• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4.7 Dakwah Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara

4.7.1 Profil Informan Anggota Jama’ah Salafiyyah

4.7.1.2 Informan Biasa

Beliau 4 tahun mengikuti dakwah Salafi. Memang ada dasarnya ia tertarik untuk mendalami agama Islam, apalagi ia dibesarkan di lingkungan madrasah bukan sekolah umum. Dia adalah mahasiswa Departemen Ilmu Komputer di Universitas Sumatera Utara dan tercatat sebagai mahasiswa stambuk 2004, pada masa kuliah ini dia selalu mencari ajaran dan memperdalam agama Islam. Ia juga pernah aktif di organisasi kemahasiswaan Unit Kegiatan Mahasiswa Islam Ad Dakwah USU. Tetapi di organisasi ini, ia tidak mendapatkan apa yang dia cari. Di Mesjid Dakwah USU inilah dia mengenal kajian Salafi. Pada awalnya ia hanya mencoba mendengar, kemudian tertarik ada dan jadilah ia bagian dari para pengamalan ajaran Salaf.

Dengan berbekal pencarian agama Islam yang sebenarnya, bagi Rozi Salafi adalah ajaran Islam yang sesungguhnya, karena berpedoman kepada ajaran ajaran orang-orang saleh sebelumnya. Menurut Rozi, jadi orang Islam saja tidak cukup harus ada Salafnya sebagaimana kutipan pembicaraannya.

“Seorang pernah bertanya kepada Syekh Albani, kenapa kita harus menyandarkan ajaran ini pada Salaf bukan hanya Islam saja. Maka Syeikh menjawab Islam saja tidak cukup harus berpedoman kepada Salaf. Jadi dari sinilah saya menyimpulkan ajaran islam sebenarnya itu harus berpedoman kepada Salaf. (hasil wawancara Sabtu/12/12/2009).

Menurut beliau, interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah diantara sesama jama’ah biasa-biasa saja pada dasarnya. Jama’ah Salafiyyah tidak memasukkan jama’ah satu

pengajian saja dikatakan Salafi. Menurutnya Salafi itu banyak meskipun mereka berbeda tempat pengajian, akan tetapi berakidah sama. Maka mereka Salafi. Jadi Salafi bukan hanya satu golongan.

Menurut beliau juga, tudingan-tudingan akan kerasnya dakwah Salafi adalah disebabkan seseorang itu tidak mengetahui ajaran Salafi yang sebenarnya. Di sini dari segi interaksi tidak ada masalah dengan komunitas Islam lainnya. Tetapi kalau perbedaan sangatlah banyak.

Perbedaan itu terjadi dikarenakan pemahaman terhadap agama bukan karena hawa nafsu yang dibuat-buat. Ketika ditanya tentang bagaimana tanggapan Salafi terhadap komunitas Islam lainnya yang mengatakan Salafi itu tukang bid’ah, kaku, Islam radikal, beliau mengatakan apa yang sebenarnya mereka pikirkan justru karena ketidaktahuan mereka sendiri terhadap ajaran Salafi. Jama’ah Salafi berdakwah sesuai dengan kualitas ilmu yang mereka miliki, tetapi ia juga menyangkal bahwa Salafi bukan merasa paling benar, akan tetapi Salafilah yang mendekati kebenaran karena mereka mengikuti metode, cara jalannya orang-orang salaf (terdahulu).

Menurut beliau juga, interaksi sosial Jama’ah Salafiyah tidak ada yang menyalahi ajaran Islam. Ketika ditianya bahwa apakah Salaf itu merupakan kelompok sosial, maka beliau menjawab bahwa pada dasarnya Salafi itu bukanlah kelompok sosial, akan tetapi pengajian dan ideologi itulah yang menyebabkan Salafi seolah menjadi kelompok sosial.Beliau juga menyangkal Salafi bukanlah organisasi seperti NU, Muhammadiyah, PKS dan sebagainya. Akan tetapi lebih kepada ikatan mazhab/pemahan di dalam agama Islam. Dia mengibaratkan ajaran Salafi sebagai warna benda yang pada dasarnya Islam

itu lahir dengan keadaan murni putih. Akan tetapi terus berkembang dan berkembang lantaran warna putih itu berubah menjadi hitam, hijau, kuning. kalau putih itu masih ada yang tersisa, itulah Jama’ah Salafiyyah.

Dari sinilah menurut beliau umat Islam sekarang sudah banyak bercampur dan berbaur dengan kepentingan-kepentingan dunia sehingga tidak berwarna putih lagi,menurut beliau islam sekarang sudah dikelompokkan menurut kepentingannya masing-masing, salafi muncul sebenarnya ingin mengembalikan islam itu sebagaimana keadaan asalnya dahulu.

4.7.1.2.2 Dedek Ardiansyah Siregar

Beliau boleh dibilang paling akhir masuk Jama’at Salafiyyah, yaitu pada tahun 2008. akan tetapi pemahamannya terhadap jama’ah Salafiyyah cukup dalam dan termasuk salah satu yang disegani di kalangan Jama’ah Salafiyyah. Hal ini terjadi karena ia mencari kebenaran dalam agama berdasarkan ilmu. Pada mulanya mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial ini berada di lingkungan organisasi Muhammadiyah dan ia pun meyakini terlahir dari keluarga Muhammadiyah yang menurutnya sangat menekankan dalam meyakini ajaran Islam.

Pada dasarnya menurut beliau tidak ada masalah dengan keyakinannya dalam beragama. Tetapi pada saat itu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dilaksanakan kajian Salafi setiap hari Rabu. Kebiasaan beliau sehabis kuliah adalah duduk di teras mushalla. Secara tidak langsung ia mendengarkan kajian Salafi di mushalla ini. Apalagi

saat itu ia mendengar isi ceramah tentang bid’ah hanya terdapat dalam kajian Muhammadiyah.

Beliau pun mulai berdiskusi dengan Jama’ah Salafiyyah yang berada di FISIP USU. Pada waktu itu masih bersikeras tidak mau dikalahkan. Ia pun mencari dalil-dalil yang menguatkan pendapatnya tenang kesalahan ajaran Salafiyyah. Akan tetapi menurutnya, bukan kesalahan yang ia dapatkan, melainkan penguatan terhadap ajaran Salafi. Dari situ ia mulai mengkaji ajaran Salafi dan mulai aktif dalam kaitan Salafi. Ia meyakini terdapat banyak perbedaan antara Muhamadiyah dan Salafi. Diantaranya yang tidak ia temukan adalah pengkajian dalil-dalil di dalam mengamalkan syariat Islam. Di Muhammadiyah dia hanya menemukan contoh tanpa adanya kajian-kajian rinci dan dalam tentang agama.

Di Jama’ah Salafiyyah ia menemukan hal itu sehingga dengan itu ia tidak ragu dalam mengamalkan Islam. Proses ini beliau namakan sebagai pencarian kebenaran di dalam Islam. Meskipun begitu proses menjadi Jama’ah Salafiyyah tidaklah mudah menurutnya. Banyak dianggap sebagai Islam radikal, karena kepribadiannya yang sudah berubah. Ia telah memelihara jenggot, mengenakan celana gantung dan senantiasa berpakaian koko/gamis. Dan ia pun yang dulunya orang-orang yang ramah, dekat kepadanya perlahan-lahan mulai merenggang dan berhati-hati kepadanya. Meskipun demikian ia menganggap itulah cobaan bagi orang yang berjalan di atas kebaikan.

Ketika ditanya tentang interaksi sosial sesama anggota Jama’ah Salafiyyah, beliau katakan pada dasarnya biasa-biasa saja. Mereka sering berjumpa di pengajian Salafi seperti di mushalla, di mesjid dan diacara-acara daurah (pertemuan) akbar Jama’ah

Salafiyyah. Mereka sering berdiskusi tentang agama serta fenomena yang terjadi pada saat sekarang ini. Sehingga, komunikasi mereka tetap terjadi dengan baik. Meskipun demikian menurutnya, di Jama’ah Salafiyyah ada suatu metode peringatan bagi umat Islam terutama di kalangan Salafi dalam hal komunikasi dengan sesama umat Islam seperti ta’lif, ta’fir dan tahzir. Ta’lif merupakan metode untuk memperingatkan sesama umat Islam dengan teguran bawa perbuatan seseorang metode untuk memperingatkan sesama umat Islam dengan teguran bawa perbuatan seseorang tidak benar. Apabila ta’lif ini tidak berlaku, ia jatuh kepada ta’fir dan tahzir. Hal ini adalah pengucilan/pembaikotan kepada seseorang yang melakukan kesalahan besar dalam agama dengan cara misalkan tidak mengajaknya berbicara, bergaul dan menghindarinya.

Metode ini menurut beliau sudah banyak terjadi di kalangan Jama’ah Salafiyyah terutama di kalangan ustads-ustads Salafi. Seperti di Indonesia ini Ustads Ja’far Umar Tholib mentahzir ustads-ustads Salafi lainnya karena ia nilai sudah berseberangan dengan dakwah Salafiyyah yang sebenarnya. Meskipun demikian, Ta’lif dan tahzir berlaku bagi mereka yang mempunyai ilmu dan mengetahui serta menyalahi akan kebenaran di dalam ajaran Islam. Sedangkan bagi mereka yang belum mengetahui ilmu dan melakukan kesalahan tidak terjadi pentahziran disebabkan ketidakpahamannya terhadap agama.

Kemudian ketika ditanya tentang interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah dengan komunitas Islam lainnya, ia mengatakan bahwa hal tersebut pada dasarnya biasa-biasa saja. Apalagi hal itu hanya berkenaan dengan kehidupan muamlah. Akan tetapi ia tidak menyangkal bahwa ada sebagian Jama’ah Salafi yang kurang mau bergaul dengan masyarakat pada umumnya disebabkan lebih kepada ketakutan dan kewaspadaan akan kebodohan masyarakat tentang agama yang membuat mereka terpengaruh ke dalamnya.

Disamping itu juga mereka takut berlarut-larut di dalam masyarakat dan terjerumus ke dalam subahat. Atas dasar kehati-hati inilah mereka lebih banyak menghindari masyarakat banyak. Di samping itu juga ia tidak menyangkal akan kerasnya dakwah Salafi, baik secara lisan maupun tulisan. Menurut beliau, itulah dakwah Islam yang sebenarnya karena ada dalil kuat yang menjadi pendukung di dalamnya. Jadi tidak benar keras dan tegasnya dakwah itu kehendak Jama’ah Salafiyyah, akan tetapi tuntutan agama yang mengajarkannya. Sebagaimana komentarnya ketika ditanya tentang hal itu:

”Memangterkadang dakwah kami di pandang keras akantetapi hal itu tidak lain karena tuntunan dari ajaran syariat yang kami pelajari,dan dakwah dalam islam sangatlah di tekankan...sedangkan hubungan kami dengan sesama mahasiswa lain ya biasa saja sebatas itu kebutuhan kebiasaan pada umumnya..(hasil wawancara/Senin/19/12/2009)”.

4.7.1.2.3 Ibnu Tawakkal

Mahasiswa Antropologi FISIP USU ini juga menjadi anggota Jama’ah Salafiyyah yang menurutnya karena kebenaran ilmu. Beliau sangat lama berkecimpung di dunia organisasi keagamaan. Ia pernah tercatat sebagai anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Meskipun begitu, mahasiswa pencinta hadis-hadis nabi ini memutuskan perjalanan akhirnya di dalam agama kepada Jama’ah Salafiyyah. Karena kebenaran yang ia lihat di dalamnya. Kebenaran yang berupa dalil Al Qur’an dan hadis-hadis shoheh (valid) Nabi Muhammad SAW.

Pada awal ia tertarik pada ajaran Salafi sekitar tahun 2008. ia membaca buku karangan ulama Salafiyyah Syekh Robi’. Dari buku ini ia mengatakan ada sesuatu perbedaan yang ia peroleh dari jama’ah Islam lainnya. Di samping itu, ia juga sudah lama

mengagumi tokoh-tokoh kondang Jama’ah Salafiyyah, seperti Syekh Nasaruddin Al Albani, yang menurutnya pakar hadits mumpuni abad ini. Dari kekaguman inilah ia berawal masuk ke dalam Jama’ah Salafiyyah. Tetapi, ia juga tidak menyangkal pada masa-masa sebelumnya ia tidak sependapat dengan ajaran ini. Dan ia juga mengakui bahwa saat itu adalah masa-masa ketidakpahamannya tentang ajaran Salafi yang sesungguhnya.

Ketika ditanya tentang dakwah Salafi, menurutnya hal itu sangat menarik. Kajian Islam sebenarnya adalah kajian Salafiyyah, yaitu pembahasan tentang kebenaran tauhid, kebenaran syariat dan tidak sekedar buta. Disinilah menurutnya letak keistimewaan ajaran Salafiyyah dibanding ajaran Islam lainnya yang lebih kepada keduniaan dan kontemporer.

Ketika ditanya tentang dakwah Salafi, menurutnya hal itu sangat menarik. Kajian Islam sebenarnya adalah kajian Salafiyyah, yaitu pembahasan tetnang kebenaran tauhid, kebenaran syariat dan tidak sekedar taklid buta. Disinilah menurutnya letak keistimewaan ajaran Salafiyyah dibanding ajaran Islam lainnya yang lebih kepada keduniaan dan kontemporer.

Ketika ditanya tentang interaksi sosial jama’ah Salafiyyah beliau tidak terlalu mempermasalahkannya. Alasannya memang itulah dakwah Islam yang sebenarnya. Baginya, dakwah Islam itu benar-benar berasal dari sumber yang asli serta valid. Kabenaran Al’quran dan Sunnah tidaklah harus serta merta dibarengi dengan akal yang rasional. Mungkin saja nash atau ayat Al-quran itu tidak bisa digali pada saat ini. Akan tetapi pada masa berikutnya ia terungkap maknanya begitulah komentarnya tentang

kebenaran Al-Qur’an. Dia juga memandang etika dan norma dalam Islam tidaklah harus disesuaikan dengan kehendak zaman. Apalagi zaman sekarang ini menurutnya seluruh budaya dikontrol dan diimpor dari barat. Tetapi menurutnya, zaman itulah yang harus disesuaikan dengan norma Islam, karena kebenaran ajaran Islam sudah mutlak dan tidak bisa diperbaharui lagi.

Baginya, interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah kalau itu bersumber dari kitab suci, hal itu merupakan perkara yang baik bahkan lebih diutamakan. Jadi jangan karena zaman sudah berubah lantas kebenaran Al-quran itu diabaikan, dicari lagi alasan lain yang jauh dari Islam itu sendiri. Inilah menurutnya terjadi ketidaksesuaian. Dari situ ia mengambil suatu sikap kesimpulan, selama Salafi itu bersumber dari Al-Quran dan hadis, Salafi tidak layak untuk diganggugugat karena kebenaran dalam Islam bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah.

4.7.1.2.4 Baginda Sormin Siregar

Beliau adalah mahasiswa jurusan keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara stambuk 2007, dan telah mengikuti kajian salafi lebih kurang dua tahun. Pada mulanya beliau juga tertarik kepada ajaran islam kemudian berjumpa dengan senior-seniornya di musholla Fakultas Ekonomi yang banyak menunjukkan identitas keislamannya lewat simbol yang mereka bawa,dari interaksi mereka di mosholla bagindapun tertarik terhadap ajaran salafiyyah ini.dari sinilah ia membagi aktivitas kesehariannya di kampus kegiatan akademik dengan kegiatan mengikuti kajian Jama’ah

Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara. Bahkan terkadang ia telah rutinitas mengikuti kajian salafi di kota medan.

Ketika ditanya tentang alasan kenapa ia mengikuti ajaran salafiyyah ini dia pun menjawab bahwa ajaran salafiyyah adalah ajaran islam yang sebenarnya karena ajaran ini

mampu menunjukkan sandaran contoh,dan dalil bagi umat islam untuk

megikuti,menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.ajaran salafiyyah menurutnya unik karena tidak terlalu fundamental dan tidak terlalu modernkali,sedang-sedang atau berada di tengah-tengah.baginya memasuki jama’ah ini adalah pilihan dan sejauh ini belum ada tantangan yang ia peroleh baik dari keluarga,pergaulan dan masyarakat

Ketika di tanya mengenai interaksi sosial jama’ah salafiyyah sesama anggota jama’ah salafi beliau menjawab bahwa mereka saling mengingatkan akan imformasi yang terdapat didalam.jama’ah ini terutama dalam hal kajian terbaru salafiyyah,sejauh ini menurut beliau belum ada konflik atau pertentangan yang mereka alami sesama jama’ah paling kalau ada ikhwan atau teman yang malas mengikuti kajian ini mereka selalu saling mengingatkan kembali.

”sejauh ini belum ada di antara kami terdapat pertentangan gitu yang ada hanya saling mengingatkan satu sama lainnya,terutama dalam hal pengajian jadwal kajian dan kajian terbaru dalam jama’ah salafiyyah. Sedangkan masalah pribadi kami serahkan kepada diri masing-masing asal tidak mempengaruhinya di dalam mengikuti kajian salafiyyah ini”(wawancara selasa/8/11/2009)”.

Sedangkan mengenai interaksi sosial jama’ah salafiyyah di luar jama’ah,beliau mengatakan sejauh tidak mempengaruhi akan ajaran salafiyyah hal itu biasa-biasa aja.beliau juga menambahkan kehidupan jama’ah salafiyyah tidak terlalu aktif bahkan tidak mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra mahasiswa sebagaimana mahasiswa lainnya.karena ajaran salafiyyah sebenarnya mengkontrol setiap prilaku kehidupan

manusia,menurut baginda mereka lebih dititik beratkan kepada menuntut ilmu terutama ilmu agama yang wajib di tuntut sepanjang masa.

Dalam kehidupan sehari-hari di kampus mereka pun terlihat biasa-biasa aja,meskipun beliau tidak bisa mengingkari bahwa terkadang ada juga mahasiswa yang lain menganggap mereka aneh,berbeda dengan komunitas mahasiswa lainnya.menurut beliau hal itu dalah faktor tahu dengan tidak tahu.mahasiswa yang lain belum mengetahui akan ilmu yang mereka peroleh terhadap kehidupan dan simbol yang mereka bawa, sedangkan mereka sudah mengetahuinya.oleh karena itu mereka menganggap hal itu biasa- biasa aja,selagi tidak pernah di permasalahkan. Demikian juga halnya dengan para dosen dan stap akademik lainnya menurut beliau sejauh ini biasa-biasa saja,dan belum ada yang menjadi permasalahan,mereka tetap berjalan sebagaimana mahasiswa pada umumnya.

Dokumen terkait