• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH HAKIM

B. Analisis Kasus

1. Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri

Berdasarkan alat-alat bukti yang terungkap dipersidangan yaitu dari keterangan saksi korban, saksi ahli serta keterangan terdakwa, hakim judex factie ( hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam) menyatakan terdakwa bersalah, hakim

Pengadilan Tinggi Medan menyatakan terdakwa bebas sedangakan judex jurix

(hakim Mahkamah Agung) menyatakan bahwa perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 8 Tahun 2010 Pasal 3.

1. Analisis di Tinjau dari Konsep Pembuktian

Pembuktian pada dasarnya mengarah kepada Pertimbangan hukum dari pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Pengadilan Negeri Lubuk Pakam telah menyatakan dalam pertimbangan hukumnya yang mengacu kepada pembuktian sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP ayat (1) yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Selanjutnya pasal 183 menyebutkan “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah

yang bersalah melakukannya181

1) Unsur subjektif :

. Berdasarkan teori pembuktian sebagaimana disebutkan diatas terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dimana perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dari pasal 378 KUHP, yaitu:

a. Dengan maksud atau met het oogmerk

b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain c. secara melawan hukum atau wederrechtelijk

2) unsur-unsur objektif :

a. Barangsiapa

b. Menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut :

1) Menyerahkan suatu benda

2) Mengadakan suatu perikatan utang

3) Meniadakan suatu piutang

c. Dengan memakai :

1) Sebuah nama palsu

2) Kedudukan palsu

3) Tipu muslihat

4) Rangkaian kata-kata bohong

Berdasarkan ajaran teori penting terkait dengan pembuktian182

5. Teori Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief Wettelijke Bewijs Theori)

adalah sebagai berikut:

Teori ini mengajarkan bahwa membuktikan sesuatu didasarkan semata– mata alat-alat pembuktian yang telah ditentukan oleh undang-undang tanpa membuka ruang pada keyakinan hakim. Alat bukti yangg telah ditentukan olehh undang–undang dalam teori ini bersifat mengikat dan menentukan secara absolut serta independen dalam membuktikan kebenaran sesuatu.

181

M. Hamdan, Alasan Penghapusan Pidana Teori dan Praktek, (Bandung, PT.Rafika Aditama, 2012), hal. 44

182

Beberapa literatur/ buku saling mempertukarkan istialh teori pembuktian atau sistem pembuktian. Andi Hamzah misalnya dalam bukunya Pengantar Acara hukum pidana Indonesia

6. Teori Pembuktian menurut Undang-undang secara negatif (negatif Wettelijke Bewijs theori)

Sistem pembuktian undang-undang secara negatif ini adalah sebuah sistem pembuktian yang mengajarkan bahwa pembuktian harus didasarkan atas alat-alat bukti yang telah ditentukan dalam undang-undang diikuti oleh keyakinan hakim. Jadi alat buktilah yang harus terlebih dahulu ada (didepan) baru memunculkan keyakinan hakim bukan sebaliknya (dibelakang). Keyakinan hakim yang dimaksud disini adalah kayakinan yang timbul berdasarkan alat-alat bukti yang ada, jadi keyakinan itu haruslah berkorelasi dengan alat-alat bukti. Sistem pembuktian ini dengan demikian merupakan gabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian keyakinan hakim (conviction in time).

Sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara pidana indonesia berdasarkan ketentuan KUHAP adalah sistem pembuktian berdasarkan undang-undang negatif, hal ini dapat diketahui dari rumusan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terhadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Senada dengan itu Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pada pasal 6 ayat (2) dinyatakan:”Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan

bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

Berkaitan dengan teori pembuktian yang disebutkan diatas, jika dilihat

berdasarkan studi putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.

1286/Pid.B/2011/PN.LP, bahwa hakim memutus perkara dengan menggunakan

teori pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief Wettelijke

Bewijs Theori) dan Teori Pembuktian menurut Undang-undang secara negatif (negatif Wettelijke Bewijs theori).

Akibat perbuatan terdakwa tersebut melakukan suatu penipuan telah mengakibat kerugian terhadap saksi korban sebesar ± Rp. 7.000.000.000,- (tujuh miliyar rupiah), dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Unsur pasal 3 yaitu :

“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini, juga dirinci jenis-jenis tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 atau pasal 4 undang-undang dimaksud, yang rinciannya hampir sama dengan rincian yang terdapat dalam pasal

2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, dengan penambahan tindak pidana kepabeanan dan tindak pidana cukai, serta perubahan tindak pidana kelautan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 menjadi tindak pidana kelautan dan perikanan, sementara tindak pidana penyelundupan barang yang semula terdapat dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, tidak terdapat lagi dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tersebut.

Jenis-jenis tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan yang disebut sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang Nomor 25 Tahun 2003 mau pun dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 2010 itu, dikenal dengan sebutan : “tindak pidana asal”

(predicate crime). Pencucian uang adalah tindak pidana ikutan (underlying crime)

dari tindak pidana asal (predicate crime). Tindak pidana asal akan menjadi dasar apakah suatu transaksi dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang.

a. Perbuatan Melawan Hukum

Hoffman menerangkan bahwa untuk adanya suatu perbuatan melawan hukum harus dipenuhi empat unsur yaitu:

1) Er moet enn daad zijn verricht (harus ada yang melakukan perbuatan) 2) Die daad moet onrechtmatig zijn (perbuatan itu harus melawan

hukum)

3) Die daad moet aan enn ander schade heb bentoege bracht (perbuatan itu harus menimbulkan kerugian bagi orang lain)

4) De daad moet aan cshuld zijn te weten (kesalahan itu karna yang ditimpakan kepadanya).183

183

S.R Sianturi, Asas-asas Pidana Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni Ahaem Petehaem, 1996), hal. 244

Sejalan dengan Hoffman, Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa syarat-syarat yang harus ada untuk menentukan suatu perbuatan itu sebagai perbuatan melewan hukum adalah sebagai berikut:

1) Harus ada perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang

bersifat positif maupun negatif artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat.

2) Perbuatan itu harus melawan hukum.

3) Ada kerugian

4) Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu

dengan kerugian; 5) Ada kesalahan

Berkaitan dengan perbuatan melawan hukum, jika dilihat berdasarkan studi putusan PengadilanNegeri Lubuk Pakam No. 1286/Pid.B/2011/PN.LP. Perbuatan Terdakwa Lenni Damayanti Br Manalu telah memenuhi syarat dan mengikuti prosedur yang disyaratkan oleh Pasal 378 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

b. Teori Kesalahan

Dalam teori kesalahan dipidananya seseorang tidaklah cukup hanya dengan melakukan perbuatan melawan hukum, tetapi harus ada juga kesahalan atau bersalah. (subjective guilt). Kesalahan terdiri dari beberap unsur yaitu:184

1) Adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipembuat (Schuldfahigkeit

atau Zurehnungsfahigkeit): artinya keadaan jiwa sipembuat harus normal.

2) Hubungan batin antara sipembuat dengan perbuatannya berupa

kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa): ini disebut bentuk-bentuk kesengajaan.

3) Tidak ada alasan yang menghapuskan kesalahan atau tindak ada alasan

pemaaf.

184

Pengertian kesalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari berbagai perspektif seperti filsafat agama dan hukum pidana. Dalam kesalahan selalu ditemukan ketercelaan tertentu yang umumnya diungkapkan dalam kata salah atau lalai. Kesalahan secara umum tidak memperhatikan mengapa sepelaku melakukan perbuatannya, akan tetapi lebih memperhatikan perbuatan yang dilakukan atau akibat yang ditimbulkan dari pelaku. Sedangkan menurut S.R. Sianturi, Kesalahan secara umum diartikan sebagai berikut:185

1) Mengatakan yang tidak benar

2) Menyatakan ketercelaan

3) Melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak denga suatu kehendak mengenai kelanjutan perbuatannya atau akibat. Misal; seorang yang melempari buah dipohon tapi kemudian terkena kaca jendala rumah. Untuk itu ia mengatakan itu adalah salah saya.

4) Melakukan suatu tindakan/ perbuatan terlarang sesuai dengan

kehendaknya atau akibatnya itu diikutinya, misal; sengaja mencuri, sengaja membunuh.

Berdasarkan uraian diatas, dihubungkan dengan studi putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1286/Pid.B/PN.LP, bahwa elemen kesalahan dapat dilihat dari perbuatan tindak pidana terdakwa Lenni Damayanti Br Manalu yaitu melakukan penipuan terhadap saksi korban Henry Dumanter Tampubolon, dimana perbuatan terdakwa telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan akibat perbuatannya merugikan orang lain. Perbuatan terdakwa telah melakukan kesalahan dengan kesengajaan.

Melihat pada sifatnya, pengertian kesengajaan seperti ini disebut kleurlose begrip yaitu suatu kesengajaan yang tidak mempunyai sifat tertentu. Artinya suatu kesengajaan yang tidak mempunyai sifat tertentu. Artinya untuk membuktikan

185

seseorang melakukan tindak pidana cukuplah dengan membuktikan adanya hubungan yang erat antara kejiwaan pelaku dengan tindakannya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesengajaan salah satu bentuk kesalahan pidana memiliki unsur yaitu:186

1) Berupa tindakan dilarang.

2) Adanya akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya larangan tersebut. 3) Bahwa tindakan tersebut melanggar.

Elemen kesengajaan yang dilakukan terdakwa Lenni Damayanti Br Manalu, yaitu dengan sengaja melakukan tindak pidana penipuan terhadap saksi Korban Henry Dumanter Tampubolon merupakan perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Kemampuan bertanggungjawab

Kemampuan bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarheid) KUHP tidak

memberikan perumusan dan hanya ditemukan dalam Memorie van Toelichting

(Mvt) secara negatif yang menyebutkan mengenai pengertian kemampuan bertanggungjawab, yaitu tidak ada kemampuan bertanggungjawab pada sipembuat. Mvt hanya melihat dua hal orang dapat menerima adanya

ontoerekeningsvatbaarheid (tidak ada kemampuan bertanggungjawab) yaitu: 1) Dalam hal pembuat tidak diberi kemerdekaan memilih antara berbuat atau

tidak berbuat apa yang oleh undang-undang dilarang atau diperintah, dengan kata lain dalam hal perbuatan yang dipaksa.

186

2) Dalam suatu keadaan tertentu sehingga ia tidak dapat menginsyafkan bahwa perbuatannya dengan hukum dan ia tidak mengerti akibat perbuatannya itu, misalnya gila.187

Arti kemampuan bertanggungjawab sangat bergantung kepada ilmu pengetahuan, mengingat sulitnya sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya. Kemampuan bertanggungjawab itu didasarkan pada suatu keadaan dan kemampuan jiwa (verdelijke vermopgens) orang tersebut.188

1) Ia mampu mengetahui dan menyadari bahwa perbuatannya bertentangan

denga hukum.

Seseorang mampu bertanggungjawab jika jiwanya sehat, yaitu apabila:

2) Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.189 Dihubungkan dengan studi Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1286/Pid.B/2011/PN.LP. komponen bertanggungjawab dapat dilihat dari diri terdakwa Lenni Damayanti Br Manalu berusia 29 tahun memiliki jiwa (batin) yang sehat dan tidak terdapat kondisi-kondisi yang memaafkan, yang oleh orang lain dapat maklumi kenapa ia melakukan tindak pidana tersebut. Dengan kata lain tiada alasan yang meniadakan pemidanaan terhadap pelaku, yang dikenal denagan sebagai dasar pengahapus pidana meliputi alasan pemaaf atau pembenar. Oleh karena itu, perbuatan terdakwa Lenny Damayanti Br Manalu dapat diberikan pemidanaan atas perbuatan yang dilakukannya.

2. Analisis Pertimbangan Hakim

187

E. Utrecht, Hukum Pidana II, (Jakarta: Penerbit Universita, 1960), hal. 292

188

Ibid, hal. 244-245

189

Dalam memberikan pertimbangan hakim untuk memutuskan suatu perkara diharapkan hakim tidak menilai dari satu pihak saja sehingga dengan demikian ada hal-hal yang patut dalam penjatuhan putusan hakim, apakah pertimbangan hakim tersebut memberatkan ataupun meringankan pidana, yang melandasi pemikiran hakim yang logis, sehingga hakim pada putusannya.

Dalam penjatuhan pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana, pada dasarnya harus mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu sebagai berikut:

1) Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya.

2) Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera

dan tidak akan melakukan tindak pidana dikemudian hari.

3) Sebagai preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana

sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya.

4) Mempersiapkan mental masyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan

pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana dapat diterima dalam pergaulam masyarakat.

Berdasarkan pertimbangan hakim pengadilan Negeri Lubuk Pakam dalam putusan perkara No.1286/Pid.B/2011/PN.LP menjatuhkan putusan yaitu menyatakan terdakwa Lenni Damayanti Br Manalu terbukti telah melanggar pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2011 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Tentang “Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.” Sehubungan dengan putusan di atas, penelitian beranggapan bahwa penjatuhan sanksi yang dilakukan oleh hakim adalah tepat, dan telah

sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Berdasarkan fakta persidangan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “penipuan yang dilakukan secara berlanjut.

2. Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan Regiter

Dokumen terkait