• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN A.Jenis Penelitian

J. Teknik Analisis Data

1. Kriteria Efektivitas Model Pembelajaran

Menurut Nuraeni, Neneng, dkk (2010) efektivitas model

pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan

tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Kriteria

efektivitas dalam penelitian ini mengacu pada:

a. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai

≥ 70 dalam peningkatan hasil belajar.

b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar

perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelas kontrol dan

kelas eksperimen.

c. Model dikatakan efektif jika dapat mengungkapkan motivasi

apabila motivasi bilajar siswa kelas eksperimen lebih baik dari

kelas kontrol.

2. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran menggunakan Model

Pembelajaran AIR

a. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran menggunakan Model

Pembelajaran AIR pada Setiap Pertemuan

Dalam proses analis keterlaksanaan proses pembelajaran

menggunakan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR), maka akan diberikan skor 1 untuk pernyataan

yang diberikan tanda cek (√) pada kolom “ya” dan skor 0 pada kolom “tidak”. Setelah itu, dihitung jumlah skor keterlaksanaan

model pembelajaran sehingga dapat dihitung persentasenya. Cara

memperoleh persentase keterlaksanaan model pembelajaran AIR

pada setiap pertemuan adalah jumlah skor keterlaksanan model

pembelajaran AIR dari ketiga Observer, dibagi skor maksimum jawaban per pernyataan sesuai indikator dikali 3 (karena terdiri

dari 3 Observer), kemudian dikalikan dengan 100% atau dapat ditulis sebagai berikut :

= �

× 3 × 100%

P = persentase keterlaksanaan model pembelajaran AIR

S = jumlah skor keterlaksanan model pembelajaran AIR dari ketiga

Observer

M = skor maksimum jawaban per pernyataan sesuai indikator (1 ×

16 pernyataan = 16)

b. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran menggunakan Model

Pembelajaran AIR secara Keseluruhan

Keterlaksanaan proses pembelajaran menggunakan model

pembelajaran AIR secara Keseluruhan dapat diperoleh dari rerata

persentase keterlaksanaan proses pembelajaran menggunakan

model pembelajaran AIR ketiga pertemuan atau dapat ditulis

sebagai berikut :

Keterlaksanaan keseluruhan =

� ��+� ���+� ��

Setelah memperoleh hasil persentase keterlaksanaan proses

pembelajaran menggunakan model pembelajaran AIR, baik pada

setiap pertemuan maupun secara keseluruhan, maka akan

dibandingkan dengan kriteria keterlaksanaan model pembelajaran

Tabel 3.5

Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Interval (%) Kriteria 81 – 100 Sangat Tinggi 61 – 80 Tinggi 41 – 60 Sedang 21 – 40 Rendah 0 – 20 Sangat Rendah (dimodifikasi dari Suharsimi Arikunto, 2009 : 245)

3. Hasil Belajar Siswa

Nilai pre-test dan post-tes akan menunjukkan hasil belajar siswa sebelum dilakukan pembelajaran dengan model AIR dan setelah

dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran AIR. Nilai

tersebut diperoleh dari penjumlahan skor jawaban setiap siswa. Skor

tersebut dikonversikan dalam satu nilai dengan rentang 0-100.

Rumusan untuk menentukan nilai post-test akhir tiap siswa adalah

sebai berikut :

= �

× 100

Sedangkan untuk menentukan nilai rata-rata post-test semua siswa adalah sebagai berikut :

=

Keterangan :

NAi = nilai akhir individu

JSi = jumlah skor individu

NAs = jumlah rata-rata untuk semua siswa

ns = banyaknya siswa

selanjutnya, nilai hasil belajar siswa dibandingkan dengan nilai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kemudian dihitung persentase

skor yang diperoleh setiap siswa. Setelah itu dihitung rata-rata

perbandingan nilai kelas kontrol dan kelas ekperimen. Selain

menganalisis dengan membandingkan hasil belajar siswa dengan nilai

KKM, data hasil belajar ini akan dianalisis dengan Uji Rata-rata (uji

T).

a. Uji Normalitas

Uji distribusi normal atau uji normalitas adalah uji untuk mengukur

apakah data kita memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai

dalam statistik parametrik (statistik inferensial). Pada penelitian

ini, peneliti menggunakan uji sampel tunggal Kormogorov-Smirnov untuk mengetahui data berdistribusi normal. Peneliti menggunakan SPSS Statiscs 17.0 untuk membantu dalam

perhitungan uji hipotesis. Langkah-langkah uji sampel tunggal

Kolmogorov-Smirnov, yakni : 1) Merumuskan H0 dan H1

H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data berdistribusi tidak normal

2) Menentukan taraf signifikan

3) Menentukan daerah kritis

Sig (2-tailed) < α = 5%

4) Membuat kesimpulan

Jika sig (2-tailed) > α maka H0 gagal ditolak. Artinya data tersebut berdistribusi normal

b. Uji variansi

1) Merumuskan H0 dan H1

H0 : tidak ada perbedaan variansi

H1 : ada perbedaan variansi

2) Menentukan taraf signifikan

Taraf signifikasi yang digunakan adalah α = 5%

3) Menentukan daerah kritis

Sig (2-tailed) < α = 5%

4) Membuat kesimpulan

Jika sig (2-tailed) > α maka H0 gagal ditolak. Artinya tidak ada perbedaan variansi dari data tersebut.

c. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata (Uji-T) Data Pre-test

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji-T untuk melihat

apakah ada perbedaan nilai rata-rata pre-test kelas kontrol dan kelas ekperimen. Perhitungannya menggunakan SPSS Statisc 17.0.

Langkah-langkah melakukan uji-T, yakni :

H0 : tidak ada perbedaan rata-rata nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (µ0 = µ1)

H1 : ada perbedaan rata-rata nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen (µ0≠ µ1)

2) Menentukan taraf signifikan

Taraf signifikasi yang digunakan adalah α = 5%

3) Menentukan daerah kritis

Sig (2-tailed) < α = 5%

4) Membuat kesimpulan

Jika sig (2-tailed) > α maka H0 gagal ditolak. Artinya tidak ada perbedaan antara rata-rata nilai pre-test kelas kontrol.dan kelas eksperimen

d. Uji Perbedaan Nilai Rata-rata (Uji-T) Data Post-test

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji-T untuk melihat

apakah nilai rata-rata kelas ekperimen lebih tinggi dari kelas

kontrol. Perhitungannya menggunakan SPSS Statisc 17.0.

Langkah-langkah melakukan uji-T, yakni :

1) Merumuskan H0 dan H1

H0 : rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas eksperimen (µ1≤ µ0)

H1 : rata-rata nilai post-test dari kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol (µ1 > µ0)

Taraf signifikasi yang digunakan adalah α = 5%

3) Menentukan daerah kritis

Sig (2-tailed) < 2 α = 10%

4) Membuat kesimpulan

Jika sig (2-tailed) > 2 α maka H0 gagal ditolak, atau tidak ada cukup bukti untuk menolak H0. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk menyimpulkan

bahwa rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas kontrol.

4. Motivasi Belajar Matematika Siswa

a. Kuesioner Motivasi

1. Motivasi Belajar Matematika Setiap Siswa

Pada kuesioner motivasi belajar matematika siswa, terdapat

20 pernyataan. Nilai tertinggi dari kuesioner adalah 80

sedangkan nilai terendah yang dapat diperoleh adalah 20.

Pembagian skor jawaban kuesioner siswa adalah sebagai

Tabel 3.6

Penskoran Jawaban Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Jenis Pernyataan Skor Jawaban

SS S TS STS

Pernyataan Positif 4 3 2 1 Penyataan Negatif 1 2 3 4

Setelah siswa mengisi kuesioner motivasi belajar matematika,

peneliti menghitung persentase motivasi belajar setiap siswa

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

= �

× 100%

Keterangan : P = persentasi motivasi belajar siswa

S = skor total yang diperoleh masing-masing

siswa

M = skor maksimum jawaban per soal

pernyataan (4 × 20 pernyataan = 80)

Hasil persentase yang telah diperoleh setiap siswa

dibandingkan dengan tabel kriteria motivasi belajar siswa

Tabel 3.7

Kriteria Motivasi Balajar Siswa

Interval (%) Kriteria Motivasi

81-100 Sangat Tinggi (ST) 61-80 Tinggi (T) 41-60 Cukup/Sedang (C) 21-40 Rendah (R)

≤ 20 Sangat Rendah (SR) (Sumber : Kartika Budi, 2001 : 55)

Setelah membandingkan persentase siswa dengan tabel kriteria

motivasi belajar, maka dihitung persentasi motivasi siswa per

kriteria. Persentase motivasi siswa per kriteria dapat di tentukan

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

= �

× 100%

Keterangan : P = persentasi motivasi belajar siswa per kriteria

S = jumlah siswa yang tergolong per kriteria

M = jumlah semua siswa pada suatu kelas

2. Motivasi Belajar Siwa Secara keseluruhan

Motivasi belajar matematika keseluruhan dapat dilihat

melalui hasil persentase motivasi belajar setiap siswa di kedua

kelas tersebut. Kriteria motivasi belajar siswa secara

Tabel 3.8

Kriteria Motivasi Siswa Secara Keseluruhan

ST ST + T ST+ T + C ST + T + C + R ST + T + C + R + SR Kriteria ≥ 75 % Sangat Tinggi < 75% ≥ 75 % Tinggi < 75 % ≥ 65 % Cukup < 65 % ≥ 65 % Rendah < 65 % Sangat Rendah (Sumber : Kartika Budi, 2001 : 55)

Dari tabel kriteria motivasi belajar siswa secara keseluruhan,

dapat diartikan sebagai berikut :

a. Jika persentase siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi lebih

dari atau sama dengan 75% (ST 75%), maka motivasi belajar

siswa secara keseluruhan sangat tinggi.

b. Jika persentase siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi

kurang dari 75% (ST < 75%) dan jumlah siswa yang memiliki

kriteria sangat tinggi ditambah dengan jumlah siswa yang

memiliki kriteria tinggi mencapai lebih dari atau sama dengan

75% (ST+T ≥ 75%), maka motivasi belajar siswa secara

keseluruhan tinggi.

c. Jika persentase siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi

75%) dan jumlah siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi

ditambah dengan jumlah siswa yang memiliki kriteria tinggi

dan kriteria cukup mencapai lebih dari atau sama dengan 65%

(ST+T+C ≥ 65%), maka motivasi belajar siswa secara

keseluruhan cukup.

d. Jika persentase siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi

ditambah dengan jumlah siswa dengan kriteria tinggi dan

kriteria cukup kurang dari 65% (ST+T+C < 65%) dan jumlah

siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi ditambah dengan

jumlah siswa yang memiliki kriteria tinggi, kriteria cukup, dan

kriteria rendah mencapai lebih dari atau sama dengan

65%(ST+T+C+R ≥ 65%), maka motivasi secara keseluruhan

rendah.

e. Jika persentase siswa yang memiliki kriteria sangat tinggi

ditambah dengan jumlah siswa dengan kriteria tinggi, kriteria

cukup, dan kriteria rendah kurang dari 65% (ST+T+C+R <

65%), maka motivasi belajar siswa secara keseluruhan sangat

rendah.

3. Uji Inferensial Motivasi Belajar Matematika Siswa

Setelah data kuesioner di analisis secara deskriptif (dengan

memperhatikan kriteria-kriteria motivasi) maka data motivasi

belajar dianalisis secara inferensial dengan menggunakan uji

motivasi belajar sama dengan langkah-langkah yang dilakukan

untuk menentukan rata-rata hasil belajar siswa kelas VII SMP

Kanisius Gayam Yogyakarta.

b. Lembar Pengamatan Motivasi Belajar Siswa oleh Observer

Data motivasi belajar siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan

oleh Observer berbentuk ordinal, sehingga dianalisis secara deskriptif (berdasarkan kriteria motivasi belajar siswa) dan secara

inferensial menggunakan uji Mann-Whitney. Uji ini dilakukan menggunakan SPSS Statisc 17.0. Langkah-langkah melakukan

uji-Mann-Whitney yakni : 1) Merumuskan H0 dan H1

H0 : data pengamatan motivasi belajar oleh Observer kelas eksperimen rendah atau sama dengan kelas kontrol (µ1≤ µ0) H1 : H1 : data pengamatan motivasi belajar oleh Observer kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol (µ1 > µ0)

2) Menentukan taraf signifikan

Taraf signifikasi yang digunakan adalah α = 5%

3) Menentukan daerah kritis

Sig (2-tailed) < 2 α = 10%

4) Membuat kesimpulan

Jika sig (2-tailed) > 2 α maka H0 gagal ditolak, atau data pengamatan motivasi belajar oleh Observer kelas eksperimen rendah atau sama dengan kelas kontrol.

75

BAB IV

PELAKSANAAN PENELITIAN, DATA HASIL, ANALISIS HASIL

Dokumen terkait