• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4.9 Analisis Interaksi Sosial Jama’ah Salafiyyah

Jama’ah Salafiyyah merupakan suatu golongan sosial yang diikat oleh satu ideologi agama yang bersumber dari pemahaman yang sama. Jama’ah ini berbeda dengan kelompok sosial lainnya yang cenderung mengakategorikannya terhadap organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Al Wasliyah dan Dewan Dakwah Indonesia. Jama’ah Salafiyyah tidak mempunyai ranting-ranting kepengurusan seperti adanya ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.

Jama’ah Salafiyyah dibangun berdasarkan kecintaan terhadap ajaran Salafiyyah, orientasi ini bergerak sebagai dakwah untuk mengembalikan kemurnian Islam sebagaimana sediakala, tatkala ia diturunkan. Jama’ah ini menolak taklid, meskipun tidak mengaramkan taklid. Karena bagi mereka taklid menutup pintu mempelajari lebih jauh tentang ajaran Islam yang paling valid (benar) dan dapat diuji kebenarannya menurut cara ilmiah umat Islam.

”Sebenarnya dakwah Salafiyyah ini adalah dakwah islam yang di bangun sebagaimana asal mulanya dakwah Islam pada zaman Rasululloh dan para sahabat jadi tidak ada perbedaan diantaranya, melihat banyaknya golongan umat Islam pada saat ini perlu adanya suatu penyaringan kembali tentang kemurnian ajaran Islam itulah ajaran Salafiyyah yang mencita-citakan kebenaran Islam yang sebenarnya di tengah masyarakat”(Hasil wawancara dengan Jama’ah Salafiyyah Fakultas Teknik Rozi putera,sabtu/28/11/2009)

Jama’ah ini prihatin terhadap kehidupan dunia Islam yang menurut mereka telah banyak dimasuki oleh kesyirikan (penyekutuan terhadap Tuhan), mengutamakan dapat budaya daripada ajaran-ajaran Islam dan banyaknya umat Islam beramal dengan hadis-hadis dha’if dan palsu. Atas dasar keprihatinan inilah mereka menggigihkan dakwahnya di tengah umat Islam. Akan tetapi sebagian besar umat Islam menentang mereka disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang mendasar dan sudah mendarah daging di tubuh umat Islam. Mayoritas umat Islam berpaham Asy’ariah ahlusunnah wal jama’ah. Asy’ariah disandarkan dari seorang ulama bernama Abu Hasan Asy’ari. Beliau adalah tokoh yang mempertahankan Sunnah Nabi dari pemikiran ideologi mu’tazillah sedangkan mu’tazillah sendiri adalah paham yang mendahulukan akal dari kitab sudi umat Islam.

Meskipun ideologi Asy’ariah ini memperjuangakan ahlussunnah wal jama’ah kebenaran beliau belum diakui oleh ulama-ulama dari Arab Saudi, terutama para pakar hadis yang bermazhab Hambali. Hal ini karena Asy’ariah dinilai masih menggunakan pemikiran-pemikiran rasionalnya dalam memahami agama Islam. Dari sinilah terjadi perbedaan mendasar didalam pemahaman dunia Islam. Ajaran Salafiyyah identik dan berasal dari tokoh-tokoh ulama Arab Saudi yang berseberangan dengan pemikiran ulama-ulama Islam, termasuk Indonesia yang berpaham Asy’ariah. Sejak pertama kali muncul, ajaran Salafiyyah ini terus dibendung ke Indonesia. Karena politik ajaran ini masuk ke Indonesia dan berkembang sampai hari ini.

Perang pemikiran terus terjadi sehingga pertentangan pun tetap terjadi. Meskipun demikian, ajaran Salafiyyah sejauh ini tidak mempunyai kepentingan kepada kekuasaan di dalam pemerintahan. Mereka lebih kepada kepatuhan yang kuat terhadap ajaran Islam dari situ Jama’ah Salafiyyah dapat dilihat berbeda dari masyarakat islam

lainnya,perbedaan yang menonjol yang dilihat kaum pria yang memakai baju gamis,memelihara jenggot dan ujung pakain celana tidak menyentuh mata kaki (tidak isbal), mereka juga banayak yang memakai peci. Sedangkan kaum wanitanya memakai jilbab besar yang umumnya memiliki satu warna, terkadang mereka memakai cadar. Budaya ini jarang dilihat oleh masyarakat Indonesia dari dulu hingga saat ini, dan untuk menerapkannya butuh tekad yang kuat, bukan sembarang orang.

Perilaku mereka terbentuk dari norma-norma dan nilai yang mereka terima dari ajaran Salafiyyah. Terkadang karena perbedaan yang mereka lihat dari ajaran yang mereka terima dengan kehidupan masyarakat lainnya. Inilah yang membuat mereka lebih suka bergaul diantara sesama mereka ketimbang dengan masyarakat yang lain. Disamping itu masyarakat juga mereka nilai banyak melakukan bid’ah dan kesyirikan. Mereka takut terlibat dalam pembenaran dan terjerumus dalam prilaku masyarakat itu. Dari hal ini dapat dilihat sikap kehati-hatian untuk berbuat dan bertindak.

Kehidupan sosial Jama’ah Salafiyyah memang terlihat berbeda dari masyarakat lainnya. Akan tetapi tidak menghindar dari kenyataan sosial. Mereka sebenarnya berbaur dengan masyarakat. Meskipun itu sebatas kehidupan muamalah, mata pencaharian, jual beli, ibadah dan sebagainya walau tetap mereka batasi meskipun ada juga sebagian jama’ah yang tidak sanggup mambatasinya. Tetapi kebanyakan dari mereka mampu untuk membatasinya dikarenakan mereka memasuki Jama’ah Salafiyyah pada dasarnya adalah karena rasa cinta dan mencari kebenaran dalam Islam.

Dilihat dari persentase mahasiswa yang memasuki Jama’ah Salafiyyah kebanyakan mereka yang pada tingkah laku bawaan, karakternya yang cenderung religius

tetapi ditempat pada lembaga pendidikan formal agama, seperti pesantren, madarah-madrasah Islam dan sekolah agama lainnya. Jadi dengan mereka melihat, bersentuhan dengan Jama’ah Salafiyyah yang dahulu di dunia kampus atau di sekolah lainnya, mereka pun terarah kesana, yang mengakibatkan lama-kelamaan terpengaruh dan memasuki Jama’ah Salafiyyah. Dari segi ekonomi mereka berbeda-beda, ada dari kehidupan ekonomi yang mapan, ada juga yang kurang. Tetapi faktor ekonomi sangat minim bagi mereka yang memasuki Jama’ah Salafiyyah. Kebanyakan faktor pemahaman dan penilaian terhadap agama Islam.

Bagi mereka yang memasuki jama’ah ini, perilakunya cenderung mengkritis dan menilai masyarakat sesuai dengan pemahaman yang mereka peroleh, karena nilai dari ajaran yang mereka terima bersifat mengkritis. Di dalam keseharian mereka pun cenderung mengkritis. Timbulnya sifat kritis ini disebabkan oleh ajaran Salafiyyah yang membahas secara dalam ajaran Islam. Ajarannya menggali dalil hukum, yang diamalkan oleh umat Islam sehingga ajarannya bukan sekadar diterima begitu saja, tetapi harus dijelaskan bagaimana suatu dalil didalam amalan Islam itu dapat diterima dan ditolak.

Metode pelajaran pada Jama’ah Salafiyyah mirip dengan belajar hadis di persantren-pesatren pada umumnya. Akan tetapi ada juga perbedaan di jama’ah Salafiyyah. Kajian itu hanya sekedar disampaikan dan para jama’ah mendengarkan, sedangkan di pesantren, pelajaran itu mesti ditulis lagi dan dihapalkan.

Interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah juga terasa asing sebenarnya bagi masyarakat lainnya karena budaya Indonesia yang cenderung berevolusi menurut zamannya. Tetapi, Jama’ah Salafiyyah tidak mengikuti perubahan itu sehingga mereka kerap dilihat berbeda

bagi masyarakat lainnya. Meskipun demikian, bagi masyarakat yang sudah terbiasa dengan keberadaan mereka, akan merasa biasa saja.

Pada kehidupan kampus Universitas Sumatera Utara, jama’ah Salafiyyah ini memang kerap terlihat tidak mau bergaul dengan mahasiswa lainnya. Malah mereka membentuk komunitas tersendiri tetapi apabila kita berjumpa dengan mereka di musholla-muholla universitas, mereka masih mau dan biasa berinteraksi dengan mahasiswa lainnya. Dari sini dapat dilihat bahwa dari sisi pergaulan, mereka batasi. Mereka tidak mau berbaur dengan perempuan karena larangan syariat. Mereka juga menghindarkan tempat-tempat yang dapat mengundang untuk berhura-hura, keramaian dan umumnya tempat-tempat yang cenderung melegalkan pergaulan bebas dan pembauran,sebagaimana yang dikatakan salah satu informan Surianto.

”Pada dasarnya kami bergaul seperti masyarakat biasa,tetapi terkadang kami lebih berhati-hati dan harus pandai memilih pada siapa kami bergaul karena kehatian-hatian bagian dari prinsip ajaran kami, ajaran salafiyyah”.(Hasil wawancara jum’at/ 27/11/2009).

Meskipun demikian, tetap ada pengecualian seperti di dalam sarana pendidikan atau ruangan kelas. Karena hal itu merupakan tuntutan dalam menuntut ilmu. Jadi masalah ilmu atau proses penambahan ilmu pengetahuan bagi mereka boleh-boleh saja, selagi itu tidak bertentangan dengan akidah Islam. Kehidupan Jama’ah Salafiyyah juga tidak terlepas dari kajian-kajian Islam yang dilaksanakan secara rutin setiap minggunya, dua hingga empat kali perminggu.

Ketegasan Jama’ah Salafiyyah juga terdapat diantara sesama mereka. Di kalangan Salafi jika ada yang menyalahi akidah Islam, mereka akan memberikan rambu-rambu peringatan pertama yang menyalahi ajaran Salafi ini. Apabila ta’lif ini juga tidak

mampu, maka ia pun dikenai tahzir, semacam pengucilan dari komunitas Salaf. Tidak diajak berbincang, tidak ditemani dan hal itu berlaku sampai ia bertobat dan menyadari suatu tuntutan yang ada dasarnya dari Sunnah Nabi.

Akan tetapi bagi masyarakat awam hal itu tidaklah berlaku karena mereka pada umumnya belumlah mendalami agama, terkadang mereka hanya disibukkan oleh mencari nafkah bagi keluarganya. Kecuali berada pada tatanan para ustads, ulama dan kiyai karena mereka dianggap sudah mengetahui agama Islam. Dari sinilah bagaimana Jama’ah Salafiyyah memadang masyarakat Islam dan masyarakat mereka.

4.10 Analisis Interaksi Sosial Jama’ah Salafiyyah Di Universitas Sumatera

Dokumen terkait