• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA OLEH HAKIM TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA

F. ANALISIS KASUS

Berdasarkan uraian kronologis tersebut, selanjutnya penulis akan menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor : 920 K /Pid.Sus/2013 untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim dalam menetapkan terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi sebagai Justice collaborator dan bagaimana penerapannya.

Terdakwa berdasarkan fakta persidangan terbukti melakukan tindak pidana narkotika dan Pengadilan Negeri Maumere telah menjatuhkan putusan Menyatakan terdakwa THOMAS CLAUDIUS ALI JUNAIDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak dan melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I”; Menjatuhkan Pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama : 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan terhadap putusan tersebut, Terdakwa telah mengajukan permintaan banding dimana hasilnya ialah Pengadilan Tinggi Kupang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Maumere. Padahal jika dilihat berdasarkan fakta persidangan terdakwa juga telah terbukti memberikan keterangan dan bantuan sehingga dapat mengungkap jaringan peredaran gelap Narkotika di Maumere. Salah satu bukti bantuan Terdakwa itu adalah dengan menghubungi Mus Kopong. Terdakwa diminta bantuan oleh Ketua Tim M. Ali Akbar dan Wakapolres dan Kasad Narkoba untuk menjebak saksi Mus Kopong agar datang ke Bintang Pub seolah-olah mau bertransaksi Narkoba. Fakta persidangan juga menunjukkan bahwa terdakwa tidak memeperoleh keuntungan dalam perannya sebagai penghubung dalam pembelian shabu tersebut Di persidangan, majelis hakim Pengadilan Negeri Maumere telah mempertimbangkan peranan yang diberikan oleh terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi, namun dalam putusan, hakim tidak memberikan pengurangan hukuman yang signifikan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama dalam mengungkap tindak pidana. Penetapan status sebagai saksi pelaku yang bekerjasama diterima oleh

terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi melalui putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 920K/Pid.Sus/2013, di mana salah satu pertimbangannya menyatakan bahwa terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi berperan sebagai Justice collaborator.

Pertimbangan Majelis Hakim dalam menentukan apakah terdakwa dapat menyandang predikat sebagai Justice Collaborator didasarkan pada ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung No.04 Tahun 2011 pada angka 9 yang memberikan pedoman untuk menentukan seseorang sebagai saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) yang penerapannya oleh Majelis Hakim adalah sebagai berikut :

a. Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya dan bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan kesaksian sebagai saksi di dalam proses peradilan

Terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi adalah benar merupakan pelaku tindak pidana narkotika yang sesuai dengan fakta dalam persidangan, terdakaw berperan sebagai penghubung atau perantara untuk memperoleh Narkotika jenis Shabu. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tindak pidana yang dilakukan terdakwa merupakan bagian dari tindak pidana tertentu yang diatur dalam angka 1 SEMA No 4 Tahun 2011 yaitu tindak pidana tertentu yang bersifat serius seperti tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak

pidana lainnya yang bersifat terorganisir, telah menimbulkan ancaman yang serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat sehingga meruntuhkan lembaga serta nilai – nilai demokrasi, etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum.

Terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi mengakui tindak pidana yang dilakukannya. Berkaitan dengan persyaratan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama adalah pelaku tersebut mengakui perbuatan yang dilakukannya, jika ditinjau dari perkara yang melibatkan terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi, terdakwa dengan kesadarannya mengakui dan berterus terang serta memberikan keterangan dengan sejujurnya bahwa dirinya telah melakukan perbuatan menjadi perantara dalam jual beli narkotika jenis Shabu dari terdakwa Stefanus Kopong Ingaman kepada terdakwa I WAYAN PRIHATNA CHANDRA. Demikian pula dalam pertimbangan majelis hakim Kasasi, yang membenarkan alasan-alasan yang diajukan oleh terdakwa dalam memori kasasinya bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan pengadilan Negeri bahwa benar terdakwa melakukan tindak pidana Narkotika karena dimintai bantuan oleh Polda NTT untuk mengungkap jaringan Narkotika di daerah NTT. Dengan demikian bahwa syarat “mengakui tindak pidana yang dilakukannya” telah terpenuhi dalam perkara tersebut.

Terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya. Persyaratan bahwa pelaku tindak pidana adalah “bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya” untuk dapat ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama selain diatur dalam SEMA RI Nomor 4 Tahun 2011, juga diatur dalam peraturan bersama penegak hukum, namun

demikian dalam kedua ketentuan tersebut, tidak memberikan pengertian dan kriteria yang jelas untuk menentukan bahwa pelaku dalam suatu tindak pidana bukan sebagai pelaku utama. Penentuan bukan sebagai pelaku utama dapat dilihat dari tindak pidana dalam bentuk penyertaan di mana peranan pelaku tersebut turut serta melakukan tindak pidana dengan peranan yang minim, maupun pelaku yang membantu untuk melakukan tindak pidana, khususnya dalam tindak pidana yang dilakukan secara terorganisasi dengan adanya pembagian tugas antara masing-masing pelaku untuk melakukan tindak pidana. Dalam perkara tindak pidana Narkotika dengan terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi, peranan terdakwa dalam tindak pidana tersebut dapat dilihat keterangan saksi-saksi maupun keterangan terdakwa yeng terungkap dalam persidangan yang satu sama lain saling bersesuaian, sehingga majelis hakim menemukan fakta-fakta hukum yang kemudian menjadi pertimbangan hakim “bahwa terdakwa berperan sebagai penghubung atau perantara untuk mendapatkan Narkotika jenis Sabu” dalam hal ini posisi terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi hanya menjadi perantara atau penghubung untuk membantu terdakwa I WAYAN PRIHATNA CHANDRA memperoleh Sabu dari terdakwa Stefanus Kopong Ingaman dan terdakwa Leophold Eddy Goni yang merupakan pemasok (bandar) Sabu tersebut. Dengan demikian bahwa persyaratan pelaku bukan sebagai pelaku utama dalam perkara tersebut telah terpenuhi.

Terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan. Salah satu dari persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama adalah dengan memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban bahwa “...kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan...” Demikian pula dalam SEMA RI Nomor 4 Tahun 2011, yang menyatakan bahwa pelaku tersebut memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan. Dalam perkara tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi, sesuai dengan fakta persidanagan Terdakawa telah memberikan keterangan di depan persidangan bahwa dirinya memperoleh Shabu dari terdakwa Stefanus Kopong Ingaman atas pesanan dari terdakwa I WAYAN PRIHATNA CHANDRA. Keterangan terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi tersebut bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi lainnya, sehingga majelis hakim menilai sebagai salah satu alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi. Dengan demikian bahwa, syarat untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan telah terpenuhi oleh terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi.

b. Jaksa/Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah meberikan keterangan dan bukti yang sangat signifikan sehingga Penyidik dan/atau Penuntut Umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan asset/hasil suatu tindak pidana

Salah satu syarat bahwa untuk menetapkan seorang pelaku tindak pidana sebagai saksi pelaku yang bekerjasama dalam mengungkap tindak pidana yaitu Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya mencantumkan peranan yang telah diberikan oleh saksi pelaku sebagaimana diatur dalam SEMA RI Nomor 4 Tahun

2011. Dari ketentuan tersebut berarti bahwa peranan yang telah diberikan oleh pelaku tindak pidana dalam pelaku lain dengan peran yang lebih besar harus dicantumkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat tuntutannya dalam persidangan. Dalam perkara tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi, Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya tidak mencantumkan peranan yang telah diberikan oleh terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi sebagai hal-hal yang meringankan oleh sebab itu penulis sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Kasasi terkait Penetapan status terdakwa sebagai Justice Collaborator oleh Mahkamah Agung Bahwa sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP Terdakwa sebagai yang dimintai bantuan untuk mengungkap kejahatan Narkotika oleh Aparat Kepolisian patut mendapat pertimbangan keadaan-keadaan yang meringankan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP : pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Judex Facti kurang mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi Terdakwa, karena di muka persidangan Terdakwa menyatakan bahwa dia, Terdakwa dimintai bantuan oleh Polda NTT untuk mengungkap jaringan Narkotika di daerah NTT.

Persyaratan selanjutnya yang harus dipenuhi dari seorang pelaku tindak pidana untuk dapat ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama adalah mengungkap tindak pidana secara efektif atau mengungkap pelaku lain yang mempunyai peran yang lebih besar dalam suatu tindak pidana sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011. Dari ketentuan tersebut berarti bahwa

seorang pelaku tindak pidana harus memberikan keterangan yang signifikan berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukannya maupun tentang keterlibatan pelaku lain sehingga penegak hukum dapat mengungkap tindak pidana baik yang dilakukan oleh pelaku tersebut maupun tentang pelaku lain dengan peran yang lebih besar yang terlibat dalam tindak pidana. Dalam perkara tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dari keterangan saksi-saksi, yang kemudian menjadi pertimbangan majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa sejak tahap penyidikan, terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi yang berperan sebagai penghubung atau perantara untuk mendapatkan Narkotika jenis Shabu, terdakwa juga mempunyai peranan besar dalam hal membantu Kepolisian dalam mengungkap peredaran Narkotika di Maumere, sehingga dengan bantuan terdakwa, Kepolisian dapat menangkap orang-orang yang menjadi target operasi di Maumere, hal tersebut merupakan apresiasi terhadap terdakwa. Adapun pelaku lain yang diungkap oleh terdakwa terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi adalah terdakwa Stefanus Kopong Ingaman, yang kemudian penyidik berhasil mengungkap terdakwa Leophold Eddy Goni sebagai pemilik Shabu dalam perkara tersebut. Dengan demikian, bahwa persyaratan untuk mengungkap tindak pidana secara efektif atau mengungkap pelaku lain dengan peran yang lebih besar telah terpenuhi dalam perkara terdakwa Thomas Claudius Ali Junaidi.

c. Atas bantuan tersebut, maka terhadap saksi Pelaku yang bekerjasama sebagaimana dimaksud di atas, Hakim dalam menentukan pidana yang

akan dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana sebagai berikut :

i. Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus ; dan/atau

ii. Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara Terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud ;

Dalam pemberian perlakuan khusus dan bentuk keringanan pidana, Hakim tetap wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.

Berdasarkan amar putusan Mahkamah Agung yaitu :

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa : THOMAS CLAUDIUS ALI JUNAIDI tersebut ;

Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor : 07/PID/2013/

PTK, tanggal 18 Februari 2013 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Maumere Nomor : 100/Pid.Sus/2012/PN.MMR, tanggal 17 Desember 2012 ;

MENGADILI SENDIRI :

1. Menyatakan Terdakwa THOMAS CLAUDIUS ALI JUNAIDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“tanpa hak dan melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I” ;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun ;

3. Memerintahkan, bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali kalau dikemudian hari berdasarkan putusan Hakim Terpidana melakukan tindak pidana lain sebelum habis masa percobaan selama 2 (dua) tahun ;

4. Menetapkan barang bukti berupa :

- 2 (dua) buah HP merek Nokia tipe C3 dan tipe 6610i ; Dirampas untuk dimusnahkan ;

Membebankan kepada Pemohon Kasasi/Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;

Maka, Majelis hakim menerapkan penjatuhan pidana yang lebih ringan bahkan memerintahkan agar pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali kalau dikemudian hari berdasarkan putusan Hakim Terpidana melakukan tindak pidana lain sebelum habis masa percobaan selama 2 (dua) tahun. Peran Terdakwa yang sangat besar dalam membongkar peredaran gelap Narkotika di Maumere dan berhasil mengungkap dan menangkap para pelaku yang menjadi target operasi pihak petugas sehingga gembong/ jaringan Narkotika sehingga dapat diamputasi dengan baik, dan hal ini merupakan prestasi besar dan seharusnya diapresiasi oleh aparat hukum guna membongkar kejahatan yang lebih besar dan meluas dan sistemik, maka seharusnya Terdakwa yang berperan sebagai Pelaku yang telah bekerjasama (Justice Collaborator) diberi keringanan hukuman sebagai suatu bentuk insentif bagi diri Terdakwa (dan pelaku lainnya yang belum dan akan melaporkan), karena berhasil mengungkap tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama ;

Meskipun Majelis Hakim Judex Facti Pengadilan Negeri telah mempertimbangkan peran dari keberhasilan Terdakwa namun dalam hal menjatuhkan hukuman bagi Terdakwa tidak menerapkan ketentuan SEMA tersebut, padahal seharusnya Terdakwa dapat dijatuhi pidana penjara lebih ringan berdasarkan perannya sebagai Justice Collaborator. Mahkamah Agung berpendapat bahwa hal ini merupakan kekeliruan dalam menerapkan hukum.

Bahwa ternyata terdapat hambatan dalam menerapkan SEMA tersebut, khususnya yang berkaitan dengan soal batas atau standar minimum pemidanaan dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009. Permasalahnnya apakah Hakim dapat menjatuhkan pidana penjara di bawah ketentuan minimum, untuk tujuan memberikan keringanan bagi Terdakwa bahkan sampai hukuman dengan masa percobaan. Penulis sependapat dengan Mahkamah Agung yang berpendapat meskipun kedudukan SEMA lebih rendah dari Undang-Undang No.35 Tahun 2009, berhubung karena SEMA tersebut sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan perkembangan hukum dan masyarakat desawa ini, yang tidak bisa dielakkan lagi, sedangkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009 belum secara khusus mengatur dan mengakomodasi tentang perlakuan terhadap Justice Collaborator, maka dengan mengingat pula Mahkamah Agung yang mempunyai fungsi Regeling atau Pengaturan maka dengan mengacu pada SEMA Perlindungan terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator), Majelis Hakim dapat menyimpangi ketentuan di bawah standar minimum karena adanya alasan yang sifatnya emergensi atau darurat atau untuk suatu tujuan atau kegunaan atau kepentingan yang lebih besar lagi dalam hal ini memberikan perlindungan dalam bentuk penghargaan berupa keringanan

hukuman bagi saksi pelaku yang bekerjasama. Pada perkembangannya hakim dapat memutus dibawah ancaman minimum undang – undang, menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus dengan memuat pertimbangan yang cukup, hal ini diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 2015 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

BAB IV

PENUTUP