• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Pengelolaan Lingkungan

Dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan, hal yang pertamakali harus dilakukan adalah melakukan pengelolaan lingkungan, sehingga sumberdaya yang ada di dalamnya menjadi lestari. Oleh karenanya maka untuk mencapai pembangunan berkelanjutan maka pengelolaan sumberdaya alam harus mengikuti konsep pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan, seperti yang dinyatakan oleh Fauzy dan Anna (2005) yang menyatakan bahwa konsep pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan harus mengandung aspek:

1. Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pandangan ini

pemanfaatan sumberdaya alam/hutan hendaknya tidak melewati batas daya dukungnya. Peningkatan kapasitas dan kualitas ekosistem menjadi hal yang utama. 2. Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosial budaya-ekonomi). Konsep ini

mengandung makna bahwa pembangunan perlu memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pemanfaat sumberdaya pada tingkat individu.

3. Comunity sustainability, mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat perlu menjadi perhatian pembangunan yang berkelanjutan.

4. Institusional sustanability (keberlanjutan kelembagaan). Dalam kerangka ini keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga pembangunan berkelanjutan diatas.

Dalam hal pengelolaan lingkungan (melalui pendekatan sumberdaya alam), guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan, ada empat prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Optimalisasi pemanfaatan sosial budaya dan ekonomi; bahwa pengembangan sumberdaya alam harus didasarkan pada strategi yang dapat mengoptimalkan manfaat sosial budaya dan ekonomi jangka panjang dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.

2. Koordinasi antar bidang sektoral; ekosistem sumberdaya alam wajib dikelola dengan memadukan kebijakan-kebijakan sektoral, perencanaan dan strategi pengelolaan guna mengoptimalisasi pemanfaatanya. Optimalisasi manfaat sosial budaya ekonomi dapat dicapai dengan peningkatan koordinasi yang lebih baik dalam proses perencanaan atas kebutuhan pemanfaatan sumberdaya alam.

3. Multiguna sumberdaya alam; dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya, kegiatan perencanaan dan manajemen sumberdaya alam dilakukan dengan mengambil berbagai kegunaan yang dimiliki oleh sumberdaya alam yang tersedia dan dapat diperbaharui.

4. Memperhatikan kapasitas ekosistem; pemanfaatan sumberdaya alam akan sangat bergantung pada kemampuan ekosistem sumberdaya alam tersebut dalam menyediakan sumber daya guna memenuhi permintaan.

Dalam pengelolaan lingkungan kita mengenal tiga standar pengelolaan, yaitu (1) British Standard (BS 7750): 1994 yang berlaku di Inggris; (2) Environmental Management Audit Scheme (EMAS) yang berlaku di Uni Eropa; dan (3) ISO seri 14000 merupakan standar internasional yang menjadi sarana penting dalam perdagangan global yang terbuka dan tidak memihak, khususnya berkaitan dengan pemberian perlakuan yang tepat dalam penanganan masalah lingkungan (Simatupang, 1995).

Dalam hal yang berkaitan dengan perdagangan global penerapan ISO seri 14000 dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk kongkrit dari implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan. Bahkan Simatupang (1995) mengatakan bahwa terbitnya ISO seri 14000 pada pertengahan 1996 merupakan babak baru dalam standarisasi perdagangan dunia setelah diterapkan ISO seri 9000 yang dianggap cukup handal dalam bidang sistem manajemen kualitas (QMS). Dengan demikian, standar ISO seri 14000 dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan daya saing suatu produk industri dalam menembus pasar internasional dan sekaligus dijadikan faktor penggiat dalam mengembangkan upaya pengelolaan lingkungan.

Standar ISO seri 14000 bertumpu pada prinsip perbaikan terus-menerus (continous improvement) dengan membawa elemen baru bagi peningkatan manajemen organisasi, yaitu pendekatan sistem manajemen untuk mengoptimalkan seluruh kinerja lingkungan dan menengahi setiap kerusakan lingkungan. Penerapan ISO seri 9000 difokuskan pada kepuasan pelanggan dan persyaratan kualitas internal, sedangkan penetapan ISO seri 14000 membuat perusahaan bukan saja mampu memuaskan pelanggan dan masyarakat tetapi sekaligus dapat memenuhi persyaratan peraturan lingkungan yang diberlakukan.

Pada ISO/DIS (Draft of International Standard) 14001, perbaikan terus-menerus ini harus dapat mengoptimalkan lima bidang kegiatan dalam model sistem pengelolaan lingkungan (EMS) yang saling berhubungan dan bersamaan, yaitu (1) peninjauan

manajemen; (2) kebijakan lingkungan, (3) perencanaan: aspek lingkungan; aspek hukum, persyaratan sasaran dan target; program pengelolaan lingkungan; (4) implementasi dan operasi: struktur dan pertanggungjawaban; pelatihan dan kepatuhan; komunikasi; dokumentasi sistem pengelolaan lingkungan; pengendalian dokumen; pengendalian operasional; kesiapan dan reaksi pada keadaan darurat; dan (5) pemeriksaan dan tindakan perbaikan; monitoring dan pengukuran; tanpa konfirmasi dan tindakan korektif dan pencegahan; pencatatan; audit sistem pengelolaan lingkungan. Sehingga dari situ akan didapatkan manfaat dari penerapan standar ISO 14001, melalui sertifikasi (RSCC-PC), yakni pengurangan limbah.

Pemberian sertifikasi ini dilakukan setelah lembaga sertifikasi yang melakukan penelitian atau audit proses dan dokumentasi suatu kegiatan industri tersebut telah melihat adanya kesesuaian pelaksanaan SML (sistem manajemen lingkungan) di pabrik tersebut dan industri tersebut telah memiliki SML yang memenuhi standar ISO 14001 dan menerapkan SML terus menerus secara aktif dalam kegiatan sehari-hari di pabrik. Selanjutnya setelah mendapatkan sertifikat ISO, maka perusahaan tersebut harus melakukan kegiatan SML yang ada di bawah pengawasan dengan cara dilakukan audit di lapangan minimal 2 kali setahun oleh lembaga sertifikasi SML yang telah memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (Hadiwiardjo, 1997).

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk dan dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Adanya sertifikasi ISO 14001 ini sangat diperlukan mengingat dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri migas, pertanian maupun industri non migas lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya buangan-buangan industri (Fardiaz, 1992). Oleh karenanya maka pengelolaan lingkungan wajib dilakukan oleh suatu industri.

2.9 Pencemaran

Menurut UU. No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup atau saat ini telah diubah menjadi UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Indikator pencemaran air dapat diketahui melalui perubahan baik ditinjau dari aspek fisika, aspek kimia maupun aspek biologi (Manahan, 2002). Secara umum terjadinya pencemaran ini berasal dari adanya bahan buangan (limbah) baik limbah yang dikelompokkan sebagai limbah padat, limbah organik, limbah anorganik, limbah olahan bahan makanan, limbah cairan berminyak, limbah zat kimia, limbah berupa panas, dan sebaginya.

Pada industri gula seringkali dihasilkan limbah yang didominasi oleh limbah kimia organik. Limbah yang didominasi bahan kimia organik ini seringkali mengakibatkan terjadinya keracunan baik pada hewan air yang hidup pada perairan yang tercemar bahan organik, maupun pada hewan darat, bahkan pada manusia yang hidup pada lingkungan darat yang tercemar bahan organik. Atau dapat pula meracuni manusia yang menggunakan air yang mengandung di dalamnya tercemar bahan kimia organik tersebut (Darmono, 2001).

Menurut Sutamihardja (1982), perubahan-perubahan yang terjadi dan mengakibatkan berubahnya kualitas lingkungan, pada umumnya/sebagian besar berasal dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, baik di darat maupun di wilayah perairan seperti di wilayah pesisir. Bahkan aktivitas manusia dapat dikatakan merupakan sumber terbesar dari pencemaran. Oleh karena itu maka pengendaliannya harus dilakukan dengan mengendalikan aktivitas manusia itu sendiri, di samping pengendalian sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas alam seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain. Beberapa sumber pencemar yang merupakan aktivitas alam seperti letusan gunung berapi dan angin ribut, memang sulit untuk dihindari. Ada beberapa parameter yang sering diukur sebagai parameter pencemaran dari limbah yang

didominasi oleh bahan organik, terutama jika limbah tersebut masuk ke dalam suatu badan air adalah:

Nilai pH

Nilai pH adalah derajat keasaman yang terdapat pada suatu media, baik itu air maupun tanah. Pada perairan yang menjadi tempat bermuaranya limbah cair industri, seperti limbah cair organik yang melimpah seringkali mengakibatkan nilai pH tersebut menurun. Penurunan pH dalam perairan pada prinsipnya dapat mengakibatkan berbagai hal, diantaranya akan mengganggu hidup dan kehidupan biota yang terdapat di dalamnya. Selain itu juga dapat menyebabkan penguraian karbonat dan hidroksida sehingga meningkatkan absorpsi kation logam dari sedimen. Oleh karena itu maka semakin rendah pH semakin banyak desorpsi logam, dan sedimen tinggi konsentrasi logam dalam perairan. Hal ini akan berakibat pada keadaan redoks air, dan mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dan ikan yang hidup di dalamnya (Fardiaz, 1992).

Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD atau kebutuhan oksigen biologis atau biological oxygen demand (BOD), merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik yang terdapat pada suatu media air pada suhu dan periode waklu tertentu. Oleh karena itu maka pengukuran BOD bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen yang diperlukan oleh bakteri (mikroba) guna menguraikan bahan organik dalam media cair tersebut, melalui penguraian secara aerobik atau dengan kata lain melalui proses oksidasi yang dilakukan oleh mikroorganisme yang terdapat pada media cair mengandung oksigen yang cukup.

Mengingat proses penguraian bahan organik yang dilakukan oleh bakteri secara aerobik, maka proses tersebut akan mampu menghabiskan oksigen terlarut, sehingga berdampak pada kematian biota dan menimbulkan bau yang tidak sedap seperti telur busuk, dan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik tersebut akan semakin meningkat jika berada pada suhu di atas 60°C.

Nilai BOD selain dipengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh pH media cair tersebut. Hal ini ada kaitannya dengan kehidupan mikroorganisme yang menguraikan bahan organik tersebut. Dalam hal ini karena organisme yang merombak bahan organik akan menyesuaikan diri pada pH 6,5 - 8,3. BOD merupakan indikator pencemaran organik. Oleh karena itu maka BOD merupakan indikator pencemaran organik yang

banyak digunakan untuk menilaikualitas suatu perairan atau menilai kualitas limbah cair atau untuk menilai kepekatan limbah. Nilai BOD juga dapat dimanfaatkan untuk merancang sistem penanganan limbah cair secara biologis yang didasarkan pada reaksi oksidasi.

Kimia Terlarut (COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau chemical oxygen demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi seluruh bahan organik secara kimiawi yang terdapat dalam suatu media cair, baik dalam ekosistem perairan maupun dalam limbah cair. Reaksi yang terjadi pada penentuan COD, bahan organik yang terdapat pada media cair tersebut dioksidasi dengan menggunakan K2Cr2O7 (kalium bichromat) sebagai sumber oksigennya, sehingga akhirnya akan terurai menjadi gas CO2 dan H2

Secara umum kebutuhan oksigen untuk keperluan penguraian bahan organik secara kimia, akan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan organik secara biologi. Hal ini terjadi karena bahan-bahan organik yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme, semuanya akan dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh selulosa, selulosa merupakan bahan yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit dioksidasi oleh mikroorganisme, namun melalui reaksi kimia, dapat diuraikan.

O serta sejumlah ion khrom. Pada media cair yang tercemar limbah organik pada umumnya dapat dicerminkan dari warna media cair tersebut. Dalam hal ini, sebelum berlangsung reaksi oksidasi pada umumnya media cair berwarna kuning, dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi berwarna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi limbah organik tersebut pada dasarnya seimbang dengan jumlah kalium bichromat yang digunakan. Dalam hal ini semakin banyak kalium bichromat yang digunakan pada reaksi oksidasi, identik dengan jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik tersebut.

2.10 Analisis Kebijakan

Menurut Widjajono (1999), analisis kebijakan adalah ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Menurut Vining et al. (1998), analisis kebijakan merupakan suatu nasehat yang berorientasi pada klien, yang relevan dengan kebijakan publik dan disampaikan dengan nilai-nilai sosial budaya. Namun demikian tidak semua nasehat berarti analisis kebijakan, sehingga untuk menentukan nasehat

tersebut merupakan kebijakan publik atau tidak, perlu dibuat lebih spesifik dan terkait dengan kebijakan publik. Analisis kebijakan juga sering diartikan sebagai ilmu seni dan keahlian. Oleh karena itu maka keberhasilan analisis kebijakan harus dapat mempergunakan keahlian dasar ke dalam perspektif yang realistik atas ketentuan-ketentuan dalam masyarakat.

Menurut Dwijowijoto (2003) pada dasarnya analisis kebijakan mencakup tiga hal utama yang saling kait mengkait, yaitu bagaimana merumuskan kebijakan, bagaimana mengimplementasikan kebijakan dan seperti apa evaluasi kebijakannya (setiap kebijakan dirumuskan untuk tujuan tertentu yaitu mengatur sistem yang sedang berjalan untuk mencapai tujuan <visi dan misi> bersama yang telah disepakati). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa analisis kebijakan adalah tindakan yang diperlukan dalam rangka pembuatan sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali atau kebijakan yang baru sebagai konsekuensi dari kebijakan yang ada.

Begitu pentingnya analisis kebijakan ini mengakibatkan pekerjaan analisis kebijakan menjadi suatu keharusan bagi perumus kebijakan, namun demikian pada implementasi kebijakan dan lingkungan kebijakan, analisis kebijakan tidak terlalu ditekankan lagi. Pada implementasi kebijakan dan lingkungan biasanya dilakukan evaluasi. Namun demikian, evaluasi kebijakan merupakan bagian dari analisis kebijakan yang lebih berkenaan dengan prosedur dan manfaat dari kebijakan. Meskipun analisa kebijakan lebih fokus kepada perumusan, namun setiap analisis kebijakan pasti akan mencakup evaluasi kebijakan. Hal ini disebabkan pada analisis kebijakan mencakup seluruh proses mulai dari proses awal kebijakan, yaitu menemukan isu kebijakan, menganalisa faktor pendukung kebijakan, implementasi kebijakan tersebut, peluang evaluasinya, serta juga mencakup kondisi lingkungan kebijakan.

Menurut Aminullah (2004) pada analisis kebijakan kita dituntun untuk menemukan langkah strategis yang nantinya akan mempengaruhi sistem. Ada dua pilihan skenario yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi kinerja sistem yaitu: (1) kebijakan fungsional, skenario dengan tindakan yang mempengaruhi fungsi dari unsur sistem tanpa merubah sistem; dan (2) kebijakan struktural, skenario dengan tindakan yang akan menghasilkan sistem yang berbeda.

Analisis kebijakan juga merupakan ilmu yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik. Produk analisis kebijakan adalah nasehat sehingga

seorang analis kebijakan hanyalah penasehat kebijakan bukan penentu kebijakan. Secara umum analisis kebijakan bertujuan untuk menganalisis dan mencari alternatif kebijakan yang dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan bagi penentu kebijakan. Oleh karena itu dalam persiapan analisis kebijakan, seorang analis kebijakan menurut Vining et al. (1998)perlu memperhatikan lima hal yaitu :

1. Analis perlu tahu bagaimana mengumpulkan, mengorganisasi dan berkomunikasi dalam situasi di mana terdapat batasan waktu dan akses kepada orang-orang.

2. Analis perlu mempunyai prespektif untuk melihat masalah-masalah sosial budaya dalam konteksnya.

3. Analis perlu memiliki kemampuan teknik agar dapat memprediksi dengan baik dan mengevaluasi alternatif kebijakan dengan percaya diri.

4. Analis perlu mempunyai pemahaman perilaku organisasi dan politik agar supaya dapat memprediksi kemungkinan pengaruh dan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. 5. Analis perlu mempunyai rambu-rambu etika bahwa secara ekplisit

bertanggungjawab kepada klien.

Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah pekerjaan intelektual memilah dan mengelompokkan upaya atau untuk memperoleh pengetahuan tentang cara-cara yang strategis dalam mempengaruhi sistem, sehingga akan mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam sistem dinamis untuk menyederhanakan sistem dalam analisis kebijakan pada umumnya digunakan simulasi model. Ada dua tahap simulasi model untuk analisis kebijakan yaitu: (1) pengembangan kebijakan alternatif, yaitu suatu proses berpikir kreatif untuk menciptakan ide-ide baru tentang tindakan yang diperlukan dalam rangka mempengaruhi sistem untuk mencapai tujuan, baik dengan cara merubah model maupun tanpa merubah model; dan (2) analisis kebijakan alternatif, suatu upaya untuk menentukan alternatif kebijakan yang terbaik dengan mempertimbangkan perubahan sistem serta perubahan lingkungan ke depan.

Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan meminjam tidak hanya ilmu sosial budaya dan perilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika dan berbagai macam cabang analisis sistem dan matematika terapan. Analisis kebijakan dapat diharapkan untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan: (1) nilai yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah

teratasi, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai, dan (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.

Analisis kebijakan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk mengetahui apa yang sesungguhnya dilakukan pemerintah, mengapa mereka melakukan hal tersebut dan apa yang menyebabkan mereka melakukannya dengan cara yang berbeda-beda. Analisis kebijakan merupakan suatu proses pencarian kebenaran yang bermuara pada penggambaran dan penjelasan mengenai sebab-sebab dan akibat dari tindakan pemerintah.

Secara umum kita mengenal tiga jenis analisis kebijakan, yaitu: (1) analisis prospektif, (2) analisis retrospektif, dan (3) analisis terintegrasi (Dunn, 1994). Analisis prospektif merupakan analisis kebijakan yang terkait dengan produksi dan transformasi informasi sebelum tindakan kebijakan dilakukan. Analisis retrospektif, sebaliknya berkaitan dengan produksi dan transformasi informal setelah tindakan kebijakan dilakukan. Sedangkan analisis terintegrasi adalah analisis kebijakan yang secara utuh mengkaji seluruh daur kebijakan dengan menggabungkan analisis prospektif dan retrospektif.

2.11 Model

Menurut Manetsch and Park (1997) model adalah penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata (riil), sehingga untuk aspek-aspek tertentu, model akan bertindak seperti dunia nyata. Oleh karena itu maka model yang baik akan memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan akan meminimalkan perilaku yang tidak signifikan dari sistem yang dimodelkan.

Menurut Forrester (1968), model adalah pengganti dari suatu obyek atau sistem. Pemodelan adalah suatu gugus aktivitas pembuatan model. Jorgensen (1988), menyatakan model adalah pernyataan formal dari suatu sistem yang terdiri atas parameter penting suatu permasalahan dalam istilah fisik atau matematis. Pemodelan adalah proses membangun suatu sistem nyata dalam suatu bahasa tertentu misalnya dalam bahasa matematik (Forrester, 1980)

Murdick et al. (1984) dan Simatupang (1995) mengemukakan bahwa model sebagai suatu representasi atau formalisasi interaksi berbagai proses yang terjadi dalam suatu sistem nyata. Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung yang dijadikan

perhatian dan dipermasalahkan. Model juga dapat digunakan untuk keperluan optimasi, dimana suatu kriteria model dioptimalkan terhadap input atau struktur sistem alternatif. Karena itu, model dapat dibangun dengan basis data (data base) atau basis pengetahuan (knowledge base) (Eriyatno, 2003).

Dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan konsep model simulasi. Penggunaan simulasi, akan mengakibatkan model mengkomputasikan jalur waktu dari variabel model untuk tujuan tertentu dari input sistem dan parameter model. Oleh karena itu maka model simulasi akan dapat memprediksi dunia riil yang kompleks.

Model dan manipulasinya melalui proses simulasi adalah alat yang sangat bermanfaat dalam sistem analisis. Model dapat digunakan sebagai representasi sebuah sistem yang sedang dikerjakan atau menganalisis sistem yang sudah dilakukan. Adanya penggunaan model akan dihasilkan desain atau keputusan operasional dalam waktu yang singkat dan biaya yang murah (Blanchord dan Fabrycky, 1981).

Dalam pelaksanaan simulasi, model mempunyai peranan yang penting, dan bermanfaat untuk mengkaji suatu sistem yang kompleks. Model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia nyata dalam hal-hal tertentu. Suatu model yang baik akan menggambarkan dengan baik segi tertentu yang penting dari perilaku dunia nyata (Manetsch et al. 1977). Berdasarkan berbagai pendapat tersebut diatas, maka model secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk peniruan dan penyederhanaan dari suatu gejala, proses atau benda dalam skala yang lebih kecil skalanya.

Menurut Muhammadi et al. (2001), pemahaman struktur dan perilaku sistem akan membantu dalam pembentukan model dinamika kuantitatif formal, dengan menggunakan diagram sebab akibat (causal loop) dan diagram alir (flow chart). Diagram sebab akibat akan dipergunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model yang ada dalam software atau program untuk analisis sistem, sehingga setelah dilakukan analisis akan didapatkan kesimpulan dan kebijakan apa yang harus dilaksanakan. Selanjutnya dikatakan bahwa tahapan-tahapan untuk melakukan simulasi model adalah sebagai berikut :

1. Penyusunan konsep: pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel-variabel yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel-variabel tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan, dan saling berketergantungan. Kondisi ini

dijadikan sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan disimulasikan.

2. Pembuatan model: gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus. 3. Simulasi: simulasi dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada

model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model.

4. Validasi hasil simulasi: validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan,