• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN TERKAIT IZIN AMDAL DALAM PEMBANGUNAN PODOMORO

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Affan Gaffar. 2009. Paradigma Baru Otonomi Daerah dan Implikasinya.

Jakarta. Citra Aditya Bakti.

Agus Hexagraha. 2006. Sistem Informasi dalam Berbagai Prespektif.

Bandung. Informatika Bandung.

B. N. Marbun, SH. 1996. Kamus Politik. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Bambang Prasetyo dkk. 2005. Metode Penelitian Kuantitaif : Teori dan Aplikasi. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta.

Media Pressindo.

D.A Tiasnaadmidjaja dalam Asep Warlan Yusuf. 1997. Pranata Pembangunan. Bandung. Universitas Parahiayang.

Dey suandi Hamid dan Sobirin Malian. 2004. Memperkokoh Otonomi Daerah, Kebijakan, Evaluasi dan Saran. Yogyakarta. UII Press Yogyakarta.

Dharma Setyawan. 2004. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta.

Djambatan.

Dr. S. F. Marbun, SH, M.Hum, 2012. Hukum Administrasi Negara 1.

Yogyakarta. Liberty.

Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistystuti. 2014. Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta. Gava Media.

F. Gunawan Suratmo. 2002. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Gadjah Mada University Press.

J. Kaloh. 2007. Mencari bentuk Otonomi Daerah. Jakarta. Rineka Cipta.

Mohammad Natsir. 1983. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Muchsin dan Fadillah. 2002. Hukum dan Kebijakan Publik. Malang.

Averroes Press.

Prof. HAW.Widjaja. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta.

PT.RajaGrafindo Persada.

Riant Nugroho D. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta. Elex Media Komputindo.

Sanafiah Faisal. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi.

Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Warjio, Ph.D. 2016. Politik Pembangunan, Paradoks, Teori, Aktor , dan Ideologi. Jakarta. Kencana.

Warjio, Ph.D. 2013. Dilema Politik Pembangunan PKS Islam Dan Konvensional. Medan. Perdana Publishing.

Warjio, Ph.D. 2013. Politik Pembangunan Islam Pemikiran Dan Implementasi. Medan. Perdana Publishing.

William Dunn. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta.

Gadjah Mada University Press.

Jurnal:

Widiati, Ati. Aplikasi Manajemen Risiko Bencana Alam dalam Penataan Ruang Kabupaten Nabire. 2008, Jurnal Sains dan TeknologiIndonesia Vol. 10 No.

1 April 2008: 7-15.

Internet/Website:

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/197991-bnpb-ini-penyebab-banjir-besar-medan Curah Hujan Esktrim Penyebab Banjir di Medan diundung tanggal 13 Maret 2016, pukul 14.26

WIB.https://id.wikipedia.org/wiki/Agung_Podomoro_Group diakses pada tanggal 14 April 2017 pukul 12.35 WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Deli_Plaza diakses pada tanggal 14 April 2017 pukul 12.41 WIB.

http://medan.tribunnews.com/2016/10/17/putusan-ma-bangunan-super-megah-podomoro-medan-bakal-diratakan-dengan-tanah?page=2 Putusan MA:

Bangunan Super Megah Podomoro Medan Bakal Diratakan dengan Tanah diakses pada tanggal 17 April 2017, pukul 15.58 WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Agung_Podomoro_Group diakses pada tanggal 4 September pukul 10.06 WIB.

http://www.pemkomedan.go.id/hal-sejarah-kota-medan.html diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 13.07 WIB.

https://medankota.bps.go.id/publication/2015/11/04/29d0f7f87fb4e64c810cb 737/statistik-daerah-kecamatan-medan-perjuangan-2015 diakses pada tanggal 23 September 2017 pukul 15.49 WIB.

https://profil.merdeka.com/indonesia/a/agung-podomoro-group/ diakses pada tanggal 25 September 2017 pukul 16.33 WIB.

Podomoro city deli medan ikon baru kota medan https://ekbis.sindonews.com/read/1233939/179/podomoro-city-deli-medan-ikon-baru-kota-medan-1503676680 diakses pada tanggal 15 Desember 2017 Pukul 19.34 WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan diakses pada tanggal 26 Januari 2018 pukul 13.45 WIB.

http://news.analisadaily.com/read/medan-dapat-penghargaan-kota-terbaik-tanggapan-warga/425952/2017/10/03 diakses pada tanggal 26 Januari 2018 pukul 14.01 WIB.

Undang-Undang/Peraturan Daerah:

Peraturan Daerah Kota Medan No 9 Tahun 2002.

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 tahun 2011 Pasal 1 Ayat 58.

Peraturan Mentri no. 4 tahun 1988.

PP No. 27 Tahun 1999.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kawasan Perkotaan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 pasal (22) Paragraf (5); pasal (23).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No.32 Tahun 2009.

Wawancara:

Wawancara dengan Pakar Amdal, Jaya Arjuna di Universitas Sumatera Utara pada 20 Mei 2017.

Wawancara dengan Ketua Fraksi PAN, Ht. Bahrumsyah, SH di Kantor DPRD Kota Medan pada 25 Oktober 2017.

Wawancara dengan Direktur Walhi Sumut, Dana Tarigan di Kantor Walhi pada tanggal 10 Mei 2017.

Wawancara dengan Ketua Komisi B DPRD Kota Medan Drs. S. Maruli Tua Tarigan pada tanggal 9 September 2017.

Wawancara Ketua Komisi B DPRD Kota Medan Drs. S. Maruli Tua Tarigan

1. Bagaimana pandangan bapak melihat pembangunan Kota Medan dari segi fisik?

Kalau dari segi fisik, pembangunan Kota Medan disini ya bagus-bagus saja.

Artinya semua fisik ini keliatannya kalau setingkat Podomoro itu yang melakukan orang profesional. Umumnya tukang-tukang dan tenaga ahlinya dari Jakarta.

2. Bagaimana kalau dari segi sosial dan politik pak?

Kalau dari sosial apalagi politik berbeda. Dari segi sosial, ini kan cerita pembangunan Podomoro, itu sudah tidak pas kalau diambil dari sisi sosial apalagi dari sisi amdal. Kenapa tidak pas? DPRD sudah beberapa kali melihat bahwa itu melangar Perda. Apa yang dilanggar? Satu, batas antara jalan dengan bangunan utama harusnya diperdanya minimal lebih dari delapan meter.

Sementara dia kan langsung ke tepi jalan, melanggar. Itu yang kemarin dituntut DPRD. Itu jelas menyalahi. Dan bukan cuman itu. banyak juga bangunan lain seperti itu di Kota Medan. Kalau bangunannya, bagus. Tapi dari tata ruangnya, untuk kenyamanan Kota Medan, tidak nyaman. Apalagi disitu lalu lintas. Itu tidak bisa. Parkirnya bagaimana? Lalu ruang terbuka hijaunya bagaimana? Karena langsung jalankan? RTH itu tiga puluh persen dari luas tanah yang dibangun.

Misal luas tanah seratus, yang bisa dibangun tujuh puluh meter. Tiga puluh meter untuk tanaman. Dan buat halaman. Itu peraturannya, RTH nya tiga puluh persen.

3. Apa peran DPRD Kota Medan dalam pembangunan Kota Medan?

DPRD tahun sekarang ya? Perannya sangat signifikan. Masalahnya berfungsi maksimal tidak? Kalau saya bilang, DPRD sekarang tidak berfungsi maksimal. Dari segi mana? Dari segi anggaran dan pengawasan, tidak. Kenapa?

Kondisinya seperti ini. Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Kalau menurut

peraturan, perannya sangat signifikan. Tugas dan fungsi DPRD kan ada tiga.

Pertama, sebagai kontrol atau pengawas. Apa yang mau diawasi? Tentu uang yang sudah diberikan masyarakat ke eksekutif. Siapa eksekutif? Yaitu penyelenggara negara. Seperti walikota sama aparatur negara atau ASN, aparatur sipil negara. Jadi uang yang dikasih rakyat, kita sahkan supaya, agar dilakukan, dikerjakan oleh eksekutif. Kedua, bila hal terdapat problem atau masalah yang membutuhkan peraturan, DPRD dengan walikota membuat itu, namanya Perda. Yang disahkan bersama-sama antara legislatif dan eksekutif.

Misalnya, tidak boleh berjualan diatas trotoar atau jualan diatas parit. Itu disepakati supaya trotoar nanti digunakan untuk pejalan kaki, bukan untuk jualan. Membuang sampah sembarangan juga ada Perdanya. Hanya belum disosialisasikan saja. Supaya masyarakat Medan juga bisa aman, tenang, bahagia. Ketiga, perannya itu untuk membangun Kota Medan. Jadi perannya yaitu tiga tadi. Perannya itu maksimal atau tidak? Belum. Jadi sebaiknya harus lebih berperan lagi. Karena kita adalah perwakilan rakyat. Ya harus kita maksimalkan untuk kenyamanan, keamanan, kebahagiaan Kota Medan.

4. Apakah DPRD Kota Medan mengambil peran untuk mengkonsepkan tata ruang tata wilayah Kota Medan?

Semua peraturan itu kan yang menandatangani DPRD dan walikota, legislatif dan eksekutif. Apakah berperan? Jelas berperan. Masalahnya maksimal atau tidak. Itu kan peraturan. Kita yang mensahkan pertigapuluh tahun. Ada perannya, kerana itu adalah peraturan. Jadi apapun yang dilakukan disini dilindungi oleh peraturan. Apakah UUD ’45, apakah Undang-Undang atau peraturan pemerintah, apakah peraturan gubernur, atau peraturan walikota, atau peraturan daerah.

5. Kalau dari segi konsep, apakah konsep dari pemerintah kota atau DPRD sendiri juga juga memberikan konsep?

Setiap Perda pertama diteliti oleh akademisi atau orang professional dibidangnya. Atau disebut naskah akademik, konsultan itu biasanya. Bisa DPRD yang mengusulkan, bisa walikota yang mengusulkan, bisa juga eksekutif mengusulkan. Yang kerja bukan DPRD atau walikota. Tapi bukan walikota atau DPRD yang kerja. Tapi orang profesional dibidangnya. Yaitu, dibidang tata ruang kota. Itu nanti yang hasil dari naskah akademiknya itu yang kita coba bahas. Kalau kita kan dari sudut kebijakan. Dua hal berbeda tapi tanpa akademik, bagaimana membuat kebijakan? Jadi naskah akademik itu disusun oleh orang yang profesional. Siapa yang mengajukan, tergantung eksekutif.

Kadang-kadang dari DPRD. Bahkan ada beberapa Perda, usulan dari DPRD.

6. Apa peran penting DPRD terkait soal pembangunan, ijin mendirikan bangunan dan amdal?

Ijin itu diterbitkan oleh eksekutif sesuai dengan peraturan-peraturan yang sudah disetujui oleh walikota dan DPRD. Pelaksananya itulah kepala dinas, dinas bagian perijinan. Peran DPRD jelas itu membuat peraturan bagaimana mendapatkan ijin. Berapa nilainya ijin, itu namanya tarifnya atau retribusinya.

Berapa pajaknya, ada di peraturan itu. Masalahnya pelaksanaannya yang kadang-kadang menjadi persoalan. Kalau Perdanya bagus. Tapi pelaksanaannya itu yang membuat bangsa ini terpuruk. Apa itu? Korupsi. Contoh yang paling gampang soal ijin, dibangun sepuluh, diurusnya dua. Atau tidak diurus sama sekali. Dengan back-up-an back-up-an orang tertentu, yang punya akses kekuasaan.

7. Bagaimana DPRD memberi sikap terhadap bangunan-bangunan yang tidak memiliki ijin?

DPRD tiga fungsinya. Satu, mengawasi. Dua, membuat peraturan. Kalau misalnya ada yang perlu diubah dari peraturan atau dibuat baru. Tiga, membuat anggaran sesuai dengan pendapatan asli masyarakat disini. Yang memiliki hak untuk menindak itu adalah bagian kepolisian atau Satpol PP, tentu dengan peraturan yang ada. Jadi DPRD hanya mengingatkan atau memberitahukan atau

menginformasikan bahwa itu salah. Silahkan dibongkar, silahkan dituntut. Yang menuntut itu boleh masyarakat, kelompok masyarakat, boleh lembaga, yang merasa dirugikan. Tetapi DPRD waib menginformasikan ke eksekutif bahwa ijin ini tidak tepat. Tapi DPRD tidak boleh yang mengadukan. Yang mengadukan, masyarakat, atas nama masyarakat. Kita mintalah masyarakat yang mengadu.

Yang berkepentingan. Itu yang menjadi masalah sekarang. Problemnya kan kadang-kadang kita minta masyarakat supaya mengambil suatu pengaduan dengan pengawasan kita. Kita kan wakil masyarakat. Jadi otomatis kita memberitahukan ke masyarakat bahwa ini salah, ini tidak. Melalui media lah.tapi kalau menindak, tidak ada wewenang DPRD. Penindakan, kita tidak ada.

8. Sejauh ini, menurut Bapak apa faktor yang melatar-belakangi pihak Pemko sampai bisa terjadi masalah mengenai pembangunan Podomoro City Deli Medan?

Kita ambil dari sisi objektif. Yang nilai positif terlebih dahulu. Medan membutuhkan investor untuk membangun Kota Medan. Salah satu investor ya Podomoro. Mungkin dia punya uang, dia inginnya cepat. Sementara mungkin, mungkin ya, kita positif, birokrasi perlu administrasi yang panjang. Perlu pemikiran yang panjang, perlu peninjauan yang panjang. Karena mungkin kelamaan, ya mereka bangun duluan lah biar cepat. Contoh paling gampang kalau di Medan adalah Center Point. Kalau di Indonesia sekarang adalah Meikarta. Belum ada ijinnya, tapi sudah membangun, sudah promosi. Itukan salah. Tapi itulah kekuasaan. Itulah power. Tidak bisa dipungkiri ada power kekuasaan. Kalau dilihat dari hukum, tidak boleh itu mambangun. Tidak boleh membuat reklame. Karena belum ada ijin. Dari sisi negatif, sebagai wakil masyarakat, baik eksekutif atau DPRD, itu tidak bisa dilakukan. Sekarang kita tunduk yang mana? Kalau kita mau, kita maunya ambil dua-duanya kan?

Pembangunan pesat sesuai dengan peraturan. Tapi salah satu harus diambil.

Dua-dua belum bisa dapat. Seharusnyakan peraturan dulu, baru pembangunan jalan. Agar semua enak. Tapi disini, umumnya kita kan, kerjakan dahulu, persoalan belakangan. Ini salah satu ciri masyarakat yang bisa korupsi. Kita tidak bilang itu korupsi. Tapi itu ciri-ciri. Sebagai perpanjangan tangan dari masyarakat, ya itu salah. Tapi karena kita tidak memiliki penindakan, kita bilang

salah, ya hanya bisa berteriak-teriak saja. Didengar atau tidak didengar, mau bilang apa.

9. Bagaimana koordinasi antara DPRD dengan Pemko Medan terkait kasus Podomoro?

Kalau Podomoro itu kan di bagian Komisi D, pembangunan. Saya Ketua Komisi B. Ya, saya lihat koordinasi mungkin tidak lancar. Ada, tapi tidak lancar.

Kenapa ada? Buktinya adem-adem. Kenapa tidak lancar? Buktinya masih masuk Koran. Berarti masih ada masalah. Berarti ada, tapi tidak bagus. Masih ada miscommunication. Jadi belum sinkron.

10. Apa bentuk koordinasi DPRD dalam kasus-kasus perijinan seperti ini?

Ya, koordinasi kita yang tiga itu. Mengawasi, tentu memberikan peringatan.

Kalau kita tidak puas, ya itu interplasi kan. Hanya sebatas mengingatkan.

Masalahnya cara pandang tiap anggota DPRD disini berbeda-beda. Belum satu suara. Kan ada lima puluh orang, Sembilan faksi. Punya kepentingan masing-masing. Mungkin belum satu komit untuk itu. Banyak kepentingan-kepentingan dari sudut pandang lain. Mungkin kalau pandangannya satu, bahwa ini peraturan kan selesai masalahnya. Jadi mungkin dari sudut pandangnya saja yang belum satu.

Wawancara Ketua Fraksi PAN HT. Bahrumsyah, SH

1. Bagaimana pandangan Bapak melihat pembangunan Kota Medan?

Yang pertama, setelah pindahnya Bandara Polonia ke Kualanamu, para investor itu kan mulai masuk ke Medan. Yang selama ini bangunan-bangunan vertikal itu tidak mendapat ijin, sekarang sudah mulai. Tentunya memang yang utama, yang paling penting adalah peruntukkan ruangnya itu. Jadi mobilitas kota itu, harus fungsi ruang itu yang mereka lihat aturannya. Sudah ada Peraturan Daerah Kota Medan terkait dengan rencana detail tata ruang. Fungsi ruang, yang utama. Banyak ruang-ruang tertentu, contohnya pembangunan Podomoro.

Podomoro itu, fungsi ruang awalnya itu memang bukan fungsi ruang untuk membangun. Sebuah gedung yang sifatnya campuran, gedung campuran.

Tentunya fungsi ruang dirubah. Jadi hanya gedung biasa, bukan campuran.

Misalnya mall dengan apartement, dengan perkantoran. Tentunya itu harus memenuhi sebuah aturan. Baik aturan terkait dengan tata ruang atau lingkungan hidup. Banyak hal yang harus dipenuhi oleh aturan-aturan tersebut. Itu awalnya.

2. Apa saja peran DPRD dalam pembangunan tersebut?

Salah satu perannya adalah memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan itu memang memenuhi aturan. Yang pertama tentunya misalnya dimulai dari sebuah perencanaan, berupa dokumen. Dokumen itu baik Dokumen Amdal yang berdampak pada lingkungan. Kita cek, periksa. Apakah itu sudah ada. Perencanaan itu, disitulah tertuang semua, mau ngapain. Dan itu harus dipastikan bahwa apa yang mereka lakukan itu harus memenuhi unsur tiga puluh persen itu ruang terbuka. Baik Ruang Terbuka Hijau atau Ruang terbuka Publik.

Dan itu harus disosialisasikan. Perencanaan itu harus ada persetujuan. Itukan perencanaan. Dan itu harus ditegakkan, dilakukan pengawasan. Itu semua dilakukan oleh eksekutif dalam hal ini yaitu dinas lingkungan hidup. Kemudian dengan instansi terkait lainnya. Setelah perencanaan, ada satu hal lagi, sebelum Izin Mendirikan Bangunan dikeluarkan ialah ijin lingkungan. Ijin lingkungan itu untuk memastikan bahwa sudah terpenuhi semua unsur-unsur yang boleh

dilakukan sebuah bangunan. Maksudnya bahwa bangunan itu sudah sesuai dengan tata ruang yang baik. Bahwa bangunan tersebut memang dipastikan mampu mengelola limbah. Jadi ijin-ijin lingkungan itu dikeluarkan oleh walikota.

Setelah ijin lingkungan keluar, barulah IMB dikeluarkan. Namun kan banyak yang dilanggar. Di Medan ini adalah ijin lingkungan tidak ada, tetapi IMB dikeluarkan. Itu yang terkadang tidak terpenuhi. Contoh Center Point, ijin belum dikeluarkan, sudah membangun. Podomoro juga bermasalah. Artinya salah satu kenapa hal tersebut terjadi, ya memang tidak tugasnya pemerintah dalam melaksanakan penerapan Perda. Itu tahapan yang harus dilalui sebenarnya.

3. Jadi mekanisme nya adalah dari DPRD baru ke walikota?

Di DPRD itu prosesnya paling kalau memang ada fungsi ruang yang belum benar. Nah jadi ketika kemarin itu bahwa memang di daerah Putri Hijau, misalnya ternyata fungsi ruang itu tidak melakukan fungsi ruang untuk dilakukan bangunan campuran. Nah itu prosesnya untuk merubah fungsi ruang itu disitu.

Selama memang belum ada aturan di dalam perubahan fungsi ruang. Kecuali daerah itu sudah sesuai fungsi ruangnya. Kemarin kan rencana DPRD tata ruang kita kan lama jalan. Jadinya harus dirubah itu. Kalau itu memang DPRD harus merubah fungsi ruang. Bahwa daerah itu memang boleh untuk didirikan bangunan campuran dan vertikal, dengan tujuan tidak melanggar. Karena disini kan juga masih ada angkatan udara. Selama fungsi ruangnya sudah benar menurut tata ruang kota itu tidak perlu diributkan. Kalau memang sudah disahkan fungsi ruang. Karena DPRD misalkan fungsi ruang tahun 2015, sementara rencana mereka awalnya sudah dimulai dari awal sebelumnya, makanya perlu adanya perubahan peruntukan. Namanya perubahan peruntukkan.

Itu harus DPRD. Ijin tetap dari Pemko. Tapi kalau kebijakan terkait fungsi ruang ini namanya Perda. Ini harus melibatkan DPRD. Dalam hal ini ialah fungsi legislasinya. Fungsi pengawasannya. Jadi setelah kita kasih fungsi legislasinya, maulah dia, lalu kita awasi. Sesuai tidak. Terkadang IMB sudah dikeluarkan, ternyata IMB tidak sesuai dengan ijin prinsip legislasinya. IMB terkadang diberikan hanya sekian lantai dan ternyata yang terjadi hari ini, banyak pelanggaran. Banyak yang sudah dekat dengan badan sungai, sepanjang jalan mereka terlalu dekat, yang di Jalan Putri Hijau. Tidak sesuai. Seperti

papan-papan reklame mereka itu, sudah di badan jalan. Makanya sekarang statusnya itu sedang dihempaskan ke Mahkamah Agung. Cuman Pemko melakukan yudisial hukum. Pemko menolak, keberatan. DPRD sejauh ini fungsinya hanya legislasi dan mengawasi. Kita rekomendasikan ini supaya Pemko menyetop, mengevaluasi, mematuhi aturan. Mematuhi semua keputusan pengadilan. DPRD dari awal sudah memberi warning bahwa itu akan menjadi masalah. Belum lagi kita lihat IMB nya berapa lantai. Apakah sesuai IMB atau tidak. RTH mereka ada tidak tiga puluh persen. Ada tidak mereka menyiapkan IPAL, Instalasi Pengolahan Air Limbah? Baru masuk lagi ke rana publik pengawasan kita. Sesuai tidak dengan aturan tersebut.

4. Bagaimana DPRD memberi sikap terhadap bangunan-bangunan yang tidak memiliki ijin?

Kita tentunya melakukan fungsi pengawasan. Diantara ketiga fungsi tadi.

Selain fungsi legislasi dan budgeting. Itulah fungsi pengawasan yang sedang kita lakukan. Ya tentunya kita tanya komisi terkait pembangunan. DPRD biasanya memberikan rekomendasi kepada eksekutif. Sekarang persoalannya, ada tidak ketegasan dari eksekutif. Makanya kita banyak memberikan rekomendasi, banyak laporan masyarakat sampai hari ini, banyak pengusaha mendirikan bangunan itu tidak ada IMB nya. Rata-rata mereka mengangkangi ijin dan Pemko tidak tegas untuk menertibkan itu, meruntuhkan bangunan itu. Tinggal persoalan komitmen, ketegasan pemerintah. Jadi jangan kejar yang kecil-kecil . rumah tidak ada ijin dikejar-kejar. Sementara gedung gede gitu gak. Dalam hal ini penegakkan Perda, yang melaksanakan Perda yang ada ialah Satpol PP. Satpol PP yang menindak, entah reklame yang bermasalah, kawasan tanpa rokok, semua. Inikan Perda.

Setelah ada koordinasi. Kenapa Satpol PP gak mau bertindak? Mungkin ada oknum-oknum yang melarangnya.

5. Apakah DPRD ada memberikan sumbangsih terhadap perencanaan tata ruang sejauh ini?

RTRW itu untuk menzoning bagaimana peruntukkan wilayah Kota Medan.

Dia harus punya RTH tiga puluh persen di seluruh pelosok, di seluruh

kecamatan. Dia zoning dimana kawasan industri, non industry, kawasan pendidikan, kawasan pemukiman, kemudian kawasan RTH, untuk perkantoran.

Itu semua sudah dizoningkan. Dan zoningnya antara Pemko dan DPR membuat sebuah Perda RTRW. Untuk detail dari tata ruang wilayah itu secara umum, dibuat lagi perda. Perda tentang rencana detail tata ruang. Itu detail tata ruang untuk untuk konotasinya. Per kelurahan, per kecamatan, detail. Itu tergambar.

Warna merah untuk perkantoran, warna hijau untuk RTH, dan sebagainya.

Itupun yang melaksanakan ialah yang melahirkan Perda itu, ialah Pemko bersama dengan DPRD, ikut memproduksi. Makanya sekarang mengawasi. Ini tidak boleh untuk kantor. Ini tidak boleh untuk bangunan ruko. Mereka melanggar tapi tidak dieksekusi. Nah, aturan DPRD seharusnya tidak boleh. Jadi dulu fungsi ruangnya bisa perlokasi. Bukan kaya sekarang. Semua mall, itu salah.

Itulah namanya peran. Punya peran dalam menentukan pola ruang di Kota Medan.

6. Apakah ada koordinasi antara DPRD Kota Medan dengan Pemko Medan terkait masalah kasus Podomoro untuk menangani kasus ini?

Pasti. Pertama, pihak terkait, SKPD terkait. Terutama dinas lingkungan hidup. Kemudian dinas pemukiman dan tata ruang. Mereka kita panggil, kita pertanyakan. Kemudian kita bahkan hampir membuat Pansus. Pansus hak interplasi namanya. Meminta pertanggungjawaban. Karena sudah dianggap terlalu jauh pelanggarannya. Koordinasinya tentunya bentuk sebagai rapat. Kita rapat dengan pendakwa. Yang kedua, rapat kerja dengan eksekutif membahas persoalan ini. Menampung daya aspirasi masyarakat yang menyatakan bahwa Podomoro ini bermasalah. Kita memberikan rekomendasi. Silahkan Pemko menjalankan rekomenadasi ini. Itulah salah satu koordinasi kita. Sebenarnya pun mereka eksekutif, bukan legislatif, harus kita awasi kebijakannya, SKPD yang sudah kita anggarkan. Uangnya sudah kita budgeting. Sekarang kita minta

Pasti. Pertama, pihak terkait, SKPD terkait. Terutama dinas lingkungan hidup. Kemudian dinas pemukiman dan tata ruang. Mereka kita panggil, kita pertanyakan. Kemudian kita bahkan hampir membuat Pansus. Pansus hak interplasi namanya. Meminta pertanggungjawaban. Karena sudah dianggap terlalu jauh pelanggarannya. Koordinasinya tentunya bentuk sebagai rapat. Kita rapat dengan pendakwa. Yang kedua, rapat kerja dengan eksekutif membahas persoalan ini. Menampung daya aspirasi masyarakat yang menyatakan bahwa Podomoro ini bermasalah. Kita memberikan rekomendasi. Silahkan Pemko menjalankan rekomenadasi ini. Itulah salah satu koordinasi kita. Sebenarnya pun mereka eksekutif, bukan legislatif, harus kita awasi kebijakannya, SKPD yang sudah kita anggarkan. Uangnya sudah kita budgeting. Sekarang kita minta