• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persamaan VII Pertumbuhan Ekonom

4.3 Analisis Kebijakan Fiskal Daerah Provins

Fiskal merupakan piranti utama yang dimiliki oleh pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan publik yang telah diperoleh melalui social contract (lihat Randall, 1987). Sebagai otoritas yang memiliki kewenangan yang dapat dilakukan secara memaksa (coercive) dalam pemungutan pajak maupun pengalokasinya (dalam bentuk belanja daerah), maka Pemerintah Provinsi Lampung punya kewajiban moral untuk membina dan mengembangkan faktor endogenik pertumbuhan ekonomi yang dimiliki wilayah ini, apalagi ketika mulai tampak gejala terjadinya market failure berupa distorsi pedistribusian manfaat rente bersama dari hasil-hasil pembangunan ekonomi wilayah seperti selama ini.

Analisis kebijakan publik ini maka pertama perlu dikembangkan model- model persamaan untuk mengetahui relasi antara kinerja perolehan tingkat pajak & retribusi daerah [TAX], alokasi belanja aparatur [S_APPT], belanja untuk investasi publik [S_PUB], dan belanja bantuan sosial [S_SOC] terhadap kinerja (L)eadership dan (I)nstitution yang masing-masing juga diproksi dengan kepadatan koperasi di subwilayah hulu [KOP_HU], kepadatan koperasi di subwilayah hilir [KOP_HI], intensitas kejahatan di subwilayah hulu [KJ_HU] dan intensitas kejahatan di subwilayah hilir [KJ_HI].

Apabila relasi-relasi tersebut telah diperolehnya, maka dapat digunakan untuk menginduksi berkembangnya kinerja (E)ntrepreneurship utamanya bagi kalangan industriawan kecil [IKC]. Dipilihnya untuk kalangan ini tidak lain karena kalangan ini telah dihipotesiskan sebagai penghela transformasi struktural perekonomian yang kemudian menjadi motor pertumbuhan ekonomi wilayah. 4.3.1 Bentuk Model Perilaku Fiskal terhadap Faktor Endogenik

Bentuk model hubungan antara perilaku fiskal dari Pemerintah Provinsi Lampung terhadap kinerja (L)eadership dan kinerja (I)nstitution perlu dispesifikasikan. Lebih lanjut untuk dimanfaatkan untuk simulasi kebijakan bagi pengembangan kedua faktor endogenik tersebut agar kinerja (E)ntrepreneurship di wilayah provinsi ini meningkat.

(1) Kinerja Leadership di Hulu sebagai Fungsi dari Perilaku Fiskal

Adapun kinerja (L)eadership yang berkembang di subwilayah hulu dimodelkan sebagai perilaku fiskal Pemerintah Provinsi Lampung sebagai berikut: [KOP_HU]t = p1 + p2[TAX]t-n + p3[S_APRT]t-n + p4[S_PUBL]t-n + p5[S_SOC]t-n

+ p6[RZ] + r10

{4.13} Uji model; H0: p2 =p3=p4 =p5= p6=0

dalam hal ini,

[KOP_HU] : Kerapatan koperasi/10ribu penduduk di subwilayah hulu

[TAX] : Perolehan Pajak & Retribusi Daerah/10ribu penduduk Provinsi Lampung [S_APRT] : Belanja Aparatur Pemerintah Provinsi Lampung /10ribu penduduk [S_PUBL] : Belanja Publik/10ribu penduduk Pemerintah Provinsi Lampung

[S_SOC] : Belanja Bantuan Sosial/10ribu penduduk Pemerintah Provinsi Lampung [RZ] : Rezim tata pemerintahan, sebelum desentralisasi=0 dan sesudah=1 h1 sampai h3 : Parameter model

t : Tahun data; r10= galat; n= , , , … waktu tenggang (time lag) Nilai harapannya p3 sampai p6>0 sedangkan p2<0

Data yang digunakan untuk optimasi parameter Pers.{4.13} ini adalah data tahun 1996 sampai 1999, dan 2003, 2004, 2006 sampai 2008.

(2) Kinerja (L)eadership di Hilir sebagai Fungsi dari Perilaku Fiskal

Begitu juga dengan kinerja (L)eadership yang berkembang di wilayah hilir dimodelkan sebagai perilaku fiskal Pemerintah Provinsi Lampung sebagai berikut: [KOP_HI]t = q1 + q2[TAX]t-n + q3[S_APRT]t-n + q4[S_PUBL]t-n + q5[S_SOC]t-n

+ q6[RZ] + r11

{4.14} Uji model; H0: q2 =q3=q4 =q5= q6=0

H1: Ada: q1, q2 , q3, q4, q5,atauq6 0

dalam hal ini,

[KOP_HI] : Kerapatan koperasi/10ribu penduduk di subwilayah hilir

[TAX] : Perolehan Pajak &Retribusi Daerah/10ribu penduduk Provinsi Lampung [S_APRT] : Belanja Aparatur Pemerintah Provinsi Lampung /10ribu penduduk [S_PUBL] : Belanja Publik/10ribu penduduk Pemerintah Provinsi Lampung

[S_SOC] : Belanja Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Lampung /10ribu penduduk [RZ] : Rezim, sebelum desentralisasi=0 dan sesudah=1

h1 sampai h3 : Parameter model

t : Tahun data; r11= galat; n=0,1, , … waktu tenggang (time lag)

Nilai harapannya q3 sampai q6>0 sedangkan q2<0.

Data yang digunakan untuk optimasi parameter Pers.{4.14} ini adalah data tahun 1996 sampai 1999, dan 2003, 2004, 2006 sampai 2008.

(3) Kinerja (I)nstitution di Hulu sebagai Fungsi dari Perilaku Fiskal

Kinerja atau keefektivam (I)nstitution yang berkembang di subwilayah hulu dimodelkan sebagai fungsi dari perilaku fiskal Pemerintah Provinsi Lampung sebagai berikut:

[KJ_HU]t = u1 + u2[TAX]t-n + u3[S_APRT]t-n + u4[S_PUBL]t-n + u5[S_SOC]t-n

+ u6[RZ] + r12

{4.15} Uji model; H0: u2 =u3=u4 =u5= u6=0

H1: Ada: u1, u2 , u3, u4, u5,atauu6 0

dalam hal ini,

[KJ_HU] : Intensitas Kejahatan/10ribu penduduk di subwilayah hulu

[TAX] : Perolehan Pajak &Retribusi Daerah/10ribu penduduk Provinsi Lampung [S_APRT] : Belanja Aparatur/10ribu penduduk Pemerintah Provinsi Lampung [S_PUBL] : Belanja Publik/10ribu penduduk Pemerintah Provinsi Lampung

[S_SOC] : Belanja Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Lampung /10ribu penduduk [RZ] : Rezim Tata Pemerintahan, sebelum desentralisasi=0 dan sesudah=1 h1 sampai h3 : Parameter model

t : Tahun data; r12= galat; n=0,1,2,3… waktu tenggang (time lag) Nilai harapannya u3 sampai p6<0 sedangkan u2>0

Data yang digunakan untuk optimasi parameter Pers,{4,15} ini adalah data tahun 1996 sampai 1999, dan 2003, 2004, 2006 sampai 2008.

(4) Kinerja (I)nstitution di Hulu sebagai Fungsi dari Perilaku Fiskal

Akhirnya juga keefektifan (I)nstitution yang berkembang di subwilayah hilir dimodelkan sebagai perilaku fiskal Pemerintah Provinsi Lampung berikut:

[KJ_HU]t = v1 + v2[TAX]t-n + v3[S_APRT]t-n + v4[S_PUBL]t-n + v5[S_SOC]t-n

+ v6[RZ] + r13

{4.16} Uji model; H0: v2 =v3=v4 =v5= v6=0

H1: Ada: v1, v2 , v3, v4, 5,atauv6 0

dalam hal ini,

[KJ_HI] : Intensitas Kejahatan/10ribu penduduk di subwilayah hilir

[TAX] : Perolehan Pajak &Retribusi Daerah/10ribu penduduk Provinsi Lampung [S_APRT] : Belanja Aparatur Pemerintah Provinsi Lampung /10ribu penduduk [S_PUBL] : Belanja Publik Pemerintah Provinsi Lampung /10ribu penduduk

[S_SOC] : Belanja Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Lampung /10ribu penduduk [RZ] : Rezim Tata Pemerintahan, sebelum desentralisasi=0 dan sesudah=1 h1 sampai h3 : Parameter model

Nilai harapannya u3 sampai p6<0 sedangkan u2>0.

Data yang digunakan untuk optimasi parameter Pers.{4.16} ini adalah data tahun 1996 sampai 2008.

4.3.2 Beberapa Skenario Kebijakan Fiskal Daerah di Bawah Skema Reforestasi Mengingat degradasi sumberdaya hutan di Provinsi Lampung sudah begitu akut, dan sementara itu pula reforestasi berada pada otoritas pemerintah pusat, maka kebijakan insentif fiskal dalam penelitian ini perlu disertai beberapa asumsi tentang target luasan skema reforestasi.

(1) Skema Target Reforestasi

Dasar pemilihan target luasan skema reforestasi adalah pada acuan legal aspek yang mewajibkan luasan kawasan hutan negara sebesar 30% dari total luasan wilayah yurisdiksi. Untuk wilayah yurisdiksi Provinsi Lampung adalah 1 juta Ha, Sementara itu, kini sisa tutupan hutan di Provinsi Lampung kini tinggal sekitar 7% (250,180 ha). Untuk itu maka skema reforestasi yang dicobakan dalam simulasi ini adalah: (1) Tanpa reforestasi, (2) 100 ribu ha, dan (3) 250 ribu ha, Target luasan tersebut dimaksudkan untuk mencapai total tutupan yang setara berturut-turut 20%; 30% dan 50% terhadap total luasan minimal seperti amanah UU RI No. 41 Tahun 1999 tersebut.

Adapun distribusi kepada masing-masing hutan rakyat di subwilayah hulu [HR_HU], hilir [HR_HI], hutan negara di subwilayah hulu [HN_HU] dan di hilir [HN_HI] disajikan pada Tabel 10. Adapun yang digunakan sebagai dasar alokasi reforestasi seperti yang tercantum dalam Tabel 10 tersebut adalah rataan luasan dari periode data tahun 1992-2008 yaitu masing-masing 2,26; 9,39; 24,53; dan 30,02 X10 ribu ha berturut-turut untuk kawasan [HR_HU], [HR_HI], [HN_HU] dan [HN_HI].

Tabel 10. Distribusi Luasan Skema Reforestasi pada Masing-masing Kelompok Hutan

Simbol Skema Reforestasi

A Nol ha (Tanpa ada Skema Reforestasi)

B 100 ribu ha dialokasikan secara proporsional ke keempat kelompok hutan sesuai dengan rataan 1992-2008 C 100 ribu ha dialokasikan pada [HR_HU] 2X, [HR_HI] 3X, sisanya dibagi rata pada [HN]

D 100 ribu ha dialokasikan pada [HR_HU] 3X, [HR_HI]2X, sisanya dibagi rata pada [HN]

E 250 ribu ha dialokasikan secara proporsional ke keempat kelompok hutan sesuai dengan rataan 1992-2008 F 250 ribu ha dialokasikan pada [HR_HU] 2X, [HR_HI] 3X, sisanya dibagi rata pada [HN]

G 250 ribu ha dialokasikan pada [HR_HU] 3X, [HR_HI] 2X, sisanya dibagi rata pada [HN]

Keterangan: [HR_HU]=hutan rakyat di hulu, [HR_HI]=hutan rakyat di hilir, [HN_HU]=hutan negara di hulu, dan [HN_HI]=hutan

(2) Skema Kebijakan Fiskal Pemerintah Provinsi Lampung

Motif utama dari penggunaan skema reforestasi dalam penelitian dimaksud untuk memeriksa seberapa kuatnya pengaruh dampak luasan Reforestasi terhadap keefektivan kebijakan insentif fiskal dari Pemeritah Provinsi Lampung. Adapun kebijakan fiskal yang ingin diperiksa dampaknya ada 2 macam alokasi yaitu:

Alokasi 1: Hasil peningkatan kenaikan pajak dialokasikan untuk peningkatan