• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risalah Teori Pertumbuhan Ekonomi: Dari Model Solow ke Model Baru Pertumbuhan Endogenik

RIWAYAT HIDUP

2. TINJAUAN TEORITIS

2.7 Risalah Teori Pertumbuhan Ekonomi: Dari Model Solow ke Model Baru Pertumbuhan Endogenik

Inti dari setiap teori ekonomi adalah penjelasan tetang pertumbuhan atau akumulasi kapital (Hayami, 2001). Robert Solow merupakan seorang begawan yang memenangkan Hadiah Nobel tahun 1985 atas keberhasilannya dalam menjelaskan teori pertumbuhan ekonomi dari unsur-unsur penentunya. Ada 3 tema besar yang dapat disarikan dari Model Solow (1956; 2000). Pertama, dalam jangka panjang bahwa tingkat tabungan (s) merupakan ukuran persediaan modal maupun tingkat output yang dapat dicapai dari suatu sistem perekonomian. Adanya kenaikan tingkat tabungan dapat menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi yang cepat tetapi kemudian berangsur-angsur menurun dan kemudian konstan. Pada keadaan konstan tersebut berarti perekonomian berada dalam kondisi mapan (staedy state), yang dicirikan oleh total depresiasi modal (δk) sama dengan total investasi. Investasi itu sendiri merupakan fungsi dari jumlah output yang disisihkan untuk tabungan [sy=sf(k)]. Jadi sekalipun tingkat tabungan yang

tinggi dapat menyebabkan tingkat perekonomian pada kondisi mapan yang tinggi pula, tetapi tabungan tidak akan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, karena efek dari tabungan tersebut akan selalu berakhir pada kondisi mapan tersebut.

Tema yang ke dua dari Model Solow (1956 dan 2000) adalah bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan determinan penting bagi peningkatan standar kehidupan. Makin tinggi tingkat pertumbuhan populasi (n), maka akan semakin rendah output per pekerja (y=Y/L). Secara diagramatik kedua tema dari Model Solow dapat ditunjukkan dalam Gambar 11 dan 12.

Investasi

δk

s1f(k) BIE1

S1>S0 s0f(k) BIE0

Output/pekerja [y=f(k)] sebagai fungsi dari kapital/pekerja [k]. Total investasi adalah

sy=sf(k). Tingkat tabungan (s) smenjadi penentu saat kondisi mapan tercapai (k*). Jika s1>s0 maka k1*> k0*. Di sini δk adalah

total penyusutan. Kurva investasi yang konveks menunjukkan: pada awalnya tabungan menyebabkan pertumbuhan yang pesat, berangsur-angsur menuju konstan saat tercapai kondisi mapan. BIE: break event investment yang diperlukan pada saat kondisi mapan dicapai.

k0* k1* Modal/Pekerja (k)

Gambar 11. Model Pertumbuhan Solow (Mankiw, 2007).

Adapun tema yang ke tiga dari Model Solow (1956 dan 2000) adalah bahwa pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan ditentukan oleh tingkat pertumbuhan teknologi (g). Akumulasi kapital (Δk) dalam kondisi mapan dibawah pengaruh kemajuan Ipteks adalah: Δk= sf(k) – BIE (break event investment). Dalam hal ini k=K/EL adalah modal per pekerja efektif. Untuk mempertahankan agar k tetap konstan dari penyusutan (δk) maupun untuk menyediakan modal bagi masuknya tenaga kerja baru (nk) akibat pertumbuhan populasi serta untuk memfasilitasi kebutuhan para pekerja efektif yang baru (gk), maka diperlukan investasi sebesar BIE= (δk + nk + gk). Sehingga akumulasi kapital menjadi:

Δk= sf(k) – (δ + n + g)k {2.1}

Secara diagramatik realitas ini disajikan pada Gambar 13. Seperti dapat diperiksa pada Gambar 13 tersebut, bahwa dalam kondisi mapan, tingkat pertumbuhan modal/tenaga kerja efektif (atau keff) maupun output/keff (atau y) memiliki tingkat

pertumbuhan nol. Adapun output per pekerja (atau Y/L=yE) tumbuh pada tingkat g dan output total tumbuh sebesar n+g. Dengan demikian dapat difahami bahwa kemajuan teknologi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan standar kehiduan secara berkelanjutan, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan output per pekerja di bawah pertumbuhan populasi. Namun demikian, menurut Solow (1956) kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Ipteks) tersebut sifatnya berasal dari luar sistem perekonomian (exogenous).

S (δ+ n1)k

Investasi=sf(k)

(δ+ n0)k

Ketika populasi meningkat dari n0 ke n1,

maka saat tercapai kondisi mapan tingkat modal per pekerja turun dari ko* menjadi

k1*. Dalam hal ini investasi selain untuk

mengimbangi depresiasi (δk) modal juga untuk menyediakan modal bagi pekerja baru (δn) akibat dari pertumbuhann populasi tersebut.

Kk1* k0*

Investasi (δ+n+g)k sf(k) BIE Tingkat Pertumbuhan: Δk=K/(ExL)=0 Δy=Y/(ExL)=0 Δ[Y/L]=yxE =g ΔY=yx(ExL)= n+g Modal/pekerja keff*

Gambar 13. Dampak Ipteks dalam Model Solow (Mankiw, 2007)

Karakter sumber pertumbuhan dari Ipteks yang berasal dari luar sistem suatu perekonomian (eksogenus) ini yang kemudian mendatangkan banyak kritikan seperti dari Lucas (1988), Romer (1990) dll. Kemudian para begawan ini mengusulkan pertumbuhan yang berasal dari dalam sistem perekonomian: New Endogenous Growth (NEG) Theory, yang secara ringkas dapat disarikan dari Hayami (2001) seperti berikut:

Fungsi produksi individu perusahaan ke-i:

Yi= (ELi)αKiβ {2.2}

Asumsi yang harus dipenuhi bahwa efisensi tenaga kerja bagi perusahaan ke-i tidak tergantung pada produksi pengetahuan dari suatu perusahaan tertentu saja, tetapi bergantung pada produksi pengetahuan yang berasal dari investasi semua perusahaan yang ada dalam suatu sistem perekonomian atau suatu wilayah, yang dapat diungkapkan sebagai berikut:

yang dalam Pers. [2.3] tersebut a adalah konstanta yang menentukan hubungan yang paralel antara stok kapital (K) dengan rataan efisiensi tenaga kerja (E) dalam suatu sistem perekonomian atau wilayah. Dengan memasukkan Pers.[2.3] ke dalam Pers. [2.2] dan membagi kedua ruas dengan L maka diperoleh:

yi=aαLiαKαkiβ {2.4}

dalam hal ini yi=Yi/(Ki/Li) dan aα=A dan karena k=K/L maka diperoleh:

y=ALiαkαkiβ {2.5}

Lebih lanjut dapat dianggap bahwa dalam kesetimbangan kompetisi jangka panjang seluruh perusahaan mendapatkan nilai optimalitas yang sama dalam melakukan alokasi sumberdaya yang dimilikinya, sehingga ki=k dan yi=y. Oleh karena itu Pers.{2.4} dapat diungkapkan menjadi:

Yy=(ALα)k {2.6}

Dalam skenario populasi yang konstan, produk marjinal kapital per tenaga kerja (MPK) tetap konstan untuk seluruh kisaran k sehingga baik k maupun y secara kontinyu akan terus meningkat secara tidak terbatas. Bahkan jika populasi meningkat, maka y dan k akan terus semakin besar (Gambar 14). Karena itu Pers. [2.6] dapat diubah menjadi berikut:

Y/K= ALα {2.7}

Ungkapan dalam Pers.[2.7] tersebut di atas memberikan makna bahwa pertumbuhan populasi (yang dicirikan oleh petumbuhan L) akan mereduksi capital-output ratio (Y/K) yang berarti pula meningkatkan keefektifan kapital dalam proses produksi dlm suatu sistem perekonomian. Karena peningkatan populasi (n) juga berarti meningkatkan jumlah pelaku aktivitas perekonomian yang dapat menemukan berbagai ide baru yang sangat penting bagi setiap proses

produksi dalam sistem perekonomian di suatu wilayah. Ini merupakan suatu pandangan yang optimistik sifatnya tentang peranan pertumbuhan penduduk dalam pembangunan ekonomi secara berkelanjutan.

y=Y/L y=Ak

S

sAk

nk

Menurut Hayami (2001) bentuk Pers. [2.7] adalah ekivalen dengan Model Harold-Domar, tetapi asumsi yang melandasi berbeda, yang mana dalam Model Harold_Domar K tidak meliputi

intangible capital.

Moda/Pekerja (k=K/L)K k1

Gambar 14. Kurva Pertumbuhan Ekonomi secara Endogenik (Hayami, 2001)

Untuk lebih memahami terhadap pandangan yang optimistik ini dapat dirujuk uraian dari Mankiw (2007). Perekonomian secara sederhana dapat dikatagorikan menjadi dua sistem. Sistem pertama adalah yang memproduksi barang manufaktur dan yang satunya lagi yang memproduksi Ipteks sebagai berikut:

Fungsi produksi manufaktur: Y=f[K,(1-µ)EL) {2.8} Fungsi poduksi Ipteks : ΔE=g(µ)E {2.9} Akumulasi Modal : ΔK=sY - ðK {2.10}

Ipteks dalam pandangan Hayami (2001) disebut sebagai kapital yang tidak kasat mata (intangible capital). Sedangkan produksi barang adalah kapital yang kasat mata (tangible capital). Dalam Pes. [2.8] sampai [2.10] tersebut, µ adalah proporsi penduduk yang bekerja di sistem perekonomian yang memproduksi

Ipteks seperti universitas, lembaga penelitian dsb. Sedangkan (1-µ) proporsi penduduk yang pekerja dalam sistem perekonomian yang memproduksi barang. Sedangkan E adalah persediaan Ipteks yang sagat menentukan efisiensi tenaga kerja. Dari Pers.[2.8] sampai [2.10] tersebut tampak bahwa akumulasi kapital

K) sangat ditentukan oleh kinerja output Y, sementara Y sangat ditentukan oleh tenaga kerja yang di-augmented oleh Ipteks (EL) dan semuanya itu sangat tergantung dari proporsi penduduk yang berkerja untuk memproduksi Ipteks (µ).

Apabila tidak ada orang yang memproduksi Ipteks, maka µ=0. Dalam keadan ini berarti Pers. [2.8] identik model Solow (1956) dimana faktor Ipteks bersifat eksogenik. Namun bila µ>0, maka berarti faktor Ipteks menjadi endogenik. Dalam model pertumbuhan endogenik tersebut, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan penduduk secara optimistik akan mendorong pertumbuhan akumulasi modal secara berkesinambungan, berhubung di dalam bagian pertumbuhan populasi tersebut juga akan lahir berbagai Ipteks baru melalui daya cipta manusia yang tidak pernah mengalami depresiasi, bahkan terus berkembang.

Namun Hayami (2001) memperingatkan bahwa pandangan optimis saja belum cukup, bahkan sangat berbahaya untuk menyimpulkan kalau pertumbuhan ekonomi dapat dicapai hanya dengan melalui akumulasi kapital (baik yang tangible maupun yang intangible) saja. Untuk dapat melakukan eksploitasi terhadap kedua jenis kapital tersebut (demi untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi), maka diperlukan pengembangan setting kelembagaan (institution) agar mampu menfasilitasi bagi berlangsunganya perubahan sikap danpeilaku sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakat sebagai damapak dari perkembangan tingkat kesejahteraan yag dicapai dari hasi-hasil akumulasi kapital.

Sejalan dengan ini menurut Stimson et al. (2003, 2005, dan 2006) serta Stimson dan Stough (2008) bahwa pertumbuhan Ipteks, tidak serta-merta akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Suatu Ipteks baru akan akan memiliki kontribusi nyata bagi pertumbuhan perekonomian wilayah manakala suatu Ipteks telah dapat dieksploitasi oleh para wirausahawan atau (E)ntrepreneurs untuk menghasilkan keuntungan yang sama sekali baru melalui sistem pasar. Kecuali itu, menurut para pakar ini agar (E)ntrepreneurships dapat

berkembang maka harus ditopang oleh (I)nstitution yang efektif dan (L)eaderships yang kuat di suatu wilayah. Ketiga faktor ini oleh Stimson et al (2003, 2005, dan 2006) dan Stimson dan Stough (2008) disebut bagi faktor endogenik pertumbuhan ekonomi wilayah. Mengingat begitu sentral ketiga faktor endogenik tersebut, maka ketiga faktor ini perlu diulas lebih mendalam peranannya dalam pertumbuhan ekonomi wilayah.

2.8 Peran Faktor Endogenik Pembangunan Ekonomi bagi Pembangunan