• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Pemerintah Kota Medan Mengenai Pembangunan Podomoro

BAB III : KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN TERKAIT IZIN AMDAL DALAM PEMBANGUNAN PODOMORO

POLITIK PEMBANGUNAN PODOMORO CITY DELI KOTA MEDAN

4. Individu Sebagai Aktor Politik Pembangunan

3.4. Analisis Kebijakan Pemerintah Kota Medan Mengenai Pembangunan Podomoro

menjalankan rekomenadasi ini. Itulah salah satu koordinasi kita. Sebenarnya pun mereka eksekutif, bukan legislatif, harus kita awasi kebijakannya, SKPD yang sudah kita anggarkan. Uangnya sudah kita budgeting. Sekarang kita minta pertanggungjawaban. Itu bentuk pengawasan kita. Selain mengawasi terhadap pembangunan yang ada, kita mengawasi SKPD-SKPD terkait supaya berjalan pada koridor yang benar. Itulah bentuk koordinasinya.”

3.4. Analisis Kebijakan Pemerintah Kota Medan Mengenai Pembangunan Podomoro

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, serta kota terbesar di luar Pulau Jawa.75 Akhir tahun 2017, Kota Medan terpilih sebagai Kota Terbaik Indonesia 2017 dan Kota Terbaik Per Region Sumatera pada ajang Indonesia Attractiveness Award (IAA) 2017.76 Pembangunan Kota Medan yang terus bergerak maju, mencerminkan kearah modernitas. Namun pertumbuhan pembangunan tersebut masih terkendala oleh masalah-masalah seperti mengenai perizinan dalam hal ini perizinan Podomoro City Deli Medan.

Hal ini dikemukakan oleh S. Maruli Tua Tarigan:

“Kalau dari segi fisik, pembangunan Kota Medan disini ya bagus-bagus saja. Artinya semua fisik ini keliatannya kalau setingkat Podomoro itu yang melakukan orang profesional. Kalau dari sosial apalagi politik berbeda. Dari segi sosial, ini kan cerita pembangunan Podomoro, itu sudah tidak pas kalau

75 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan diakses pada tanggal 26 Januari 2018 pukul 13.45 wib.

76 http://news.analisadaily.com/read/medan-dapat-penghargaan-kota-terbaik-tanggapan-warga/425952/2017/10/03 diakses pada tanggal 26 Januari 2018 pukul 14.01 wib.

diambil dari sisi sosial apalagi dari sisi Amdal. DPRD sudah beberapa kali melihat bahwa itu melangar Perda. Apa yang dilanggar? Satu, batas antara jalan dengan bangunan utama harusnya diperdanya minimal lebih dari delapan meter.

Sementara itu langsung ke tepi jalan, melanggar. Itu yang kemarin dituntut DPRD. Itu jelas menyalahi. Dan bukan cuman itu. Banyak juga bangunan lain seperti itu di Kota Medan. Kalau bangunannya, bagus. Tapi dari tata ruangnya, untuk kenyamanan Kota Medan, tidak nyaman. Apalagi langsung lalu lintas. Itu tidak bisa. Lalu ruang terbuka hijaunya bagaimana? RTH itu tiga puluh persen dari luas tanah yang dibangun.”77

Secara umum ruang terbuka publik (open space) diperkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang mempunyai arti sebagai suatu lanscape, hardscape, taman atau ruang rekreasi dalam lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan dalam Instruksi Mendagri no. 4 tahun 1988, yang menyatakan:

"Ruang terbuka hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah sebagai areal berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga kehidupan wilayah perkotaan”.78

Ruang Terbuka dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kawasan genangan (retention basin). Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka berfungsi sebagai ventilasi kota, dapat berupa jalan, trotoar, ruang terbuka hijau, dan sebagainya. Ruang terbuka juga dapat diartikan sebagai ruang interaksi seperti kebun binatang, taman rekreasi.Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai infrastruktur hijau perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung

77 Wawancara dengan Ketua Komisi B DPRD Kota Medan Drs. S. Maruli Tua Tarigan pada tanggal 9 September 2017 pukul 12.45 wib di kantor DPRD Kota Medan.

78 Peraturan Mentri no. 4 tahun 1988.

dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Sedangkan secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga dan kebun bunga Secara umum penataan ruang ditujukan untuk menghasilkan suatu perencanaan tata ruang yang kita inginkan dimasa yang akan datang. Rencana tersebut lalu diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Pada dasarnya perencanaan tata ruang perkotaan seyogyanya dimulai dengan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan, dan kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana (prone to natural hazards) seperti gempa, longsor, banjir maupun bencana alam lainnya.

Menurut Dana Tarigan:

“Perencanaan tata ruang di perkotaan khususnya kota Medan seyogyanya harus dapat mengakomodasi kepentingan-kepentingan sosial untuk mewadai aktifitas masyarakat, serta kepentingan-kepentingan lingkungan untuk menjamin keberlanjutan. Agar keberadaan RTH di perkotaan dapat berfungsi secara efektif baik secara ekologis maupun secara planologis, perkembangan RTH tersebut sebaiknya dilakukan secara hierarki dan terpadu dengan system struktur ruang yang ada di perkotaan.” 79

Dengan demikian keberadaan RTH bukan sekedar menjadi elemen pelengkap dalam perencanaan suatu kota semata, melainkan lebih merupakan sebagai pembentuk struktur ruang kota, sehingga kita dapat mengidentifikasi hierarki struktur ruang kota melalui keberadaan komponen pembentuk RTH yang ada.

79 Wawancara dengan direktur Walhi Sumatera Utara Dana Tarigan pada 10 Mei 2017 pukul 10.00 wib di Kantor Walhi Sumatera Utara.

Menurut Ht. Bahrumsyah :

“Sudah ada Peraturan Daerah Kota Medan terkait dengan rencana detail tata ruang. Fungsi ruang, yang utama. Banyak ruang-ruang tertentu, contohnya pembangunan Podomoro. Podomoro itu, fungsi ruang awalnya itu memang bukan fungsi ruang untuk membangun. Sebuah gedung yang sifatnya campuran, gedung campuran. Tentunya fungsi ruang dirubah. Jadi hanya gedung biasa, bukan campuran. Misalnya mall dengan apartement, dengan perkantoran. Tentunya itu harus memenuhi sebuah aturan. Baik aturan terkait dengan tata ruang atau lingkungan hidup. Banyak hal yang harus dipenuhi oleh aturan-aturan tersebut.”80

Menurut Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2008 Tujuan dari penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah:

a. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air.

b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

c. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengamanlingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya manfaat yang diperoleh dari keberadaan RTH tersebut. Kawasan Ruang Terbuka Hijau ini juga merupakan tempat interaksi sosial bagi masyarakat yang dapat mengurangi tingkat stress akibat beban kerja dan menjadi tempat rekreasi keluarga bagi masyarakat perkotaan. Perkembangan kota Medan menyebabnya terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu diperlukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang akan menambah keindahan kota serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah perkotaan akan meningkatkan produksi oksigen dan

80 Wawancara dengan Ketua Fraksi PAN, Ht. bahrumsyah, SH pada 25 Oktober 2017 pukul 11.30 WIB di Kantor DPRD Kota Medan.

menyerap karbondioksida, menjadi habitat hewan liar seperti kupu-kupu dan burung serta menjaga air tanah dan mengurangi resiko terjadinya banjir.

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya manfaat yang diperoleh dari keberadaan RTH tersebut. Kawasan Ruang Terbuka Hijau ini juga merupakan tempat interaksi sosial bagi masyarakat yang dapat mengurangi tingkat stress akibat beban kerja dan menjadi tempat rekreasi keluarga bagi masyarakat perkotaan. Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap wilayah kota harus menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% dari luas wilayah.

Menurut Dana Tarigan:

“Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat memunculkan permasalahan dalam mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana. Dampak dari tingginya populasi penduduk tanpa ditunjang dengan sistem sanitasi yang baik dapat meningkatkan bahaya pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup serta mengancam kesehatan masyarakat. Oleh karena itu masalah sanitasi lingkungan memerlukan penanganan yang serius.”81

Selain itu, kebutuhan akan Ruang Terbuka Hijau pada suatu wilayah juga dapat ditentukan melalui berbagai indikator seperti jumlah penduduk, kebutuhan oksigen, dan kebutuhan air bersih.Berdasarkan kepemilikan lahannya, Ruang Terbuka Hijau (RTH) terdiri atas RTH Publik dan dan RTH Privat. Proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH)adalah minimal 30% luas wilayah. (Undang-undang No. 26 tahun 2007). Fungsi RTH kota berdasarkan Inmendagri no.14/1988 yaitu sebagai:

a. Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan.

b. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan.

c. Sarana rekreasi.

81 Wawancara dengan Direktur Walhi Sumut Dana Tarigan tanggal 10 Mei 2017, pukul 10.00 wib di Kantor Walhi.

d. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik darat, perairan maupun udara.

e. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan.

f. Tempat perlindungan plasma nutfah.

g. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro h. Pengatur tata air

Kota medan merupakan kawasan yang rawan banjir, sebagai kawasan hilir yang dilalui sungai Deli dan sungai Babura banjir hampir selalu terjadi ketika musim penghujan datang. Dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melalui kota Medan sudah rusak parah tentunya kita membutuhkan solusi yang lain untuk penanggulangan banjir. Disamping itu dengan semakin pesatnya laju pertumbuhan ekonomi dengan semakin banyak pula bangunan-bangunan pertokoan, plaza, hingga perkantoran menguatnya citra kota Medan sebagai kawasan perdagangan, teknologi dan bisnis. Efek dari depelopmentalism tersebut membuat semakin sedikitnya wilayah hijau di kota. Akibatnya kota Medan hampir mustahil dapat terhindar dari banjir tahunan di setiap musim penghujan.

Hal ini ditegaskan oleh Bapak Jaya Arjuna yang mengatakan;

“Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu bagian penting dari wilayah perkotaan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti hutan kota, taman kota, jalur hijau, dan lapangan sangat penting bagi masyarakat kota.

Maka dari itu diperlukan pengelolaan RTH sesuai fungsi dan manfaatnya dengan optimal. Dengan adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut diharapkan memiliki daya dukung lingkungan sebagai daerah resapan air agar banjir dapat diminimalisir untuk menggantikan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di kota Medan.”82

82 Wawancara dengan Pakar Amdal Bapak Jaya Arjuna kota Medan pada 12 mei 2017, pukul 10.00 wid di Universitas Sumatera Utara.

Sebenarnya, pada tahun 2007 pemerintah sudah mengeluarkan UU No.26 tahun 2007 dimana UU tersebut berbicara mengenai pengelolaan tata ruang yang menentapkan daerah perkotaan diwajibkan memiliki 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari total luas kota dengan ketentuan 10 % disediakan oleh masyarakat sebagai pengguna lahan dan 20% di sediakan oleh pemerintah. Akan tetapi kondisinya masih sangat jauh dari harapan yang akan di capai. Dimana menurut data dari Bappeda kota medan tahun 2015, kota Medan baru memiliki 5-6%

Ruang Terbuka Hijau.

Pilihannya saat ini hanyalah tinggal berbenah terhadap mengejar luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk wilayah perkotaan. Meskipun, Pemerintah kota Medan tanggal 24 Juli 2015 telah mengeluarkan Perda No. 2 Tahun 2015.

Perda ini membahas perihal Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Medan Tahun 2015-2035 dimana salah satu fokus utamanya perihal kelestarian dan pemenuhan 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota medan.

Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut tidak mudah. Sebab, dibutuhkan aksi yang bersifat prefentif misalnya membongkar bangunan tanpa ijin IMB, Pemerintah mengkaji kembali bangunan-bangunan usaha yang tidak memiliki izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan hal yang paling penting adalah terkait pembersihan atau pembongkaran bangunan-bangunan yang berada di sekitaran dan tanpa jarak di Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai Deli dan sungai Babura. Sebab, kondisinya sekarang sangat mendesak. Jika penanganan terkait Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak segera dilaksanakan banjir akan terus terjadi di kota Medan setiap musim penghujan.

Hal ini dibenarkan oleh Ht. Bahrumsyah:

“Di Medan ini adalah ijin lingkungan tidak ada, tetapi IMB dikeluarkan. Itu yang terkadang tidak terpenuhi. Contoh Center Point, ijin belum dikeluarkan, sudah membangun. Podomoro juga bermasalah. Artinya salah satu kenapa hal

tersebut terjadi, ya memang tidak tugasnya pemerintah dalam melaksanakan penerapan Perda. Itu tahapan yang harus dilalui sebenarnya”83

Hal ini juga ditegaskan oleh Jaya Arjuna yang mengatakan;

“Baik pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam pemenuhan 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota Medan. Jika hal ini dilaksanakan dengan serius maka dampaknya sangat jelas dengan terbebasnya kota Medan dari bencana banjir. Sebab, simpul-simpul yang menjadi fokus RTH juga menyangkut bantaran sungai. Ibaratnya Sambil menyelam minum air. Dengan, kita wujudkan RTH berarti kita juga telah memperbaiki Daerah Aliran Sungai.

Mari kita ciptakan Medan sebagai kota yang lestari, hijau, sejahtera dan bebas banjir.”84

UU Tata Ruang Nomor 26 Tahun 2007 telah mengamanatkan bahwa perkotaan harus memiliki luas ruang terbuka hijau (RTH) sedikitnya 30 persen untuk pengamanan kawasan lindung perkotaan, pengendalian pencemaran, dan kerusakan tanah, air dan udara. Namun, sejauh ini RTH Kota Medan sendiri masih 10 persen. Artinya, itu masih sangat minim dan dampaknya lama kelamaan akan tidak baik untuk kesehatan masyarakat.

Daerah perkotaan pun akan sering mengalami banjir, karena drainasenya pasti tidak bisa menampung debit air. Pemko Medan harus menghentikan perubahan peruntukan RTH menjadi fungsi lain. Selain itu, pemerintah juga harus menambah RTH sesuai yang dibutuhkan. “Misalnya Taman Beringin Kota Medan yang hampir saja dilakukan perubahan peruntukannya. Tidak hanya itu, Lapangan Merdeka saja sebenarnya itu RTH. Tapi sekarang peruntukannya sudah berkurang karena dijadikan tempat bisnis. Itu contoh yang masih ada,” katanya. Tidak hanya itu, masyarakat juga sebenarnya memiliki peran sangat penting untuk memenuhi RTH ini. Paling tidak, masyarakat harus menyediakan daerah resapan atau tangkapan air di halaman rumahnya melalui penanaman pohon. Ada ketentuan dari peraturan Kementerian PU bahwa setiap halaman rumah di kota Medan

83 Wawancara dengan Ketua Fraksi PAN, Ht. bahrumsyah, SH pada 25 Oktober 2017 pukul 11.30 wib di Kantor DPRD Kota Medan.

84 Wawancara dengan Pakar Amdal Bapak Jaya Arjuna pada 12 mei 2017, pukul 10.00 wib di Universitas Sumatera Utara.

dimana warga minimal harus berapa pohon, itu disesuaikan luas lahan untuk resapan airnya. Tapi kenyataannya saat ini tidak. Banyak rumah masyarakat yang tidak menyediakan lahan untuk resapan air.

Selain itu membuat tempat jalan air, agar air bisa dengan lancar menuju tempat tangkapan dan penampungan air. Jalan untuk air juga perlu dibuat agar bisa menuju tangkapan dan penampungan air, yakni memperbaiki drainase yang ada. Kalau air masih tergenang di drainase, berarti drainasenya tidak berfungsi.

Kalau tidak ada perbaikan, kerugian akan terus dialami masyarakat.

Podomoro City Deli Medan merupakan salah-satunya superblok di Kota Medan (the prestigious superblock in Medan). Selain menjadi ikon baru bagi Kota Medan, Podomoro City Deli Medan yang bakal beroperasi akhir tahun ini, akan menyerap ribuan tenaga kerja di Sumatra Utara, khususnya Kota Medan. Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk, Cosmas Batubara dalam temu pers mengatakan, kawasan bangunan superblok yang dibangun sekarang ini akan memberikan multiplier effect terhadap pembangunan di Kota Medan ke depan.

Salah satunya bertambahnya Pendapatan Asli Daerah dan terbukanya lapangan pekerjaan bagi putra putri daerah.

Cosmas optimistis dalam operasional nantinya, Podomoro City Deli Medan akan menyerap lebih dari 10.000 pekerja. Sebab, kawasan superblok adalah bangunan yang dirancang secara terpadu dan terintegrasi antara kegiatan, hunian, hotel, perkantoran hingga pusat perbelanjaan. Jadi tidaklah heran, sambung Cosmas, jika Pemko Medan dan Pemprov Sumut sangat mendukung mega proyek Podomoro City Deli Medan.85

Menurut Cosmas Batubara Lahan 5,2 hektare ini dulunya terbengkalai yang nilai Pajak Bumi dan Bangunannya sangatlah kecil. Namun setelah berdiri Podomoro City Deli Medan dengan konsep superblok dengan 3.000 unit apartemen dan kondominium, secara otomatis nilai PBB akan naik berlipat yang menjadi pendapatan bagi Kota Medan dan pihaknya tidak sekadar mencari

85 Podomoro city deli medan ikon baru kota medan

https://ekbis.sindonews.com/read/1233939/179/podomoro-city-deli-medan-ikon-baru-kota-medan-1503676680 diakses pada tanggal 15 Desember 2017 Pukul 19.34 wib.

keuntungan semata dalam pembangunan ini, namun mereka berharap bangunan ini akan memberikan efek positif bagi Kota Medan.

Namun ternyata kendala yang timbul dari pembangunan Podomoro City Deli Medan adalah menyangkut masalah perijinan, dalam hal ini ijin Amdal.

Melihat kasus Podomoro City Deli Medan terkait ijin Amdal, DPRD mengemukakan beberapa kemungkinan hal tersebut dapat terjadi.

S. Maruli Tua Tarigan berkomentar:

“Kita ambil dari sisi objektif. Yang nilai positif terlebih dahulu. Medan membutuhkan investor untuk membangun Kota Medan. Salah satu investor ya Podomoro. Investor menginginkan proses yang cepat. Namun birokrasi perlu administrasi yang panjang. Perlu pemikiran yang panjang, perlu peninjauan yang panjang. Karena mungkin kelamaan, ya mereka bangun duluan lah biar cepat.

Contoh paling gampang kalau di Medan adalah Center Point. Kalau di Indonesia sekarang adalah Meikarta. Belum ada ijinnya, tapi sudah membangun, sudah promosi. Itukan salah. Tapi itulah kekuasaan. Itulah power. Tidak bisa dipungkiri ada power kekuasaan. Kalau dilihat dari hukum, tidak boleh itu mambangun. Tidak boleh membuat reklame. Karena belum ada ijin. Dari sisi negatif, sebagai wakil masyarakat, baik eksekutif atau DPRD, itu tidak bisa dilakukan. Sekarang kita tunduk yang mana? Kalau kita mau, kita maunya ambil dua-duanya kan? Pembangunan pesat sesuai dengan peraturan. Tapi salah satu harus diambil. Dua-dua belum bisa dapat. Seharusnyakan peraturan dulu, baru pembangunan jalan. Agar semua enak. Tapi disini, umumnya kita kan, kerjakan dahulu, persoalan belakangan”.86

DPRD juga telah melakukan koordinasi-koordinasi kepada pihak eksekutif, dalam hal ini Pemerintah Kota Medan untuk menyelesaikan permasalahan Podomoro City Deli Medan.

HT. Bahrumsyah mengatakan:

“Pertama, pihak terkait, SKPD terkait. Terutama dinas lingkungan hidup.

Kemudian dinas pemukiman dan tata ruang. Mereka kita panggil, kita pertanyakan. Kemudian kita bahkan hampir membuat Pansus. Pansus hak

86 Wawancara dengan Ketua Komisi B DPRD Kota Medan Drs. S. Maruli Tua Tarigan pada tanggal 9 September 2017 pukul 12.45 wib di kantor DPRD Kota Medan.

interplasi namanya. Meminta pertanggungjawaban. Karena sudah dianggap terlalu jauh pelanggarannya. Koordinasinya tentunya bentuk sebagai rapat. Kita rapat dengan pendakwa. Yang kedua, rapat kerja dengan eksekutif membahas persoalan ini. Menampung daya aspirasi masyarakat yang menyatakan bahwa Podomoro ini bermasalah. Kita memberikan rekomendasi. Silahkan Pemko menjalankan rekomenadasi ini. Itulah salah satu koordinasi kita. Sebenarnya pun mereka eksekutif, bukan legislatif, harus kita awasi kebijakannya, SKPD yang sudah kita anggarkan. Uangnya sudah kita budgeting. Sekarang kita minta pertanggungjawaban. Itu bentuk pengawasan kita. Selain mengawasi terhadap pembangunan yang ada, kita mengawasi SKPD-SKPD terkait supaya berjalan pada koridor yang benar. Itulah bentuk koordinasinya.”87

Untuk dari pihak Pemerintah Kota Medan, tidak ada sama sekali memberikan komentar atau penjelasan mengenai kelanjutan dan status kasus Podomoro City Deli Medan. Pemerintah Kota Medan tertutup untuk hal itu.

Penulis sudah mencoba untuk mendapatkan informasi terkait hal ini, namun dari pihak Pemerintah Kota Medan tetap tidak dapat memberikan informasi apapun.

Demikian juga dengan pihak Podomoro City Deli Medan saat ditemui di kantor pemasaran Podomoro City Deli Medan. Pihak Podomoro City Deli Medan enggan berkomentar apapun.

87 Wawancara dengan Ketua Fraksi PAN, Ht. bahrumsyah, SH pada 25 Oktober 2017 pukul 11.30 wib di Kantor DPRD Kota Medan.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Analisis Kebijakan Pemerintah Kota Medan Terkait Izin Amdal Dalam Pembangunan Podomoro. Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil analisis bagaimana Pemerintah Kota Medan bersama Dewan Pimpinan Rakyat Daerah menjalankan amanat rakyat sebagai wakil dari masyarakat Kota Medan, yakni membuat Peraturan Daerah dan menjalankannya sesuai dengan Peraturan Daerah yang telah dibuat dan disepakati.

Pembangunan Kota Medan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan,partisispasi masyarakat dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Dalam mendukung penyelenggaraaan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Podomoro City Deli Medan yang hadir di tengah-tengah Kota Medan membawa satu peluang bagi pemerintah untuk membuka lapangan kerja yang lebih banyak karena menyerap ribuan tenaga kerja di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan. Sehingga peluang untuk mengurangi tingkat pengangguran di Kota Medan akan lebih besar.

Namun kebijakan Pemerintah Kota Medan bukan hanya saja terkait dalam hal mengurangi tingkat pengangguran saja. Aspek seperti penertiban Peraturan daerah juga merupakan satu tugas dari Pemerintah Kota.