nilai − kelas eksperimen
H0 : tidak ada perbedaan variansi nilai post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (σ02 = σ12)
H1 : ada perbedaan variansi nilai post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (σ02 ≠ σ12)
Output ssps : Sig = 0,06 > α (0,05) maka H0 gagal ditolak . Jadi tidak ada perbedaan variansi nilai post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen atau variansi dari kedua kelas sama. Dengan demikian
data post-test dapat dianalisis dengan uji T. Hipotesis yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
Misalkan :
μ0 = rata−rata nilai − kelas kontrol
μ1 = rata−rata nilai − kelas eksperimen
H0 :rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas kontrol (µ1≤ µ0)
H1 : rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol (µ1 > µ0)
Output SPSS : Sig (2-tailed) = 0,146 > 2α (0,10) maka H0 gagal ditolak atau tidak ada cukup bukti untuk menolak H0. Jadi tidak
ada cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas eksperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran
D.8.
4. Analisis Data Kuesioner Motivasi Belajar
Agar dapat mengetahui motivasi belajar matematika kelas VII SMP
Kanisius Gayam secara individu maupun keseluruhan sebelum dan setelah
diberlakukan model pembelajan konvensional untuk kelas kontrol dan
model pembelajarn Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) untuk kelas eksperimen, maka perlu dianalisis data kuesioner motivasi belajar siswa.
Berikut adalah analisis data kuesioner motivasi belajar matematika siswa
sebelum pembelajaran setelah pembelajaran secara deskriptif dan
inferensial.
a. Analisis Data Kuesioner Motivasi Belajar Secara Deskriptif
1. Sebelum Pembelajaran
a. Analisis Motivasi Belajar Matematika Setiap Siswa
Perhatikan tabel berikut :
Tabel 4.23
Persentase dan Kriteria Motivasi Belajar Per Siswa Sebelum Pembelajaran
Nomor Absen
Kelas Kontrol (VIIA) Nomor Absen Kelas Eksperimen (VIIB) P (%) Kriteria P (%) Kriteria 1 78,75 Tinggi 1 90 Sangat Tinggi
Nomor Absen
Kelas Kontrol (VIIA) Nomor Absen
Kelas Eksperimen (VIIB)
P (%) Kriteria P (%) Kriteria
2 83,75 Sangat Tinggi 2 73,75 Tinggi 3 83,75 Sangat Tinggi 3 73,75 Tinggi 4 78,75 Tinggi 4 70 Tinggi 5 75 Tinggi 5 85 Sangat Tinggi 6 70 Tinggi 6 78,75 Tinggi 7 81,25 Sangat Tinggi 7 71,25 Tinggi 8 83,75 Sangat Tinggi 8 77,5 Tinggi 9 80 Tinggi 9 72,5 Tinggi 10 60 Cukup 10 91,25 Sangat Tinggi 11 65 Tinggi 11 75 Tinggi 12 72,5 Tinggi 12 71,25 Tinggi 13 72,5 Tinggi 13 61,25 Tinggi 14 77,5 Tinggi 14 75 Tinggi 15 72,5 Tinggi 15 88,75 Sangat Tinggi 16 88,75 Sangat Tinggi 16 90 Sangat Tinggi 17 73,75 Tinggi 17 56,25 Cukup 18 71,25 Tinggi 18 73,75 Tinggi 19 71,25 Tinggi 19 86,25 Sangat Tinggi 20 56,25 Cukup 20 73,75 Tinggi 21 62,5 Tinggi 21 67,5 Tinggi 22 82,5 Sangat Tinggi 22 70 Tinggi 23 90 Sangat Tinggi 23 86,25 Sangat Tinggi 24 76,25 Tinggi 24 65 Tinggi 25 65 Tinggi 25 75 Tinggi 26 72,5 Tinggi 26 80 Tinggi 27 85 Sangat Tinggi 27 35 Rendah 28 68,75 Tinggi 28 92,5 Sangat Tinggi 29 60 Cukup 29 80 Tinggi 30 82,5 Sangat Tinggi 31 80 Tinggi 32 76,25 Tinggi
143 sebelum dilakukan pembelajaran yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria sesuai dengan
kriteria motivasi belajar pada BAB III. Berdasarkan tabel 4.23 maka dapat dihitung jumlah siswa yang
tergolong pada setiap kriteria seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.24
Jumlah dan Persentase Motivasi Siswa Per Kriteria Kriteria
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Jumlah Siswa Persentasi (%) Jumlah Siswa Persentase (%) Sangat Tinggi 9 9 32 × 100 % = 28,125 % 8 8 29 × 100 % = 27,59 % Tinggi 20 20 32 × 100 % = 62,5 % 19 22 29 × 100 % = 62,52 % Cukup 3 3 32 × 100 % = 9,375 % 1 1 29 × 100 % = 3,45 % Rendah 1 1 29 × 100 % = 3,45 %
Berdasarkan tabel 4.24, maka dapat diketahui motivasi
siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen sebelum
diberlakukan pembelajaran. Pada kelas kontrol terdapat 9 siswa
(28,125%) yang mempunyai motivasi belajar matematika
sangat tinggi, 20 siswa (62,5%) yang mempunyai motivasi
belajar matematika yang tinggi, dan 3 siswa (9,375%) yang
mempunyai motivasi belajar matematika cukup. Pada kelas
eksperimen terdapat 8 siswa (27,59%) yang mempunyai
motivasi belajar matematika sangat tinggi, 19 siswa (62,52)
yang mempunyai motivasi belajar matematika yang tinggi, 1
siswa (3,45%) yang mempunyai motivasi belajar matematika
cukup, dan 1 siswa (3,45%) yang mempunyai motivasi belajar
matematika rendah.
b. Analisis Motivasi Belajar Matematika Secara Keseluruhan
Dengan memperhatikan persentase motivasi belajar
matematika per siswa dan per kriteria maka dapat diperoleh
motivasi belajar siswa secara keseluruhan. Berdasarkan kriteria
motivasi siswa secara keseluruhan pada BAB III maka dapat
diketahui bahwa motivasi belajar siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen tidak tergolong sangat tinggi karena
persentase siswa yang tergolong kriteria sangat tinggi kurang
dari 75% (ST < 75%). Oleh karena itu, peneliti akan
belajar sangat tinggi dan tinggi. Jika hasilnya lebih dari atau
sama dengan 75% maka motivasi belajar siswa akan tergolong
tinggi.
Pada kelas kontrol persentasi siswa yang tergolong kriteria
sangat tinggi adalah 28,125% sedangkan yang tergolong tinggi
adalah 62,5%, sehingga hasil penjumlahannya menjadi
90,625% dan lebih dari 75%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa motivasi belajar matematika siswa kelas
kontrol secara keseluruhan tergolong tinggi. Sedangkan pada
kelas eksperimen persentasi siswa yang tergolong kriteria
sangat tinggi adalah 27,59% sedangkan yang tergolong tinggi
adalah 62,52%, sehingga hasil penjumlahannya menjadi
90,11% dan lebih dari 75%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa motivasi belajar matematika siswa kelas
eksperimen secara keseluruhan tergolong tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam sebelum
dilakukan pembelajaran tergolong tinggi.
2. Setelah Pembelajaran
a. Analisis Motivasi Belajar Matematika Setiap Siswa
Tabel 4.25
Persentase dan Kriteria Motivasi Belajar Per Siswa Setelah Pembelajaran
Nomor Absen
Kelas Kontrol (VIIA)
Nomor Absen Kelas Eksperimen (VIIB) P (%) Kriteria P (%) Kriteria
1 81,25 Sangat Tinggi 1 80 Tinggi 2 60 Cukup 2 76,25 Tinggi 3 82,5 Sangat Tinggi 3 70 Tinggi 4 76,25 Tinggi 4 62,5 Tinggi 5 82,5 Sangat Tinggi 5 75 Tinggi 6 68,75 Tinggi 6 82,5 Sangat Tinggi 7 70 Tinggi 7 71,25 Tinggi 8 80 Tinggi 8 71,25 Tinggi 9 72,5 Tinggi 9 70 Tinggi 10 71,25 Tinggi 10 85 Sangat Tinggi 11 73,75 Tinggi 11 66,25 Tinggi 12 73,75 Tinggi 12 68,75 Tinggi 13 68,75 Tinggi 13 62,5 Tinggi 14 46,25 Cukup 14 67,5 Tinggi 15 71,25 Tinggi 15 68,75 Tinggi 16 70 Tinggi 16 86,25 Sangat Tinggi 17 70 Tinggi 17 53,75 Cukup 18 75 Tinggi 18 68,75 Tinggi 19 68,75 Tinggi 19 86,25 Sangat Tinggi 20 65 Tinggi 20 68,75 Tinggi 21 65 Tinggi 21 72,5 Tinggi 22 88,75 Sangat Tinggi 22 72,5 Tinggi 23 75 Tinggi 23 73,75 Tinggi 24 71,25 Tinggi 24 70 Tinggi 25 73,75 Tinggi 25 75 Tinggi 26 68,75 Tinggi 26 81,25 Sangat Tinggi 27 97,5 Sangat Tinggi 27 61,25 Tinggi 28 68,75 Tinggi 28 91,25 Sangat Tinggi 29 67,5 Tinggi 29 76,25 Tinggi 30 71,25 Tinggi
31 77,5 Tinggi 32 83,75 Sangat Tinggi
147 dilakukan pembelajaran yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria sesuai dengan kriteria motivasi
belajar pada BAB III. Berdasarkan tabel 4.25 maka dapat dihitung jumlah siswa yang tergolong pada setiap kriteria
seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.26
Jumlah dan Persentase Motivasi Siswa Per Kriteria Kriteria
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Jumlah Siswa Persentasi (%) Jumlah Siswa Persentase (%) Sangat Tinggi 6 6 32 × 100 % = 18,75 % 6 6 29 × 100 % = 20,69 % Tinggi 24 24 32 × 100 % = 75 % 22 22 29 × 100 % = 75,86 % Cukup 2 2 32 × 100 % = 6,25 % 1 1 29 × 100 % = 3,45 %
Berdasarkan tabel 4.26, maka dapat diketahui motivasi
siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah
diberlakukan pembelajaran. Pada kelas kontrol terdapat 6 siswa
(18,75%) yang mempunyai motivasi belajar matematika sangat
tinggi, 24 siswa (75%) yang mempunyai motivasi belajar
matematika yang tinggi, dan 2 siswa (6,25%) yang mempunyai
motivasi belajar matematika cukup. Pada kelas eksperimen
terdapat 6 siswa (20,69%) yang mempunyai motivasi belajar
matematika sangat tinggi, 22 siswa (75,86%) yang mempunyai
motivasi belajar matematika yang tinggi, dan 1 siswa (3,45%)
yang mempunyai motivasi belajar matematika cukup.
b. Analisis Motivasi Belajar Matematika Secara Keseluruhan
Dengan memperhatikan persentase motivasi belajar
matematika per siswa dan per kriteria maka dapat diperoleh
motivasi belajar siswa secara keseluruhan. Berdasarkan kriteria
motivasi siswa secara keseluruhan pada BAB III maka dapat
diketahui bahwa motivasi belajar siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen tidak tergolong sangat tinggi karena
persentase siswa yang tergolong kriteria sangat tinggi kurang
dari 75% (ST < 75%). Oleh karena itu, peneliti akan
menjumlahkan persentasi siswa yang mempunyai motivasi
sama dengan 75% maka motivasi belajar siswa akan tergolong
tinggi.
Pada kelas kontrol persentasi siswa yang tergolong kriteria
sangat tinggi adalah 18,75% sedangkan yang tergolong tinggi
adalah 75%, sehingga hasil penjumlahannya menjadi 93,75%
dan lebih dari 75%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar matematika siswa kelas kontrol secara
keseluruhan tergolong tinggi. Sedangkan pada kelas
eksperimen persentasi siswa yang tergolong kriteria sangat
tinggi adalah 20,69% sedangkan yang tergolong tinggi adalah
75,86%, sehingga hasil penjumlahannya menjadi 96,55% dan
lebih dari 75%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar matematika siswa kelas eksperimen secara
keseluruhan tergolong tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar siswa kelas VII SMP Kanisius Gayam setelah
dilakukan pembelajaran tergolong tinggi.
b. Analisis Data Kuesioner Motivasi Belajar Secara Inferensial
1. Uji Normalitas
Selain menganalisis data kuesioner motivasi belajar matematika
siswa secara deskriptif, dilakukan juga analisis secara inferensial.
Oleh karena itu data kuesioner motivasi diuji normalitas terlehih
sampel tunggal Kolmogorov-Smirnov. Dengan melakukan uji normalitas maka dapat diketahui apakah data motivasi belajar
siswa sebelum dan setelah pembelajaran berdistribusi normal atau
data berdistribusi tidak normal. Hipotesis data berdistribusi normal
atau data berdistribusi tidak normal adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data berdistribusi tidak normal
Berikut adalah output SPSS dari data kuesioner motivasi sebelum
pembelajaran dan setelah pembelajaran :
a. Sebelum Pembelajaran
Output SPSS : Sig (2-tailed) kelas kontrol = 0,979 > 0,05 maka
H0 gagal ditolak. Jadi data kuesioner motivasi belajar kelas
kontrol berdistribusi normal.
Output SPSS : Sig (2-tailed) kelas eksperimen = 0,497 > 0,05
maka H0 gagal ditolak. Jadi data motivasi belajar kelas
eksperimen berdistribusi normal. Data kuesioner motivasi
belajar kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data kuesioner motivasi
belajar siswa sebelum pembelajaran berdistribusi normal. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada bagian Lampiran D.9.
Output SPSS :Sig (2-tailed) kelas kontrol = 0,381 > 0,05 maka
H0 gagal ditolak. Jadi data kuesioner motivasi belajar kelas
kontrol berdistribusi normal.
Output SPSS : Sig (2-tailed) kelas eksperimen = 0,896 > 0,05
maka H0 gagal ditolak. Jadi data kuesioner motivasi belajar
kelas eksperimen berdistribusi normal. Data kuesioner motivasi
belajar kelas kontrol berdistribusi normal dan data kuesioner
motivasi belajar kelas eksperimen berdistribusi normal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data kuesioner motivasi
belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah
pembelajaran berdistribusi normal. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada bagian Lampiran D.10.
2. Uji Perbedaan Rata-rata
Sebelum melakukan uji perbedaan rata-rata, maka perlu dilakukan
uji variansi tertadap data kuesioner motivasi belajar matematika
siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen baik sebelum pelajaran
maupun setelah pelajaran. Hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Sebelum Pembelajaran
Misalkan :
σ02 = variansi data kuesioner motivasi belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol
σ12 = variansi data kuesioner motivasi belajar sebelum pembelajaran kelas eksperimen
H0 : tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas
eksperimen (σ02 = σ12)
H1 : ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen
(σ02 ≠ σ12)
Output SPSS : Sig = 0,391 > α (0,05) maka H0 gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi
belajar sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas
eksperimen atau variansi dari kedua kelas sama. Dengan
demikian data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum
pembelajarn dapat dianalisis dengan menggunakan uji T.
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
Misalkan :
μ0 =rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran kelas kontrol
μ1 = rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran kelaseksperimen
H0 : tidak ada perbedaan rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas
eksperimen (µ0 = µ1)
H1 : ada perbedaan rata-rata data kuesioner motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran kelas kontrol dan kelas
eksperimen (µ0≠ µ1)
Output SPSS : Sig (2-tailed) = 0,861 > α (0,05) maka H0 gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan rata-rata motivasi belajar
siswa sebelum pembelajaran siswa siswa kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada bagian
Lampiran D.11.
b. Setelah Pembelajaran
Misalkan :
σ02 = variansi data kuesioner motivasi belajar setelah pembelajaran kelas kontrol
σ12 = variansi data kuesioner motivasi belajar setelah pembelajaran kelas eksperimen
H0 : tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi belajar setelah pembelajaran kelas kontrol dan kelas
H1 : ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi belajar setelah pembelajaran kelas kontrol dan kelas eksperimen
(σ02 ≠ σ12)
Output SPSS : Sig = 0,864 > α (0,05) maka H0 gagal ditolak. Jadi tidak ada perbedaan variansi data kuesioner motivasi