• Tidak ada hasil yang ditemukan

KIMIA ORGANIK

5.3 Analisis Kebijakan

5.3.2 Analisis Hierarki Process

Pada Tabel 17, yaitu hasil analisis dengan metode MDS dan dengan analisis dengan metode Monte Carlo menghasilkan perbedaan seperti pada kolom 4 yaitu nilai perbedaannya sangat kecil, yaitu 1,15%. Hal ini membuktikan tingkat kepercayaan terhadap indek total (multidimension) dan kepercayaan terhadap nilai indek setiap dimensi, dan pengaruh kesalahan yang dapat mmpengaruhi terhadap seluruh proses analisis dengan metode MDS adalah melebihi 95%. Oleh karena itu dari analisis dengan Monte Carlo menghasilkan bahwa 1). pengaruh kesalahan terhadap pembuatan skor pada setiap atribut sangat kecil 2). kesalahan yang diakibatkan oleh karena pemahaman, perbedaan opini, atau penilaian dari peneliti yang saling berbeda, relatip sangat kecil 3). kesalahan pemasukan data atau data yang hilang, atau nilai “stress” yang terlalu tinggi, sangat kecil 4). kesalahan posedure yang dapat mempengaruhi stabilitas proses analisis MDS juga relatif kecil.

5.3.2 Analisis Hierarki Process

Hasil Pembobotan pada setiap Komponen

Model AHP digunakan untuk memilih arahan kebijakan yang mudah dan penting menuju pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 38 merupakan diagram hirarki AHP yang telah didiskusikan dan merupakan pendapat pakar utama melalui wawancara yang mendalam. Pakar yang terlibat antara lain dari kalangan

pemerintah, swasta, masyarakat dan LSM. Adapun hasil analisis AHP yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 38.

Gambar 38. Diagram hirarki AHP pada pengembangan industri gula

Hirarki AHP disusun dengan lima level yang memperlihatkan tahapan proses penetapan prioritas yang dimulai dari penetapan fokus pada level l yaitu keberhasilan pola pengembangan indusri gula. Level 2 adalah faktor yang terdiri atas sosbud, ekonomi dan lingkungan. Level 3 adalah aktor terdiri atas Dis. Perindag, Deperindag, Dinas Lingkungan Hidup, Pengusaha, dan Masyarakat. Aktor tersebut terkait dengan pengembangan industri gula dan masing-masing aktor mempunyai peran, pengaruh dan kekuatan terhadap kebijakan-kebijakan pengembangan industri gula. Level 4 adalah tujuan untuk pengembangan industri gula yang terdiri atas bahan baku, transportasi, fiskal, pemasaran, teknologi, partisipasi masyarakat, perbankan dan infrastruktur. Level 5 adalah sasaran yang terdiri atas revitalisasi, swastanisasi dan ekstensifikasi

Faktor Aktor Tujuan Sasaran Fokus Infrastruktur 0,060 Sosbud 0,260 Lingkungan, Huk & Kelm

0,327 Dis. Perindag 0,186 Deperindag 0,200 Dinas LH 0,147 Pengusaha 0,267 Masyarakat 0,201 Transporta si 0,186 Fiskal 0,118 Pemasaran 0,118 Teknologi 0,098 Partisipasi Masy. 0,083 Revitalisasi 0,459 Swastanisa si 0 255 Ekstensifikasi 0,287 Industri Gula Ekonomi, Teknologi 0,413 Perbankan 0,062 Bahan Baku 0,276

Pembobotan Kriteria Faktor dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan

Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun faktor-faktor yang menjadi pengaruh utama dalam pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 39 menunjukkan urutan prioritas faktor-faktor tersebut.

0.26 0.327 0.413 Sosbud Lingkungan Ekonomi

Gambar 39 Urutan prioritas faktor dalam pengembangan industri gula berkelanjutan

Berdasarkan Gambar 39 hasil analisis AHP yang merupakan faktor (level 3) menunjukkan bahwa faktor ekonomi mempunyai peran utama dalam pengembangan industri gula berkelanjutan, bobot nilainya adalah 0,413. Faktor ekonomi tersebut mencakup masalah fiskal, pemasaran, perbankan dsb. Prioritas faktor selanjutnya adalah faktor lingkungan dan faktor sosial budaya budaya dengan bobot nilainya adalah 0.327 dan 0.26. faktor lingkungan misalnya mencakup ketersediaan SDA terutama ketersediaan lahan pertanian dan ketersediaan SDM atau tenaga kerja, sedangkan sosekbud dalam hal tingkat partisipasi masyarakat, terutama daya minat petani dalam mengembangkan budidaya tanaman tebu sebagai bahan baku utama untuk industri gula.

Pembobotan Kriteria Aktor dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan

Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun aktor yang menjadi pengaruh utama dalam pengelolaan pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 40 menunjukkan urutan prioritas aktor tersebut.

Berdasarkan Gambar 40, hasil analisis AHP yang merupakan aktor (level 3) menunjukkan bahwa pengusaha mempunyai peran utama dalam pengembangan industri gula berkelanjutan, bobot nilainya adalah 0,267. Pengusaha mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi terhadap pengembangan industri gula. Pengusaha merupakan salah satu aktor yang mempunyai peran terhadap pengembangan industri gula.

Pengusaha mempunyai peran sebagai investor atau penanam modal untuk pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan industri gula. Dalam kenyataannya tanggung jawab sosial budaya dunia usaha telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan bersama antara pemerintah, masyarakat dan pengusaha atau dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama. Tanggung jawab sosial budaya pengusaha diantaranya dapat memberikan implikasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan, memperkuat investasi dunia usaha, sehingga dapat meningkatkan dan menguatkan jaringan kemitraan serta kerjasama antara masyarakat, pemerintah dengan pengusaha.

0.147 0.186 0.2 0.201 0.267 Dinas LH Dis.Perindag Deperindag Masyarakat Pengusaha

Gambar 40 Urutan prioritas aktor dalam pengembangan industri gula berkelanjutan

Masyarakat memiliki bobot nilai sebanyak 0,201. merupakan salah satu aktor yang mempunyai peran terhadap pengembangan industri gula berkelanjutan. Masyarakat mempunyai peran sebagai sumber pemasok tenaga kerja dan bahan baku kepada pihak industri. Kebutuhan bahan baku industri gula selama ini sangat tergantung dari hasil perkebunan rakyat sebagai mitra usaha pengusaha. Pola kemitraan seperti ini memberikan implikasi positif bagi pengusaha dalam hal memperoleh sumber tenaga kerja dan bahan baku, tapi juga bagi masyakat yang kesejahteraannya meningkat. Bagi pemerintah pola kerjasama seperti ini dapat meringankan beban pembiayaan pembangunan di daerah tersebut.

Pemerintah (Deperindag dan Dinas Perindag Daerah dan Dinas Lingkungan Hidup) mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi terhadap penentuan alternatif kebijakan pengembangan industri gula. Hal tersebut disebabkan baik kenyataan di lapangan maupun dilandasi dengan hukum, pengaruh dan peran dari aktor pemerintah

Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 dan dalam Undang-Undang N0. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Oleh karena itu pemerintah mempunyai peran penting untuk melakukan pengembangan industri gula secara berkelanjutan di Indonesia.

Pembobotan Kriteria Tujuan dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan

Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun tujuan yang menjadi capaian utama dalam pengembangan industri gula berkelanjutan, Gambar 41 menunjukkan urutan prioritas tujuan tersebut.

Gambar 41 Urutan prioritas sasaran dalam pengembangan industri gula berkelanjutan

Berdasarkan Gambar 41 hasil analis AHP yang merupakan tujuan (level 4) menunjukkan bahwa pengembangan industri gula dengan fokus tujuan pada masalah bahan baku dan transportasi mendapat priotitas utama dalam kriteria tujuan dengan masing-masing bobot nilai 0,276 dan 0,186. Tujuan pengadaan bahan baku menjadi prioritas utama karena proses kegiatan produksi tidak akan berjalan secara berkesinambungan apabila kegiatan industri tersebut tidak didukung oleh pengadaan bahan baku yang mendukung kegiatan produksi. Sedangkan pengadaan sarana transportasi sangat penting dalam hal mempermudah proses pengangkutan gula sebagai hasil akhir untuk dijual ke konsumen.

Prioritas tujuan selanjutnya adalah “fiskal” dengan bobot nilai 0,118. Perbaikan fiskal dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan pada para pengusaha/petani tebu dalam memperoleh pinjaman-pinjaman modal usaha dengan bunga rendah. Disamping

0.06 0.062 0.083 0.098 0.118 0.118 0.186 0.276 Infrastruktur Perbankan Partisipasi Masyarakat Teknologi Pemasaran Fiskal Transportasi Bahan baku

kebijakan pemerintah dalam pemberian keringan pajak bagi komoditi gula sangat diperlukan.

Prioritas tujuan selanjutnya adalah “pemasaran” dengan bobot nilai 0.118. Pemasaran produk gula perlu didukung dengan pemberian insentif oleh pemerintah berupa pengurangan pajak terhadap produk gula sehingga harga dasar produk gula akan lebih murah. Hal ini akan menguntungkan bagi pengusaha karena produk tersebut menjadi lebih terjangkau sesuai daya beli masyarakat.

Prioritas tujuan selanjutnya adalah berturut-turut “teknologi”, “partisipasi masyarakat”, “perbankan” dan “infrastruktur”. Pengembangan industri gula berkelanjutan perlu didukung oleh penggunaan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas produksi gula. Sementara itu dukungan masyarakat terhadap pengembangan industri gula berkelanjutan ditunjukkan dengan semakin banyaknya petani untuk menanam lahan perkebunan mereka dengan komoditi tebu untuk memasok kebutuhan bahan baku tebu bagi kebutuhan industri. Sektor perbankan terkait dengan masalah pemberian dana dengan bunga rendah. Untuk infrastruktur berupa perbaikan maupun pengadaan sarana jalan dan terkait dengan masalah kemudahan dalam proses pemasaran

Pembobotan Kriteria Sasaran dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan

Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun sasaran yang menjadi prioritas utama dalam keberhasilan pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 42 menunjukkan urutan prioritas sasaran tersebut.

0.255 0.287 0.459 Swastanisasi Ekstensifikasi Revitalisasi

Berdasarkan Gambar 44 hasil analisis AHP yang merupakan sasaran (level 5) menunjukkan bahwa revitalisasi menjadi prioritas utama dengan bobot nilai 0,459. Revitalisasi berkait dengan prioritas kedua adalah ekstensifikasi dengan bobot nilai 0,287. Ekstensifikasi dilakukan dengan cara melakukan peluasan pembangunan perkebunan tebu rakyat untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri gula. prioritas terakhir adalah swastanisasi dengan bobot nilai 0.255. Swastanisasi dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada swasta untuk terlibat dalam pengembangan industri gula nasional. Pemberian kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan investasi dan mengurangi campur tangan pemerintah (bulog) dalam proses pembentukan harga pasar .