• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4.7 Dakwah Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara

4.7.1 Profil Informan Anggota Jama’ah Salafiyyah

4.7.1.1 Informan Kunci

4.7.1.1.1 Muhammad Jaka Pratama

Beliau adalah mahasiswa pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Politik, stambuk 2005, dan sudah menjadi anggota Jama’ah Salafiyyah hampir 5 tahun. Pada mulanya beliau adalah seorang mahasiswa biasa, bahkan tidak tahu-menahu tentang ajaran Islam. Keinginannya untuk kuliah di Universitas Sumatera Utara sangat kuat meskipun secara ekonomi keluarganya kurang mendukung. Karena alasan itulah dia berinisiatif untuk tinggal di musholla FISIP USU pada awalnya. Di sini ia bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa yang aktif pada berbagai organisasi keagamaan seperti dengan mahasiswa-mahasiswa yang aktif pada berbagai organisasi keagamaan seperti KAMMI, UKMI dan HMI. Dari persentuhan inilah ia termotivasi untuk mencari dan memperdalam pengetahuan Islamnya. Pada awalnya, ia belajar ke organisasi tarbiyah (KAMMI), tetapi belum mendapat kepuasan. Dia pun mencoba mencari di HMI. Pada organisasi ini dia belum juga mendapat kepuasan. Beliau pun mendengar ada jama’ah lainnya di kampus seperti jama’ah Tabligh, Hizbut Tahrir Indonesia dan Salafi. Beliau terus termotivasi untuk memasukinya. Dari sekian banyak yang coba dia ikuti, hanya Salafiyyah yang menurutnya kebenaran Islam yang ia cari seperti ucapannya.

“Dua tahun saya berkelana mengikuti kajian-kajian Islam di kampus bahkandi kota Medan ini. Hanya Salafiyyah menurut ku yang cocok diamalkan. Alasannya adalah karena ajaran Salafiyyah tidak terbantahkan, karena Salafi menggunakan dalil, bukan akal”. (Wawancara/ Selasa//15/12/2009).

Dari sinilah beliau tetap tertarik untuk belajar ajaran Salafiyyah. Dia pun termotivasi untuk berdakwah dengan menjual produk-produk yang berbau Salaf, seperti buku-buku, minyak wangi dan madu. Menurutnya ajaran Salafiyyah adalah sebuah ajaran kebenaran yang tidak terbantahkan karena mempunyai dasar dan dalik yang valid. Adapaun interaksisosial Jama’ah Salafiyyah menurut beliau di antara sesama komunitas adalah biasa-biasa saja, akan tetapi mereka lebih kepada pembahasan. Daurah (pengajian salaf) terkadang mereka berdiskusi dan saling mengingatkan. Sedangkan interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah di luar golongan Salafiyyah beliau membaginya ke dalam beberapa aspek.

Aspek pertama adalah muamalah (pergaulan dengan sesama manusia), kedua adalah masalah aqidah (ketauhidan). Pada aspek pertama, ia merasa interaksinya biasa-biasa saja sebagaimana mestinya hukum di tengah masyarakat berlaku, tetapi kadang mereka tegas karena dan kondisinya. Sedangkan pada aspek kedua, mereka berinteraksi sangat tegas karena masalah agama tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dari sinilah mereka dipandang keras karena dakwah Salafiyyah yang mereka praktekkan cenderung membid’ahkan komunitas Islam lainnya menurutnya, ketegasan di dalam menyampaikan dakwah itu adalah salah satu bagian dari sifat Nabi Muhammad SAW.

Permasalah-permasalahan dakwah Salafiyyah yang dipandang komunitas Islam lainnya sebagai suatu Islam radikal, keras, tidak beradab, menurutnya adalah karena ketidakpahaman mereka terhadap ajaran Islam yang sebenarnya. Menurutnya, interaksi

sosial Jama’ah Salafiyyah di bidang akidah merupakan amar ma’ruf nahi munkar (penyeruan kepada kebaikan dan pencegahan terhadap kemungkaran) di dalam Islam. Meskipun ia sendiri mengakui banyaknya tantangan dari komunitas lainnya,tetapi tantangan itu ia hibur dengan hadist nabi sebagai sumber pokok ajaran Islam.

“Memang saya akui ajaran salafiyyah banyak yang tidak disukai oleh masyarakat bahkan dianggap asing,dan bagi kami beruntunglah orang-orang yang asing sebagaimana ajaran Islam suatu saat akan dipadang asing di tengah masyarakat dan beruntunglah bagi mereka yang terasing, begitu sabda Rasullah dalam hadisnya”, (wawancara, Selasa/15/12/ 2009).

Jaka juga membenarkan bahwa keterasingan Jama’ah Salafiyyah ini di tengah masyarakat yang membuktikan bahwa kebenaran itu ada di pihak Jama’ah Salafiyyah, karena kenyataannya jama’ah ini dianggap asing sendiri umat Islam lainnya. Hal ini mengangkat keyakinan Muhammad Jaka Pratama tentang ajaran Salafiyyah ini. Karena menurutnya ajaran Salafi ini sangat mudah dan rasional. Dia sangat aktif dalam pengajian salafi, bahkan di luar kampus USU sekalipun. Ia akan mendatangi dan mengikutinya untuk menuntut ilmu didalamnya.

Di samping itu, ketertarikannya kepada ajaran Salafi ini ialah karena ajarannya menolak untuk taklid (fanatik) terhadap mazhab (golongan) tertentu. Menurutnya seorang muslim itu hanya boleh taklid kepada Nabi Muhammad SAW, bukan kepada imam dan ulama.

“Kenapa kita harus taklid kepada salah satu imam, padahal jalan kepada Rasulullah terbuka lebar, kenapa kita harus mencari jalan yang sempit di dalam memahami agama Islam toh semua umat islam mengharapkan syafaat Rasululloh termasuk imam mazhab dalam umat islam,merekapun sama dengan kita tidak bebas dari kesalahan.”. (kutipan wawancara, 15/12/ 2009).

Disini Jaka mengatakan jalan Salafi adalah bukan jalan orang-orang yang taklid. Seorang muslim itu bebas mendapatkan ajaran Islam sesuai dengan ajaran yang paling

shaheh (valid). Hanya dengan jalan Salafi inilah seorang muslim itu mendapatkan hidayah dan ridhonya Allah SWT. Meskipun begitu menurutnya ia tidak memaksakan ajaran ini kepada muslim lainnya. Mereka hanya sekedar menghimbau dan mengajak, mau tatau tidaknya itu adalah pilihan dan hidayah Allah.

Jaka juga mengakui semenjak memasuki Jama’ah Salafiyyah ini, banyak perubahan yang terjadi dalam dirinya, terutama dalam hal bertingkah laku. Dia mengatakan sangat berhati-hati dan telah banyak meninggalkan perilaku-perilaku buruk sebelumnya. Dia juga menyadari akan pentingnya ilmu agama, karena merupakan tujuan dari hidup. Menurut beliau sangat disayangkan seorang pemuda yang jauh dari agamanya dan tidak tahu akan agamanya.

Jama’ah Salafi juga tidak menolak perubahan selama perubahan selama perubahan itu tidak bertentangan dengan akidah Islam. Salafi itupun muncul karena pada dasarnya ingin merubah kebiasaan-kebiasaan adat yang tertanam kuat di tengah masyarakat Islam. Sehingga menurut Jaka karena mengetahui itulah, makanya dakwah Salafi dipandang keras, padahal yang sebenarnya bukan keras, tetapi tegas.

Oleh karena itu, menurut beliau sebenarnya interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah biasa-biasa saja, akan tetapi karena dimasuki oleh ajaran Salafi yang tegas di dalamnya mengambil suatu keputusan dan perkara hukum banyak orang mengakategorikan kepada kekerasan. Hal itu menurutnya karena ketidakpahaman seseorang akan ajaran Islam itu sendiri.

4.7.1.1.2 Rizki Khairil

Beliau juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Sosiologi dan sudah mengikuti kajian Salafi sekitar tiga tahun lebih. Sebelumnya, dia juga mahasiswa biasa-biasa saja dan awalnya belum mengenal sama sekali apa itu Salafi. Pada awalnya, mahasiswa stambuk 2006 ini tertarik pada kegiatan organisasi musholla kampus, yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI). Di organisasi ini ia mengatakan ia beraktivitas biasa-biasa saja. Pertama kali dia tahu istilah Salafi. Pada waktu itu kajian salafi ada di Musholla FISIP. Dari sinilah dia mendengar, sekaligus mengikuti kajian Salafi. Lama kelamaan dia tertarik dan konsisten mengikuti kajian Salafi.

Rizki Khairil termasuk di dalam pengurus Forum Silaturahmi (Forsil) Salafi yang dibentuk dengan tujuan mengelola kajian dakwah Salafi di Universitas Sumatera Utara. Forsil ini sifatnya hanya sebagai penghubung komunikasi saja, tidak seperti suatu lembaga atau organisasi, melainkan hanya sebagai penampung sarana dakwah di Univesitas Sumatera Utara. Rizki juga mengakui sifatnya berubah semanjak mengikuti kajian Salafi ini. Dia pun meninggalkan seluruh organisasi yang diikutinya karena sudah tak relevan dan bertentangan dengan ajaran Salaf.

Dari segi pakaian, ia juga sudah berbeda. Kemana-mana ia menggunakan celana gantung dan hal ini menunjukkan kekonsistenannya terhadap ajaran Salafi. Dia juga sudah memelihara jenggot. Menurutnya hal yang biasa, tidak ada resiko dan tantangan, bahkan jenggot menunjukkan identitas seorang pria, di samping itu juga merupakan sunnah nabi. Riski juga menanggapi bahwa interaksi sosial jama’ah Salafiyyah biasa-biasa saja selama itu masih berhubungan dengan masalah muaamalah dan tidak terkait

dengan akidah atau tauhid. Sedangkan menurutnya, interaksi sosial dikalangan Salafi sangat erat dengan konsep keislaman. Di masyarakat Salafi ini dapat ditemui istilah tahzir, yaitu teguran berupa boikot kepada seseorang jama’ah atau ustad Salafi yang dinilai sudah menyimpang dari ajaran Salaf. Tahzir berpedoman kepada perilaku Nabi Muhammad yang mentahzir sahabatnya karnea tidak ikut masuk barisan untuk menunaikan panggilan jihad (berperang). Dari sinilah menurutnya Salafi mengambil konsep pedoman bahwa tahzir berlaku bagi umat Islam.

Keengganan Jama’ah dalam mengikuti kajian komunitas Islam lainnya adalah karena sudah berseberangan dalam memahami ajaran Islam. Maka dari itu ajaran di luar Manhaj Salaf dipandang sebagai ahlul bid’ah (pelaku perbuatan yang mengadakan perkara baru dalam agama). Mereka dijauhi secara akidah dan berperilaku biasa-biasa saja secra muamalah.

Terkadang disinilah terjadi permasalah dengan komunitas Islam lainnya, karena kebanyakan dari mereka tidak memahami. Akan tetapi menurut Rizki, Jama’ah Salafi tidak menentukan jumlah yang banyak mengikuti manhaj ini melainkan kekonsistenan jamaah dalam melaksanakan ajaran-ajaran Salafi.

Menanggapi adanya pelabelan dari sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa dakwah Salafi itu keras, Rizki mengatakan bahwa itu bagian dari menganjurkan kebaikan dari dakwah Islam, dan juga menegaskan tentang pentingnya suatu kebenaran dalam agama Islam. Yang ada hanya masyarakat tidak mengetahuinya. Menurutnya kebenaran dakwah Salafiyyah banyak didukung oleh dalil-dalil dari nash Al Qur’an dan juga hadis-hadis yang diakui kevalidannya. Tidak seperti umat Islam lainnya yang banyak

mengamalkan hadis-hadis lemah bahkan palsu ini memang suatu penyakit di dalam masyarakat Islam yang harus diberantas. Meskipun begitu menurutnya dakwah Salafi hanya disampaikan bagi masyarakat sesuai dengan ilmunya.

4.7.1.1.3 Muhammad Nofri Hendri Silaen

Mahasiswa yang satu ini adalah mahasiswa Departemen Manajemen, Fakultas Ekonimi. Sebenarnya beliau adalah stambuk 2004, namun pada waktu itu dia mengambil program Diploma 3 Keuangan dan melanjutkannya kembali pada tahun 2007, departemen Manajemen. Beliau memasuki Jama’ah Salafi pada tahun 2006. meskipun masih baru, tetapi beliau sudah mendalami kajian Salafi. Terlibat dari pola pikirnya, perawakan dan penampilannya yang menunjukkan dari luar akan pemahamannya terhadap ajaran Salafi. Beliaupun selalau menanggapi akal hal yang terjadi dan terkait dengan perkembangan dakwah Salafiyyah. Banyak hal yang melatarbelakanginya memasuki manhaj/ideologi salafi ini. Sebelumnya ia mengatakan bahwa dirinya adalah Jama’ah Tarbiyah (pemahan/ideologi PKS) sejak SMA. Dia pun sempat berkiprah lama di Partai Keadilan Sejahtera di tingkat kabupaten hingga ia masuk ke dunia kampus di Universitas Sumatera Utara.

Di universitas ini, dia menjumpai banyak golongan-golongan di tubuh umat Islam yang terlingkup di dalam organisasi/kelompok sosial. Di kampus ini juga ia melihat banyaknya doktrin-doktrin terhadap sesama umat Islam. Pada waktu masih aktif di Jama’ah Tarbiyyah, ia dilarang mengikuti kajian umat Islam lainnya seperti Sufi, Jama’ah

Tabligh, Jama’ah Salafiyyah dan lainnya. Di sini timbul pertanyaan dalam dirinya, ia ingin mengenal lebih jauh jama’ah-jama’ah itu sebagaimana dalam komentarnya.

“Pada waktu saya di Tarbiyyah, saya dilarang oleh para ikhwan pementor untuk memasuki jama’ah-jama’ah Islam lainnya. Dan hal itu membuat pertanyaan di dalam diri saya,sehingga saya termotivasi untuk mengenal semua kelompok-kelompok didalam tubuh umat islam “(Wawancara Selasa/24/2009).

Dengan timbulnya rasa penasaran itu, Nafri pun memasuki jama’ah Islam lainnya terutama Jama’ah Salafiyyah. Karena jama’ah ini pada waktuitu sudah banyak berada di Fakultas Ekonomi. Dari situ dia bertanya dan mengikuti kajian Salafi. Memasuki Jama’ah Salafi ini banyak perubahan yang dia dapatkan. Dia mengatakan bahwa di Salafi ini baru menemukan ajaran Islam yang sebenarnya, jauh dari kepentingan-kepentingan lain, terutama kepentingan dunia yang dimaksudkan ke dalam Islam. Menurut Nafri, kebenaran ajaran Salafi karena setiap perbuatan dan amalannya diiringi oleh dalil-dalil yang valid dari Al Qur’an dan Sunnah. Di samping itu ajaran itu terpelihara dengan mengambil metode pola pikir orang-orang soleh/alim dari zaman nabi, sahabat dan tabi’in, dan bukan sekadar penafsiran.

Nafri juga menanggapi akan tudingan-tudingan yang buruk dari luar terhadap Jama’ah Salafiyyah terutama di dalam interaksi sosial. Nafri mengakui akan adanya sebagian orang-orang Salafi yang terlalu keras di dalam mandakwahkan ajaran Salaf. Akan tetapi menurutnya, hal itu harus dibeda-bedakan antara ajaran Salaf dan orang-orang Salaf.

“Jangan karena karena kesalahan orang Salafi dalam menyampaikan, lantas anda menyalahkan ajaran Salafi,bedakan antara ajarannya dengan orangnya, ajaran salafi adalah ajaran islam,tapi terkadang tidaksemua diantara kita yang dapat menyampaikannya secara lugas dan baik” (Hasil wawancara Selasa, 2009).

Menurut beliau, dakwah Salafi adalah dakwah Islam. Yang menuding dakwah Salafi yang bukan-bukan, menurutnya disebabkan ketidakpahaman orang tersebut terhadap ajaran Salafi. Menurut dia, orang lebih banyak menilainya dari sisi luarnya, dari pada mengetahui ajaran Salafi yang sebenarnya.

Menurut beliau, Salafi semena-mena dalam memvonis dan menilai seseorang atau kelompok Islam lainnya. Salafi sangat berhati-hati dan mempunyai tahapan-tahapan yang menjatuhkan seseorang itu layak untuk diberi vonis. Dia memisahkan seorang itu kalau dinyatakan masuk kepada vonis kekafiran ada syarat-syarat yang harus diketahui. Yang pertama seseorang itu harus dipastikan baligh (dewasa), tidak gila (waras). Kemudian ia menyatakan menghendaki atas diri sendiri tanpa ada paksaan. Ketiga, seseorang itu ingkar setelah disampaikan dalil kepadanya, namun ia mengingkari dan mencelanya. Keempat, melakukan pentakwilan sembarangan terhadap agama. Kelima, tidak menghukumi kafir kecuali ada dalil yang menyatakan. Jadi tidak sembarangan seseorang itu jatuh kepada kekafiran dan kepada ahli neraka.

Dakwah Salafi menurut beliau sangat berhati-hati, jadi tidak layak dikatakan apabila Salafi itu keras terhadap komunitas Islam lainnya. Begitu juga dengan interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah. Beliau menilai sangat hati-hati dan kadang-kadang ada ketegasan setelah ada dalil yang mengatakannya. Menurut beliau orang menolak dakwah itu secara tidak langsung telah menolak dakwah nabi Muhammad SAW.

Di dalam dakwah Salafiyyah juga ada tahzir. Menurut beliau tahzir sama sekali sebelumnya, yaitu teguran yang berupa boikot yang dijatuhkan bagi umat Islam yang secara nyata menyalahi perintah Allah dan rasulNya, dan hal ini sudah pernah

dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan tidak menyalahi syariat. Oleh karena itu menurut beliau, dakwah dan interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah adalah interaksi yang dibangun sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri.

4.7.1.1.4 Surianto

Mahasiswa yang satu ini juga telah mengikuti kajian Salafi selama kurang lebih tiga tahun. Beliau adalah mahasiswa Departemen Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Pada mulanya dia tidak tahu menahu tentang ajaran Salafi ini.Dia mengetahuinya dari senior-seniornya yang dahulu katanya pernah aktif di kajian Salaf. Di samping itu juga di musholla Fakultas Sastra, pada waktu itu masih ada kajian Salafi setiap hari Sabtu setelah Zuhur. Dari sinilah ia bersentuhan lebih banyak dengan dakwah Salafiyyah. Dia menyukai ajaran ini karena menerutnya segala pembahasan dan masalah umat Islam selalu ditunjukkan dengan dalil dan nash sandaran yang kuat lagi valid. Sehingga selama ini dia merasa tidak mengetahuinya lebih banyak tentang agama Islam. Kalaupun mengamalkan ajaran Islam dia tidak tahu pasti dalilnya, hanya mendengar dari kata-kata orang.

“Dulu saya mengamalkan ajaran Islam selalu mendengar kata si fulan dan si fulan. Akan tetapi sekarang dengan belajar dari salafi, saya mengetahui langsung akan dalilnya dan dari mana sumbernya,disinilah kebenaran ajaran salafiyyah itu.” (Wawancara Jum’at/4/122/2009).

Dari sinilah Surianto mengetahui lebih banyak tentang Islam banyak tentang Islam yang pada sebelumnya sewaktu duduk di bangku SMA dia tidak tahu menahu sama sekali tentang agama Islam. Akan tetapi perjalanannya mengikuti kajian Salafi tidak selalu berjalan mulus, harus ada resiko yang ia terima. Apalagi di kampungn halamannya

di Pematang Siantar sama sekali tidak ada kajian Salafi. Dia pun merasa disindir di lingkungan keluarganya sendiri, yang dulunya kata mereka dia ramah, suka bersenda gurau, sekarang ia dinilai masyarakat begitu kaku bahkan dipandang sudah mengikuti aliran sesat. Hal tersebut dia hadapi dengan lapang dada karena ia paham menjadi menjadi seorang yang baik tidak harus bejalan mulus, pasti ada rintangan.

Meskipun begitu, tidak memundurkan semangatnya untuk berusaha dan kuliah. Kesehariannya selain kuliah adalah berjualan bandrek di malam hari. Di situ kelihatan tidak ada masalah bagi pelanggannya akan sikapnya sebagai seoang Salafi. Di samping itu, resiko yang ia hadapi sendiri di lungkungan tempat tinggalnya di Medan. Dia bertempat tinggal di sebuah mesjid di daerah Pasar 2 Padang Bulan. Di situ pada awalnya dia juga dipertanyakan karena setiap perayaan Islam seperti Maulid Nabi dan Isra’Mi’raj, dia selalu tidak ada ditempat. Hal ini karena perayaan-perayaan itu menurut ajaran Salaf adalah bid’ah yang harus dijauhi dan bukan bagian dari syariat Islam.

Ketika ditanya kenapa dia tertarik kepada ajaran Salafi, ia mengatakan bahwa ajaran Salafi adalah ajaran Islam yang murni, menjadikan umat Islam berilmu, mengetahui apa yang mereka amalkan, bukan sekedar ikut-ikutan didalam beramal. Jadi segala amalan yang kita kerjakan, kita mengetahui ilmunya sebagaimana hasil kutipan darinya.

“Ajaran Salafi ini memurnikan tauhid Islam, menurut saya inilah ajaran Islam yang sebenarnya. Di samping itu ajaran ini juga mengajarkan kita banyak ilmu sehingga kita beramal didalam Islam mengetahui secara pasti ilmunya” (Wawancara Jum’at/27/12/2009).

Banyak hal sebenarnya membuat ia tertarik pada ajaran ini, tetapi pada dasarnya memang inilah yang ia rasakan. Dia juga tidak bisa menutupi akan banyaknya perbedaan

di tubuh Salafi, terutama dalam hal perbedaan pendapat. Namun itu tidak masalah selagi dihadapkan pada orang berilmu atau ahlinya. Akan tetapi menurutnya, perbedaan itu umumnya di dalam hukum fiqih, tidak dengan tauhid (kaidah). Sehingga meskipun berbeda, mereka tetap akan akur dan bertemu dalam kesamaan pada pemahaman tauhid.

Mengenai interaksi sosial, beliau juga mengatakan bahwa interaksi sosial jama’ah Salafiyyah adalah sesuai dengan pemahaman mereka tentang agamanya. Memang ada seseorang itu berubah prilakunya 80% ketika sudah memasuki jama’ah ini. Menurutnya karena biasanya yang demikian ada ketakutan untuk terlibat, terhanyut ke dalam kebodohan masyarakat lainnya sehingga mereka banyak yang berpaling dari itu semua. Tetapi menurutnya bukan semata-mata menghindari karena benci, tetapi karena kehati-hatian di dalam berbuat dan takut terjaduh ke dalam subhat (hal yang meragukan didalam masyarakat). Adanya dakwah Salafiyyah yang dilihat terlalu keras kepada masyarakat sebenarnya itulah dakwah Islam yang sebenarnya. Menurutnya tidak ada ada ketakutan untuk memasuki ajaran Salafi, tinggal masyarakat itu sendiri menentukan apakah menerima atau menolaknya.

Interaksi sosial sesama anggota Jama’ah Salafiyyah menurutnya pada dasarnya biasa-biasa saja. Akan tetapi, bukan berarti di Salafi itu ada perbedaan di antara satu sama lainnya. Jikalau perbedan itu sudah menyinggung maslah akidah, mereka pun melakukan tahzir (peringatan boikot terhadap sesama umat Islam). Hal ini pun menurutnya dilakukan dengan kepastian dan sangat berhati-hati untuk memastikan seseorang itu masuk tahzir atau tidak.

4.7.1.1.5 Andika Putera

Beliau adalah mahasiswa jurusan Administrasi Negara,Fakultas ilmu Sosial Dan Ilmu Politik stambuk 2004. Beliau termasuk mahasiswa yang paling lama mengikuti ajaran Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara,pertama kali beliau ,mengikuti ajaran ini adalah pada semester kedua di bangku kuliah,yang pada mulanya ia adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Islam FISIP USU, akan tetapi disini ia tidak mendapatkan ajaran islam yang ia cari, ia pun memasuki kajian salafi yang pada waktu itu sudah ada di masjid Dakawah USU setiap hari sabtu, disini ia merasakan sudah menemukan ajaran islam yang sebenarnya dia pun ia memutuskan untuk mengikuti dan memasuki ajaran salafiyyah dan meninggalkan UKMI FISIP.

Andika termasuk mahasiswa yang meramaikan Jama’ah Salafiyyah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.dengan interksinya di musholla FISIP banyak mahasiswa yang mengikuti jejaknya mengikuti kajian salafiyyah,menurutnya kajian salafiyyah adalah kajian islam yang sebenarnya dan layak di kembangkan di tengah umat islam.ketika di tanya tentang interaksi sosial jama’ah salafiyyah diantara sesama jama’ah salafiyyah beliau mengatakan bahwa interaksi sesama merekalebih kepada nasehat dan pembahasan kajian islam pada dasarnya biasa-biasa saja meskipun selalu bertemakan agama.kehidupan mereka di jadwalkan lebih banyak menuntut ilmu agama karena menurutnya orang yang menyia-nyiakan ilmu agama adalah orang yang sia-sia di dalam hidupnya.

”para ulama-ulama dahulu munghabiskan hidup dan umurnya untuk menuntut ilmu agama alangkah naifnya kita di zaman sekarang ini tidak mengikuti jejak mereka karena ilmu agama adalah kepentingan kita di akhirat, jadi orientasi

pergerakan kami di dalam jama’ah ini adalah mengkaji dan menuntut

Dokumen terkait