• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU MONEY

LAUNDERING DENGAN KEJAHATAN ASAL PENIPUAN (ANALISIS

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329K/PID/2012.)

TESIS

OLEH:

KONDIOS MEI DARLIN PASARIBU 127005052 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU MONEY

(2)

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329K/PID/2012.)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

KONDIOS MEI DARLIN PASARIBU 127005052 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

JUDUL TESIS :PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP

PELAKU MONEY LAUNDERING DENGAN

KEJAHATAN ASAL PENIPUAN (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329K/PID/2012.)

NAMA : KONDIOS MEI DARLIN PASARIBU NIM : 127005052

PROGRAM STUDI : MAGISTER ILMU HUKUM

MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING

Ketua

Dr. Madiasa Ablisar, SH, M.S

Dr. Mahmud Mulyadi, SH, MHum Dr. Edy Iksan, SH, M.A Anggota Anggota

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum

(4)

Telah Lulus Diuji Pada

Tanggal 23 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: 1. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.

Anggota

: 2. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum.

3. Dr. Edy Iksan, SH, M.A.

4. Dr. M. Hamdan, S.H., M.H.

(5)

ABSTRAK

Dalam Hasil Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN.LP. Atas nama terdakwa Lenni Damayanti Br. Manalu didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 3 Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.50/PID/2012/PT.MDN. Menetapkan melepaskan Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu dari segala tuntutan hukum. Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1329 K/Pid/2012 menyatakan terdakwa bersalah yang dalam hal ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti adalah, bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal menurut Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010, bagaimana penegakan hukum pidana

oleh hakim terhadap kasus tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal

penipuan dalam Putusan pengadilan Negeri Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN-LP.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif (Yuridis

Normatif). Sifat penelitian ini adalah analisis preskriptif dengan pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analitis (analytical

approach) yaitu dengan menganalisa kasus (case study ).

Hasil penelitian dapat diketahui, Pengaturan tentang tindak pidana penipuan diatur pada pasal 378 -379 KUHP dan pasal 2 ayat (1) huruf “r” dan pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) ” Penipuan yang dilakukan secara berlanjut dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010. Jo Pasal 64 ayat (1). Penegakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Reg. Nomor: 1286/Pid.B/2011/PN-LP, tanggal 19 Desember 2011 dan putusannya menyatakan bahwa terdakwa “Lepas dari segala tuntutan hukum, dalam perkara ini dengan alasan hakim telah keliru dan salah menerapkan hukum. Pada tingkat Kasasi Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 50/PID/2012/PT.MDN, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1286/Pd.B/2011/PN.LP, harus dibatalkan dan Mahakamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut dan memutuskan Menyatakan terdakwa Lenny Damayanti Br Manalu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan dan Pencucian Uang yang dilakukan secara Berlanjut.

Disarankan, pada masyarakat supaya memahami pengaturan tindak pidana penipuan yang sebagaimana diatur dalam 378 KUHP dan Pasal 2 ayat (1) huruf “r” Undang-Undang Nomor 8 TAhun 2010. Peningkatan kualitas manusia sangat penting, terutama pada lembaga-lembaga para penegak hukum.

(6)

ABSTRACT

In the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP on behalf of the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu who who was charged with a criminal offense and punishable as regulated in Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, Article 372 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, and Article 3 of Law No. 8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code. The decision of Medan High Court No: 50/PID/2012/PT.MDN assigned to release the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu of all legal charges. The decision of the Supreme Court No: 1329 K/Pid/2012 stated that the defendant was guilty which in this case upheld the decision of Lubuk Pakam State Court. The problems answered in this study were how the law of fraud criminal act as predicate offense according to Law No.8/2010 was regulated, how the judges enforced criminal law against the case of money laundering criminal act with fraud as predicate offense in the decision of State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP.

This prescriptive analytical juridical normative case study with statute and analytical approaches.

The result of this study showed that regulation on fraud criminal act was regulated in Article 378-379 of the Indonesian Criminal Code and Article 2 paragraph (1) letter “r” and Article 3 of Law No.8/2010. Stating that the defendant had been proven to have done criminal act was based on Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph (1). “Fraud done continuously was based on Article 3 of Law No.8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph (1). Law enforcement carried out by Sumatera Utara High Court by canceling the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP dated December 19, 2011 and its decision said that the defendant was released of all legal charges in this case with the reason that the judge made a mistake and misapplied the law. At the cassasition level, based on the consideration, Supreme Court, argued that the decision of Medan High Court No. 50/PID/2012/PT.MDN revoking the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP must be canceled and the Supreme Court will presecute the case by itself and decided to sate that the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu had been legally proven and convincingly guilty of committing fraud and money laundering criminal act contonuously.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

hanya dengan berkat dan anugerahnyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis ini dengan judul “Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money

Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,

oleh karenanya Penulis sangat berterima kasih. Rasa terima kasih tersebut penulis

sampaikan kepada para dosen pembimbing yaitu: Bapak Dr. Madiasa Ablisar,

S.H.,M.S, Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum, dan Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A, atas segala bimbingan/arahan, koreksi dan perbaikan yangg diberikan guna penyempurnaan penulisan Tesis ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen penguji

yaitu: Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.H dan Ibu Dr. Utary Maharany Barus,

S.H., M.Hum, yang walaupun dalam kapasitasnya sebagai penguji, namum telah banyak memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada penulis.

Kemudian semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan

kontruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai

pada tahap ujian tertutup yang kesemuanya itu untuk kesempurnaan tesis ini.

Demikian juga rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan dengan

(8)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, MSC, (CTM), DTM & H. Sp. A

(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan sarana yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah

Pasca Sarjana Program Studi Magister ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segara

menyelesaikan penulisan tesis ini.

3. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara Magister Ilmu Hukum yang telah banyak memberikan

bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermamfaat bagi penulis

selama berada dibangku kuliah.

4. Rekan-rekan mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu

Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya seangkatan penulis,

yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan

tesis ini

5. Seluruh staf/pegawai di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6. Tercinta dan tersayang Istri saya Dyna Grace Romatua Aruan S.ST.,

M.Pd, beserta anak-anak Dyaz Pasaribu dan Eunike Pasaribu yang

selalu mendoakan dan memotivasi untuk menuntut ilmu melanjutkan

(9)

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda St. Jaisman Pasaribu dan Ibunda

Sarmaria Br Manalu serta mertua Sarma Br Hutauruk, yang selalu

memberikan doa dan kasih sayangnya, serta memberikan dorongan dan

semangat untuk terus menuntut ilmu.

8. Saudara-saudari saya, kakak/abang/adek Resni Pasaribu, Arjen

Pasaribu, Sirianty Pasaribu, Ardoyo Pasaribu dan Arpenas Pasaribu,

serta lae saya Dedy Aruan dan Andreas Aruan yang selalu memdoakan

untuk menyelesaikan perkuliahan di Magister Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Penulis mendoakan semoga semua bantuan, kebaikan dan motivasi yang

telah diberikan untuk penulis mendapat balasan dan anugerah dari Tuhan Yang

Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan/ jauh dari

sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat

bermamfaat bukan hanya kepada penulis, tetapi juga kepada masyarakat,

khususnya masyarakat dilingkungan pendidikan ilmu hukum. Semoga penelitian

ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi rekan-rekan

dosen, praktisi hukum, penegak hukum demi tegaknya supremasi hukum di negeri

ini.

Amien,,,,,,

Medan, Juli 2014 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Kondios Meidarlin Pasaribu, S.Pd.,SH.,MH.

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat tanggal lahir : Tornaginjang/ 26 Juni 1982

Alamat : Jl. Enggang V No 472 Perumnas Mandala/ Jl. Binjai KM

10, Komp Abdul Hamid Nasution, Blok X

1.

SD Negeri 153021 Tornaginjang (Tahun 1989-1995)

Pendidikan Formal

2.

SMP Negeri 1Sorkam (Tahun 1995-1998)

3.

SMA Negeri 1 Sorkam (Tahun 1998-2001)

4.

Universitas Darma Agung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(FKIP)(Tahun 2001-2005)

5.

Universitas Darma Agung Fakultas Hukum (FH) (Tahun 2009-2011)

6.

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 19

1. Kerangka Teori... 19

2. Kerangka Konsep ... 32

G. Metode Penelitian... 34

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 35

2. Sumber Badan Hukum ... 35

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 37

4. Analisis Data ... 37

BAB II : PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENIPUAN SEBAGAI KEJAHATAN ASAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ... 41

(12)

a. Pengertian dan unsur-unsur tindak pidana ... 41

b. Pengertian Penipuan dalam KUHP ... ... 47

c. Jenis-jenis tindak pidana penipuan ... 63

B. Penipuan Sebagai Kejahatan Asal Dalam Money Launderig. ... 64

a. Pengertian money laundering ... ... 65

b. Penyebab marak dan dampak pencucian uang ... 68

c. Unsur-unsur Tindak Pidana Money Laundering ... 69

d. Tahap-tahap Pencucian Uang ... 74

e. Pencegahan tindak pidana pencucian uang ... 76

C. Hubungan Penipuan Dalam KUHP Dengan Money Laundering ... 78

a. Dalam penjelasan Pasal ... 78

b. Dalam alat pembuktian ... 81

BAB III : PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH HAKIM TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN KEJAHATAN ASAL PENIPUAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN PENGADILAN NEGERI NOMOR. 1286/PID.B/2011/PN-LP ... ... 83

A. Duduk Perkara dan Kasus Posisi ... 87

1. Kronologis ... ... 87

2. Dakwaan ... 91

3. Fakta-fakta Hukum ... 94

a. Keterangan saksi ... 95

(13)

c. Keterangan terdakwa ... 112

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 114

5. Pembelaan ... 118

6. Putusan Pengadilan ... 119

B. Analisis Kasus ... 133

1. Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Register Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN-LP. ... 133

2. Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan Regiter Nomor: 50/PID/2012/PT.MDN. ... 143

3. Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor. 1329 K/Pid/2012 ... 151

BAB IV : PENUTUP ... 164

A. Kesimpulan ... 164

B. Saran ... 166

(14)

ABSTRAK

Dalam Hasil Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN.LP. Atas nama terdakwa Lenni Damayanti Br. Manalu didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 3 Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.50/PID/2012/PT.MDN. Menetapkan melepaskan Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu dari segala tuntutan hukum. Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1329 K/Pid/2012 menyatakan terdakwa bersalah yang dalam hal ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti adalah, bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal menurut Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010, bagaimana penegakan hukum pidana

oleh hakim terhadap kasus tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal

penipuan dalam Putusan pengadilan Negeri Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN-LP.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif (Yuridis

Normatif). Sifat penelitian ini adalah analisis preskriptif dengan pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analitis (analytical

approach) yaitu dengan menganalisa kasus (case study ).

Hasil penelitian dapat diketahui, Pengaturan tentang tindak pidana penipuan diatur pada pasal 378 -379 KUHP dan pasal 2 ayat (1) huruf “r” dan pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) ” Penipuan yang dilakukan secara berlanjut dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010. Jo Pasal 64 ayat (1). Penegakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Reg. Nomor: 1286/Pid.B/2011/PN-LP, tanggal 19 Desember 2011 dan putusannya menyatakan bahwa terdakwa “Lepas dari segala tuntutan hukum, dalam perkara ini dengan alasan hakim telah keliru dan salah menerapkan hukum. Pada tingkat Kasasi Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 50/PID/2012/PT.MDN, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1286/Pd.B/2011/PN.LP, harus dibatalkan dan Mahakamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut dan memutuskan Menyatakan terdakwa Lenny Damayanti Br Manalu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan dan Pencucian Uang yang dilakukan secara Berlanjut.

Disarankan, pada masyarakat supaya memahami pengaturan tindak pidana penipuan yang sebagaimana diatur dalam 378 KUHP dan Pasal 2 ayat (1) huruf “r” Undang-Undang Nomor 8 TAhun 2010. Peningkatan kualitas manusia sangat penting, terutama pada lembaga-lembaga para penegak hukum.

(15)

ABSTRACT

In the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP on behalf of the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu who who was charged with a criminal offense and punishable as regulated in Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, Article 372 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, and Article 3 of Law No. 8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code. The decision of Medan High Court No: 50/PID/2012/PT.MDN assigned to release the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu of all legal charges. The decision of the Supreme Court No: 1329 K/Pid/2012 stated that the defendant was guilty which in this case upheld the decision of Lubuk Pakam State Court. The problems answered in this study were how the law of fraud criminal act as predicate offense according to Law No.8/2010 was regulated, how the judges enforced criminal law against the case of money laundering criminal act with fraud as predicate offense in the decision of State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP.

This prescriptive analytical juridical normative case study with statute and analytical approaches.

The result of this study showed that regulation on fraud criminal act was regulated in Article 378-379 of the Indonesian Criminal Code and Article 2 paragraph (1) letter “r” and Article 3 of Law No.8/2010. Stating that the defendant had been proven to have done criminal act was based on Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph (1). “Fraud done continuously was based on Article 3 of Law No.8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph (1). Law enforcement carried out by Sumatera Utara High Court by canceling the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP dated December 19, 2011 and its decision said that the defendant was released of all legal charges in this case with the reason that the judge made a mistake and misapplied the law. At the cassasition level, based on the consideration, Supreme Court, argued that the decision of Medan High Court No. 50/PID/2012/PT.MDN revoking the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP must be canceled and the Supreme Court will presecute the case by itself and decided to sate that the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu had been legally proven and convincingly guilty of committing fraud and money laundering criminal act contonuously.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Hakekatnya manusia hidup untuk memenuhi kebutuhan dan

kepentingannya masing-masing, sedangkan hukum adalah suatu gejala sosial

budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola

perikelakuan tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat. Apabila

hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan

kebutuhan-kebutuhan serta kepentingan-kepentingannya, maka ia akan mencari jalan keluar

serta mencoba untuk menyimpang dari aturan-aturan yang ada. Segala bentuk

tingkah laku yang menyimpang yang mengganggu serta merugikan dalam

kehidupan bermasyarakat tersebut diartikan oleh masyarakat sebagai sikap dan

perilaku jahat. Misalnya tindak pidana penipuan.

Pada umumnya tindak pidana penipuan sudah diatur dalam Pasal 378

sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebagaimana dirumuskan Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan

maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum

dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang

dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang, uang atau

kekayaannya.1

Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik

kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang

1

(17)

menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai

upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, namun kejahatan tidak

pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat seiring dengan cara

hidup manusia dan perkembangan tekhnologi yang semakin canggih sehingga

menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pola dan ragam kejahatan yang

muncul. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta

kekayaan yang sangat besar jumlahnya.

Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana

tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para

pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah dilacak oleh

penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya

para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang

diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan, terutama ke

dalam sistem perbankan. Apalagi didukung oleh pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan tekhnologi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan

termasuk sistem perbankan dengan menawarkan mekanisme lalu lintas dana

dalam skala nasional maupun internasional dapat dilakukan dalam waktu yang

relatif singkat.

Keadaan demikian dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh sebagian orang

untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana yang diperoleh dari

hasil illegal yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Pada umumnya

perbuatan demikian merupakan dana dari hasil tindak pidana korupsi dan tindak

(18)

dari dunia internasional, karena dimensi dan implikasinya yang melanggar

batas-batas Negara.2

Dampak yang dapat disebabkan oleh kedua tindak pidana tersebut di atas

pun sangat besar bagi kelangsungan perekonomian, sosial dan budaya suatu

bangsa. Sehingga tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh

banyak kalangan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

crime) sehingga keduanya mempunyai pengaturan khusus dalam sistem perundang-undangan. Bagaimanapun bentuknya, perbuatan-perbuatan pidana itu

bersifat merugikan masyarakat dan anti sosial.3

Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana at

Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.

Pendapat lain yang berkembang menyatakan bahwa money laundering adalah

suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber ilegal

(haram) sehingga menjadi halal. Dalam Undang –undang Republik Indonesia

Nomor. 8 tahun 2010 disebutkan bahwa Pencucian Uang adalah segala perbuatan

yang memenuhi unsur –unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam

undang–undang ini, dengan hasil tindakk pidana berupa harta kekayaan yang

diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1)

yaitu:

2

Adrian Sutedi. Tindak Pidana Pencucian Uang, ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 1.

3

(19)

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana

dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh

aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan

tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak

pidana

perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan

sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4

Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan:

langkah pertama yakni uang/dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak

pidana/kejahatan diubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan

kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara

(tahap penempatan/placement); langkah kedua adalah melakukan transaksi

keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil

4

(20)

tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak

asal muasal dana tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut (tahap

pelapisan/layering); langkah ketiga (final) merupakan tahapan di mana pelaku memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam harta

kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke

dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk

membiayai kegaiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan

tindak pidana (tahap integrasi).5

Di

Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana

6

1. Tindak pidana pencucian uang

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,

mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga

atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduganya merupakan hasil tinda

dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau

5

5:32, tanggal 8 Maret 2014.

6

(21)

menyamarkan asal usul harta kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun

2010).

2. Tindak pidana pencucian uang

Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,

pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau

menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan

pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang

melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam

undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).

3. Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang

setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,

sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang

sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan

pencucian uang.

Undang–undang Pencegahan dan pembrantasan Tindak Pidana Pencucian

(22)

dalam Pasal 2 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun

2010 yaitu sebagai berikut:7

(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari

tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Indonesian

Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga independen

dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan

memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai

berikut:8

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;

2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; 3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi

Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

7

Undang –Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 2

8

(23)

Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal

sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme

(AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari

mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang

dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.9

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin

kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang

semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah

merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action

Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan

terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special

Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak

Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan

perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor.10

9

Dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional

dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak

pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar

Juni 2014.

10

(24)

dapat diminimalisasi. Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia

yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu, tercermin

dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan

kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan

peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam

kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga

penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.11

Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain

karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan

ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang

tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban

pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis

laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana

Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan

standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

11

(25)

Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara

lain:12

1. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana

pencucian uang;

2. penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang;

3. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi

administratif;

4. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa;

5. perluasan Pihak Pelapor;

6. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;

7. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;

8. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda

transaksi;

9. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap

pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;

10.pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk

menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;

11.perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau

pemeriksaan PPATK;

12.penataan kembali kelembagaan PPATK;

13.penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk

menghentikan sementara Transaksi;

14.penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana

pencucian uang; dan

15.pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari

tindak pidana.

Lahirnya Undang–undang Tindak Pidana Pencucian Uang memberi

peluang bagi penegakan hukum terhadap aktor–aktor intelektual dengan

(26)

menekankan penyelidikan pada aliran uang yang dihasilkan melalui praktik

pencucian uang, dan juga memberikan landasan berpijak yang kokoh bagi aparat

penegak hukum dalam upaya menjerat aktor-aktor intelektual yang mendanai dan

merencanakan kejahatan seperti predicat crimes dengan melakukan penyelidikan dan penyelidikan terhadap aliran uang yang mendanai suatu tindak kejahatan.

Kejahatan pencucian uang (money laundering) belakangan ini semakin

memdapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanggulangannya

dilakukan secara nasional, regional dan global melalui kerja sama antar negara.

Gerakan ini disebabkan maraknya pencucian uang, padahal belum banyak negara

yang belum menyusun sistem untuk memerangi atau menetapkannya sebagai

kejahatan.13

Pencucian uang pada dasarnya merupakan upaya memproses uang hasil

kejahatan denga bisnis yang sehingga uang tersebut bersih atau tampak sebagai

uang halal. Dengan demikian asal-usul uang itupun tertutupi. Pencucian uang

secara umum dapat diartikan sebagaii suatu tindakan atau perbuatan

memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari

suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi kejahatan (crime

organization),

14

13

Philiprs Darwin, Money Laundering, cara Memahami dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang (Sinar Ilmu, tahun 2012) hal. 9

maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan

narkotika dan tindakan pidana lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1)

Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pembrantasan

tindak pidana pencucian uang. Dimana tindakan tersebut bertujuan

14

(27)

menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang haram tersebut sehingga

dapat digunakan seolah-olah sebagai uang sah.

Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus

Husein mengatakan per 30 November tercatat sekitar 44.708 laporan transaksi

keuangan mencurigakan (LKTM) dan diantara adalah tindak pidana penipuan.

Menurut dia, sebagai unit intelijen keuangan, PPATK sudah menerima laporan

dan meneruskan laporan itu kepada penegak hukum. Menurut Yunus, pantauan itu

berasal dari sekitar 8 juta transaksi yang diawasi. "Lintas negara yang diterima

dari Bea dan Cukai ada 4000-an dan kasus yang sudah dilaporkan ada 1000," kata

Yunus dalam penandatanganan nota kesepahaman Departemen Keuangan dengan

KPK, PPATK, dan Komisi Yusdisial, di Jakarta, Kamis 3 Desember 2009. 15

Tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 Kitap

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak pidana penipuan sebagai

kejahatan asal juga diatur dalam pasal 2 ayat (1) huruf “r” Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang. Penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan

memakai palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat

menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang atau harta

kekayaannya.16

Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok (oplichting) sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 378 KUHP, yaitu:

16

(28)

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk seseorang supaya memberikan sesuatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Tindak pidana dengan menggunakan nama palsu atau keadaan palsu,

baik dengan akal maupun tipu muslihat merupakan suatu nama yang bukan nama

pelaku yang digunakan si pelaku dan bila ditanyakan kepada orang-orang yang

secara nyata kenal dengan pelaku, maka orang-orang tidak mengenal nama

tersebut.17 Pemakaian nama palsu terjadi apabila seseorang menyebut nama yang

bukan namanya dan dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan

kepada orang yang namanya disebutkan tadi.18

Menurut HAK. Moch. Anwar, pada rangkaian kata-kata bohong

disyaratkan harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan. Satu kata

bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak atau pembujuk.

Rangkaian kata bohong yang diucapkan ini tersusun secara baik membentuk suatu

cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Jadi kata-kata itu tersusun Tindak pidana dengan

menggunakan tipu muslihat adalah suatu tindakan, baik melalui serangkaian

kata-kata, maupun melalui suatu perbuatan sedemikian rupa, sehingga tindakan

tersebut menimbulkan kepercayaan terhadap orang lain (korban). Sedangkan

rangkaian kebohongan adalah rangkaian kata-kata dusta atau kata-kata yang

bertentangan dengan kebenaran. Kata-kata ini memberikan kesan seolah-olah apa

yang dikatakan itu adalah benar adanya.

17 Ibid., Hal. 633

18 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung:

(29)

sehingga kata yang satu menguatkan kata-kata yang lainnya.19

Dalam percakapan dihandphone berikutnya bahwa bila mana saksi ingin

mengetahui wajah terdakwa, ianya ada menitipkan fotonya pada seorang

prempuan pegawai Joglo yang ciri–cirinya berbadan paling gemuk (gendut),

mendengar demikian maka saksi menemui seorang prempuan penjaga joglo di Jl.

H.M. Joni Medan yang sesuai dengan ciri–ciri badan yang diterangkan oleh

terdakwa, setelah bertemu maka saksi berkenalan dengannya yang ternyata orang

tersebut adalah mengaku bernama Lenni Damayanti br. Manalu (terdakwa). Saksi

langsung menanyakan foto yang telah dititipkan terdakwa dan selanjutnya

menyerahkan satu foto kepada saksi dan memberikan imbalan kepada terdakwa

sebesar Rp.10.000,-(sepuluh ribu rupiah), setelah foto dengan gambar seorang

prempuan berada dalam penguasaannya maka saksi membawanya dan

menyimpannya serta meninggalkan terdakwa dan menuju rumahnya yang tidak

jauh dari tempat tersebut.

Peristiwa dengan

menggunakan kata-kata bohong telah terjadi pada tahun 2005 yaitu, tindak

pidana penipuan dengan rangkaian kata-kata kebohongan melalui percakapan

dihandphone antara Henry Dumanter Tampubolon (saksi) dengan Dokter Silvi

Lorenza (terdakwa), dan dalam percakapan tersebut antara terdakwa dan saksi

sepakat hendak berkenalan langsung dan bertemu disebuah Joglo (warung makan)

yang terletak di jalan H.M. Joni Medan, namun saat waktu yang dijanjikan

ternyata pertemuan tersebut tidak terlaksana karena masing –masing punya

kesibukan.

(30)

Sekitar pukul 8.00 WIB tahun 2005 pada hari selasa tanggal 26 Juni

terdakwa yang mengaku dirinya bernama Dokter Silvi Lorenza menghubungi

saksi melalui handphone dan berpura-pura terdengar suara dalam keadaan

menangis dan menerangkan bahwa ianya telah dijambret di Bandara Polonia

Medan dan meminta kepada saksi untuk dipinjamkan uang sebesar Rp. 600.000,-

(enam ratus ribu rupiah) dan uang tersebut supaya dititipkan saja pada terdakwa

Lenni Damayanti, mendengar demikian saksi merasa iba dan akhirnya

menyerahkan uang tersebut.

Sejak saat itu antara saksi dengan terdakwa tersebut terus berkomunikasi

dan terus melakukan penipuan dengan berbagai alasan yang bisa menarik

perhatian saksi supaya mengirimkan uang kepada terdakwa. Hingga sampai 14

April 2011 dan telah mengirimkan uang kepada terdakwa sebesar

Rp.7.000.000.000,- (tujuh miliyar rupiah). Permasalah tersebut diataslah yang

membawa terdakwa kepengadilan Negeri Lubuk Pakam.

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN.LP

.Atas nama terdakwa Lenni Damayanti Br. Manalu didakwa melakukan tindak

pidana yang diatur dan diancam dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1

KUHP. Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 3 Undang–Undang

Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Unang jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Menjatuhkan pidana terhadap

terdakwa Lenni Damayanti br Manalu dengan pidana sebelas (11) tahun penjara

dikurangi dengan masa tahanan yang dijalaninya, dan denda sebesar

(31)

kurungan. Memerintahkan supaya baramg bukti berupa: 1 (satu) kalung dan

mainan salib mata putih yang ditaksir emas (17) seberat 13,48 gram, 1 (satu)

kalung plitir ditaksir emas (15) seberat 5,42 gram, 1 (satu( cincin ukir mata putih

ditaksir emas (15) seberat 4,84 gram, 1 (satu) cincin mata putih yang ditaksir emas

(14) seberat 4,32 gram, 1 (satu) gelang rantai kosong ditaksir emas (17) seberat

15,50 gram, 1 (satu) gelang roll setengah ukir mata putih yang ditaksir emas (15)

seberat 14,48 gram, 1 (satu) unit handpone merk Nokia, tambahan untuk membeli

1 (satu) unit mobil merk Daihatsu Xenia batu dari perusahaan PT. Astra Daihatsu

Motor, warna silver metalik tahun pembuatan 2007 dengan Nomor Polisi

BK-1651-HP atas nama Drs. Edison Manalu (orangtua kandung terdakwa) sebesar

Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda

Supra Fit baru dari perusahaan PT. Astra Honda Motor, warna hitam tahun

pembuatan 2007 dengan Nomor Polisi BK-2940-UW atas nama Lenni Damayanti

Manalu, sebesar Rp.6.800.000,- (enam juta delapan ratus ribu rupiah), 1 (satu)

bidang tanah yang terletak di Jalan Menteng VII Gang Sepakat Nomor 02

Kelurahan Medan tenggara Kecamatan Medan Denai Kotamadya Medan seluas

377 M2, sesuai dengan Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi

Nomor 02 tanggal 16 Juli 2010 yang dibuat oleh Notaris Ida Mariani, SH. dan

bangunan rumah mewah dua lantai yang berdiri diatasnya yang ditaksir seharga ±

Rp.1.300.000.000,- (satu milyar tiga ratus juta rupiah) atas nama Drs. Edison

Manalu (orangtua kandung terdakwa).

Hasil yang telah diperoleh terdakwa berhubungan dengan perbuatan

(32)

benda-benda kebutuhan saksi Henry Dumanter Tampubolon, dan juga telah

dibelanjakan terdakwa untuk membeli benda-benda yang telah ditempatkan

terdakwa di Hotel Deli Indah antara lain adalah sebagai berikut: 1 (satu) buah

gelang, 1 (satu) buah cincin, 1 (satu) buah kalung, 1 (satu) pasang sepatu, 2 (dua)

pasang sendal, beberapa buah kemeja dan kaos oblong, 1 (satu) unit handphone

merk Blackberry type Torch, 2 (dua) buah bed cover, 1 (satu) pasang bantal

guling, 1 (satu) buah gelas ukuran besar, 1 (satu) botol farfum merk Etinekner, 1

(satu) unit sepeda gunung merk Wim Cycle, 1 (satu) unit Televisi Flat merk LG

32 inchi, 1 (satu) unit Dispenser merk Sanken, 1 (satu) unit Dispenser merk

Miyako ditambah dengan 1 (satu) buah galon, 1 (satu) unit Kulkas merk Uchida, 1

(satu) unit Kulkas box merk Sharp, 1 (satu) unit Magic Com merk Young Ma.

Keselurahannya dirampas untuk diserahkan kepada sdr. Henri Dumanter

Tampubolon.

Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.50/PID/2012/PT.MDN menyatakan

Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu tesebut diatas telah terbukti melakukan

perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan tersebut bukan

merupakan suatu tindak pidana; Menetapkan melepaskan Terdakwa Lenni

Damayanti br. Manalu dari segala tuntutan hukum ONTSLAG VAN

RECHTSVERVOLGING; Memerintahkan agar Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu dibebaskan seketika dari Tahanan; Menetapkan “Memulihkan hak

Terdakwa dalam kemampuan, kedudukkan, dan harkat serta martabatnya”; dan

mengembalikan seluruh barang bukti yang telah dirampas dari Lenni Damayanti

(33)

Dalam permasalahan kasus ini, dimana pengadilan Lubuk Pakam memutus

terdakwa dengan pasal 3 Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Unang. Putusan

Pengadilan Lubuk Pakam tersebut membuat terdakwa tidak merasa puas dan

melakukan upaya hukum banding .20

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas, penulis tertarik dan

terdorong untuk membahas persoalan ini menjadi sebuah penelitian tesis yang

berjudul “Penerapan hukum pidana terhadap pelaku Money Laundering

dengan kejahatan asal penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012.)”

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor:

50/PID/2012/PT.MDN menyatakan terdakwa bebas dari tuntutan hukum

(Ontslag Van Rechtsvervolging), karena hakim salah menerapkan hukum dan memerintahkan terdakwa dibebaskan seketika dari tahanan. Putusan pengadilan

Tinggi Medan tersebut telah disampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum pada

Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam sehingga Jaksa Penuntut Umum melakukan

permohonan Kasasi yang akhirnya permohonan kasasi tersebut telah diterima.

Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1329 K/Pid/2012 menyatakan terdakwa

bersalah yang dalam hal ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk

Pakam.

20

(34)

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka permasalahan yang

akan diteliti dalam penelitian tesis ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal

menurut Undang–Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pidana

Pencucian Uang?

2. Bagaimana penegakan hukum pidana oleh hakim terhadap kasus tindak pidana

pencucian uang dengan kejahatan asal penipuan dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor: 1329K/PID/2012.)?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai

kejahatan asal menurut Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang.

2. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana oleh hakim judex factie

terhadap kasus tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal

penipuan dalam Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik manfaat

secara teoritis dan juga manfaat secara praktis anatara lain:

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini dapat menambah, memberikan dan menyumbang bagi para

pembentuk undang –undang (legislatif), pemerintah (eksekutif) dan bagi akademis

(35)

perundang–undangan dalam hal tindak pidana pencucian uang, demi mencapai

perlindungan dan kesejahteraan rakyat.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis tulisan ini dapat refrensi pemikiran kepada aparat penegak

hukum dalam hal ini polisi, jaksa, hakim dan advokat21

E.Keaslian Penelitian

sebagai aparat yang secara

langsung potensial berhadapan dengan kasus–kasus serupa, tetapi tanpa

mengurangi nilai mamfaatnya bagi pemangku/pemerhati kepentingan.

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan

Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pasca Sarjana, bahwa

penelitian yang berjudul “Penegakan hukum pidana pencucian uang dengan

kejahatan asal tindak pidana penipuan (analisis terhadap putusan Putusan

Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012, tidak menemukan judul tesis yang

sama atau kemiripan judul dan permasalahan yang sama sebagaimana penelitian

ini. Beberapa judul tesis terdahulu yang membahas seputar tindak pidana

pencucian uang yaitu:

1. Andry Mahyar, dengan judul “ Tinjauan Yuridis Peran Pusat Pelaporan

dan analsis Transaksi keuangan (PPATK) dalam mencegah dan

membrantas tindak pidana pencucian uang”

2. Yovita Morina dengan judul “penerapan sanksi pidana terhadap pelaku

pasif dalam tindak pidana pencucian uang”

21

(36)

3. Daniel Simamora “analsis yuridis Kejahatan Perbankan Sebagai Predicat Crime dalam tindak pidana pencucian uang”

4. Robinson Smatupang “Efektifitas Pembuktian terbalik Tindak Pidana

Pencucian Uang”

Meskipun demikian, substansi permasalahan dan penyajian dari

penelitian ini memiliki perbedaan dengan tesis –tesis tersebut diatas. Hal ini

sangat logis mengingat objek penelitian tesis ini adalah spesifik Putusan

Pengadilan Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012, Oleh

karena itu, judul dan substansi pembahasan permasalahan penelitian ini,

otentiknya tergaransi dan jauh dari unsur plagiat.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir–butir pendapat, teori

mengenai suatu kasus atau permasalahan (problema) yang menjadi bahan

pertimbangan, pegangan teoritis.22 Kerangka teori merupakan landasan berpikir

yang digunakan untuk mencari pemecahan suatu masalah. Setiap penelitian

membutuhkan titik tolak atau landasan untuk memecahkan dan membahas

masalahnya, untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok–pokok

pikiran yang menggambarkan dari mana masalah tersebut di amati.23

Selain itu, teori bisa dipergunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa

hukum yang terjadi. Oleh karena itu, kegunaan teori hukum dalam penelitian

22

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung, Mandar Maju,1994), hal. 80

23

(37)

sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang

diajukan dalam masalah penelitian.24

Tujuan hukum adalah tata tertib masyarakat yang damai dan adil.25

Hukum dapat terdiri dari hukum tertulis26 dan tidak tertulis27. Proses untuk

mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi suatu kenyataan disebut

sebagai penegakkan hukum.28 Penegakkan hukum adalah suatu proses

dilakukannya upaya penerapan norma-norma hukum secara nyata agar hukum

dapat berfungsi dan ditegakkan sebagai pedoman perilaku dalam

hubungan-hubungan hukum dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, baik oleh

masing-masing warga negara maupun aparat penegak hukum yang mempunyai tugas dan

wewenang berdasarkan undang-undang29

Penelitian ini berkaitan dengan proses penegakkan hukum pidana terhadap

pelanggaran norma-norma hukum pidana khususnya tindak pidana penipuan

dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tidak ada hukuman tanpa kesalahan

24

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Emperis”, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004), hal. 16

25

L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2001), hal.16

26

Umumnya hukum tertulis itu tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Undang –undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang –undang pada pasal 1 angka (2) disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk dan ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapakan dalam peratuan undang. Sedangkan pasal 7 ayat (1) disebutkan: jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: a. UUD RI 1945, b. TAP MPR, c. UU/Perpu, d. Peraturan pemerintah, e. Peraturan presiden, f. PERDA, g. Peraturan daerah Kabupaten/kota.

27

Hukum tidak tertulis (unstatutery law) yaitu hukum yang dalam kenyataan masih hidup dalam keyakinan dan pergaulan masyarakat tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati (living law). Lihat C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 70. Bandingkan dengan Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, (Medan:CV. Cahaya Ilmu, 2006), hal. 127.

28

Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), hlm. 24.

29

Frans. H. Winarta, Evaluasi Peranan Profesi Advokat Dalam Pemberantasan Korupsi,

(38)

merupakan asas penting dalam hukum pidana untuk sampai kepada penjatuhan

hukuman bagi seorang yang didakwa melakukan tindak pidana. Kesalahan

tidaklah otomatis selalu harus dianggap ada dalam setiap terjadinya suatu tindak

pidana, tetapi haruslah dibuktikan terlebih dahulu, karena itu untuk sampai kepada

pemidanaan maka pembuktian terhadap kesalahan itu haruslah terlebih dahulu

dilakukan. Mengingat itu maka teori pembuktian beserta teori kesalahan dan teori

kesalahan dan teori kesalahan korban memiliki relevansi yang urgen dengan

penelitian ini.

M. Yahya Harahap30 menulis bahwa “pembuktian merupakan masalah

yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui

pembuktian ditentukan nasib terdakwa”. Secara lebih umum, tulis R. Subekti,31

Pembuktian (proof) dapat diartikan sebagai penetapan kesalahan terdakwa berdasarkan alat bukti, baik yang ditentukan oleh undang-undang, maupun diluar

undang-undang sedangkan bukti (bewijs: evidence) yaitu hal yang menunjukkan kebenaran, yang diajukan oleh penuntut umum, atau terdakwa, untuk kepentingan

pemeriksaan di sidang pengadilan.

fungsi pembuktian memiliki arti penting atau hanya diperlukan jika terjadi

persengketaan atau perkara di pengadilan.

32

30

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar-Grafika, 2006), (selanjutnya disingkat M.Yahya Harahap I), hal. 273.

31

R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), hal.7

32

(39)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,33

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang

pengadilan dan merupakan ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa dan juga ketentuan yang mengatur

alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim

membuktikan kesalahan yang didakwakan.

Pembuktian diartikan sebagai: 1) proses, cara, perbuatan atau cara membuktikan; 2) usaha menunjukkan benar

atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan, sedangkan membuktikan

diartikan sebagai: 1) memperlihatkan bukti, meyakinkan dengan bukti; 2)

menyatakan kebenaran sesuatu dengan bukti; 3) menyaksikan dan bukti adalah

sesuatu yang menyatakan kebenaran kebenaran suatu peristiwa, keterangan nyata.

Arti alat bukti dengan demikian adalah alat yang berguna untuk menyatakan

kebenaran suatu peristiwa.

34

Pembuktian merupakan perbuatan

membuktikan. Membuktikan berarti memberi atau memperlihatkan bukti,

melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan,

dan meyakinkan.35

Pengertian pembuktian dalam ilmu hukum36 secara lebih luas sebagaimana

yang dinyatakan oleh Munir Fuady37

33

Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit,hal.217-218.

adalah:

34

M.Yahya Harahap I, Loc.Cit.

35

Soedirjo, Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana, (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1985), hal. 47.

36

(40)

Suatu proses, baik dalam acara perdata, acara pidana, maupun acara-acara lainnya, dimana dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dilakukan tindakan dengan prosedur khusus, untuk mengetahui apakah suatu fakta atau pernyataan yang dipersengketakan di pengadilan yang diajukan dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam proses pengadilan itu benar atau tidak seperti yang dinyatakan itu.

Merujuk uraian diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan prinsipil

antara bukti, membuktikan dan pembuktian yaitu bahwa bukti merujuk pada alat

bukti termasuk barang bukti38 yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa

sementara pembuktian dan membuktikan merujuk pada suatu proses atau cara

untuk mengumpulkan bukti, memperlihatkan bukti sampai pada penyampaian

bukti tersebut di sidang pengadilan.39

Hukum yang mengatur perihal alat bukti, pembuktian dan membuktikan

disebut sebagai hukum pembuktian. Hukum pembuktian merupakan terminologi

universal sehingga merupakan pengertian dan penggunaannya sifatnya umum

dalam seluruh lapangan hukum baik hukum pidana, hukum perdata maupun

hukum administrasi. Menurut Munir Fuady40

Teori Hukum adalah teorinya ilmu Hukum, atau dengan kata lain Ilmu Hukum adalah objek Teori Hukum. Lihat Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 3.

, hukum pembuktian merupakan

salah satu bidang hukum yang cukup tua umurnya, dan karena alasan rasa

37

Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), (Bandung PT. Citra Aditya Bakti,2006), hal. 1-2.

38

Pengertian barang bukti dalam praktek berbeda dengan pengertian alat bukti. Alat bukti adalah alat yang secara tegas diatur dalam undang-undang sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk menyatakan keterbuktian suatu perbuatan yang dituduhkan atau sebagai penyangkalan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan barang bukti adalah barang-barang apapun jenisnya yang umumnya dijadikan oleh seseorang sebagai alat/sarana melakukan kejahatan misalnya pisau atau senjata api yang dipergunakan untuk melakukan pembunuhan atau kenderaan untuk mengangkut ganja, atau sesuatu sebagai hasil kejahatan, maka pisau, senjata api, kenderaan dan ganja kesemuanya merupakan barang bukti.

39

Eddy O.S, Hariej, Teori & Hukum Pembuktian, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hal.4.

40

(41)

keadilan serta motivasi mencari kebenaran yang dimiliki manusia betapapun

primitifnya kemudian menimbulkan hukum pembuktian guna menghindari

putusan yang keliru dan atau tidak adil. Hukum pembuktian sebagaimana hukum

pada umumnya tidak kedap terhadap segala dinaminasi (perobahan, pergerakkan

dan perkembangan) kehidupan manusia, maka itulah sebabnya salah satu karakter

hukum pembuktian adalah bahwa hukum pembuktian merupakan suatu cabang

ilmu hukum yang sangat technology oriented sehingga perkembangan tehnologi memberikan dampak langsung terhadap perkembangan pembuktian di

pengadilan.41 Pembuktian saintifik dengan mempergunakan tes DNA, mesin

polygraph (lie detector), mikroskop, sidik jari dan data optic misalnya merupakan bagian tehnologi yang sekarang diterima dalam pembuktian di pengadilan. Munir

Fuady,42 menulis bahwa hukum pembuktian adalah seperangkat kaidah hukum

yang mengatur tentang pembuktian. Eddy O.S. Hariej43

41

Ibid, hal.8.

mendefenisikan hukum

pembuktian sebagai “ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi

alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada

penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban

pembuktian”. Bambang Purnomo sebagaimana dikutip oleh Eddy O.S. Hiarej

mendefenisikan hukum pembuktian sebagai keseluruhan aturan hukum atau

peraturan undang-undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan

yang benar pada setiap kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan

terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap

barang bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan

42

Ibid, hal.1.

43

(42)

dalam perkara pidana.44 R.Wiyono menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

hukum pembuktian adalah hukum yang mengatur tentang tata cara untuk

menetapkan terbuktinya fakta yang menjadi dasar dari pertimbangan dalam

menjatuhkan suatu putusan.45

Menurut teori hukum pembuktian agar suatu alat bukti dapat dipakai

sebagai alat bukti di persidangan harus dipenuhi beberapa syarat yaitu:46

1. Diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat

bukti.

2. Reliability, yakni alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya (misalnya tidak palsu)

3. Necessity, yakni alat bukti tersebut memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta.

4. Relevance, yakni alat bukti tersebut mempunyai relevansi dengan fakta yang akan dibuktikan.

Hukum pembuktian bergerak untuk membuktikan kebenaran sesuatu yang

dalam bidang hukum pidana berarti untuk membuktikan kebenaran sesuatu atau

menyangkal peristiwa yang didakwakan. Ketika kebenaran yang ingin dicari telah

ditemukan berdasarkan alat bukti dan pembuktian (misalnya peristiwa pidana

yang didakwakan terbutk telah terjadi dan terdakwalah sebagai pelakunya) maka

tahapan selanjutnya yang harus dipertimbangkan adalah perihal

pertanggungjawaban pidana.

Kesalahan diperlukan sebagai indikator guna menentukan dapat tidaknya

seseorang pelaku tindak pidana dijatuhi pidana sehingga kesalahan itu akan selalu

terkait dengan pertanggungjawaban pidana. Chairul Huda menyatakan bahwa

pertanggungjawaban pidana terutama dipandang sebagai bagian pelaksanaan tugas

44

Ibid

45

R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal.148.

46

(43)

hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara.47

Setelah suatu tindak pidana terbukti telah terjadi dan terdakwalah

pelakunya kemudian ternyata terbukti pula bahwa pelaku dapat dipersalahkan atas

perbuatannya maka pemidanaan dapat dijatuhkan. Pemidanaan sebagaimana

ditulis oleh Wiyanto, adalah pemberian sanksi yang berupa suatu penderitaan

yang istimewa kepada seseorang yang nyata–nyata telah melakukan suatu

perbuatan yang secara tegas dirumuskan dan diancam pidana oleh undang–

undang.

Pertanggungjawaban pidana dipandang ada, kecuali ada alasan–alasan

penghapusan pidana. Perumusan pertanggungjawaban pidana secara negatif dapat

terlihat dari ketentuan pasal 44 KUHP.

48

Berdasarkan uraian diatas maka teori yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah:

a. Teori Pembuktian

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa pembuktian termasuk salah

satu pokok bahasan penting dalam hukum apapun termasuk hukum pidana.

Perihal pembuktian dalam bidang hukum pidana Indonesia secara khusus diatur

dalam Undang–undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana atau lebih

dikenal dengan sebutan Kitan Undang-undang Acara Hukum Pidana (KUHAP).

47

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan: Tinjauan Kritis terhadap Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2011), hal. 7

48

(44)

Andi Hamzah menyatakan bahwa tujuan hukum acara Pidana adalah

menemukan kebenaran materil.49 M. Yahya harahap menyatakan bahwa

kebenaran yang hendak dicari dan ditemukan dalam pemeriksaan perkara pidana

adalah kebenaran sejati atau materil waarheid atau disebut juga dengan absulute truth.50

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahakan.

Secara lebih tegas dan lengkap formulasi tujuan hukum acara pidana

dinyatakan dalam keputusan Menteri kehakiman Republik Indonesia:

M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP ditetapkan di

Jakarta pada tanggal 4 Pebruari 1982, pada bidang umum Bab I Pendahuluan yang

berbunyi:

Beberapa ajaran teori penting terkait dengan pembuktian51

1. Conviction in Time

adalah sebagai berikut:

Teori ini mengajarkan bahwa suatu hal dapat dinyatakan terbukti hanya

atas dasar keyakinan hakim semata timbul dari hati nurani dan sifat bijaksananya

tanpa terikat dengan alat-alat bukti. Keyakinan hakim dalam teori ini sangat

absolut dan independen sehingga sangat sulit untuk diprediksi dan diawasi.

49

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), (selanjutnya disingkat Andi Hamzah II) hal. 228

50

M. Yahya Harahap I, Op. Cit, hal. 275

51

Beberapa literatur/ buku saling mempertukarkan istialh teori pembuktian atau sistem pembuktian. Andi Hamzah misalnya dalam bukunya Pengantar Acara hukum pidana Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Seorang terdakwa tidak begitu saja dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana oleh hakirn, tetapi harus didukung oleh minimal 2 (dua) alat bukti yang diatur dalam

2. Indeterminisme, aliran ini muncul sebagai reaksi dari aliran determinasi, yang menyatakan bahwa walaupun untuk melakukan sesuatu perbuatan dipengaruhi oleh bakat dan

Maka apabila suatu kejahatan dan perbuatan itu dapat dibuktikan merupakan perbuatan yang diatur dalam aturan yang khusus maka, aturan dan undang-undang yang

I.I Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang menyalahi aturan – aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat, sedangkan pelaku kejahatan dan perbuatan

Seorang Notaris yang menjalankan jabatan Notaris seharusnya tidak dapat dihukum berdasarkan perbuatan yang dilakukannya menurut undang-undang yaitu melakukan perbuatan

Keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang hanya diatur dalam satu pasal saja pada Bagian keempat, Bab XVI sebagaimana yang dirumuskan dalam

46 alinea 4 yang menyatakan “ Menimbang bahwa bukti T – 15 yaitu Surat Pernyataan yang ditanda tangani oleh Pemohon, tidak dapat diterima sebagai alat

Penghancuran atau pengrusakan terhadap bangunan dan alat pelayaran Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 410 KUHP yang menyatakan: "Barangsiapa dengan sengaja dan melawan