• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS MAKNA RUMAH BAYT, DĀR DAN MASKAN

B. Analisis Kata Dār

Selain kata Bayt dalam al-Qur’an ada kata al-Dār yang menggambarkan kata rumah, namun kata bayt memiliki makna lebih sepesifikasi dibandingkan kata al-Dār pada umumnya. Dalam al-Qur’an telah di sebutkan lima puluh dua kali dari berbagai surat yang ada dalam al-Qur’an: (Qs. al- Baqarah/ 2: 84, 85, 94, 243, 246, (al-An’ām/ 6: 32, 127, 135), ‘Arāf/ 7: 78, 91, 145, 169), (Yūnus/ 10: 25), (Yūsuf/ 12: 109), (al-Ra’d/ 13: 22, 24, 25, 31, 42), (Ibrāhīm/ 14: 28), (al-Naml/ 27: 30), (al-Qaṣaṣ/

28: 37, 77, 81, 83), (al-‘Ankabūt/ 29: 37, 64), (al-Aḥzāb/ 33: 29), (Fāṭīr/ 35:

10 Wahbah al-Zuhailī, Tafsīr al-Munīr, jilid 10 (Jakarta: Gema Insani, 2013), 489-490.

11 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 10, cet. 1 (Jakarta: Letera Hati 2002), 497.

35), (Ṣād/ 38: 46), (Gāfir/ 40: 39, 52), (Fuṣilat/ 41: 28), (al-Ḥasyr/ 59: 9), (Hūd/ 11: 65, 67, 94), (al-Isrā’/ 17: 5), (al-Nisā’/ 4: 66), (al-Mumtaḥanah/

60: 8, 9), (Āli ‘Imrān/ 3: 195), (al-Anfāl/ 8: 47), (al-Hajj/ 22: 40), (al-Aḥzāb/

33: 27), (al-Ḥasyr/ 59: 2, 8), (Nūh/ 71: 26), al-Nisā’/ 4: 52), (al-Taubah/ 9:

98), (al-Fatḥ/ 48: 6).12 Qs. al-Baqarah/ 2: 85). Kata Dawara yang berarti bergerak dan kembali kepada asalnya dalam tatanan bahasa Arab.

Secara terminologi al-dār memiliki arti tempat yang mencakup di dalamnya bangunan dan halaman. Segala tempat yang di dalamnya terdapat bangunan atau halaman itu maka dapat disebut dengan al-dār. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan tempat pada kondisi tertentu, dan dapat dinamakan tempat tinggal. Kata dār dimaknai sebagai kampung halaman, yang berisi banyaknya rumah, banyaknya tetangga, dan penduduk yang hidup pada lingkungan tersebut. Setelah penulis meneliti ayat dalam al-Qur’an penulis menemukan kata

راد

tanpa tambahan huruf disebutkan sebanyak delapan kali dari delapan surat yang berbeda seperti pada Qs.

al-`An’ām/ 6: 127, kata

راد

(dāru) yang memiliki arti tempat, Qs. al-‘Arāf/ 7:

145, kata

راد

(dāra) yang memiliki arti kampung, Qs. Yūnus/ 10: 25, kata

راد

(dāri) yang memiliki makana tempat, Qs. Ibrāhīm/ 14: 14, kata

راد

(dāra) yang memiliki arti tempat, Qs. al-Naḥl/ 16: 30, kata

راد

(dāru) yang memiliki arti perkampungan, Qs. Fāṭīr/ 35: 35, kata

راد

(dāra) memiliki arti rumah, Qs. al-Gāfir/ 40: 39, kata

راد

( dāru) yang memiliki arti tempat, Qs.

Fuṣilat/ 41: 28, kata

راد

(dāru) yang memiliki arti tempat tinggal.

12 Muḥammad Fuad Abd. Baqi. Mu’jām Mufaḥras Li al-Fāẓ al-Qur’an al-Karīm, 264-265.

49

Kata

راد

(dāra) yang memiliki arti tempat, kata dār terdiri dari kata dal, alif, ra yang memiliki makna rumah atau tinggal, telah disebutkan Dalam Qs. Ibrāhīm/ 14: 28. Allah berfirman:

ٱ َراَد مُهَموَق اولحَأَو ارفُك ِّهللَّٱ َتَمعِّن ْاوُلهدَب َنيِّذهلٱ َلَِّإ َرَ ت َلََأ ِّراَوَ بل

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?”

1. Tafsir klasik

Sebab ayat di atas turun yang tercatat dalam kitab Tafsir al-Munīr, telah dikatakan:

Ibnu Abbas adalah kaum kafir Mekah. al-Ḥakim Ibnu Jarīr Ṭabrani dan yang lainnya meriwayatkan dari `Umar ibn Khaṭṭāb dan

`Alī ibn Abī Ṭalib, mereka berdua berkata tentang orang-orang yang menukar nikmat Allah, “mereka adalah dua kaum yang bejat dari bangsa Quraisy, yaitu bani al-Mugirah dan bani Umayyah. Adapun bani Mugirah, Allah telah membasmi mereka pada masa perang Badar. Sedangkan bani umayyah mereka diberi penangguhan untuk bersenang-senang sampai beberapa waktu.”

Menurut Tafsir al-Munīr ayat di atas menjelaskan bahwa Allah ingin menggugah rasa keheranan terhadap perkara orang-orang kafir Mekkah yang dideskripsikan dengan dua sifat yang menjadi sebab pertama mereka masuk neraka. Pertama, mereka menukarkan sikap syukur mereka dengan kufur, Mereka adalah kaum kafir mekkah. Ini adalah keterangan dari Ibnu Abbas yang masyhur dan sahih menyangkut ayat ini. Kedua, mereka menjerumuskan kaum mereka yang mendukung dan menjadi simpatisan dalam kekafiran serta mengikuti mereka dalam kesesatan hingga sampai ke

jurang kebinasaan. Kata

ِّراَوَ بلٱ َراَد

(jurang kebinasaan) yaitu jahanam menjadi tempat azab.13

Dalam tafsirnya Ibn Kaṡīr menjelaskan ayat di atas melalui hadis Imam Bukhari mengatakan: “firman Allah”: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran,” artinya, tidakkah kamu tahu seperti firman-Nya, “tidakkah kamu tahu bagaimana,”

dan: “tidakkah kamu tahu orang-orang yang keluar.”

Dār al-Bawār adalah jurang kehancuran atau kebinasaan, adalah kaum yang hancur atau binasa dan akan di tempatkan ke jahanam.14 2. Tafsir Modern

Maksud ayat di atas perspektif Tafsir Misbah menjelaskan ayat di atas menjelaskan bahwa sebab dan akibat yang dilakukan oleh mereka,

“tidakkah engkau melihat dengan penglihatanmu sendiri atau memperhatikan orang-orang yang telah menukar kesukaran terhadap nikmat Allah dan anugerah-Nya di alam raya ini dengan kekafiran sehingga tidak mensyukurinya dan lebih dari itu, mereka mengajak kepada kedurhakaan sehingga menjatuhkan kaum mereka ke lembah kebinasaan?

Yaitu neraka jahanam: kelak di hari kemudian mereka masuk ke dalamnya terbakar oleh apinya dan tersiksa dengan berbagai alat siksaan. Sungguh buruk apa yang menimpa mereka dan kaum mereka: dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.

Sayyid Qhutub juga memahami ayat ini sebagai ditujukan kepada tokoh-tokoh kaum musyrikin pada masa Nabi Muhammad. Sedangkan makna nikmat Allah di sini menurutnya adalah kehadiran Rasul. Ajakan

13 Wahbah al-Zuhailī, Tafsir al-Munīr, Jilid 7, 240-241.

14 Abdullah ibn Muḥammad, Tafsir Ibn Kaṡīr, Jilid 4, Cet. 1, 542.

51 kepada iman, tuntutan kepada pengampunan dan surga berarti kerugian dan kerusakan yang mencapai puncaknya. Pada mulanya kata ini digunakan untuk menyifati lahan yang gersang dan tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan. Dār al-Bawār adalah tempat kebinasaan. Yakni para tokoh itu mengakibatkan kaumnya menderita. Kebinasaan di akhirat dengan neraka dan di dunia dengan penderitaan berupa pembunuhan, penawanan, atau bencana dan krisis.15

Berikut ayat yang memiliki kata

َراَد

yang memiliki makna tempat tinggal yang kekal. Allah subaḥānah wata’ālā menyebutkan dalam Qs.

Gāfir/ 40: 39, kata

راد

( dār) yang memiliki arti negeri,

ِّراَرَقلٱ ُراَد َيِّه َةَرِّخلْٱ هنِّإَو عَٰتَم اَينُّدلٱ ُةٰوَ يَلحٱ ِّهِّذَٰه اَهنَِّّإ ِّموَقَٰي

“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.”

1. Tafsir Klasik

Ayat di atas menurut perspektif tafsir al-Qurtubi menjelaskan, dari firman Allah:

عَٰتَم اَينُّدلٱ ُةٰوَ يَلحٱ ِّهِّذَٰه اَهنَِّّإ ِّموَقَٰي “

Hai kaumku, sesungghnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan.” Yakni, yatamatta’u bersenang-senang dengan dunia sedikit lalu terputus dan berakhir.

ُراَد َيِّه َةَرِّخلْٱ هنِّإَو

ِّراَرَقلٱ

“dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” Yakni.

al-Istiqrār (tetap) dan al-Khuld (abadi). Adapun yang dimaksud dengan kata dār al-‘Ākhirah adalah surga dan neraka, sebab, keduanya tidak akan

binasa.16

15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 7. Cet. 1, 158.

16 M. Ibrahim al-Hifnawi (Ta’lik), Mahmud Hamid Utsman, Tafsīr al-Qurṭubī, Jilid 15, Cet.1 (Jakarta: Pustaka Azzam), 765.

2. Tafsir Modern

Dalam tafsir Quraish Shihab telah diterangkan bahwa di ayat tersebut seorang mukmin tidak lagi menanggapi ucapan Firaun karena dia menilai bahwa ucapannya itu sangat jelas kebatilannya, sehingga tidak memerlukan tanggapan. Dan orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah” aku secara bersungguh-sungguh, “sesungguhnya aku akan menunjukkan” dan mengantar kamu masuk ke “jalan yang benar.” Apa yang dikatakan Firaun sebagai jalan benar tidak sedemikian itu keadaannya. Hai “kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara,” yang mudah diperolah, namun akan segera lenyap “dan sesungguhnya akhirat dialah saja negeri yang kekal” abadi.

Sementara maksud dari

راَرَقلٱ ُراَد َيِّه

yakni, hanya di sanalah tempat yang kekal dan abadi.17 Kata

ُراَد

(dār) yang di sebutkan di atas memiliki arti negeri, akar kata dari

ُراَد

adalah

راَد,

yang kedudukannya adalah sebagai Ism maṣdar.

Dokumen terkait