• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4.6 Dakwah Salafiyyah di Kota Medan

Perkembangan dakwah salafiyyah di kota Medan dapat dikatakan berkembangan dan mengalami kemajuan pesat sama halnya dengan kota-kota lainnya di pulau jawa. Perkembangan ini dapat dilihat semakin banyaknya jumlah pengajian salafi di kota Medan di tambah lagi dengan banyaknya jumlah hari kajian serta buku-buku salafi yang beredar di kota ini,keberadaan Jama’ah Salafi di kota Medan berbeda dengan keberadaan

jama’ah Islam lainnya mereka biasa berkumpul dan membentuk sebuah kelompok apabila telah mengadakan pengajian yang dilakukan secara rutin maupun tidak.

Awal kemunculan dakwah Salafi di kota Medan tidak diketahui secara pasti. Namun beberapa tokoh-tokoh Salafiyyah di kota Medan secara umum berasal dari pengikut pemahaman ajaran dalam Islam yang bersifat puritan atau pergerakan seperti organisasai dakwah dan sosial Muhammadiyah yang pada masa itu tokoh-tokoh dakwah ini banyak bersal dari Sumatera Barat (etnis Minangkabau) yang melakukan pembaharuan-pembaharuan di kota-kota besar Sumatera seperti buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Muhammad Natsir, Jamaluddin dan sebagainya.

Gerakan dakwah Salafyyah di kota Medan mulai menonjol setelah diperkenalkan oleh Ustads Jamaluddin. Ia berasal dari Muhammadiyah yang gencar melakukan pembaharuan dalam berdakwah, di tambah lagi setelah ia mendengar dakwah salafiyyah di pulau Jawa. Ia mencoba memahami dan mempelajarinya. Ia pun menjadi tokoh yang gencar menyebarkan dakwah Salafiyyah di kota Medan dan termasuk tokoh yang disegani dan banyak mendapat pujian dari tokoh – tokoh yang ada di organisasi Muhammadiyah kota Medan karena kecerdasannya dan perjuangan dakwahnya.

Pada awal pusat perkembangan dakwah dikota Medan ada di kecamatan Medan Denai yang banyak dihuni oleh warga yang berasal dari etnis Minangkabau dan berfaham Muhammadiyah sehingga ketika dakwah Salafiyyah muncul, warga setempat tidak terlalu sulit untuk menerimanya karena sifat dakwahnya adanya kemiripan dengan metode dakwah Muhammadiyah.

Ustads Jamaluddin juga mendirikan satu kompleks tempat pengadaan pengajian agama yang bersifat pesantren, masjid dan sekretariat yayasan bernama Al-Mujahadah sebagai badan hukum yang menaunginya. Dakwah Salafiyyah kian berkembang di kota Medan dan banyak bermunculan tokoh-tokoh Salafi yang telah kembali setelah mempelajari ajaran Salafiyyah, baik dari dalam maupun luar negeri. Sebagiannya adalah didikan ustads Jamaluddin.

Di anatara tokoh-tokoh Salafiyyah di kota Medan adalah Abdul Fattah,Abu Ihsan al Atsary,Ali Nur, M.Faisal jamil. Ali Ismah, Awaluddin, Nurdian Al Bukhori, M.Husnil Matondang dan sejumlah tokoh salafi lainnya. Mereka berperan besar di dalam menyebarkan dakwah salafiyyah dari masjid-kemasjid universitas-unuversitas yang ada di kota Medan hingga ke daerah-daerah yang ada di sekitar kota Medan.

Kegiatan dakwah ini tidak hanya dari masjid-ke masjid. Kegiatan lain yang dilakukan sebagaian besar oleh Jama’ah Salafiyyah di kota Medan adalah dengan silaturrahmi akbar atau pengajian dengan mendatangkan ulama dari Makkah dan Madinah serta Yordania. Umumnya, mereka adalah murid-murid langsung dari tokoh-tokoh Salafi yang terkenal di timur tengah seperti Syekh Abdul Aziz bin Baz dan Syekh Muhammad Nashiruddin Al Al bani.

Selain ustads Jamaluddin pada awal kemunculan dakwah Salafiyyah di kota Medan, nama Abdul Fattah menjadi orang yang paling dituakan sampai sekarang. Abdul Fattah berasal dari Bukittinggi Sumatera Barat, pindah ke kota Medan dan bertemu Jamaluddin. Mereka pun menyebarkan dakwah Salafiyyah di kota Medan. Kesamaan manhaj/idiologi dalam berdakwah menyebabkan mereka menjadi dekat.

Dakwah salafyyah dikota Medan semakin berkembang pesat setelah Abu Ihsan kembali dari Pakistan sekitar tahun 1980-an. Ia tidak langsung kembali ke kota Medan, ia menetap dahulu di Jawa dan menjadi tokoh terkenal Salafi di Indonesia bahkan sampai tingkat internasional. Beberapa buku karyanya diterbitkan. Tidak hanya menulis buku-buku agama,ia juga menerjemahkan kitab-kitab berbahasa arab yang dikarang oleh ulama-ulama Salafi Timur Tengah. Jadwal pengajiannya juga padat, baik di masjid, di kampus dan di berbagai daerah di seluruh Indonesia bahkan di berbagai negara. Karena popularitas dan keilmuannya, ia kemudian menjadi salah satu tokoh Salafi yang memiliki hubungan kuat dengan sejumlah ulama-ulama Salafi di Timur Tengah.

Perkembangan dakwah Salafi di kota Medan tidak luput pula dari pembinaan Abdul Fattah, Abi Ihsan, dan Ali Nur Mereka mendirikan yayasan Minhajul Sunnah yang kemudian diketuai oleh seorang pengikut dakwah Salafi yang bukan tokoh tokoh dan pengajar ideologi Salafi untuk menghindari bentuk-bentuk hizbi atau pengelompokan umat Islam. Yayasan ini dibentuk untuk mengkoordinir semua kegiatan pengajian Salafi dan usaha pelegalan kegiatan-kegiatan Jama’ah Salafiyyah. Awalnya, sekretariat yayasan ini berada di rumah salah seorang pengikut dakwah Salafiyyah, namun setelah mereka mendirikan masjid sendiri yang menurut mereka masjid mengikuti sunnah nabi di daerah Medan Johor kemudian kesekretariatan yayasan di pindahkan ke masjid tersebut sebagai tempat pemusatan kegiatan yayasan. Oleh karena itu orientasi gerakan dakwah Salafiyyah di kota Medan sangat gencar terutama dakwah tauhid dalam Islam yang diadakan tiap minggu. Kajian ke-Islaman diadakan di berbagai tempat di kota Medan.

Sebagai akibat dari perpecahan ketika terjadinya kasus ja’far Umar Thalib, Jama’ah Salafiyyah kota Medan juga menerima imbasnya. Jama’ah Salafiyyah Abu Ihsan

dan Abdul Fattah di Johor menolak dan kajian Salafiyyah di Denai mendukung dengan ustads Faisal Jamil. Diuniversitas Sumatera Utara sendiri, Jama’ah Salafiyyah Johor lebih diakui dan kajiannya tetap berjalan hingga saat ini.

Dokumen terkait