SKRIPSI
INTERAKSI SOSIAL JAMA’AH SALAFIYYAH
(Studi Kasus Pada Mahasiswa Jama’ah Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara)
Disusun oleh
Nama : Rais Zuwaradan
NIM : 050901012
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULATAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Dengan banyaknya perbedaan pemahaman dan pemikiran di kalangan masyarakat terutama di lingkungan akademis atau universitas dapat menciptakan berbagai macam pola prilaku di tengah-tengah kehidupan mahasiswa, tentunya hal itu berlaku juga bagi masyarakat perbedaan ini juga telah menciptakan suatu realisasi untuk membentuk suatu komunitas atau disebut juga sebagai kelompok sosial, dari sekian banyak kelompok sosial di lingkungan Universitas Jama’ah Salafiyyah sepertinya memberikan nuansa baru karena dari segi pola interaksinya jama’ah ini membawa simbolitas yang mereka pakai dalam kehidupan sehari-hari.di samping itu juga peneliti tertarik mengkaji makna yang terdapat di dalam pola prilaku Jama’ah Salafiyyah. Hal ini sebenarnya bermaksud untuk melihat lebih jauh bagaimana sebenarnya keberadaan Jama’ah Salafiyyah di dalam berinteraksi dan apa tanggapan mahasiswa yangt lain di luar jama’ah ini terhadap keberadaan mereka.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriftif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan prilakunya. Studi kasus adalah tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap dilakukan secara mendalam, mendetail, dan kompeherensif. Lokasi penelitian adalah di Universitas Sumetera Utara dengan menspesialisasikannya di tempat-tempat biasa yang dijadikan sebagai tempat berkumpul oleh para informan, seperti di masjid dan musholla-musholla fakultas di universitas. Di dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama adalah sebanyak tiga belas orang informan terdiri dari mahasiswa anggota Jama’ah Salafiyyah dan mahasiswa yang bukan anggota Jama’ah Salafiyyah dan sesuai sesuai dengan karekteristik yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti, guna memperoleh informasi dalam bentuk data yang sesuai dengan permasalahan peneliti.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat ilahi Rabbi Alloh SWT,karena
atas rahmat dan karunianya yang senantiasa menyertai penulis untuk dapat menyusun
tugas akhir perkuliahan ini yaitu skripsi,yang berjudul Interaksi Sosial jama’ah
Salafiyyah (studi kasus pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara).kemudian solawat
serta salam penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW,yang mana beliau telah
memberikan inspirasi tentang kesabaran dan kegigihan kepada penulis di dalam
beraktivitas sehari-hari.Akhirnya penulis juga tidak lupa mencurahkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang tercinta, kepada sang ayah Ibnu Hamdani,
yang senantisa mengutamakan anaknya dari dirinya sendiri,kepada sang Ibu Nur laila
yang selalu kutanamkan dalam hidupku prinsip perjalanan hidupnya,yang kurindukan
kasih sayang dan do’anya.kepada saudara ku abangda Lukman Hakim Lubis,yang selalu
memberikan motivasi apa artinya hidup, kepada saudariku kakanda Afrida yanti
lubis,yang senantisa memberikan nasehat kepada penulis.tentang pentingnya hidup
dengan cinta, tanpa mereka penulis tidak bisa menatap masa depan dengan semangat
hidup.
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari
Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Universitas Sumatera
Utara.Dalam penulisan ini, penulis banyak mengalami hambatan.hal ini di sebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan,pengalaman,dan materi penulisan.akan tetapi berkat kesabaran
memberikan motivasi dan sarana fasilitas di dalam menyelesaikian skripsi ini,dan atas
dukungan itu semua penulis Alhamdulillah bisa menyelesaikan skiripsi ini. Memang
habislah sampah di tepi kali kalau disapu dengan sapu lidi..memang insaplah hamba
dalam diri ternyata hidup ini tidak harus sendiri...selama dalam penulisan skripsi
ini,penulis banyak menerima bantuan,kritikan,saran,motivasi,serta dukungan dan do’a
dari berbagai pihak,oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepda
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Diantara mereka yang berjasa ,menurut penulis yang disungguhi ucapan
terimakasih adalah antara lain:
1. Bapak Prof.DR. M.Arif Nasution, MA.selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial Dan ilmu
politik,universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. DR. Badaruddin Rangkuti, M.SI,selaku Ketua Departemen Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumetera Utara.
3. Ibu Dra. Rosmaini, M.Si sebagai dosen pembimbing penulis, yang telah membimbing
penulis dengan penuh kesabaran sampai penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Dimana dengan begitu banyak kesibukan beliau masih sempat membimbing penulis
dengan penuh keikhlasan,dengan meluangkan waktunya yang tersisa.
4. Kepada seluruh dosen Sosiologi dan dosen Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
yang telah memberikan materi selama penulis menjalani perkuliahan di FISIP USU.
6. Kepada Tulang Hasanuddin parinduri yang aku banggakan,Nantulang Mariani daulay
teman bercerita, Bang Adi Umarto,Bang Rudi,Indra selaku teman satu kamar,Ade
irma..yang selalu betingkah dirumah.he-he.
7. Kepada Ust. Drs. M.Said Luwib selaku sahabat dan sekaligus pembimbing rohani
penulis,yang selalu ada jika penulis membutuhkannya.
8. Kepada Bouk Maimunah sekeluarga yang selalu membantu penulis dalam kesulitan
di kota medan.
9. Kepada masyarakat sahabat sekampung di Hutanauli, kampung halaman yang
kuc intai di situ ada sungai danau kolam semoga tetap dalam keadaan aman dan
tentram.
10.Kepada teman-teman di musholla ngeleseh group, ada Bang Dedeks Ardiansyah
Assalafiyyah, Zulkarnain Bancin Assyahwati, Andika Sahputera Assalfi, Ibnu
Tawakkal yang Tsiqoh, Mirza Sembiring Assalafi, Jaka Pratama aktivis dari
Khurosan, Saipul Arifin alias Cak Ipoel, Mas Suyadi Medok FC,dan buat adek-adek
yang banyak membantu terutama Ikram ”Hamidich” Angkat, yang sudah banyak
berkeluh kesah sama penulis, Riski Khoiri Albinjai, Afwan, Ismuhar Ramadhon,
Haikal ada deh, Burhan, Purwanto, Ali,Alimul Hadi,Frie,dan banyak lagi, semoga
semuanya tetap semangat.
11.Buat teman-teman Departemen Sosiologi, hampir lupa sama mereka, ada Ahmad
Jailani, Riana Ningrum, Katub,Tiara Lara Sati, Yanti, Ita, Muhammad Muhadi,
Habibi, Anriand Hermad, Pridolin, Frengklin, Indra, Nia Ramadani, adek kelas Rian,
12.Buat seluruh informan penelitian terutama Jama’ah Salafiyyah yang telah
meluangkan waktu bagi penulis untuk berdiskusi dan mewawancarai mereka, semoga
mereka tetap dalam kebaikan.
13.Kepada seluruh teman-teman Facebook Bung Lubis, yang senantiasa memberikan
komentar di dunia maya.
Di sini penulis telah mencurahkan segala kemampuan,tenaga,pikiran serta waktu
dalam menyelesaikan skripsi ini, namun demikian penulis masih menyadari banyak
kekurangan di dalamnya,oelh karena itu dengan segala kerendahan hati sebagai manusia
biasa penulis mengharapkan saran dan masukan yang sehat dan membangun dari para
pembaca.Besar harapan penulis kiranya skiripsi ini dapat memiliki manfaat bagi
pembaca.
Medan,11 Maret 2010
Penulis
3.4Teknik Pengumpulan Data ... 25
3.5Interpretasi Data ... 26
3.6Keterbatasan Penelitian ... 27
3.7Jadwal kegiatan Penelitian ... 28
BAB 1V DESKRIPSI LOKASI DAN INTRPRETASI DATA ... 29
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29
4.2 Deskripsi Jama’ah Salafiyyah ... 31
4.3 Kelompok-kelompok Jama’ah Salafiyyah... 38
4.4 Dakwah Salafiyyah di Indonesia ... 40
4.5 Konflik Di Dalam Jama’ah Salafiyyah ... 43
4.6 Dakwah Salafiyyah di Kota Medan ... 45
4.7 Dakwah Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara ... 49
4.7.1 Profil Informan Anggota Jama’ah Salafiyyah ... 54
4.7.1.1 Informan Kunci ... 54
4.7.1.2 Informan Biasa ... 68
4.7.2. Informan di Luar Komunitas Jama’ah Salafiyyah ... 77
4.8 Interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah Di Universitas Sumatera Utara... 84
4.8.1. Interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah di Berbagai Fakultas ... 87
4.8.1.1 Jama’ah Salafiyyah Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ... 87
4.8.1.2 Jama’ah Salafiyyah Di Fakultas Ekonomi ... 89
4.8.1.3 Jama’ah Salafiyyah Di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam ... 91
4.8.1.4 Jama’ah Salafiyyah Di Fakultas Sastra ... 92
4.8..1.5 Jama’ah Salafiyyah Di Fakultas Teknik ... 93
4.8.2 Interaksi Simbolis Jama’ah Salafiyyah ... 95
4.9 Analisis Interaksi Sosial Jama’ah Salafiyyah ... 97
4.10 Analisis Interaksi Sosial Jama’ah Salafiyyah Di Universitas Sumatera Utara ... 102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ... 106
5.1.Kesimpulan... 106
5.2.Saran. ... 108
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR BAGAN
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
Dengan banyaknya perbedaan pemahaman dan pemikiran di kalangan masyarakat terutama di lingkungan akademis atau universitas dapat menciptakan berbagai macam pola prilaku di tengah-tengah kehidupan mahasiswa, tentunya hal itu berlaku juga bagi masyarakat perbedaan ini juga telah menciptakan suatu realisasi untuk membentuk suatu komunitas atau disebut juga sebagai kelompok sosial, dari sekian banyak kelompok sosial di lingkungan Universitas Jama’ah Salafiyyah sepertinya memberikan nuansa baru karena dari segi pola interaksinya jama’ah ini membawa simbolitas yang mereka pakai dalam kehidupan sehari-hari.di samping itu juga peneliti tertarik mengkaji makna yang terdapat di dalam pola prilaku Jama’ah Salafiyyah. Hal ini sebenarnya bermaksud untuk melihat lebih jauh bagaimana sebenarnya keberadaan Jama’ah Salafiyyah di dalam berinteraksi dan apa tanggapan mahasiswa yangt lain di luar jama’ah ini terhadap keberadaan mereka.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriftif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan prilakunya. Studi kasus adalah tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap dilakukan secara mendalam, mendetail, dan kompeherensif. Lokasi penelitian adalah di Universitas Sumetera Utara dengan menspesialisasikannya di tempat-tempat biasa yang dijadikan sebagai tempat berkumpul oleh para informan, seperti di masjid dan musholla-musholla fakultas di universitas. Di dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama adalah sebanyak tiga belas orang informan terdiri dari mahasiswa anggota Jama’ah Salafiyyah dan mahasiswa yang bukan anggota Jama’ah Salafiyyah dan sesuai sesuai dengan karekteristik yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti, guna memperoleh informasi dalam bentuk data yang sesuai dengan permasalahan peneliti.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Salah satu sifat alamiah manusia adalah kecendrungannya terhadap kehidupan
bersama atau berkelompok , sehingga dapat dinilai kelompok sosial merupakan suatu
gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar kegiatan
manusia berlangsung di dalamnya (Sunarto, 2004).
Banyaknya kelompok sosial mempunyai citra tersendiri di tengah masyarakat,
karena dengan adanya kelompok sosial suatu penilaian di dalam masyarakat dapat
diketahui keberadaannya, ditambah lagi masyarakat pun telah memiliki tanggapan dan
penilaian tersendiri terhadap kelompok sosial yang ada di sekitarnya. Meskipun
demikian, keberadaan kelompok sosial adalah sesuatu yang alamiah, yang tumbuh di
tengah masyarakat itu sendiri, seperti institusi - institusi terendah dalam masyarakat yaitu
keluarga hingga kepada institusi yang sifatnya membentuk kelembagaan sosial yang
berorientasi pada kepentingan bersama dan cita-cita yang diinginkan sehingga banyak
dijumpai di dalam masyarakat kelompok-kelompok sosial dalam suatu orientasi
kepentingan bersama, seperti Koperasi Unit Desa, Kelompok Tani, keluarga buruh dan
sebagainya (Gunawan, 2007).
Keberadan kelompok sosial bukan hanya terdapat pada masyarakat luas, pada
tinggi atau universitas. Di universitas berbagai kelompok sosial dijumpai, baik yang
bersifat nasional, primordial maupun relijius (keagamaan). Kelompok sosial itu terbentuk
sesuai dengan keinginan dan latar belakang mahasiswa yang memasukinya. Salah satu
diantara kelompok sosial tersebut adalah Jama’ah Salafiyyah. Jama’ah Salafiyyah adalah
suatu kelompok sosial keagamaan. Kelompok ini sudah berkembang di berbagai
pendidikan terutama di perguruan tinggi atau universitas –universitas besar negara ini,
salah satu di antaranya adalah Universitas Sumatera Utara (USU).
Universitas Sumatera Utara (USU), merupakan sebuah perguruan tinggi negeri
yang terbesar di Sumatera Utara. Di dalamnya terdapat berbagai golongan dan kelompok
sosial. Perangkat itu terdiri dari jajaran tenaga pengajar (dosen) dan pelajar (mahasiswa).
Sehingga di universitas ini tumbuh berbagai organisasi dan kelompok sosial yang
dipelopori oleh barisan dosen dan mahasiswa. Ditambah lagi masa peralihan Orde Baru
ke Era Reformasi yang sangat menjunjung tinggi nilai demokrasi, keberadaan kelompok
sosial di universitas ini semakin berkembang. Banyak juga kelompok sosial itu bersifat
organisasi. Organisasi-organisasi yang terdapat di Universitas Sumatera Utara pada
umumnya bersifat nasional dan primordial, akan tetapi belakangan ini organisasi yang
bersifat religi (keagamaan) juga tumbuh di dalamnya seperti Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI). Semua orientasi organisasi ini bergerak kepada struktur
motivasi pendidikan mahasiswa yang dihiasi oleh norma dan nilai tersendiri di dalam
organisasi tersebut (http//www organisasi pelajar.com /usu /kamis/7/2009
Di Universitas Sumatera Utara, Jama’ah Salafiyyah mengalami perkembangan.
luput dari latar belakang dari proses pencarian kebenaran dalam Islam, ditambah
maraknya kajian-kajian agama di universitas pasca berakhirnya Orde Baru. Memasuki
Era Reformasi, kebebasan berpendapat kembali digalakkan, baik melalui komunikasi
sosial maupun agama. Dalam dunia pendidikan pun terjadi perubahan dalam mencari
pengetahuan yaitu meningkatnya kebebasan dalam semua aspek horizontal pendidikan.
Gerakan ajaran Jama’ah Salafiyyah adalah berupa gerakan dakwah. Akan tetapi,
dakwah Jama’ah Salafiyyah berbeda dari gerakan dakwah Islam lainnya. Ajaran Jama’ah
Salafiyyah berorientasi pada pemurnian aqidah atau ajaran Islam, yang sesuai dengan
kitab suci umat Islam yaitu Al Qur'an dan Hadist yang menurut mereka ajaran Islam
sekarang sudah terlalu diperluas sehingga banyak bercampur dengan adat, budaya dan
nilai yang datang dari luar agama Islam. Menurut Jama'ah Salafiyyah, kebanyakan ajaran
Islam saat ini bukan ajaran Islam yang sebenarnya, melainkan telah dimasuki bid’ah (hal
yang baru dalam agama) yang mengakibatkan pengkaburan pada ajaran Islam yang
sebenarnya.
Jama’ah Salafiyah sangat berbeda dari kelompok Islam lainnya. Hal ini
disebabkan karena latar belakang yang berbeda meskipun sepintas ada kemiripan dengan
ajaran Islam lainnya, diantaranya adalah organisasi Muhammadiyah. Akan tetapi, dari
segi latar belakang Jama’ah Salafiyyah sangat berbeda dari Muhammadiyah. Ajaran
Jama’ah Salafiyyah sangat banyak dipengaruhi oleh ideologi Syekh Muhammad bin
Abdul Wahab1
1
Syekh Muhammad bin Abdl Wahab adalah pembaharu ajaran Islam abad ke-18 dari Najd, sekarang wilayah Arab Saudi. Lihat Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ajarannya oleh Syekh Ja'far Subhari
. Sedangkan Muhammadiyah lebih dipengaruhi oleh pemikiran Syekh
kedua kelompok sosial ini adalah sama-sama memberantas penyakit TBS (tahayul,
bid’ah, sesat) dalam masyarakat Islam. Tetapi belakangan diketahui orientasi pergeraka
Muhammadiyah lebih kepada modernisasi, sedangkan Jama’ah Salafiyyah hanya pada
orientasi nilai Islam (Sairin,1995: 21).
Perbedaan Jama’ah Salafiyyah dengan kelompok sosial lainnya sangatlah terlihat
jelas terutama dari segi kehidupan sosial sehari-hari. Dari segi berbusana, mereka
mempunyai penampilan yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Kaum pria identik
dengan penampilan celana di atas mata kaki (celana gantung) dan memelihara jenggot.
Sedangkan kaum wanita cenderung berpakaian lebar, dan berwarna gelap yang menutupi
seluruh tubuh. Disamping itu, ada juga diantaranya yang mereka yang memakai cadar
(menutup sebagian wajah). Perbedaan ini tampak sangat bertolak belakang dengan cara
berpakaian masyarakat pada umumnya. Dari sinilah tampak jelas perbedaan Jama’ah
Salafiyyah dari komunitas lainnya. Dan dari segi pergaulan mereka lebih cendrung
bergaul sesama mereka (satu jama’ah).
Pergaulan dan komunikasi Jama'ah Salafiyyah terasa lain bahkan asing, karena
sikap dan tingkah laku mereka yang dibalut oleh nilai religi (norma agama) berupa
praktik keagamaan yang masih asing bagi masyarakat Islam lainnya, terutama masyarakat
awam. Dari sinilah terjadi kesenjangan antara Jama'ah Salafiyyah dan komunitas umat
Secara historis, Jama’ah Salafiyyah masuk ke Indonesia pada tahun 80-an,
meskipun ada sebagian sejarawan mengatakan pada abad ke-182
Keberadaan Jama’ah Salafiyyah di dunia pendidikan khususnya di universitas
mempunyai corak ragam tersendiri karena bagaimanapun kelompok sosial ini harus bisa
berdampingan dengan kelompok sosial lainnya melalui interaksi dan pendekatan sosial.
Namun keberadaan Jama’ah Salafiyyah selalu mempunyai masalah dengan komunitas
lainnya. Sehingga nampak seakan menciptakan kesenjangan dalam hubungan sosial. . Tetapi secara resmi,
Jamaa’ah Salafiyyah masuk ke Indonesia pasca kemerdekaan, bersamaan dengan
dibukanya Lembaga Pengkajian Bahasa Arab (LPBA) di Jakarta. Belakangan lembaga ini
berganti nama menjadi Lembaga Ilmu Islam dan Sastera Arab (LIPIA), yang dibiayai
oleh pemerintah Arab Saudi. Melalui lembaga inilah diperkenalkan pemikiran-pemikiran
ulama dari Arab Saudi yang beraliran Salafi Wahabi. LIPIA merupakan cabang dari
Universitas Muhammad Ibnu Saud di Riyadh, Arab Saudi. Universitas Muhammad Ibnu
Saud membuka cabang ketiga di Jakarta setelah sebelumnya di Djibuti (Pakistan) dan
Mauritania atas persetujuan pemerintah Indonesia (Iqbal M, 2008).
Pembukaan cabang ketiga di Indonesia ini terkait dengan gerakan penyebaran
ajaran Wahabi yang berwajah Salafi ke seluruh dunia yang dilakukan oleh pemerintah
Arab Saudi pasca melonjaknya harga minyak dunia pertengahan 1970-an. Ajaran Salafi
ini pun berkembang di Indonesia hingga sekarang. Perkembangannya diawali dari dunia
pendidikan yang berkembang ke berbagai universitas. Hal ini juga didukung oleh
banyaknya guru-guru Salafi yang bersentuhan dengan dunia pendidikan.
2
Beberapa kasus yang terdapat di berbagai daerah yang menunjukkan penolakan terhadap
Jama’ah Salafiyyah seperti pembakaran pesantren Salafi di Nusa Tenggara Barat, dokrin
Wahabi dan sebagainya. Begitu juga di universitas, meskipun jama’ah ini berkembang di
dunia pendidikan, akan tetapi masih ada komunitas dalam dunia pendidikan yang
melarang kajian Jama’ah Salafiyyah seperti yang terjadi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara. Kasus-kasus ini menunjukkan adanya penolakan
terhadap Jama’ah Salafiyyah.
Ajaran Salafiyyah sebenarnya bukanlah hal yang asing di tengah masyarakat.
Istilah Salafiyyah sebenarnya sudah banyak dikenal masyarakat Islam terutama pada
masyarakat santri (pelajar Islam), walau hanya sebatas pemahaman bukan pada ajaran. Di
kalangan masyarakat NU (Nahdatul Ulama) sistem pendidikan Islam klasik (pondok
pesantren) disebut sebagai pendidikan Salafi karena merujuk kepada metode pendidikan
terdahulu. Oleh karena itu istilah Salafi hanya masyarakat santrilah kebanyakan yang
tahu, sedangkan masyarakat awam tidak begitu mengetahui istilah itu. Mereka lebih
mengetahui istilah santri, kiyai, ustads sebagai orang yang paham akan ajaran agama.
Kaum Wahabilah yang mempopulerkan istilah Jama'ah Salafiyyah sebagi gelar
untuk golongannya. Hal ini disebabkan istilah Wahabi sudah banyak tidak disenangi oleh
sebagian besar masyarakat Islam3
3
Lihat I'tikad Ahlussunnah wal Jama'ah, KH. Sirajuddin Abbas
. Dapat dilihat dari berbagai kegiatan agama yang
mereka lakukan selalu membawa nama Salafiyyah, baik itu yang bersifat pendidikan,
pola tingkah laku, maupun dalam bentuk karya-karya ilmiah mereka
Perkembangan Jama’ah Salafiyyah dapat dikatakan meningkat dari tahun ketahun,
terutama di Universitas Sumatera Utara. Banyaknya jumlah mahasiswa yang mamasuki
ajaran Salafiyyah pada setiap rutinitas dakwah yang mereka adakan menjadi indicator
penting untuk melihat peningkatan ini. Ada daya tarik tersendiri yang mereka berikan.
Mereka mampu menjelaskan agama dengan pola berpikir yang masuk akal namun tidak
menyalahi aturan agama yang ada. Dari segi pola tingkah laku, mahasiswa yang
mengikuti ajaran Salafiyyah dapat dilihat banyak yang berubah terutama dari segi tingkah
laku, berbusana dan nilai-nilai kesehariannya. Sehingga dari satu sisi dapat menciptakan
kesenjangan bagi komunitas mahasiswa lainnya. Dari sinilah penulis tertarik meneliti
tentang pola interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah, khususnya di Universitas Sumatera
Utara (USU).
1.2Perumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah
yang akan diangkat adalah
1. Bagaimana interaksi sosial antar sesama mahasiswa anggota Jama’ah Salafiyyah
di Universitas Sumatera Utara ?
2. Bagaimanakah interkasi sosial mahasiswa Jama’ah Salafiyyah dengan
mahasiswa yang bukan anggota Jama’ah Salafiyyah di Universitas Sumatera
1.3Tujuan Penelitian
Di dalam sebuah penelitian, memang membutuhkan cara pandang tujuan. Yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara detail pola interaksi sosial
Jama’ah Salafiyyah, khususnya Jama’ah Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi
mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa Sosiologi, serta dapat memberikan
sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial dan masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan kajian
ilmiah bagi penulis dan mampu juga sebagai referensi dan rujukan penelitian
yang terkait di dalam penelitian ini.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan motivasi bagi
peneliti untuk mendalami tentang metode penelitian sosial, serta menerapkan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Interaksi Sosial
Salah satu karakteristik pribadi manusia adalah mempunyai naluri untuk
melakukan interaksi sesamanya semenjak dia dilahirkan di dunia. Sehingga boleh
dikatakan, interaksi sesama manusia sudah menjadi keharusan dan kebutuhan. Dengan
memenuhi kebutuhan tersebut, ia juga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang
lain. Boleh disimpulkan tanpa interaksi dengan manusia lain, manusia tidak akan dapat
bertahan hidup. Menurut Gillian dan Gillian(dalam Soerjono Soekanto, 1984 : 498)
interaksi sosial adalah merupakan sebagai hubungan hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Interaksi sosial merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam Sosiologi.
Istilah tersebut secara kontak timbal balik atau interstimulasi dan respons antara
individu-individu dan kelompok. Dalam interaksi sosial mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Pelaku interaksi lebih dari seorang, biasanya berjumlah dua, tiga atau lebih;
2. Komunikasi antar pelaku juga kerap menggunakan simbol- simbol;
3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang
yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung; dan
4. Mempunyai suatu tujuan tertentu.
Menurut Kimbal Young dan Raymond W Mark (dalam Soekanto,1982: 58)
menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Oleh
dilakukan oleh manusia mempunyai syarat- syarat agar interaksi terjadi dengan baik,
yaitu :
1. Kontak
2. Komunikasi
Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok agar
mempunyai makna bagi pelakunya dan kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok
lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi.
Kontak dapat terjadi secara langsung melalui gerak dari fisikal organisme (action
of physic organism). Misalnya melalui melalui pembicaraan, gerak, isyarat dan dapat pula
secara tidak langsung. Misalnya melalui tulisan atau bentuk-bentuk komunikasi jarak
jauh, seperti telepon, chatting dan sebagainya. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Alvindan Helen Gouldner dalam Taneko (1990 : 110), interaksi adalah suatu aksi dan
reaksi di antara orang-orang, jadi tidak mempedulikan secara berhadapan muka secara
langsung ataukah melalui simbol-simbol seperti bahasa, tulisan, tingkah laku, pakaian
dan sebagainya. Semuanya itu tercakup di dalam konsep interaksi, selama hubungan itu
mengharapkan adanya satu atau lebih bentuk respons.
Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung. Terjadi kontak belum berarti
telah ada komunikasi, karena komunikasi itu timbul apabila seseorang indivdu memberi
tafsiran pada perilaku orang lain. Dengan tafsiran itu, lalu seseorang itu mewujudkan
dengan perilaku tadi dimana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang
ingin disampaikan oleh orang lain.
Sehubungan dengan komunikasi, Schlegd berpendapat bahwa manusia adalah
objek-objek di dalam kesadaran dan memutuskan bagaimana ia bertindak secara berarti
sesuai dengan penafsiran itu (Taneko, 1990 : 75). Nyatalah bahwa komunikasi
merupakan proses berlangsungnya interaksi sosial secara nyata.
Oleh karena itu, dalam Jama’ah Salafiyyah perlu adanya komunikasi, komunikasi
diantara sesama jama’ah maupun di luar golongannya, didalam mengajarkan ajaran
agama Islam, komunikasi merupakan esensi yang terpenting dalam mengembangkan
ajaran Islam karena komunikasi merupakan jembatan penghubung di dalam
melaksanakan kebutuhan dalam kehidupan, komunikasi dakwah Salafiyyah bermaknakan
amar ma’ruf nahi mungkar (perintah mengerjakan kebaikan dan mencegah keburukan)
yang sesuai landasan Al-quran dan Sunnah. (Rahmat,65:2005) proses sosialisasi dakwah
Salafiyyah didukung oleh komunikasi yang relepan di antara sesamanya dan diluar
golongannya,sehingga perkembangannya cenderung terjadi karena bersentuhan langsung
dengan Jama’ah Salafiyyah.
Komunikasi dakwah Salafiyyah juga berbentuk tidak langsung seperti banyaknya
buku-buku Salafi yang beredar di tengah masyarakat, mencontohkan perilaku-perilaku
Islam di tengah masyarakat, seperti halnya yang terdapat dalam Jama’ah Salafiyyah
FISIP Universitas Sumatera Utara mereka berbeda dari mahasiswa lainnya, baik dari segi
berpakaian maupun dari segi pergaulan. Mereka lebih betah di musholla dari pada
bergaul sebagaimana mahasiswa FISIP pada umumnya, seperti nongkrong di kantin di
DPR (di bawah pohon rindang). Sepintas dilihat prilaku mereka cendrung tertutup dari
luar akan tetapi di musholla mereka selalu menjalin komunikasi dengan komunitas atau
mahasiswa lainnya.
2.2 Tindakan Sosial
Tindakan sosial adalah tindakan individu atau seseorang yang bertindak yang
mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang
lain (Weber dalam Ritzer 2007). Menurut Max Weber, metode yang bisa digunakan
untuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen.
Istilah ini tidak hanya sekedar merupakan intropeksi yang cuma bisa digunakan untuk
memahami arti subjektif tindakan diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain.
Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan untuk
berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain
yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuannya mau dilihat menurut
perspektif itu (Johnson, 1986:216).
Max Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang
mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat. Keempat jenis tindakan social itu
adalah :
1. Rasionalitas instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang
dilakukan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
Contohnya, seorang anak pensiunan pegawai negeri golongan tiga memutuskan
kuliah di perguruan tinggi negeri atau memilih kuliah di program diploma
karena menyadari tidak memiliki biaya yang cukup untuk masuk kuliah.
2. Rasionalitas yang berorientasi nilai. Sifat rasional tindakan jenis ini adalah
bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang
nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Artinya, nilai itu merupakan nilai akhir
bagi individu yang bersangkutan dan bersifat non-rasional sehingga tidak
memperhitungkan alternatif. Contoh tindakan jenis ini adalah seorang yang
beribadah.
3. Tindakan tradisional. Dalam tindakan jenis ini seorang memperlihatkan
perilaku tertentu karena kebiasaannya yang diperoleh dari nenek moyang tanpa
refleksi yang sadar atau perencanaan. Contohnya, sebuah keluarga di kota yang
melaksanakan syukuran karena pindah rumah tanpa tahu dengan pasti apa
manfaatnya.
4. Tindakan afektif. Tipe tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa
refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan,
tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya,
seorang yang menangis tersedu-sedu karena sedih atau seseorang yang gemetar
dan wajahnya pusat pasi karena ketakutan.
Max Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial ini yang merupakan tipe
ideal dan jarang bisa ditemukan di dalam kenyataan. Namun biar bagaimana pun, untuk
mengetahui arti subjektif dan motivasi individu yang bertindak, yang diperlukan adalah
kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.
2.3 Interaksionisme Simbolik
Diantara berbagai pendekatan yang digunakan di dalam menanggapi interaksi
kehidupan masyarakat,pendekatan ini bersumber dari pemikiran George Herbert Mead,
menurut Mead (dalam Sunarto,50:2004) simbol merupakan sesuatu yang dinilai atau
maknanya di berikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya, makna simbol
hanya dapat di tangkap melalui cara non-sensoris.
Makna interaksionalisme simbolik bisa dipahami bagi mereka yang paham dan
mengerti peranan simbol yang dibawa atau yang diartikan dengan sendirinya. Menurut
Blumer (dalam Sunarto,50:2004) pokok pikiran interaksionalisme simbolik ada tiga yaitu
pertama, adalah manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dipunyai
sesuatu tersebut baginya, artinya seseorang yang memahami suatu benda atau simbol
sesuai dengan pemahaman yang ia ketahui dari dirinya. Sebagai contoh, pandangan
seorang penganut agama Hindu terhadap seekor sapi akan berbeda dengan pandangan
seorang penganut agama Islam karena bagi masing-masing orang tersebut sapi
mempunyai makna yang berbeda. Mungkin saja bagi orang Hindu sapi merupakan
binatang suci yang dilindungi dan dipelihara, tetapi bagi umat Islam sapi merupakan
hewan yang banyak manfaatnya dalam kehidupan terutama untuk konsumsi.
Kedua,makna yang dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial
antara seseorang dengan sesamanya, yaitu suatu simbol yang lahir dari pikirnya berasal
dari hubungan sosial di antara sesamanya. Sebagai contoh adalah seseorang yang
berpakaian hitam dipandang sebagai orang yang bersedih atau berbela sungkawa, warna
merah cendrung diartikan wujud keberanian dan sebagainya. Yang ketiga adalah makna
diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran (interpretative process) yang
digunakan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. Maksudnya di sini
dirinya, melainkan ia tafsirkan lebih dahulu maksud dari perbuatan tersebut. Sebagai
contoh, apakah seseorang akan menanggapi dengan baik ucapan ”assalamu’alaikum atau
selamat pagi !”. Misalnya hal itu tergantung pada penafsirannya apakah si pemberi salam
tersebut berniat baik atau buruk.
Interaksi simbolik mempunyai makna tersendiri yang dapat didefenisikan menurut
situasi dan kondisi. Dalam situasi dan kondisi itu dapat kita pahami interaksi yang sedang
berlangsung. W.I. Thomas (1968) mendefenisikan situasi sebagai suatu tindakan
seseorang yang didahului suatu tahapan penilaian dan pertimbangan atau proses seleksi
rangsangan dari luar. Dalam proses ini orang yang bersangkutan akan memberi makna
pada rangsangan yang diterimanya. Thomas juga membedakan dua macam defenisi
situasi, yaitu defenisi situasi yang dibuat secara spontan oleh individu dan defenisi situasi
yang dibuat oleh masyarakat (Kamanto,2004).
Disamping defenisi ini, dalam interaksi sosial hal yang juga perlu diperhatikan
menurut Hall (dalam Kamanto,2004) tidak hanya memperhatiakan komunikasi atau apa
yang dikatakan oleh orang lain, tetapi tindakan yang dilakukannya perlu juga
diperhatikan. Hal ini disebut sebagai komunikasi non-verbal atau bahasa tubuh.
Komunikasi dilakukan secara sadar. Dalam sosiologis dinamakan kinesicks (bahasa
isyarat atau tubuh), lebih jauhnya dapat dikatakan dalam gerakan tubuh yang dilakukan
2.4 In Group dan Out Group
2.4.1 In Group
Kemunculan gerakan Salafi berbeda dengan gerakan umat Islam lainnya. Di
dalam kelompok ini terdapat larangan sebagaimana perintah terhadap umat Islam lainnya,
sehingga dengan sebab inilah Jama’ah Salafiyyah tidak pernah berbaur dengan Umat
Islam lainnya, dalam hal keagamaan atau hal lain yang bersifat ibadah. Seperti perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW dan Isra’ Mi’raj yang selalu diadakan masyarakat
Indonesia. Namun Jama’ah Salafiyyah menganggap hal tersebut sebagai sebuah
penambahan dalam syariat Islam. Dan setiap penambahan dalam syariat dipandang
sebagai bid’ah meskipun sudah diakui ulama-ulama Islam terdahulu.
Orientasi dakwah kelompok Jama’ah Salafiyyah adalah berdasarkan pemahaman
mereka terhadap nilai-nilai agama Islam yang kerap mereka namakan sebagai sunnah
rasul. Kehidupan kelompok ini selalu mengutamakan sunnah rasul, baik dalam
bertingkah laku dan interaksi sehari-hari. Mereka pun memiliki figur ulama tersendiri
yang mereka anggap mampu memahami ajaran Islam secara baik. Jama’ah Salafiyyah
anti terhadap ulama yang berpikiran sufi dan filsafat, karena menurut mereka ajaran sufi
dan filsafat bukan dari ajaran Islam yang sebenarnya. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan ulama-ulama yang ada di Indonesia, yang kebanyakan dari mereka terpengaruh
oleh pemikiran sufi dan filsafat-filsafat Islam (Zainu Jamil, 2006).
Kehidupan Jama’ah Salafiyyah sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Keislaman
yang mereka pahami dari berbagai ulama dan syekh di Timur Tengah. Diantaranya
adalah Syekh Ibnu Taimiyah (728), Az Zahabi (748), Ibnu Qayyim (751), Ibnu Katsir
saat sekarang ini, seperti Syekh Abdul Azis bin Baz (ketua perkumpulan ulama Arab
Saudi), dan Muhammad Nashiruddin Al Albani, seorang imam hadis abad 20 yang
berasal dari Yordania. Figur-figur ulama inilah yang mereka jadikan panutan dalam
memahami ajaran Islam. Adapun ulama yang tidak sejalan dengan pemikiran
ulama-ulama tersebut, mereka cenderung menghindarinya.
Dalam Jama’ah Salafiyyah, penyatuan kelompok sosial didasarkan pada ideologi
dan pemahaman yang sama, dalam memahami ajaran Islam. Kelompok ini tidak
berbentuk organisasi, akan tetapi lebih kebada kesamaan ideologi atau mazhab. Dari
sinilah timbul interaksi dalam kehidupan bersama, hingga membentuk kelompok untuk
mencapai cita-cita bersama, yaitu pengikut salafus assoleh (orang-orang saleh terdahulu)
di dalam Islam.
Di kalangan Jama'ah Salafiyyah ada anggapan bahwa merekalah generasi penerus
risalah nabi dan para sahabatnya setelah banyaknya perbedaan pemahaman agama di
kalangan umat Islam. Adapun metode yang mereka ambil adalah dengan jalan menelaah
(meneliti) hadis-hadis Rasul secara valid atau shahih. Berangkat dari sinilah mereka
berdalil dan mengamalkan ajaran Islam, baik yang bersifat aqidah, fiqih dan
sunnah-sunnah lainnya.
2.4.2.Out Group
Keberadaan Jama’ah Salafiyyah dipandang oleh komunitas lain dari umat Islam
sangatlah berbeda. Bagi umat Islam lainnya, Jama’ah Salafiyyah mempunyai sejarah
tersendiri. Kelompok ini dipandang radikal dan anti mazhab dari imam yang empat
Wahhab ini dipandang berbeda dari ajaran umat Islam terdahulu yang cenderung
mengambil mazhab dalam penerapan nilai dan norma ajaran Islam. Seperti komunitas
Nahdatul Ulama (NU), NU menganggap Jama’ah Salafiyyah yang sekarang ini bukan
Jamaa’ah Salafiyyah yang sebenarnya, akan tetapi lebih kepada ajaran lain di luar Islam
itu sendiri, sehingga peseberangan ini membuat banyaknya perbedaan dalam tubuh umat
Islam (Sirajuddin, 2002).
Komunikasi Jama’ah Salafiyyah pun sangatlah tidak bisa masuk kepada jama’ah
Islam lainnya, karena dipandang sangat keras dan berseberangan dengan ajaran Islam di
masa awal. Dari sinilah kenapa Jama’ah Salafiyyah sangat sulit untuk dimasuki oleh
masyarakat awam. Jama’ah Salafiyyah pun sebenarnya dipengaruhi oleh pemahaman
mereka sendiri terhadap nilai-nilai Islam, sehingga masyarakat awam yang tidak paham
cenderung memvonis mereka kepada islam yang pembawaannya radikal, Sebagian
dikalangan mahasiswa menyebut mereka idiealis karena sangat menolak kebenaran yang
berasal dari luar sumber intisari agama islam,baik berupa budaya,busana dan prilaku
sehari-hari.
2.5 Dakwah Jama’ah Salafiyyah
Dakwah Jama’ah Salafiyah adalah salah satu bentuk komunikasi kaum salafi
untuk mengajak dan menyeru umat Islam kepada ajaran agama Islam. Berbeda dari
komunikasi dakwah Islam lainnya, Jama’ah Salafiyyah juga mencontohkan ajaran Islam
lainnya. Jama’ah Salafiyyah juga mencontohkan ajaran Islam dari segi tingkah laku,
ucapan, akan tetapi lebih kepada pengaplikasian sehari-hari sesuai dengan sunnah Nabi
Muhammad SAW (Zainu, 2006).
Tujuan dari dakwah Salafiyyah adalah pemurnian ajaran Islam yang menurut
mereka Islam sudah ternodai oleh budaya, pemikiran dan kebiasaan yang terdapat di
dalam masyarakat, sehingga dipandang bid’ah dari sudut pandang agama. Pada dasarnya
komunikasi dan interaksi sosial Jama’ah Salafiyyah dengan masyarakat adalah hal yang
bersifat biasa. Akan tetapi, karena suatu pola tingkah laku yang ada pada masyarakat
tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, baik ia bersifat wajib maupun yang diharuskan,
yang pada akhirnya mereka sering menghindarinya. Di sinilah kadang kala sering terjadi
muncul masalah dalam kehidupan mereka di tengah masyarakat terutama dalam hal
interaksi.
Meskipun demikian, bagaimana pun Jama’ah Salafiyyah adalah kelompok
dakwah Islam Yang memiliki cara sendiri di dalam melakukan pendekatan melalui
interaksi sosial kepada masyarakat di sekitarnya (Abdullah Zein , 2007).
Secara historis, dakwah Salafiyyah mulai terasa di Indonesia pada tahun 80-an
meskipun sebelumnya sudah ada ustads Salafi, tetapi belum berbentuk lembaga, masih
berbaur dengan ustads/muballigh Islam lainnya seperti ulama-ulama pembaharu dari
Minangkabau antara lain DR. HAMKA, Mohammad Natsir, Jamaluddin dan sebagainya.
Dakwah salafi mulai melembaga setelah kedatangan Ustads Ja’far Umar Thalib dari
Timur Tengah ke Indonesia sekaligus pengasuh Pesantren Assunnah di Jawa Timur
(Abdullah , 2008).
Dari sinilah dakwah Salafiyyah berkembang ke kota-kota besar di Indonesia,
pesat, ditambah lagi kondisi masyarakat Kota Medan sangat demokratis dalam menilai
perbedaan kelompok/golongan, sehingga kelompok sosial kerap tumbuh dan berkembang
di kota ini.
2.6Defenisi Konsep
1. Kelompk sosial
Kelompk sosial adalah kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan
individu-individu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang
cukup intensif dan teratur, sehingga daripadanya terdapat pembagian tugas,
struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka.
2. Interaksi sosial
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok
3. Organisasi
Organisasi adalah kesatuan individu dalam kelompok sosial yang mempunyai
tujuan dan visi misi untuk melakukan dan mewujudkan kepentingan bersama.
4. Jama’ah
Jama’ah adalah suatu kalimat yang berasal dari bahasa Arab yaitu al-jama’I
yang artinya banyak dan berkumpul jama’ah disini diartikan sebagai suatu
kelompok yang diikat oleh nilai yang berlandaskan agama dan memiliki tradisi
5. Jama’ah Salafiyyah
Jama’ah Salafiyyah adalah kelompok sosial agama/ golongan yang terdapat
dalam agama Islam yang merujuk pada jalan orang-orang salaf.
6. Salafi
Salafi dalam kaidah berasal dari kata al salaf yang berarti orang-orang yang
mendahului, atau orang-orang terdahulu. Di sini yang bermakna orang-orang
soleh, yang mengikuti metode dakwah Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya. Atau secara terminologis adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah
penjelasan Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya:
“ Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) dimasa ku kemudian yang
mengikuti mereka (H.R. Bukhari Muslim). Berdasarkan hadis ini, maka yang
dimaksud dengan as salaf adalah para sahabat Nabi Muhammad SAW,
kemudian ulama-ulama yang mengikutinya (Ikhsan , 2006).
7. Bid’ah
Bid’ah adalah tradisi yang muncul dalam masyarakat yang berhubungan dengan
kegiatan agama namun tidak memiliki sumber yang jelas dalam Al Qur’an dan
sunnah.
8. Sunnah
Sunnah adalah segala perbuatan, ucapan, dan tingkah laku yang disandarkan pada
Nabi Muhammad SAW (Rifai , 1978).
9. Dakwah
10.Syariah
Syariah adalah peraturan dan hukum bagi umat Islam yang diatur dalam Al
Qur’an dan sunnah serta pedoman umat Islam dalam kehidupan.
11.Manhaj
Manhaj merupakan pemahaman tentang agama islam yang berupa idiologi atau
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan,mencari dan menganalisa
fakta-fakta mengenai suatu masalah dengan menggunakan suatu metode ilmiah secara
terancang dan sistematis untuk menemukan pengetahuan baru yang terandalkan
kebenarannya (objektif dan valid) mengenai masalah alam dan sosial.
Adapun bentuk dari penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan
menggunakan dengan menggunakan penjabaran analisis kasus. Studi kasus adalah tipe
penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan scara mendalam,
mendetail dan komprehensif (Faisal, 1995: 22). Studi kasus dapat juga didefenisikan
sebagai suatu metode yang dipergunakan dalam penelitian ilmu sosial, memberikan
penekanan pada pengumpulan data mengenai sebagian atau seluruh unsur kehidupan
seseprang atau suatu kelompok maupun hubungannya dengan pihak-pihak lain dalam
situasi sosial atau budaya tertentu.Nazir(1992:66) mendefenisikan bahwa penelitian
kasus(case study) adalah penelitian yang berkenaan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personlitas.
Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang
latar belakang sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu
3.2Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi tempat lokasi penelitian ini adalah di sekitar Universitas
Sumatera Utara(USU), alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena ingin mengetahui
keberadaan Jama'ah Salafiyyah di universitas ini ditambah lagi banyaknya jama'ah ini
yang berasal dari kalangan mahasiswa yang ikut mengikuti kajian (pendidikan)
salafiyyah yang dilakukan di musholla-musholla Universitas Sumatera Utara(USU).
3.3Informan Penelitian
1. Unit Analisis
Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah Jama’ah
Salafiyyah yang aktif dalam pengajian Jama’ah Salafiyah.
2. Informan
Adapun sebagai informan yang dicari dalam penelitian ini adalah
1) Informan dari kalangan mahasiswa senior yang aktif dalam pengajian Jama’ah
Salafiyyah dengan kriteria : telah megikuti pengajian Jama’ah Salafiyyah lebih
dari empat tahun, dan ustads atau guru yang memberikan pengajian dalam
Jama’ah Salafiyyah.
2) Informan yang bukan dari kalangan mahasiswa, yang aktif dalam pengajian
rutinitas Jama’ah Salafiyyah di Universitas Sumatera Utara, atau yang
mengikuti pengajian Salafiyyah pada tahap awal, dan simpatisan yang
3) Informan yang bukan dari kalangan mahasiswa anggota Jama’ah Salafiyyah,
atau mahasiswa yang mengenal Jama’ah Salafiyyah tetapi tidak mengikuti
pengajian Jama’ah Salafiyyah.
3.4Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau
mengumpulkan data (informasi) yang dapat menjelaskan atau menjawab permasalahan
penelitian yang bersangkutan secara objektif (Mallo, 1990 :109). Data penelitian
digolongkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
a. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah pengumpulan data melalui observasi
terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan,
serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Dengan
demikian, pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek pengamatan
dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil bagian dalam
kehidupan budaya yang diteliti (Bungin, 2008).
b. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
sosial yang relatif lama. Dengan demikian kekuasaan wawancara
mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.
2.Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Metode dokumentasi yang diterapkan ialah dengan cara mengumpulkan
bahan, data literatur dan tulisan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Metode
penelitian yang digunakan adalah studi dokumentasi, yaitu pengamatan terhadap
gejala-gejala objek yang diteliti dengan menggunakan dokumen, buku dan majalah.
3.5Interpretasi Data
Bogdan dan Biklen (Maleong, 2006 : 248) menjelaskan bahwa interpretasi data
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi data,
memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola apa yang penting dan pola apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Data yang diperoleh terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan objektivitas dan
relevansi dengan masalah yang diteliti. Setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan
interpretasi data yang mengacu pada tinjauan pustaka. Kemudian, hasil observasi
diuraikan dan dinarasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data
3.6Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini di sebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh penulis untuk melakukan penelitian ilmiah,terutama
dalam hal metodologi penelitian(teknik wawancara),di samping itu adanya keterbatasan
buku atau referensi mengenai teori interaksi mengenai teori interaksi dan tindakan sosial
menyebabkan kurang lengkapnya sajian penulis di dalam menganalisis data.
Kendala yang lain adalah kurangnya waktu di dalam meneliti informan
disebabkan keterbatasan waktu luang mereka.terkadang mereka disibukkan dengan
dengan hal-hal akademik,keluarga serta mata pencaharian yang mereka usahakan dari
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Kampus Universitas Sumatera utara terletak di Jalan Letjend. Jamin Ginting
Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Kampus ini berdiri sejak tahun 1957.
Sebelumnya beberapa fakultas di lingkungan USU menggunakan sejumlah gedung yang
tersebar di kota Medan termasuk di antaranya berlokasi di Jalan Seram, Jalan Cik Di tiro,
Jalan Sempali, dan Jalan Ghandi. Kampus Padang Bulan yang awalnya berada di
pinggiran kota, kemudian dengan perkembangan kota Medan sehingga sekarang berada
di tengah-tengah kota. Kampus ini memiliki luas sekitar 122Ha, dengan zona akademik
seluas sekitar 100Ha yang berada di tengahnya.
Universitas Sumatera Utara dapat dicapai dengan mudah baik dari pusat kota
maupun dari bandar udara. Jarak kampus dengan kota (Lapangan Merdeka) sekitar 15 km
yang dapat ditempuh dengan menggunakan taksi selama 20 menit atau dengan angkutan
kota sekitar 30 menit. Jarak kampus dengan bandara Polonia sekitar 6 km dan dapat
ditempuh dengan menggunakan taksi sekitar 15 menit.
Jumlah mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam satu dekade terakhir, lebih
dari 30.000 orang tahun 2007, dan diperkirakan akan terus meningkat dua kali lipat pada
tahun 2020. Dari segi kuantitas ini telah membuat pihak universitas untuk menyediakan
berbagai fasilitas kebutuhan mahasiswa di universitas.
Berbagai fasilitas penunjang kegiatan mahasiswa di dalam kampus ini untuk
mahasiswa USU juga mempunyai pusat kelembagaan pers mahasiswa Suara USU, dan
banyak unit kegiatan mahasiswa lainnya. Hal itu membuktikan mahasiswa USU
mempunyai kreativitas yang tinggi di dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM)
nya. Begitu juga dengan pergerakan-pergerakan sosial. Hampir 50 persen mahasiswa
berada dalam komunitas atau kelompok sosial (organisasi) sebagai sarana pengembangan
diri, baik untuk dunia kampus maupun pendidikan. Akan tetapi tidak sedikit juga yang
mencari pengembangan diri di luar kampus sebagai bagian dari usaha mencari ilmu
pengetahuan lebih seperti ilmu agama. Salah satu diantaranya adalah Jama’ah Salafiyyah
Universitas Sumatera Utara. Pada dasarnya mereka hanyalah bagian dari mahasiswa
biasa, akan tetapi dengan banyaknya minat mahasiswa USU terhadap kajian Salafiyyah
telah mendorong berdirinya komunitas kajian Salafiyyah di Universitas Sumatera
Utara.(ww.usu.ac.id/kamis/17/2009)
Kegiatan dakwah Salafiyyah dipusatkan di masjid dakwah USU yang berada
Jalan DR. Mansur. Kegiatannya juga diadakan di lingkungan kampus USU seperti
musholla Fakultas Teknik yang kegiatan pengajiannya ditangani oleh Forum Silaturrahmi
Denah Kampus USU
4.2 Deskripsi Jama’ah Salafiyyah
Munculnya gerakan dakwah Jama'ah Salafiyyah sebenarnya dilatarbelakangi
budaya sosial di luar Islam yang didorong oleh kebangkitan bangsa Eropa atau dunia
barat di Perancis khususnya dan juga masih banyak praktik-praktik budaya sosial
pegaisme yang masih mengakar dan membudaya di tengah masyarakat. Harun Nasution
membagainya dalam periode klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M),
dan periode modern (yang dimulai tahun 1800 M). Ia mengakui bahwa ide-ide
pembaharuan Islam sudah mulai muncul bahkan sejak sebelum Islam memasuki periode
modern. Dalam masa pra modern inilah beberapa usaha dan pemikiran terjadi diseputar
pembaharuan Islam, antara lain :
1. Pembaharuan Kerajaan Turki Utsmani
Pembaharuan di kerajaan Turki Utsmani lebih kepada modernisasi, yaitu
adanya persentuhan dengan bangsa-bangsa Eropa. Kekalahan yang terjadi pada
abad ke-17, telah mendorong para pemuka kerajaan untuk menyelidiki rahasia
keunggulan lawan mereka. Kemudian kerajaan Turki Utsmani melakukan
penelitian ke Eropa untuk melihat lebih dekat perubahan yang terjadi. Hasil dari
penelitian ini telah mendorong Sultan Mehmed III (1703-1730) yang pada
waktu itu berkuasa memulai pembaharuan besar-besaran di kerajaan Turki
Utsmani.
2. India
Di india juga terjadi pembaharuan oleh pemuka agama. Pembaharuan ini
didorong oleh kemunduran umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan dan
bercampurnya budaya terhadap agama. Syekh Waliulloh (1703-1762) yang
terlahir dari kalangan Islam Sufi menjadi tokoh utama dalam usaha
Islam harus dikembalikan berdasarkan kekhalifahan yang lebih mendekati
demokrasi dan menjunjung tinggi pendapat musyawarah.
3. Arabia
Di Arabia (Arab Saudi) juga muncul pembaharuan dengan Syekh
Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) sebagai pelopornya, yang kemudian
dikenal aliran Wahabiyah. Ia melihat bahwa ajaran tauhid (keesaan Tuhan)
Islam saat itu telah dirusak oleh pemikiran sufiisme yang berkembang di dunia
Islam sejak abad ke-13.Di setiap negara Islam yang ia kunjungi, ia melihat
tokoh-tokoh sufi dan kuburan para wali yang seperti itu banyak didatangi umat
Islam untuk meminta pertolongan, ada yang meminta pertolongan supaya
mendapat anak, memecahkan permasalahan yang dihadapi meminta
penyembuhan dan lain-lain.
Hal ini dilihat oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahab sebagai syirik
(menyekutukan Tuhan) sebab itu harus dihilangkan. Oleh karena itu tujuan dari
gerakan Wahabiyah ini adalah kembali kepada Islam murni dan penekanan
aspek hukum. Gerakan pembaharuan yang sering disebut gerakan radikal di
zamannya ini mempunyai pengaruh yang sangat luas. Gerakan ini juga menolak
taklid dan menganut ijtihad serta menjadikan Al Qur'an dan hadist sebagai
sumber utama ajaran Islam.
Dari gerakan pembaharuan Wahabi ini gerakan dakwah Salafiyyah
muncul. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab tidak menamakan gerakannya
pengikutnya, gerakan ini dinamakan gerakan orang-orang saleh terdahulu atau
Salaf, dengan mengambil istilah Ibnu Taimiyyah yang telah memunculkan
istilah salaf pada abad pertengahan. Pemikiran Syekh Muhammad bin Abdul
Wahab sendiri banyak diilhami dari pemikiran Ibnu Taimiyyah.
Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab banyak diilhami oleh pemikiran
dan fatwa-fatwa Ibnu Taimiyyah yang telah ratusan tahun redup karena
dihambat penguasa di zamannya. Muhammad bin Abdul Wahab menyandarkan
pemikirannya pada pemikiran Ibnu Taimiyyah4
Istilah Salafiyyah diangkat dari ulama-ulama pembaharu di zaman pertengahan
umat Islam yang menganjurkan untuk kembali kepada ajaran murni umat Islam. Dakwah
Salafiyyah bukanlah suatu pergerakan politik, dakwah Salafiyyah merupakan Islam untuk menyerang
kebiasaan-kebiasan (adat/tradisi) umat Islam yang dianggap bertentangan dengan ajaran
Islam yang murni. Pengikutnya sendiri memunculkan istilah Salafi untuk
mendukung ajaran dan fatwa-fatwanya.
Gerakan dakwah ini mengajarkan ketaatan yang total kepada Nabi Muhammad
SAW dan Assalaf Assalih. Assalaf merupakan kata umum yang menunjukkan pelopor
Islam yang salih dan semua orang Islam yang mengikuti jalan mereka dalam keyakinan,
moral, dan tingkah laku. Sedangkan Assalih menunjukkan kepada tiga generasi terbaik
umat Islam yaitu sahabat nabi, tabi'I, tabiut, tabi'in (generasi penerus agama) yang telah
dijanjikan Nabi Muhammad bahwa "sebaik-baik umatku adalah generasiku kemudian
sesudahnya, kemudian sesudahnya". (HR. Bukhori dan Muslim).
4
dalam totalitasnya yang menuntun manusia apapun budayanya, ras atau warna kulitnya.
Dakwah Salafiyyah merupakan ajaran yang lengkap dan sempurna dalam memahami
Islam dan melaksananakan tindakan sesuai dengan ajaran-ajarannya dan sumbernya
(Rahmad,2005:61).
Golongan Salafi juga mengatakan bahwa mereka adalah penganut paham
Ahlussunnah wal Jamaah5
a. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan dan orang yang menyembah
selain dari Tuhan telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.
sejati. Bagi mereka dakwah Salafiyyah merupakan
satu-satunya Islam yang benar dengan klaim bahwa seorang muslim tidak ada pilihan lain
selain menjadi kaum Salaf. Untuk itu mereka harus mentaati kelompok yang telah
dijamin berhasil menang dan selamat dari pengadilan akhirat. Merujuk kepada Ibnu
Taimiyyah, mereka menyatakan bahwa siapa pun yang berbeda dan berseberangan dari
ajaran Nabi Muhammad SAW sesudah jalan yang benar dan diperlihatkan secara jelas
kepada mereka, berarti telah keluar dari agama Islam yang sebenarnya, dan siapa pun
yang mengikuti ajaran kaum Salaf berarti ia telah mengikuti ajaran Nabi Muhammad
SAW (Rahmad,2005:63).
Berikut ciri-ciri ajaran Salafi Wahabi :
b. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya
karena mereka mencintai pertolongan bukan lagi dari Tuhan tetapi dari syekh
atau wali dan dari kekuatan ghaib, orang islam demikian juga telah menjadi
musyrik.
5
c. Menyebut nama Nabi, syekh atau malaikat sebagai perantara dalam do'a yang
merupakan syirik.
d. Meminta syafaat selain kepada Tuhan juga syirik.
e. Bernazar kepada selain dari Tuhan juga syirik.
f. Memperoleh pengetahuan selain dari Al Qur'an, hadist dan qiyas (analogi)
merupakan kekufuran.
g. Tidak percaya kepada kada dan kadar Tuhan juga merupakan kekufuran.
h. Demikian pula menafsirkan Al Qur'an dengan takwil (interpretasi bebas)
merupakan kekufuran (Nasution,2003).
Dakwah Salafi dibangun atas beberapa prinsip tauhid dan taskiyah. Tauhid berarti
menerima dan percaya dengan keesaan Allah dan keunikan pesan-Nya. Artinya untuk
beribadah hanya semata-mata kepada Allah dan untuk mengabdi kepadaNya menurut tata
aturan-aturanNya. Tauhid juga menuntut ketaatan kepada nabi secara penuh. Yang
disayangkan oleh Jama'ah Salafiyyah adalah ketaatan yang benar kepada nabi
Muhammad SAW dan cinta yang benar telah melemah dan menghilang di kalangan umat
Islam. Menurut Jama’ah Salafi USU, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a.Umat Islam telah meninggalkan sunnah Nabinya dan tidak mempraktekkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
b.Menyebarkan sejumlah hadist lemah dan palsu dikalangan umat Islam sehingga
mereka beribadah dan berdalil dengannya.
c.Munculnya berbagai bid'ah di kalangan umat Islam.
e.Munculnya fatwa Islam tanpa pengetahuan atau dalil.
f. Berakhirnya penerapan syari'ah atau hukum Islam di seluruh negeri-negeri Islam
dan diganti oleh ideologi dan huku m orang–orang kafir.
Sedangkan tazkiyah berarti memurnikan diri sendiri dengan tunduk dan patuh
kepada perintah-perintah Allah. Dalam bentuk yang sempurna tazkiyah akan menjadikan
seseorang mengabdi hanya kepada Allah dengan penyerahan yang total. Adapun tujuan
dari dakwah Salafiyyah adalah antara lain:
a. Kembali kepada Alqur'an dan sunnah Rasululloh yang otentik dan
mengembalikan pemahaman atas keduanya sesuai dengan pemahaman dan
praktek kaum Salaf.
b. Mengingatkan kaum muslimin untuk membersihkan kehidupan mereka dari
segala bentuk syirik, bid'ah, khurafat atau pemikiran lain yang tidak dikenal
dalam ajaran-ajaran islamyang esensial dan murni.
c. Membersihkan sunnah dari hadist yang lemah dan palsu.
d. Mendidik kaum muslimin untuk tunduk kepada ajaran agama Islam yang benar,
bertindak sesuai dengan ajaran-ajarannya dan membekali dirinya dengan moral
dan etika.
e. Bekerja keras untuk menghidupkan kembali pemikiran Islam dalam bingkai
prinsip-prinsip Islam dan melawan ketaatan yang buta kepada mazhab dan
fanatisme kepada golongan. Masalah ini menyebabkan pemisahan kaum
muslimin dari sumber-sumber Islam yang asli dan murni dan menjauhkan mereka
f. Menghadirkan solusi Islam yang yang realistik bagi masalah kontemporer dan
bekerja keras untuk mewujudkan jalan hidup yang benar dan membangun
masyarakat islam yang diatur oleh hukum Islam.
Dalam mewujudkan tujuannya dakwah Salafi menekankan pada sektor
pendidikan, bukan saja pada proses pendidikan akademis tetapi melalui proses pembinaan
yang membuat proses pendidikan itu sempurna yang pada akhirnya menumbuhkan
pribadi muslim yang paham agamanya dan menjalankannya dengan cara yang
sebaik-baiknya.
4.3 Kelompok-kelompok Jama’ah Salafiyyah
Terdapat beberapa kelompok besar di dalam agama islam yang mengaku sebagai
pengikut Salafiyyah. Kelompok ini terlahir di Timur Tengah dan dibedakan oleh
perbedaan terhadap pemahaman ajaran Islam yang sebenarnya. Adapun
kelompok-kelompok tersebut antara lain:
1. Kelompok Salafiyyah Syururiyyah
Kelompok salafiyyah ini disandarkan kepada pimpinannya yaitu syekh
Muhammad syurur Zein Al Abidin(seorang ulama salaf Timur Tengah).pada
awalnya kelompok ini dalah bagian dari anggota keagamaan yang direstui oleh
pemerintah Arab Saudi akan tetapi setelah kelompok ini meluaskan dakwahnya
ke arena perpolitikan pemerintah,kelompok ini mendapat sorotan yang tajam dari
2. Kelompok Salafiyyah Al Al Bani
Yaitu kelompok Salafiyyah pengikut ajaran syekh Muhammad Nasiruddin
Al-Albani (seorang Ulama hadist di yordania).Kelompok ini di akui pengikut
sejati ajaran salafiyyah,terutama dari kelompok salafiyyah yang berada di Arab
Saudi dan merupakan salah satu kelompok salafiyyah yang paling berpengaruh
hingga ke Indonesia, karena banyak kalangan salafiyyah di Indonesia yang
menjalin hubungan kerjasama di bidang keagamaan dengan ulama-ulama
Salafiyyah Al bani yang berpusat di Yordania.
3. Kelompok Salafiyyah Arab Saudi
Umumnya ulama-ulama Saudi yang telah direstui pemerintah telah di
nyatakan sebagai Ulama salaf.Hal ini di sebabkan oleh pernyataan pemerintah
Arab Saudi bahwa ideology islam yang di sahkan di negara Saudi harus ber
Ideologi Salafi yaitu suatu pemahaman islam yang harus merujuk terhadap
pemahaman islam sebelumnya.Ulama-Ulama salaf di berikan keistimewaan di
dalam pemerintahan seperti penasehat Pemerintah,Mufti Masjidil Haram Mekah
dan Masjid Nabawi Madinah.
Adapun Ulama salaf yang sangat berpengaruh di Arab Saudi adalah Syekh
Abdul Aziz bin Baz dan muridnya syekh Utsaimin.Pengaruh kedua Ulama ini
bukan hanya terdapat di Arab Saudi akan tetapi sampai ke Jama’ah Salafiyyah
yang berada di Indonesia.
Ketiganya sebenarnya mempunyai akar yang sama yaitu dari pemikiran Syekh
kelompok ini mulai dikucilkan yaitu Salafiyyah Syururiyah karena dakwahnya sudah
dianggap bertentangan oleh kedua kelompok Salafiyyah lainnya.
Bagan I. Kelompok Jama’ah Salafiyyah
Kelompok Salafiyyah Al bani dengan Salafiyyah Arab Saudi menjadi yang paling
populer di Indonesia. Mereka berada di berbagai wilayah, termasuk Medan populer di
Indonesia hingga ke kota Medan, Sumatera Utara. Di kota Medan, ulama-ulama dari
Yordania dan Arab Saudi kerap diundang untuk memperdalam pengetahuan tentang
kajian Salafi (Rahmad,2005:69).
4.4 Dakwah Salafiyyah di Indonesia
Orang-orang Salafi mengklaim bahwa dakwah Salafiyyah di Indonesia sudah
dimulai pada abad ke-18 oleh golongan paderi di Sumatera Barat yang berusaha
membersihkan pengaruh adat didalam agama. Akan tetapi golongan ini pun banyak
Tarbiyyah Majelis Mujahidin
Indonesia
Salafy Indonesia
Salafy Sururi Salafy Saudi Salafy Albani Syeikh Muhammad bin Abdul
Wahab (Ikon Gerakan Salafi)
penentangnya sehingga tidak berbekas sampai sekarang, tetapi secara resmi
persinggungan awal para aktivis gerakan dakwah Salafi di Indonesia dengan pemikiran
Salafisme terjadi pada tahun 1980-an bersamaan dengan dibukanya Lembaga Pengajaran
Bahasa Arab (LPBA) di Jakarta yang kemudian berganti nama menjadi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Islam dan Sastera Arab (LIPIA). Lembaga ini memberikan sarana untuk
mengenal dan mendalami pemikiran-pemikiran ulama-ulama Salafi. LIPIA merupakan
cabang dari Universitas Muhammad ibnu Saud di Riyadh setelah cabang di beberapa
negara seperti Djibouti dan Mauritania. Tidak bisa dipungkiri pembukaan cabang ketiga
di Indonesia ini terkait dengan gerakan penyebaran ajaran Wahabi yang berwajah Salafi
ke seluruh dunia Islam yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi pasca melonjaknya
harga minyak dunia pada pertengahan tahun 1970-an. Sejak masa booming minyak itu,
terdapat beberapa lembaga Islam yang mendapat bantuan dana maupun bentuk lain dari
pemerintahan Arab Saudi. Di Indonesia bantuan ini sebagian besar diterima oleh
lembaga–lembaga atau organisasi-organisasi yang bersifat puritan (organisasi
pergerakan) seperti Persis, Al Irsyad, Muhammadiyah dan Dewan Dakwah Islamiyyah
(DDI.).
Pemerintah Arab Saudi juga menyediakan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia
yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan di Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi
mendirikan lembaga pendidikan ini dengan misi menyebarkan ajaran Wahabi Salafiyyah
dan penyebaran bahasa Arab pada pertengahan tahun 1980-an. Pada awalnya lembaga
yang memberikan beasiswa penuh ini hanya bersifat pengajaran bahasa Arab tetapi
mendirikan berbagai fakultas seperti syariah, hadis dan diploma. Lembaga ini berubah
menjadi lembaga pengajaran bahasa Arab atau LIPIA sebagai pusat kajian sastera Islam.
Pembukaan cabang pendidikan di Indonesia diawali dengan kedatangan Syekh
Abdul Aziz Abdullah Al-Ammai, utusan ulama Saudi murid Syekh bin Baz seorang
ulama Salafi paling berpengaruh di Arab Saudi. Oleh Syekh bin Baz ia disuruh untuk
bertemu Muhammad Natsir. Di Jakarta Muhammad Natsir (mantan perdana menteri
Indonesia) menyambut baik rencana pendirian lembaga ini dan bersedia menjadi
mediator penghubung dengan pemerintah Indonesia. Maka sejak awal berdirinya lembaga
ini sebagian besar mahasiswanya berasal dari anggota-anggota dan lembaga-lembaga
pendidikan yang bersifat puritan yaitu seperti Persis, Muhammadiyah, dan Al Irsyad.
Lembaga pendidikan ini mengikuti kurikulum lembaga induknya yaitu
Universitas Imam Muhammad ibnu Saud di Riyadh. Di setiap fakultasnya, ulama-ulama
Saudi yang berpaham Salafi yang dikirim langsung dari Arab Saudi. Selain itu lembaga
ini juga memberikan beasiswa penuh mencakup buku-buku dan kebutuhan hidup yang
standard 100 hingga 300 real, atau setara dengan 82 US$. Terdapat juga sejumlah
mahasiswa yang berprestasi untuk melanjutkan program studinya hingga kejenjang
program master dan doktoral di Riyadh Arab Saudi. Di antara lulusan pertama lembaga
ini yang kenudian menjadi tokoh Salafi di Indonesia yaitu Abdul Hakim Abdat, Abdul
Qodir Yazid Jawas, Farid Akbah, Ainul Harits, Abu Baker M Atway, Ja'far Umar
Thalib,dan Yusuf Usman Baisya(Rahmad,2005:101).
Lulusan pertama ini yang menjadi cikal bakal ustads Salafi di Indonesia.
Perjalanan dakwah salafiyyah di Indonesia sangat panjang. Dakwah Salafiyah mulai