• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH HAKIM

B. Analisis Kasus

3. Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Agung

204

Soedarjo, “Jaksa san Hakim Dalam Proses Pidana,” (Jakarta: Penerbit Akademi Pressindo, 1985), hal. 58

Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Prancis, kata asalnya adalah

casser yang artinya “memecah”. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan.205 Kasasi dalam bahasa Belanda disebut cassatie

yaitu pembatalan putusan pengadilan bawahan (yang telah dijatuhkan) pembatalan mana oleh Mahkamah Agung dengan dasar: (a) transgression yaitu melampaui batas kewenangan; (b) misjudge yaitu salah menerapkan atau melanggar peraturan hukum yang berlaku, dan (c) negligent yaitu adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh suatu ketentuan undang-undang yang mengancam kelalaian itu dengan membatalkan putusan.206

Kasasi secara tegas di atur dalam KUHAP Pasal 244 yang berbunyi “ terhdap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, tedakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas207

205

Andi Hamzah II, Op,Cit, hal. 274

itu berarti terhadap seluruh putusan Mahkamah Agung dapat dimohonkan Pemeriksaan Kasasi.

206

Yan Pramady Puspa, Op.cit,hal.194

207

Menurut rumusan pasal 191 Ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa; jika pengadilan berpendapat bahwa dari pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa dpitus bebas” itu berarti bahwa putusan bebas diberikan jika sautu tindak pidana benar dilakukan seseorang tetapi dia tidak memilki kesalahan terhadap perbuatan itu. Dalam prakteknya jika seseorang didakwa melakukan suatu tindak pidana tetapi didepan pemeriksaan persidangan perbuatan yang didakwaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh terdakwa maka terdakwa akan diputus bebas. Secara doktrin, tulis M. Hamdan” putusan bebas adalah putusan yang menyangkut tentang sifat melawan hukum perbuatan pelaku./terdakwa yang dihapuskan/ dihilangkan, atau mengenai unsur pidananya (jadi dalam hal ini adalah sebagai unsur objektif) yang dihapuskan” lihat M Hamdan, Alasan Pengahapusan Pidan; teori dan studi kasus ,(Bandung: PT. Refika Aditama,2012) hal.33-34

Tenggang waktu mengajukan upaya hukum kasasi yaitu 14 (empat belas) hari kalender sejak putusan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan208 dan wajib menyerahkan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal diajukannya permohonan kasasi.209 Tujuan utama upaya hukum kasasi antara lain adalah Pertama, koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan yang didalamnya terkandung untuk memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum dan atau pengadilan melampaui batas

wewenang; kedua, menciptakan dan membentuk hukum baru dalam hal ini

misalnya membentuk yurispundensi atau guna mengisi kekosongan hukum maupun dalam rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan undang-undang sesuai denga elastisitas pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan

kesadaran masyarakat, dan ketiga, pengawasan terciptanya keseragaman

penerapan hukum (unified legal frame work dan unified legal opinion).210

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan

tidak sebagaimana mestinya.

Tujuan pemeriksaan kasasi ditegaskan dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP yaitu: “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan Oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana di maksud dalam pasal 244 dan pasal 248 guna menentukan”:

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

undang-undang.

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenang.

208

Lihat Pasal 245 ayat (1) KUHAP

209

Lihat Pasal 248 ayat (1) KUHAP

210

Pemeriksaan kasasi merupakan wewenang Mahkamah Agung sebagai peradilan judex juris yaitu pengadilan yang mengadili penerapan hukum yang dilakukan oleh judex factiei, sedangkan judex factie adalah pengadilan yang mengadili fakta-fakta hukum yang kewenangan ini dipegang oleh pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding.

Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP yang menegaskan permohonan kasasi harus di sampaikan di kepaniteraan pengadilan tingkat pertama yang memutuskan perkaranya dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan diberitahukan dihubungkan dengan ketentuan pasal 248 KUHAP yang menegaskan bahwa Memori Kasasi wajib diberitahukan dalam 14 hari sejak permohonan kasasi di ajukan, berarti permohonan kasasi terdakwa dalam perkara ini formil dapat diterima.

a. Memori Kasasi Terdakwa

Mengingat akan Akta tentang Permohonan Kasasi No. 1286/Pid.B/2011/PN-LP jo No. 50/Pid/PT-MDN yang dibuat oleh Wakil Panitera pada pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang menerangkan, bahwa pada tanggal 19 Maret 2012, Jaksa/ Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam telah mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut.

Memperhatikan memori kasasi bertanggal 02 April 2012 dari Jaksa Penuntut Umum sebagai permohonan Kasasi yang diterima di KepaniteraanPengadilan Negeri Lubuk Pakam pada tanggal 02 april 2012. Memori kasasi atau dalam praktik disebut juga risalah kasasi adalah uraian yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dimintakan kasasi yang dapat

berisi uraian tentang kesalahan penerapan hukum atau cara mengadili tidak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang atau karena pengadilan melampaui batas wewenangnya sebagaimana ditentukan secara limitatif dalam pasal 253 ayat 1

b. Pemeriksaan dalam Mahkamah Agung

Pasal 253 ayat (1) huruf b KUHAP menentukan bahwa pemeriksaan dalam tingkat kasasi berwenang untuk memeriksa tentang apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. Tata cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. Pasal 244 KUHAP menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada mahkamah agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada mahkamah agung kecuali terhadap putusan bebas, maka terhadap putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 50/Pid/2012/PT.MDN tanggal 01 Maret 2012 tersebut dapat diajukan permintaan untuk diperiksa dalam tingkat kasasi.

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi /Jaksa/Penuntut Umum pada umumnya adalah sebagai berikut:211

1. Bahwa Judex Factie (Pengadilan Tinggi) keliru dan salah melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van recthsvelvolging) karena Judex Factie telah keliru dengan mengkualifikasi perbuatan terdakwa yang didakwaan kesatu bukan sebagai tindak pidana melainkan sebagai perbuatan perdata hanya dengan alasan bahwa di antara Terdakwa dan Saksi korban terdapat hubungan pacaran/ kekasih atau setidak-tidaknya pengadilan tinggi telah tidak menerapkan hukum atau telah menerapkan hukum sebagaimana mestinya atau melampaui batas kewenangan.

211

Alasan –alasan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum telah dianalsis oleh peneliti sehingga tidak sesuai dengan aslinya.

2. Apabila seandainyapun benar (quod non) ada hubungan pacaran tidak dapat melawan unsur hukum materiil (materiil wederrechtlijkheid) dalam perbuatan terdakwa, serta tidak dapat pula dijadikan sebagai

alasan peniadaan hukuman (straft uitsluitingsgronden) terhadap

perbuatan terdakwa yang oleh Jaksa Penuntut Umum didakwakan dalam dakwaan kesatu sebagai tindak pidana melanggar Pasal 378 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

3. Unsur melawan hukum materiil dalam perbuatan terdakwa pada

dakwaan kesatu telah terbukti ketika perbuatan tersebut memdapat keuntungan yang sangat besar dan sebaliknya saksi korban telah mengalami kerugian yang sangat besar pula.

4. Keuntungan dalam jumlah yang sangat tidak wajar yang diperoleh

terdakwa dari saksi korban dengan cara melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu tersebut, yang sebaliknya telah mengakibatkan kerugian bagi saksi korban merupakan fakta hukum yang membuktikan bahwa perbuatan terdakwa tersebut adalah perbuatan pidana penipuan.

5. Bahwa pengadilan putusan pengadilan tinggi tersebut harus dibatalkan dan tidak dapat dipertahankan lagi karena terdapat kontradiksi (pertengan) atau setidak-tidaknya telah terjadi inkonsisten dalam penerapan hukum.

6. Bahwa karena perbuatan Terdakwa dalam dakwaan Kesatu adalah

perbuatan pidana yang melanggar Pasal 378 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, perbuatan terebut dimaksudkan Terdakwa untuk memperkaya (menguntungkan) diri sendiri atau orang lain dan terdakwa telah mendapat ke untungan (uang) sejumlah Rp.7.000.000.000,- (tujuh rupiah) dari melakukan perbuatan pidana dimaksud, dimana uang diperoleh Terdakwa secara tidak sah tersebut telah dipergunakan untuk membeli tanah di jalan Menteng VII gang sepakat No. 2 Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Kotamadya Medan seluas 377 M2 dan untuk keperluan lainnya.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa: 212

212

Alasan-alasan Mahkamah Agung tidak sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung.

Bahwa Pengadilan Tinggi salah mengkontruksikan fakta persidangan, yaitu bahwa figur orang yang bernama dokter Silvi Lorenza sesungguhnya tidak pernah ada orangnya dan semata hanya karangan terdakwa denga berdasarkan fakta sebagaimana disebutkan oleh saksi-saksi.

Sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan yaitu:

a. Hal yang memberatkan:

1. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.

2. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.

3. Terdakwa tidak merasa bersalah.

b. Hal yang meringankan:

1. Terdakwa belum pernah dihukum.

Putusan Pengadilan Tinggi yang menyatakan terdakwa “lepas dari segala

tuntutan hukum” (Ontslag van rechtvervolging) telah keliru dan salah

menerapakkan hukum melepaskan terdakwa Lenni Damayanti Br Manalu dengan alasan:

1. Terdakwa dan saksi korban terdapat hubungan pacaran/ kekasih. Atau

setidaknya Pengadilan Tinggi telah menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dan /atau melampaui batas kewenangannya karena telah menggunakan hubungan pacaran kekasih. Seandainyapun benar ada hubungan pacaran, maka bukan alasan untuk meniadakan atau penghapusan hukuman (straft uitsluitinggronden) karena :

a. Hubungan pacaran bukan termasuk alasan peniadaan hukuman yang

berlaku secara umum terhadap seluruh tindak pidana sebagaimana tersebut dalam buku ke 1 Bad III Pasal 44, pasal 48, pasal 49 ayat (1) dan (2), pasal 50, pasal 51 ayat (1) dan (2), dan Bab V Pasal 59 KUHP.

b. Hubungan pacaran diantara terdakwa dan saksi korban bukan juga termasuk peniadaan hukuman yang secara khusus dapat diterapakan terhadap tindak pidana penipuan (vide Pasal 378 KUHP) sebagaimana ditentukan dalam pasal 367 KUHP yang menyangkut sebagai berikut:

1) Pasal 394 KUHP “ ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-

kejahatan yang diterangkan dalam bab ini, kecuali bagi kejahatan yang diterangkan dalam (ayat kedua dari pasal 393 bis itu) sekedar kejahatan itu dilakukan mengenai keterangan tentang gugat bercerai atau gugat membebaskan laki/istri pada kwewajiban tinggal serumah.

2) Pasal 367 ayat (1) KUHP: “jika pembuat atau pembantu salah satu

kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (istri) orang yang kena kejatahan itu, yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu itu tidak dapat dapat dituntut hukuman”

2. Pengadilan Tinggi keliru dan salah dalam pertimbangan hukum

Putusannya yang menyatakan bahwa Terdakwa ketika diperiksa oleh Penyidik Polres Deli Serdang tidak didampingi Penasehat Hukum, karena yang sebenarnya Terdakwa ketika diperiksa didampingi Penasehat Hukum atas nama Iwan Yusri, SH.

3. Pengadilan Tinggi keliru dan salah dalam pertimbangkan hukum

putusannya dengan mempertimbangkan atau tidaknya unsur paksaan dalam dakwaan kesatu yang dikutip sebagai berikut:” Menimbang, bahwa dengan demikian perbuatann hukum yang dilakukan terdakwa menerima pemberian dari saksi korban yang dijadikan landasan atau dasar oleh Penuntut Umum dalam mengajukan dakwaan dan tuntutan

pidana terhadap Terdakwa. Menurut Judex Facti adalah yang

merupakan hubungan keperdataan, yang secara diam-diam dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Dengan demikian Pengadilan Tinggi tersebut jelas mengada-ada karena dalam unsur delik pada Pasal 378 KUHP tidak ada unsur paksaan, namum yang ada adalah unsur membujuk orang untuk menyerahkan sesuatu barang. Hai ini merupakan kekeliruan yang nyata telah dilakukan oleh Pengadilan Tinggi yang kemudian berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa dalam dakwaan Kesatu bukan tindak pidana karena tidak ada unsur paksaan, padahal sebenarnya memang dalam unsur delik Pasal 378 KUHP tidak ada unsur paksaan melainkan unsur membujuk orang.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 50/PID/2012/PT.MDN. tanggal 01 Maret 2012 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tanggal 19 Desember 2011 No. 1286/Pd.B/2011/PN.LP. harus dibatalkan dan Mahakamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut dengan amar putusan sebagai berikut;213

1. Menyatakan terdakwa Lenny Damayanti Br Manalu telah terbukti

secara sah dan meyakinkan besalah melakukan tindak pidana “Penipuan dan Pencucian Uang yang dilakukan secara Berlanjut.

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan Pidana

penjara selama 9 (sembilan) Tahun dan denda sebesar Rp.5.000.00.000,- (lima miliyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

3. Menetapkan bahwa lama pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa

dikurangkan seluruhnya dengan masa tahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa;

4. Menyatakan barang bukti berupa:

213

Amar putusan ini dikutip sesuai dengan redaksi aslinya dalam putusan Mahkamah Agung Nomor. 1329 K/Pid/2012.

1. 1 (satu) kalung dan mainan salib mata putih ditaksir emas (17) seberat 13,48 gram.

2. 1 (satu) kalung plitir ditaksir emas (15) seberat 4,84 gram.

3. 1 (satu) cincin setengah ukir mata putih ditaksir emas (15) seberat 4,84 gram.

4. 1 (satu) cincin mata putih ditaksir emas (14) seberat 4,32 gram.

5. 1 (satu) gelang rantai kosong ditaksir emas (17) seberat 15,50

gram.

6. 1 (satu) gelang roll setengah ukir mata putih ditaksir emas (15) seberat 14,48 gram.

7. 1 (satu) handphone merek nokia.

8. 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Supra Fit warna hitam

tahun pembuatan 2007 dengan nomor polisi BK.2940-UW, berikut BPKP danb Kunci kontaknya atas nama Lenny Damayanti Br Manalu.

9. 1 (satu) buku tabungan Simpedes BRI dengan saldo Rp.12.351.311

(dua belas juta tiga ratus lima puluh satu ribu tiga ratus sebelas rupiah).

10.1 (satu) buah kartu kredit BRI Card.

11.1 (satu) unit mobil merk Daihatsu Xenia warna silver metalik tahun pembuatan 2007 dengan nomor Polisi BK.1651-HP, berikut BPKP dan kunci kontaknya atas nama Drs. Edison Manalu.

12.1 (satu) bidang tanah yang terletak di jalan Menteng VII Gang Sepakat Nomor 02 Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, Kotamadya Medan seluas 377M2, sesuai dengan akta Pelepasan hak atas tanah dengarganti rugi nomor 02 tanggal 16 juli 2010 yang dibuat oleh notaris Ida Mariani, SH, atas nama Drs. Edison Manalu, 1 (satu) sepeda gunung merk Win Cycle, 1 (satu) unitt TV Flat Merk LG 32 inci, 1 (satu) unit Dispenser merk sanken, 1 (satu) dispenser Merk Miyako ditambah satu buah galon, 1 (satu) unit kulkas merk uchida, 1 (satu) unit kulkas Box merk Sharp, 1 (satu) unit Magic Com merk Young Ma, 1 (satu) lembar bon faktur pembelian dispenser merk Miyako tertanggal 25 oktober 2010 berikut kartu garansinya;

5. Membebankan kepada Termohon Kasasi/ Terdakwa untuk membayar

biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat Kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus ribu rupiah);

Putusan Mahkamah Agung ini adalah sebuah putusan yang sangat bijaksana dan mencerminkan keadilan, karena pertimbangan hukumnya tidak hanya didasarkan pemenuhan unsur-unsur yuridis tetapi sekaligus memperhatikan

fakta-fakta yang menjadi kausalitas tindak pidana yang terjadi. Tampak disini

bahwa Mahkamah Agung telah melompat dari paradigma supremasi hukum (law

supremacy) kepada supremasi keadilan (justice supremacy) sebagai tujuan dari hukum.214

Mahkamah Agung Membenarkan Pertimbangan Hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Perihal Keterbuktian Unsur-unsur Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Jo pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010, jo pasal 64 KUHP.

Berdasarkan pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung dalam putusan perkara Nomor: 1329 K/Pid. 2012. Majelis Mahkamah Agung menjatuhkan putusan yang intinya tetap menguatkan putusan dari Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yaitu menyatakan terdakwa Lenni Damayanti Br Manalu telah terbukti melanggar Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 jo Pasal 64 ayat (1). “ Tindak Pidana Penipuan dan Pencucian Uang Yang Dilakukan Secara berlanjut”. Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 9 (sembilan) dan denda sebesar Rp.5.000.000.000,- (lima miliyar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan dan menyatakan barang bukti dikembalikan kepada saksi korban.

Majelis Hakim Mahkamah Agung berkeyakinan bahwa Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tidak melampaui batas wewenang, tidak salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku dan tidak lalai memenuhi syarat-syarat yang

214

Romli Atmasasmita menulis bahwa tujuan keadilan sesungguhnya tujuan terjauh dari hukum, berbeda dengan ketertiban yang merupakan tujuan terdekat dari hukum setelah kepastian hukum. Lihat Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif: Rekontruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, (Yogyakarta: Genta Publising,2012), hal. 24

diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Majelis hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan kasasi dalam memori kasasi semata-mata karena penilaian pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak tunduk terhadap pemeriksaan kasasi, karena hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum yang tidak diterapkan suatu peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Atau cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang berbunyi.215

1. Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah

Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 244 dan pasal 248 guna menentukan:

a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan tidak

sebagaimana mestinya.

b) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan Undang-undang.

c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas

wewenangnya.

2. Pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat 1 (satu) dilakukan

denga sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita

215

acara pemeriksaan disidang, semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan denga perkara itu beserta putusan pengadilan tingkat pertama dan atau tingkat terakhir.

3. Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana

tersebut pada ayat 1 (satu) , Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 (dua) untuk mendengar mereka, dengan cara pemanggilan yang sama.

4. Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Mahkamah

Agung sejak diajukannya permohonan kasasi.

5. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara kasasi

sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Mahkamah Agung wajib mempelajarinya untuk ditetapkan apak terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa. Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam empat belas hari, sejak penetapan penahanan Mahkamah Agung wajib memeriksa perkara tersebut.

Mahkamah Agung berpendapat bahwa pembuktian yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sehingga kesalahan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan, dimana tindak pidana”

penipuan dan pencucian uang yang dilakukan secara berlanjut”, telah terjadi dan terdakwalah pelakunya.

Terdakwa adalah sebagai subjek hukum yang cakap bertindak, memiliki kecerdasan normal (intellectual factor) dan kehedank bebas (volitional factor) dalam melakukan penipuan secara sengaja dan tidak ada alasan pemaaf dan pembenar216

Hukum pidana diharapkan harus mampu mendorong setiap orang untuk tidak menjadi stimulator (perangsang) terjadinya tindak pidana. Hukum pidana tidak seharusnya dibiarkan bekerja sendirian untuk mencapai ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi harus mendapat uluran tangan yang tulus dari setiap orang dengan cara menghindar secara maksimal menjadi korban. Pada era

hyper technology sekarang ini penerapan hukum harus berpijak tidak hanya pada ruang yuridis, tetapi juga pada ruang sosial bahkan cyber/ maya, yang tanpanya

penerapan hukum yang ada akan berada pada posisi absence of justice

(tumbangnya keadilan) sehingga hukum tidak lagi berada tempatnya berupa ius

quia iustum (hukum itu karena adil) hukum tegas Plato

untuk itu maka diri terdakwa ada kesalahan sehingga patut untuk dijatuhi pidana.

217

adalah instrument untuk mengakibatkan keadilan di tangah situasi ketidakadilan.

216

Alasan pemaaf adalah alasan-alasan yang mengahapuskan kesalahan dari sipelaku/terdakwa dalam arti kata orang pelaku/ terdakwa tidak pantas di cela atau disalahkan atas perbuatannya. Sedangkan alasan pembenar adalah alasan yang mengahapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan dalam arti kata perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dan tidak tercela. Lihat M Hamdan, Op.Cit, hal. 30-31

217

Dokumen terkait