• Tidak ada hasil yang ditemukan

Negara Sebagai Aktor Politik Pembangunan

BAB III : KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN TERKAIT IZIN AMDAL DALAM PEMBANGUNAN PODOMORO

POLITIK PEMBANGUNAN PODOMORO CITY DELI KOTA MEDAN

1. Negara Sebagai Aktor Politik Pembangunan

Dalam kajian politik, negara adalah aktor yang terbentuk secara sistematik sebagai sebuah institusi dengan kekuasaannya yang besar. Sebagai sebuah institusi dalam negara terdapat banyak subsistem yang bergerak dengan tugasnya dan saling terhubung. Negara sebagai aktor pembangunan biasanya melakukannya dengan menggerakkan apa yang disebut dengan birokrasi.

Dalam konteks ini birokrasi muncul sebagai tanggapan perubahan zaman dan menjadi bagian dari kerja-kerja dalam negara. Jadi birokrasi dalam negara muncul untuk menanggapi perluasan dan kompleksitas administratif pemerintahan. Posisi birokrasi ini didukung oleh unsur-unsur yang merupakan sumber-sumber kekuasaannya yaitu kerahasiaan, monopoli informasi, keahlian teknis dan status sosial yang tinggi.

Dengan kekuasaanya itu, mereka lah yang membuat kebijakan negara.

Melalui kebijakan yang dibuat dengan kekuasaan yang dimilikinya, birokrasi bergerak secara tersistem dan menjadi rangkaian dari proses internal negara khususnya dalam administrasi pembangunan.

Birokrasi di Indonesia yang merupakan negara demokrasi dalam konteks ini bukan hanya terpaut pada pemerintahan pusat saja, tetapi juga pemerintahan daerah. Demokrasi sebagai sistem politik dalam kaitannya dengan otonomi daerah bertumpu pada dua hal yaitu pertama berkembangnya orientasi segenap institusi di derah pada upaya memberdayakan masyarakat di derah dan kedua Mekanisme Check and Blance diantara institusi-istitusi di derah tersebut. Orientasi dalam konteks ini adalah arah kepada siapa Pemerintah berpihak ketika menyusun

55 Ibid. hal 216-243.

kebijakan, meracang serta mengimplementasikan program-program pembanguanan.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.56

Dalam sistem otonomi daerah dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantu. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan daerah tingkat atasnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desentralisasi salah satu amanat dari gerakan reformasi 1998 telah merombak tatanan bernegara, relasi pusat, daerah dan masyarakat. Pusat yang selama puluhan tahun memegang peran dominan dipaksa untuk turun tahta dan share kekuasaan dengan daerah. Konstalasi kekuasaan telah menyebar diantara berbagai kebijakan, tidak hanya pusat dan daerah, dalam artian berbagai aktor pun lahir untuk mewarnai dinamika pengelolaan negara. Kebutuhan akan pelayanan publik yang berkualitas, demokratisasi, serta pendidikan politik di Indonesia.57

Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dalam hal ini dapat dikatakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif memiliki peranan penting dalam pembangunan yang berperan sebagai aktor politik pembangunan.

Maruli Tua Tarigan menjelaskan peranan DPRD Kota Medan dalam pembangunan Kota Medan menurut bahwa:58

56 B. N. Marbun, SH, 1996, Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal 460.

57 Dey suandi Hamid dan Sobirin Malian, 2004, Memperkokoh Otonomi Daerah, Kebijakan, Evaluasi dan Saran, Yogyakarta : UII Press Yogyakarta. hal.51.

58 Wawancara dengan Ketua Komisi B DPRD Kota Medan Drs. S. Maruli Tua Tarigan pada tanggal 9 September 2017 pukul 12.45 di kantor DPRD Kota Medan.

“Perannya sangat signifikan. Masalahnya berfungsi maksimal tidak? Kalau saya bilang, DPRD sekarang tidak berfungsi maksimal. Dari segi mana? Dari segi anggaran dan pengawasan, tidak. Kenapa? Kondisinya seperti ini. Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Kalau menurut peraturan, perannya sangat signifikan. Tugas dan fungsi DPRD kan ada tiga. Pertama, sebagai kontrol atau pengawas. Apa yang mau diawasi? Tentu uang yang sudah diberikan masyarakat ke eksekutif. Siapa eksekutif? Yaitu penyelenggara negara. Seperti walikota sama aparatur negara atau ASN, aparatur sipil negara. Jadi uang yang dikasih rakyat, kita sahkan supaya, agar dilakukan, dikerjakan oleh eksekutif. Kedua, bila hal terdapat problem atau masalah yang membutuhkan peraturan, DPRD dengan walikota membuat itu, namanya Perda. Yang disahkan bersama-sama antara legislatif dan eksekutif. Misalnya, tidak boleh berjualan diatas trotoar atau jualan diatas parit. Itu disepakati supaya trotoar nanti digunakan untuk pejalan kaki, bukan untuk jualan. Membuang sampah sembarangan juga ada Perdanya. Hanya belum disosialisasikan saja. Supaya masyarakat Medan juga bisa aman, tenang, bahagia. Ketiga, perannya itu untuk membangun Kota Medan. Jadi perannya yaitu tiga tadi. Perannya itu maksimal atau tidak? Belum. Jadi sebaiknya harus lebih berperan lagi. Karena kita adalah perwakilan rakyat. Ya harus kita maksimalkan untuk kenyamanan, keamanan, kebahagiaan Kota Medan.”

HT. Bahrumsyah juga menjelaskan peranan DPRD terhadap pembangunan Kota Medan:59

“Salah satu perannya adalah memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan itu memang memenuhi aturan. Yang pertama tentunya misalnya dimulai dari sebuah perencanaan, berupa dokumen. Dokumen itu baik Dokumen Amdal yang berdampak pada lingkungan. Kita cek, periksa. Apakah itu sudah ada. Perencanaan itu, disitulah tertuang semua, mau ngapain. Dan itu harus dipastikan bahwa apa yang mereka lakukan itu harus memenuhi unsur tiga puluh persen itu ruang terbuka. Baik Ruang Terbuka Hijau atau Ruang terbuka Publik.

Dan itu harus disosialisasikan. Perencanaan itu harus ada persetujuan. Itukan perencanaan. Dan itu harus ditegakkan, dilakukan pengawasan. Itu semua dilakukan oleh eksekutif dalam hal ini yaitu dinas lingkungan hidup. Kemudian dengan instansi terkait lainnya. Setelah perencanaan, ada satu hal lagi, sebelum Izin Mendirikan Bangunan dikeluarkan ialah ijin lingkungan. Ijin lingkungan itu untuk memastikan bahwa sudah terpenuhi semua unsur-unsur yang boleh dilakukan sebuah bangunan. Maksudnya bahwa bangunan itu sudah sesuai dengan tata ruang yang baik. Bahwa bangunan tersebut memang dipastikan

59 Wawancara dengan Ketua Fraksi PAN, Ht. Bahrumsyah, SH pada tanggal 25 Oktober 2017 pukul 11.30 wib di Kantor DPRD Kota Medan.

mampu mengelola limbah. Jadi ijin-ijin lingkungan itu dikeluarkan oleh walikota.

Setelah ijin lingkungan keluar, barulah IMB dikeluarkan. Namun kan banyak yang dilanggar. Di Medan ini adalah ijin lingkungan tidak ada, tetapi IMB dikeluarkan. Itu yang terkadang tidak terpenuhi. Contoh Center Point, ijin belum dikeluarkan, sudah membangun. Podomoro juga bermasalah. Artinya salah satu kenapa hal tersebut terjadi, ya memang tidak tugasnya pemerintah dalam melaksanakan penerapan Perda. Itu tahapan yang harus dilalui sebenarnya.”

Sedangkan untuk pembangunan proyek Podomoro yang dalam pembangunannya memiliki masalah terkait ijin Amdal, HT. Bahrumsyah juga menjelaskan koordinasi antara DPRD (sebagai badan legislatif) dengan pemerintah Kota Medan (sebagai badan eksekutif):60

“Pertama, pihak terkait, SKPD terkait. Terutama dinas lingkungan hidup.

Kemudian dinas pemukiman dan tata ruang. Mereka kita panggil, kita pertanyakan. Kemudian kita bahkan hampir membuat Pansus. Pansus hak interplasi namanya. Meminta pertanggungjawaban. Karena sudah dianggap terlalu jauh pelanggarannya. Koordinasinya tentunya bentuk sebagai rapat. Kita rapat dengan pendakwa. Yang kedua, rapat kerja dengan eksekutif membahas persoalan ini. Menampung daya aspirasi masyarakat yang menyatakan bahwa Podomoro ini bermasalah. Kita memberikan rekomendasi. Silahkan Pemko menjalankan rekomenadasi ini. Itulah salah satu koordinasi kita. Sebenarnya pun mereka eksekutif, bukan legislatif, harus kita awasi kebijakannya, SKPD yang sudah kita anggarkan. Uangnya sudah kita budgeting. Sekarang kita minta pertanggungjawaban. Itu bentuk pengawasan kita. Selain mengawasi terhadap pembangunan yang ada, kita mengawasi SKPD-SKPD terkait supaya berjalan pada koridor yang benar. Itulah bentuk koordinasinya.”